BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 yaitu melalui upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setingggi-tingginya. Dalam Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dinyatakan bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi mahluk hidup lainnya. Udara merupakan zat yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Udara adalah penggabungan dari beberapa macam gas yang cenderung mengalami pencemaran, akan tetapi pada batas-batas tertentu alam mampu membersihkan udara dengan cara membentuk suatu keseimbangan ekosistem. Ketika pencemaran yang terjadi tidak mampu dibersihkan oleh alam sebagaimana biasanya maka pencemaran tersebut akan membahayakan kesehatan manusia dan memberikan dampak yang besar terhadap fauna, flora,dan ekosistem yang ada (Chandra, 2007). Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang. Ruang tempat mereka tinggal dalam upaya meningkatkan status dan kualitas hidupnya yaitu dengan mengolah sumber daya, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia itu sendiri (Nandi, 2005). Keterbatasan tempat tinggal di daerah perkotaan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan dengan ketersediaan lahan. Kondisi ini menyebabkan timbulnya permasalahan perumahan yang semakin rumit di perkotaan terutama masalah sanitasi yang kurang baik. Penduduk dengan status ekonomi
yang rendah jumlahnya cukup banyak, dan untuk mengatasi kebutuhan perumahan, mereka cenderung tinggal di daerah pinggiran, termasuk masyarakat umum dan pemulung yang bermukim di sekitar lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS). Tempat pembuangan akhir sampah mempunyai fungsi yang sangat penting, namun dapat menimbulkan dampak yaitu menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan karena tumpukan sampah menghasilkan berbagai polutan yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Pemukiman yang ada disekitar TPAS sangat beresiko bagi kesehatan penghuninya. Pembusukan sampah akan menghasilkan antara lain gas metana (C๐ป4 ), gas amonia (N๐ป3 ),
dan gas hidrogen sulfida (๐ป2 S) yang bersifat racun bagi tubuh. Selain beracun ๐ป2 S juga
berbau busuk sehingga secara estetis tidak dapat diterima; jadi, penumpukan sampah yang membusuk tidak dapat dibenarkan (Soemirat, 2004). Proses akhir dari rangkaian penanganan sampah biasa dijumpai di Indonesia adalah dilaksanakan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Pada umumnya pemerosesan akhir sampah yang dilaksanakan di TPAS sebagian besar dilaksanakan dengan open dumping, yang mengakibatkan permasalahan lingkungan, seperti pencemaran udara akibat gas, bau, dan debu. Ketiadaan tanah penutup akan menyebabkan polusi udara tidak teredam. Produksi gas yang timbul dari degradasi materi sampah akan menyebabkan bau yang tidak sedap dan juga ditambah dengan debu yang beterbangan (Siregar, 2011). Tercemarnya udara disekitar TPAS menyebabkan kesehatan lingkungan terganggu, termasuk kualitas udara dalam rumah yang berada disekitar TPAS terutama meningkatnya penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Data dari Puskesmas Pancur Batu menyatakan bahwa penyakit ISPA dengan jumlah kasus sebanyak 15.093 berada diurutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak selama tahun 2009 (Siregar, 2011). Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara pada bulan Oktober dan November (2009) di Tempat Pembuangan
Akhir Sampah Namo Bintang ditemukan bahwa asam sulfide (๐ป2 S) telah melewati baku mutu yaitu senilai 0,025 ppm dan 0,022 ppm. Apabila dilihat dari Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan batas yang diperbolehkan adalah 0,02 ppm. Hasil penelitian kadar SO 2 di TPA Namo Bintang (Siregar, 2011), ditemukan ternyata kadar Sulfur dioksida (SO 2 ) melebihi syarat baku mutu udara ambien yang ditetapkan oleh PP No. 41 Tahun 1999 yaitu sebesar 1199,29 ยตg/๐3 dengan syarat baku mutu udara ambien
adalah sebesar โค 900 ยตg/ ๐3 sedangkan kadar polutan yang lain belum melebihi syarat baku mutu ambien.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan di tempat pembuangan akhir sampah Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu diketahui bahwa TPA Namo Bintang berada dekat dengan perumahan penduduk. Lokasi TPA Namo Bintang yang berada disekitar perumahan penduduk sangat berpeluang menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan, diantaranya pencemaran udara di luar dan di dalam rumah. Hal ini kemungkinan bisa terjadi akibat pengolahan sampah di TPA Namo Bintang yang menggunakan sistem open dumping (penumpukan). Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik melakukan penelitian di TPA Namo Bintang, untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komponen rumah, dan jarak rumah terhadap kadar SO 2 dalam rumah disekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Dusun III Desa Maju, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang merupakan dusun dimana sebagian besar masyarakatnya mendirikan rumah dan tinggal di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Namo Bintang. Berdasarkan data-data serta penelitian yang ada, udara disekitar dusun tersebut rentan terhadap risiko pencemaran yang berasal dari
TPA Namo Bintang. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mencari hubungan antara komponen rumah dan jarak rumah terhadap kadar SO 2 dalam rumah. Adapun yang menjadi masalah di dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran kualitas fisik rumah yaitu komponen rumah, dan jarak rumah terhadap kadar SO 2 dalam rumah dalam rumah di sekitar TPA tersebut. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara komponen rumah, dan jarak rumah terhadap kadar SO 2 dalam rumah. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui kualitas komponen rumah pada perumahan yang berada di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui jarak rumah dengan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 3. Untuk mengetahui kualitas fisik udara dalam rumah yang berada di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 4. Untuk mengetahui kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah yang berada disekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 5. Untuk mengetahui hubungan jarak rumah dengan kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah disekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
6. Untuk mengetahui hubungan komponen rumah (langit-langit, konstruksi dinding, jendela kamar, jendela ruang keluarga dan tamu, ventilasi dan sarana pembuangan asap dapur) dengan kadar SO 2 (Sulfur dioksida) dalam rumah disekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi Pemerintahan Kota dalam program pengelolaan sampah di TPA Namo Bintang. 2. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kadar SO 2 (Sulfur dioksida) pada pemukiman TPA Namo Bintang. 3. Menambah khazanah ilmu pengetahuan kesehatan lingkungan khususnya mengenai kualitas udara pada pemukiman TPA dan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya.