BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang menjalankan sistem demokrasi, pemilu merupakan salah satu perwujudan dari kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi pihak yang menentukan dalam proses politik dengan memberikan suara mereka secara langsung. Dengan adanya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, secara tidak langsung rakyat memiliki otoritas dan posisi yang sangat diutamakan untuk dapat melakukan pertukaran pemerintahan dengan jalan damai berdasarkan peraturan yang telah disepakati. 1 Rakyat merupakan elemen penting dalam melakukan pergantian kepemimpinan nasional. Oleh karena itu perlu adanya mekanisme yang jelas dalam mengatur kekuasaan rakyat ini. Pemilihan umum menjadi salah satu wadah yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga legislatif dan siapa yang akan memimpin mereka dalam lembaga eksekutif. Pemilihan umum juga wadah untuk menjaring orang-orang yang benar-benar bisa dan mampu untuk masuk ke dalam lingkaran elit politik, baik itu di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Di era reformasi ini, sistem pemilu yang menjadi pilihan adalah sistem proporsional. Sistem ini
1
Rozidateno P.Hanida.Bentuk Komunikasi Politik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Konstituen di Daerah Pemilihannya. Jurnal Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas, Padang. Hlm 1
Universitas Sumatera Utara
telah mengalami pergolakan dan perubahan dari sistem distrik yang berlaku sebelumnya. Adanya perwakilan rakyat dalam sebuah pemerintahan merupakan legitimasi melalui pemilihan umum. Legitimasi tersebut berimplikasi terhadap makna adanya persetujuan yang memperlihatkan pendelegasian kedaulatan rakyat kepada wakil wakilnya di parlemen. Adanya legitimasi (keabsahan) pemerintah adalah bersumber dari persetujuan rakyat itu sendiri. Pengaturan kedaulatan rakyat tidak dapat dibatasi oleh pemerintah tanpa persetujuan rakyat dan pemerintahan yang konstitusional (berdasarkan, melaksanakan dan tunduk kepada hukum dan peraturan perundang-undangan) di mana kekuasaan yang dipegang oleh sejumlah pemimpin (termasuk yang dipegang oleh anggota badan legislatif) dikontrol oleh rakyat. Di indonesia lembaga negara yang menjadi wakil rakyat di pemerintahan adalah Dewan Perwakiran Rakyat (DPR) atau DPRD untuk tingkat daerah. Lembaga ini sebagai salah satu wujud dari realisasi demokrasi di Indonesia, dimana dalam sistem yang dilakukan sebuah negara demokrasi harus menempatkan rakyat sebagai posisi terpenting sebagai bentuk kedaulatan rakyat yang sesungguhnya. Dikatakan demikian karena DPR/DPRD dipilih oleh rakyat, sehingga difungsikan sepenuhnya bekerja untuk kepentingan rakyat dan sebagai perwakilan rakyat yang sejajar dengan pemerintah (eksekutif).
Universitas Sumatera Utara
Peran DPRD di Indonesia dikonsepkan dalam dua bentuk perwakilan, yaitu perwakilan politik dan perwakilan fungsional. Perwakilan politik diemban melalui pemilihan
umum
sedangkan
perwakilan
fungsional
dilakukan
melalui
pengangkatan pada saat terpilih. Perlu dipahami lebih dalam bahwa perwakilan politik harus tergambarkan dalam hubungan perwakilan, yang tersusun dalam suatu lembaga atau badan perwakilan, dimana si wakil bertindak sebagai wakil bagi rakyat yang diwakilinya. Hubungan ini akan memperlihatkan derajat dan keterikatan antara si wakil dengan yang diwakilinya. Hal lain, erat kaitannya dengan cara pencarian si wakil dan pelaksanaan tugas si wakil dalam rangka pelaksanaan fungsi lembaga atau adanya badan perwakilan tersebut. Pasca reformasi diberlakukan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Undang-undang tersebut kemudian direformulasikan terkait kewenangan otonomi di daerah. Dikatakan dalam undang-undang tersebut bahwa DPRD merupakan lembaga
perwakilan
rakyat
daerah
dan
berkedudukan
sebagai
unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah. 2 Sedangkan kewajiban anggota DPRD diantaranya yaitu menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat (Pasal 45).3 Kewajiban ini secara spesifik juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, bahwa anggota DPRD Kabupaten diantaranya mempunyai kewajiban menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala, menampung 2 3
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 40. Ibid.. Pasal 45.
Universitas Sumatera Utara
dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat, dan memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya. 4 DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat berdasarkan UU di atas, secara konseptual memegang tiga andil penting dalam bersinggungan dengan masyarakat yang diwakilinya. Pertama, sebagai agen perumus agenda bagi masyarakat yang diwakilinya. Kedua, DPRD berperan sebagai lembaga yang mengemban misi pengelolaan konflik dalam masyarakatnya. Ketiga, DPRD adalah pengemban peran integratif dalam masyarakatnya. Peran perwakilan rakyat yang diemban oleh DPRD bisa dimaknai sebagai peran keperantaraan. DPRD bukan hanya menjadi perantara yang menjembatani pemerintah (eksekutif) dengan rakyatnya, namun juga menjembatani ketegangan dari berbagai segmen dalam masyarakat yang saling memperjuangkan kepentingannya. 5 Anggota DPRD yang dipilih melalui pemilihan umum, dalam perwakilannya memiliki masing-masing daerah pemilihan atau yang disingkat dengan dapil.6 Daerah pemilihan dalam sebuah daerah dibagi berdasarkan cakupan luas atau lingkup wilayah tertentu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, setiap anggota DPRD memiliki tanggung jawab atau dengan kata lain menjadi kewajiban untuk 4
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 300 butir I, butir j, butir k. 5 http://www.geocities.com/aripsda/makalah/optimalisasi.htm, diakses tanggal 18 Desember 2013. 6 Daerah pemilihan adalah daerah yang dijadikan tempat pemilih untuk memilih wakilnya sesuai dengan pembagian yang telah ditetapkan oleh lembaga KPU pada pemilihan umum legislatif. Daerah pemilihan anggota DPR adalah Provinsi atau bagian-bagian Provinsi; Daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah Kabupaten/Kota atau gabungan Kabupaten/Kota; Daerah pemilihan DPRD Kabupaten/Kota adalah Kecamatan atau gabungan Kecamatan.
Universitas Sumatera Utara
melakukan sebuah hubungan keterikatan dengan masyarakat khususnya masyarakat yang ada di daerah pemilihannya. Masyarakat yang dimaksud tersebut disebut dengan istilah “konstituen”. Konstituen atau Pemilih di daerah pemilihan merupakan pemberi mandat kepada pihak yang harus diberi tanggung jawab, masyarakat yang harus diwakili atau kelompok sasaran yang harus dilayani oleh anggota parlemen. 7 Lembaga Legislatif tidak seharusnya hanya diartikan sebagai badan yang bertugas untuk membuat undang-undang (law-making body) semata-mata, tetapi juga sebagai perantara rakyat kepada pemerintah. 8 Maka salah satu fungsi DPRD untuk mengartikulasikan dan agregasi kepentingan rakyat, juga menempatkan konstituen sebagai unsur yang perlu diperhatikan dan merupakan proses politik yang paling mendasar sebagai tuntutan relasi antara yang diwakili dan mewakili. Selain itu, artikulasi dapat dijadikan jembatan antara warga/konstituen dengan sistem kerja-kerja DPRD dan pemerintah, sebagai pembuat kebijakan publik. Dikaitkan dengan kerja-kerja DPRD, artikulasi sebaiknya terlembagakan untuk dapat memelihara sistem demokrasi yang stabil, membangun proses legitimasi kebijakan yang sehat, mengembangkan potensi konstituen, serta membangun kepercayaan konstituen pada sistem politik di parlemen. 9
7
__, 2011. KONSTITUEN Pilar Utama Partai Politik. Friedrich Naumann Stiftung fuer die Freiheit : Jakarta. Hlm 1 8 Bambang Cipto. 1995. Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Era Pemerintahan Modern Industrial. Jakarta. Rajawali Press. Hlm 10. 9 Buku saku DPRD, Membina Hubungan dengan Konstituen. Local Government Support Program (LGSP) – USAID. Hlm 15
Universitas Sumatera Utara
Untuk itulah pentingnya pelaksanaan salah satu dari program kerja anggota DPRD, yaitu masa reses. Reses merupakan kewajiban bagi pimpinan dan anggota DPRD dalam rangka menjaring aspirasi masyarakat secara berkala untuk bertemu konstituen pada daerah pemilihan masing-masing guna meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat, serta guna mewujudkan peran DPRD dalam mengembangkan check and balances antara DPRD dan pemerintah daerah. Masa reses merupakan bagian dari masa persidangan dan dilaksanakan paling lama enam hari kerja. Program masa reses ini dipergunakan oleh anggota DPRD secara perseorangan ataupun kelompok untuk mengunjungi daerah pemilihannya guna menyerap aspirasi masyarakat. Lalu setelah melakukannya, setiap anggota DPRD maupun secara kelompok wajib membuat laporan tertulis atau hasil pelaksanaan tugasnya pada masa reses tersebut, dan akan disampaikan kepada pimpinan DPRD dalam rapat paripurna. Selama ini, yang menjadi persoalan adalah jarak yang dijalin antara rakyat (konstituen) dengan DPRD yang menjadi utusan mereka di pemerintahan semakin renggang atau tidak terlalu kontras terlihat implementasinya sebagai hubungan yang diwakili dengan yang diwakili. Hal itu dikarenakan banyaknya oknum DPRD yang tidak secara profesional melakukan pendekatan terhadap rakyatnya. Atau masih banyak anggota Dewan yang merasa sudah berusaha semaksimal mungkin akan tetapi tidak mengerti melakukan pendekatan relasi secara efektif. Sehingga konstituen umumnya merasa wakil mereka mengabaikan aspirasinya
Universitas Sumatera Utara
dan tidak pernah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap yang diwakilinya. Di
Kabupaten
Tapanuli
Utara,
berdasarkan
SK
Gubsu
Nomor
170/3854.K/2009 tanggal 25 September 2009 dilakukan pengangkatan anggota DPRD Taput masa jabatan 2009-2014 dengan menindaklanjuti surat menteri dalam negeri nomor 161/2898. Jumlah anggota DPRD untuk periode 2009-2014 ini adalah 35 orang, yaitu : -
FL Fernando Simanjuntak SH MH, Ir Reguel Simanjuntak dan Bangun Lumbantobing (Partai Golkar)
-
Dapot Hutabarat SE, Bernat Situmeang BE dan Helman Silitonga Amd (P Demokrat)
-
Ir Ottoniyer Simanjuntak, Tiurkalima Purba dan Poltak Pakpahan (PDIP)
-
Betti N Sidabutar SE, Maulana Lumbangaol, Sihar Tambunan (Partai Hanura)
-
Ir Tigor Lumbantoruan, Renold Tampubolon dan Toman Balige Silitonga (PKB)
-
David Hutabarat ST, Ronald Simanjuntak ST (PKPB)
-
Saut Matondang SH, Lanser Sianturi SE (PPRN)
-
Johannes Sitohang dan Jonson Siregar (PDS)
-
Dorgis Hutagalung dan Alamsa Sihombing SE (Partai Patriot)
-
Jasa Sitompul SH dan Sahat Sibarani SE (PIS)
-
Sanggam Lumbantobing dan Parpunguan Sianturi (Partai Buruh)
Universitas Sumatera Utara
-
Jonggi Lumbantobing dan Poltak Sipahutar (Gerindra)
-
Mosir Simbolon (Barnas), Charles Simanungkalit (PIB), Sobar Sipahutar (PPD), Bangun Lumbantobing (PDP), Mangisi Hasibuan SE (PMB), dan Joni Tombang Marbun SE (Merdeka). Pada pemilihan legislatif periode 2009-1014, daerah pemilihan (dapil)
Kabupaten Tapanuli Utara dibagi dalam 3 wilayah. Yaitu dapil I (Adiankoting, Pahae Jae, Pahae Julu, Purba Tua, Siatas Barita, Simangumban, Tarutung) dengan jumlah anggota DPRD sebanyak 13 kursi, dapil II ( Sipoholon, Pagaran, Parmonangan, Siborong-borong, Muara) sebanyak 13 kursi dan dapil III (Garoga, Pangaribuan,Sipahutar) sebanyak 8 kursi. Lembaga DPRD Kabupaten Tapanuli Utara telah menetapkan beberapa perda dan menetapkan beberapa Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah) menjadi Perda (peraturan daerah) pada periode jabatan 2009-2014 ini. Perda-perda yang telah ditetapkan diharapkan dapat sebagai acuan dalam menjalankan roda pembangunan serta pemerintahan di Kabupaten Tapanuli Utara. Perda tersebut yakni mengenai Pajak Daerah, Pengutipan retribusi daerah, Izin Pemungutan Kayu Rakyat (IPKR) dan Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK), Rencana Pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2010 – 2014, Perubahan Perda No.03 , 04, 05 tahun 2008 , Organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah Kabupaten Taput, organisasi dan tata kerja badan pelaksana penyuluh pertanian,
Universitas Sumatera Utara
perikanan,kehutanan
Kabupaten
Tapanuli
Utara,
serta
penyelenggaraan
administrasi kependudukan, dan lain-lain. Dilihat dari persepsi masyarakat Tapanuli Utara (Taput), kinerja DPRD Taput sejauh ini masih dinilai belum maksimal dan popularitas anggota DPRD belum terlalu dikenal di tengah masyarakat. Dikatakan demikian, dikarenakan keterbukaan terhadap program-program kerjanya yang masih belum terlaksana dengan baik dan juga publikasi terhadap produktivitas kinerja mereka baik di media-media massa dan di media lokal masih sangat jarang terdengar. Selain itu, keterlibatan dan pengawasan mereka dalam hasil pembangunan yang diharapkan masih jauh dari yang diidamkan oleh masyarakat. Baik itu dalam pembangunan infrastuktur, ekonomi rakyat, dan aspirasi publik yang diserap tetapi tidak jelas diperbincangkan atau tidak dalam sidang-sidang DPRD. Hal ini seharusnya menjadi tuntutan dan motivasi tersendiri bagi anggota-anggota DPRD Tapanuli Utara untuk lebih memperhatikan profesionalismenya sebagai konsekuensi dari mandat yang diterima sebagai wakil rakyat, yaitu untuk memperhatikan dan meningkatkan produktifitasnya sesuai keinginan konstituennya. Secara khusus bagi para dewan yang mewakili konstituen di daerah pemilihan (dapil) I, perlu untuk lebih progresif dalam memantau pembangunan yang masih minim di beberapa titik tempat dalam dapil ini. Belum ada peningkatan pembangunan secara signifikan bahkan dari periode sebelumnya. Pembangunan desa, peningkatan taraf hidup,
infrastruktur seperti jalan-jalan
lintas dan irigasi, masih menjadi pergumulan atau tuntutan yang tidak bersuara
Universitas Sumatera Utara
(fakum) di tengah masyarakat. Selain itu, pergerakan pembangunan dalam sektorsektor kesehatan dan pengaspalan jalan-jalan lingkungan pedesaan masih belum terealisasi dengan baik. Padalah, hal-hal tersebut adalah kebutuhan umum yang sangat mendasar di daerah dapil ini. Kurangnya sentuhan pemerintah dalam pembangunan ini menciptakan fenomena yang terkesan tidak terlalu diperhatikan dan ini dikarenakan tidak ada peningkatan dan pergerakan pembangunan yang secara kontras dirasakan oleh masyarakat selama periode jabatan mereka (anggota DPRD di dapil I). Dapil I Tapanuli Utara sangat berpotensi dan memiliki infrastruktur yang cukup memadai baik itu dari segi alat transportasi, akses jalan yang menghubungkan lintas antar kota, dan lainnya. Selain itu di dapil ini juga memiliki potensi alam yang mempunyai prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan dan menguntungkan. Pengelolaanya dimungkinkan mampu untuk meningkatkan investasi ekonomik, dan menjadi salah satu sumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama pada sektor pertanian. Artinya peran dari pada DPRD menjadi sangat penting untuk memberikan perhatian dan pengawasan pengelolaannya terhadap pemerintah, karena hal tersebut akan berdampak terhadap kehidupan dan juga ekonomi rakyat. Dilihat dari interaksi dan komunikasi yang dibangun antara masyarakat dan wakil-wakil mereka di Dapil I, memang belum menemukan relasi yang intim dan kontras. Termasuk pada program masa reses DPRD Taput, masyarakat awam secara mayoritas belum paham dengan apa maksud dan tujuan dari program
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Masyarakat juga cenderung tidak mengetahui program ini dijalankan kapan, di mana, dan bagaimana. Kurangnya sosialisasi di tengah masyarakat ini menandakan adanya hubungan yang kurang baik di antara wakil dan yang diwakili. Hal tersebut bukanlah hanya kesalahan pada masyarakat Tapanuli Utara karena tidak terlalu memperhatikan kinerja DPRD Taput, akan tetapi peran dan tanggung jawab DPRD secara oknum terhadap konstituen di dapil I seharusnya dilakukan secara profesional pada masa program kerja DPRD Taput, dimana masa reses tersebut dilakukan secara rutin setiap tahunnya. Adanya kesenjangan yang terjadi dalam hubungan antara anggota DPRD Taput dengan masyarakatnya, khususnya pelaksanaan masa reses di dapil I ini, membuat peneliti merasa tertarik untuk menganalisis permasalahan tersebut pada pelaksanaan reses tahun 2013. Dengan demikian, peneliti mengkonsepkannya dalam sebuah judul penelitian, yaitu “Analisis Terhadap Hubungan Anggota Dprd Dengan Konstituen Di Daerah Pemilihannya (Studi Analisis : Kegiatan Masa Reses Anggota Dprd Tapanuli Utara Di Dapil I Pada Tahun 2013).
1.2 Perumusan Masalah Dalam pelaksanaan pemerintahan di Indonesia, berbagai permasalahan masih ditemukan alahan terkait lembaga DPRD. Baik itu tugas, fungsi, serta realita antara hubungan yang dijalin wakil rakyat dengan rakyatnya, masih banyak ditemukan permasalahan yang sangat kontras di tengah perpolitikan Indonesia. Kedudukan fungsi dan hak-hak yang melekat pada lembaga legislatif
Universitas Sumatera Utara
menempatkan DPRD dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah dan juga berkewajiban untuk menampung aspirasi masyarakat serta memajukan kesejahteraan rakyat. Sehingga antara tugas dan fungsi formal sebagai kelembagaan, dengan tugas dan fungsi utama sebagai yang mewakili rakyat di pemerintahan, masing-masing memiliki mekanisme tersendiri yang sangat rumit untuk dijalankan oleh para anggota DPRD. Penelitian ini akan lebih mengarah pada permasalahan terkait fungsi DPRD sebagai yang mewakili rakyat dengan melihat bagaimana pola hubungan mereka dengan rakyatnya. Pola hubungan tersebut akan diteliti melalui mekanisme yang telah menjadi program kerja DPRD pada umumnya, yaitu masa reses. Masa reses yang tidak asing lagi ditelinga para anggota legislatif dan program ini sangat menarik untuk diteliti, karena banyaknya permasalahan terkait efisiensi maupun efektifitas dari program tersebut. Selain itu, waktu yang disediakan dalam masa reses ini sangat singkat, sehingga tujuan dari masa reses ini juga diperhatikan dalam bentuk-bentuk komunikasi politiknya, penyerapan aspirasi konstituen oleh wakilnya (anggota DPRD), relasi yang dibangun, mekanisme atau tahapan reses yang dilakukan, dan masih banyak permasalahan lain. Oleh karena itu banyak peneliti yang ingin melihat fenomena reses ini sebagai suatu bahan kajian penelitian. Banyaknya kajian permasalahan tentang masa reses tidak memungkinkan peneliti untuk menganalisis secara keseluruhan, dikarenakan keterbatasan waktu dalam penelitian ini. Maka peneliti akan mengambil suatu kajian penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
lebih fokus. Dalam hal ini kajian analisis yang menjadi ketertarikan peneliti adalah analisis terhadap cara yang dilakukan oleh anggota DPRD dalam masa reses untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan konstituennya. Dengan demikian sesuai dengan judul penelitian ini, hubungan wakil dengan konstituennya akan dianalisis pada program kerja masa reses anggota DPRD Kabupaten Taput di dapil I pada tahun 2013. Maka dengan perumusan masalah tersebut, fokus dari penelitian ini dikonsepkan dengan pertanyaan penelitian, yaitu : 1. Bagaimana anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara membangun hubungan dengan konstituennya pada masa reses tahun 2013 di dapil I?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian
pada
umumnya
dilakukan
untuk
memecahkan
suatu
permasalahan dengan cara ilmiah, untuk itu penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana proses dan mekanisme dari masa reses yang dilakukan oleh anggota DPRD Kabupaten Taput di dapil I. 2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan yang terjalin antara anggotaanggota DPRD dengan konstituen di daerah pemilihannya masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat sebagai penambah referensi bagi para mahasiswa, khususnya Departemen Ilmu Politik – FISIP USU 2. Bagi penulis penelitian ini sangat bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan menulis karya ilmiah di bidang politik dengan melihat fenomena politik yang terjadi. 3. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang bagaimana program reses oleh lembaga DPRD, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian mengenai legislatif.
1.5 Kerangka Teori Dalam sebuah penelitian, teori sangat dibutuhkan untuk acuan dan pisau analisis untuk melihat fenomena apa yang akan dianalisis dan kemudian dikembangkan menjadi sebuah tolak ukur dalam melakukan keakuratan analisis baik itu argumentasi maupun pengamatan yang dilakukan dengan teori tersebut sebagai dari dasar yang diketahui peneliti, adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Teori Perwakilan Politik 2. Teori Komunikasi Politik
1.5.1 Teori Perwakilan Politik Konsep perwakilan merujuk kepada seseorang atau suatu kelompok tertentu yang mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk berbicara, bertindak dan
Universitas Sumatera Utara
memperjuangkan hak politik atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Banyak ahli yang mendefinikan perwakilan (representation) dengan variasi argumentasi dan analisis yang berbeda-beda, di antaranya adalah : a. Alfred de Grazia mendefinisikan representasi sebagai hubungan antara dua orang, wakil dengan pihak yang mewakilinya (konstituen), dimana wakil memegang otoritas untuk melaksanakan beberapa aksi yang mendapat persetujuan dari konstituennya. b. Hanna Penichel Pitkin (1957) mendefinisikannya sebagai proses mewakili, di mana wakil bertindak dalam rangka bereaksi kepada kepentingan pihak yang diwakili. Wakil bertindak sedemikian rupa sehingga diantara wakil dan pihak yang diwakili tidak terjadi konflik dan jika pun terjadi, maka harus mampu meredakan dengan penjelasan. c. Miriam Budiardjo menganggap perwakilan adalah konsep bahwa seorang atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Negara-negara di dunia khususnya negara modern cenderung memiliki kadar persoalan yang sangat rumit terkait perubahan demografi, wilayah, maupun kebutuhan-kebutuhan
dari
negara
tersebut.
Ditinjau
dari
kompleksitas
permasalahannya persoalan ini terjadi karena tidak setiap anggota masyarakat mampu memberikan jawaban terhadap persoalan tersebut. Maka diperlukan sekelompok orang yang memiliki keahlian dan benar-benar dapat menjawab persoalan-persoalan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Seiring dengan perjalanan transisi demokrasi yang dianggap banyak negara sebagai model pemerintahan dan ideologi yang lebih baik, maka muncul juga konsep perwakilan sebagai jawaban atas persoalan yang terjadi. Konsep ini merupakan solusi terhadap kondisi pertumbuhan dan perkembangan penduduk baik secara kualitas maupun kuantitas, serta kenyataan atas kebutuhan negara modern yang memiliki wilayah yang sangat besar, sehingga sangat mustahil untuk tetap menerapkan mekanisme dan sistem demokrasi langsung. Implikasinya adalah dibutuhkan lembaga-lembaga yang menjadi media penghubung antara pemerintah dengan masyarakat. Lembaga-lembaga inilah yang akan mewakili kepentingan-kepentingan
politik
masyarakat
di
tingkat
pemerintahan
(suprastruktur politik). Lembaga perwakilan ini sering dikenal dengan lembaga legislatif. Fungsi lembaga legislatif terdiri atas fungsi perwakilan politik, fungsi perundang-undangan, dan fungsi pengawasan. 10 Berikut akan dijelaskan fungsifungsi tersebut: 1.
Melalui fungsi perwakilan politik, lembaga legislatif/lembaga perwakilan membuat kebijakan atas nama anggota masyarakat yang secara keseluruhan terwakili di dalam lembaga tersebut. Dalam hal ini, lembaga legislatif/lembaga perwakilan rakyat bertindak sebagai pelindung kepentingan dan penyalur aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
10
Arbi Sanit. 1985. Perwakilan Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali. Hlm 253.
Universitas Sumatera Utara
2.
Melalui
fungsi
perundang-undangan,
lembaga
legislatif/lembaga
perwakilan rakyat memuaskan kepentingan dan aspirasi anggota masyarakat ke dalam kebijaksanaan formal dalam bentuk undang-undang. Dalam fungsi ini tergolong pula kewenangan untuk menghasilkan anggaran pendapatan dan belanja negara, mengusulkan suatu rencana undang-undang dan mengubah suatu undang-undang (amandemen). 3.
Melaui fungsi pengawasan, lembaga ini melindungi kepentingan rakyat, sebab melalui penggunaan kekuasaan yang dilandasi oleh fungsi ini, lembaga legislatif/lembaga perwakilan rakyat dapat mengoreksi semua kegiatan lembaga kenegaraan lainnya melalui pelaksanaan berbagai haknya. Dengan demikian, tindakan-tindakan yang dapat mengabaikan kepentingan anggota masyarakat dapat diperbaiki. Adanya lembaga perwakilan rakyat adalah sebagai ciri dari pemerintahan
yang dikendalikan oleh rakyat sebagaimana yang diajarkan dalam teori demokrasi. Proses pemerintahan yang berjalan secara demokratis dan diproses oleh wakil-wakil rakyat dalam suatu lembaga perwakilan rakyat merupakan esensi dari konsepsi demokrasi perwakilan lembaga legislatif. Pola hubungan wakil dan terwakili akan menentukan fokus perwakilan. Siapa yang menjadi pusat perhatian wakil dalam menunaikan tugasnya akan sangat menentukan wakil apakah berhadapan dengan individu, masyarakat umum, kelompok atau partai politik. Dengan demikian, corak perwakilan akan
Universitas Sumatera Utara
menentukan pola perwakilan, apakah wakil mandiri (wali) atau gradasi diantara keduanya (politico). Corak perwakilan inilah yang nantinya akan menentukan perjalanan transisi demokrasi. Hubungan wakil yang erat dengan konstituennya akan menempatkan konstituen di posisi penting, sehingga aspirasi konstituen menjadi hal yang harus diperjuangkan wakil. Demikian pula ketersediaan mekanisme bagi konstituen untuk berkomunikasi dengan wakilnya akan meminimalkan terjadinya oligarki perwakilan atau distorsi aspirasi sebagaimana lazimnya terjadi dalam demokrasi perwakilan. Keterlibatan rakyat dalam pembuatan keputusan yang mengikat, terefleksi dengan adanya lembaga perwakilan rakyat. Keberadaan lembaga perwakilan rakyat atau lembaga legislatif merupakan salah satu instrumen penting dalam suatu negara yang menganut paham dan ajaran demokrasi. Partisipasi rakyat yang efektif dalam proses pembuatan keputusan adalah ketika sepanjang proses pembuatan keputusan yang mengikat, warga negara harus memiliki kesempatan yang cukup dan kesempatan yang sama untuk mengemukakan pilihan mereka mengenai hasil akhir. Proses pembuatan keputusan tersebut, harus mempunyai kesempatan-kesempatan yang cukup dan sama untuk menempatkan masalahmasalah dalam agenda dan menyertakan alasan mengapa diambil keputusan yang itu dan bukan yang lain. 11
11
Robert A. Dahl. 1992. Demokrasi dan Para Pengkritiknya Jilid I. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm 164.
Universitas Sumatera Utara
Di samping itu, rakyatpun berkesempatan untuk mengawasi jalannya kekuasaan pemerintahan melalui wakil-wakil mereka yang duduk dalam lembaga perwakilan dan lembaga legislatif. Peranan perwakilan Badan Legislatif pada hakikatnya berkenaan dengan masalah antar hubungan badan tersebut, terdapat anggota badan legislatif, dengan anggota masyarakat yang diwakili mereka secara individu, berdasarkan kelompok maupun secara keseluruhan. 12 Pandangan yang melihat hubungan tersebut merupakan salah satu masalah pokok di dalam kehidupan sistem politik pada umumnya, dan di dalam proses Badan Legislatif pada khususnya. Berdasarkan kajian teori perwakilan terhadap analisa dan pandanganpandangan para pemikir ilmu politik, setidaknya ada lima konsep dasar perwakilan yang umum yang terjadi. Kelima konsep dasar perwakilan tersebut yaitu : 1. Delegated Representation, yaitu seorang wakil diartikan sebagai juru bicara atas nama kelompok yang diwakilinya. Dengan demikian, seorang wakil tidak boleh bertindak di luar kuasa yang memberi mandat. 2. Microcosmic Representation, konsep ini menunjukkan bahwa adanya kesamaan sifat-sifat antara mereka yang diwakili dengan diri sang wakil. Karenanya kebutuhan ataupun tuntutan wakil adalah juga kebutuhan mereka-mereka yang diwakili. Dalam konsep ini masalah kuasa dan hal-hal
12
Arbi Sanit. Op.cit..Hlm 203.
Universitas Sumatera Utara
yang harus dilakukan tidak pernah menjadi persoalan krusial antara wakil dan yang diwakili oleh karena kesamaan sifat yang dimiliki. 3. Simbolyc Representation. Dalam simbolyc representation tidak dipersoalkan juga mengenai masalah kuasa atau hal-hal yang harus dilakukan. Konsep ini hanya menunjukkan bahwa wakil melambangkan identitas atau kualitas golongan/kelas orang-orang tertentu yang diwakilinya, dan merupakan bentuk perwakilan yang hendak memperlihatkan bahwa mereka-mereka yang mewakili kelompok tertentu melambangkan identitas atau kualitas klas atau golongan yang tengah diwakilinya. 4. Elective Representation, konsep ini dianggap belum menggambarkan kuasa atau hal-hal yang harus dilakukan wakil mereka, sehingga belum menjelaskan tentang hubungan antara wakil dengan yang memilihnya. 5. Party Repressentation, individu-individu dalam lembaga perwakilan merupakan wakil dari partai politik (atau konstituen) yang diwakilinya. Semakin meningkatnya organisasi dan disiplin partai mendorong lahirnya party bosses dan party caucauses. Para wakil dalam lembaga perwakilan menjadi wakil dari organisasi /partai politik yang bersangkutan. Gilbert Abcarian menyodorkan 4 (empat) macam tipe menyangkut hubungan antara si wakil dengan yang diwakilinya, yaitu : a. Si wakil bertindak sebagai ‘wali’ (trustee), diartikan bahwa si wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan yang diwakilinya.
Universitas Sumatera Utara
b. Si wakil bertindak sebagai ‘utusan’ (delegate). Dalam hal ini si wakil sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya. Si wakil dalam melakukan tugasnya selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya. c. Si wakil bertindak sebagai ‘politico’, menurut tipe ini si wakil kadangkadang bertindak sebagai wali (trustee) dan ada kalanya bertindak sebagai utusan (delegate). Tindakannya tergantung pada issue (materi) yang dibahas. d. Si wakil bertindak sebagai ‘partisan’. Dalam tipe ini si wakil bertindak sesuai dengan keinginan atau program partai (organisasi) si wakil setelah si wakil dipilih oleh pemilihnya (yang diwakilinya), maka lepaslah hubungan dengan pemilih dan mulailah hubungannya dengan partai (organisasi) yang mencalonkannya dalam pemilu. Konsep perwakilan pun dapat dilihat dari sudut pandang hubungan antara wakil dan yang diwakili. Berdasarkan sudut pandang ini, dikenal ada empat teori perwakilan, yaitu : a. Teori Mandat Teori mandat yang sering disebut dengan functional representation, pertama kali dikenalkan oleh J.J. Rousseau. Wakil dilihat sebagai penerima mandat dimana ia harus merealisasikan kekuasaan pihak yang diwakilinya dalam proses kehidupan politik. Atau dengan kata lain, teori ini pada dasarnya berasumsi bahwa subtansi yang diwakili oleh seorang wakil terbatas pada mandat yang disampaikan
Universitas Sumatera Utara
oleh orang-orang yang memberikan mandat. Hal demikian mengharuskan segala tindakat, bahkan termasuk sikap dan perilaku dari wakil harus senantiasa bersesuaian dengan kehendak dari orang-orang yang memberikan mandat. Sesuai dengan perkembangan dari teori mandat ini, berkembang atas dasar asumsi tentang kualitas mandat yang menjadi dasar hubungan antara seorang wakil dengan orang-orang yang diwakilinya. Bila terjadi perbedaan pandangan, sikap dan tindakan antara wakil dengan fihak yang diwakili, dapat berakibat turunnya reputasi para wakil. Beberapa variasi di dalam teori mandat ini terdiri dari : 1. Mandat imperatif, berarti bahwa hubungan antara wakil dengan orang yang diwakili itu terbatas pada instruksi yang disampaikan oleh orangorang yang mewakilinya itu. Wakil tidak diperbolehkan bertindak melampui mandat yang telah diberikan dengan konsekuensi bahwa jika hal itu dilakukan oleh wakil, maka hal demikian tidak berada pada hubungan yang benar antara wakil dan orang yang memberikan perwakilannya. 2. Mandat bebas, yang menyatakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai seorang wakil maka semua tindakan yang dilakukan dipandang berada pada bingkai mandat yang diberikan. Seluruh aspek yang secara logis menjadi dasar dari mandat yang diberikan kepada seorang wakil dianggap terakomodasikan di dalam mandat yang disampaikan tersebut,
Universitas Sumatera Utara
dengan demikian wakil bebas bertindak sesuai dengan batasan umum yang dimandatkan kepada dirinya. 3. Mandat representatif, merupakan perkembangan kualitas mandat yang bersifat umum. Dalam teori mandat representatif, duduknya seseorang di dalam lembaga perwakilan dipandang mewakili keseluruhan kehendak atau aspirasi orang yang memberikan mandat. Sebagai ciri khas dari mandat ini, bahwa seorang wakil memberikan mandat kepada dirinya. Mandat diberikan secara umum di dalam sistem tertentu yang kemudian dikenal melalui Pemilu.
b. Teori Organ Ajaran ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori mandat. Para sarjana mencari dan membuat ajaran/teori baru dalam hal hubungan antara wakil dengan yang diwakilinya. Teori Organ diungkapkan oleh Von Gierke (Jerman), bahwa negara merupakan satu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti : eksekutif, parlemen dan rakyat, yang semuanya itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri namun antara satu dengan lainnya saling berkepentingan. Dengan demikian maka setelah rakyat memilih lembaga perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri lembaga perwakilan tersebut dan lembaga ini bebas menjalankan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
Universitas Sumatera Utara
c. Teori sosiologi Ajaran ini menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis, akan tetapi merupakan bangunan masyarakat (sosial). Para pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang dianggap benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan yang akan bersungguh-sungguh membela kepentingan para pemilih. Sehingga lembaga perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari golongangolongan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Artinya bahwa lembaga perwakilan itu tercermin dari lapisan masyarakat yang ada. Yang membahas teori ini dipelopori oleh Rieker.
d. Teori hukum obyektif Leon Duguit mengatakan bahwa hubungan antara rakyat dan parlemen dasarnya adalah solidaritas. Wakil-wakil rakyat dapat melaksanakan dan menjalankan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat tidak akan dapat melaksanakan tugas kenegaraannya tanpa memberikan dukungan kepada wakil-wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Dengan demikian ada pembagian kerja antara rakyat dan parlemen (Badan Perwakilan Rakyat). Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas adalah merupakan dasar dari hukum dan bukan hak-hak yang diberikan kepada mandataris yang membentuk lembaga perwakilan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Teori Komunikasi Politik Secara sederhana bisa disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran pesan antara komunikator kepada komunikan dimana proses itu merupakan cara dasar untuk mempengaruhi perubahan perilaku dan yang mempersatukan proses psikologi seperti persepsi, pemahaman dan motivasi untuk memperoleh kesamaan makna. Seseorang dapat merubah sikap, pendapat dan perilaku orang lain apabila komunikasi atau pesan yang disampaikannya komunikatif atau komunikasinya efektif. Sedangkan komunikasi politik merupakan segala bentuk komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antar sistem tersebut dengan lingkungannya, yang mencakup jaringan komunikasi (organisasi, kelompok, media massa dan saluransaluran khusus) dan determinan sosial ekonomi dari pola-pola komunikasi yang ada pada sistem tersebut. Atau dengan kata lain komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesanpesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Berdasarkan
pandangan
politik
(klasik,
kekuasaan,
kelembagaan,
fungsionalis, atau konflik) komunikasi politik adalah proses komunikasi yang menyangkut interaksi pemerintah pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Menurut Michael Rush dan Philip Althoff komunikasi politik adalah merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan pertukaran informasi di antara individu-
Universitas Sumatera Utara
individu yang satu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkat masyarakat. 13 Sementara itu, Karl W. Deutsch mendefinisikan bahwa komunikasi politik adalah transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara sistem sosial dan sistem politik yang merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik, sehingga hasil yang dicapai dapat mempengaruhi pembahasan suatu kebijaksanaan yang ditujukan untuk kepentingan umum. 14 Istilah dan proses dari komunikasi politik itu sendiri adalah sebagai berikut : 1. Komunikator/Sender (Pengirim pesan) 2. Encoding (Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan) 3. Message (Pesan) 4. Media (Saluran) 5. Decoding (proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol) 6. Komunikan/Receiver (Penerima pesan) 7. Feed Back (Umpan balik, respon)
A. Fungsi Komunikasi Politik Fungsi komunikasi politik mempunyai makna dan arti yang sangat penting dalam setiap proses politik dalam sebuah sistem politik baik itu oleh infra maupun supra struktur politik. Sudijono Sastroadmodjo menyatakan bahwa : 13
Michael Rush Dan Philip Althoff. 2002. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta. Rajawali Press. Hlm 23 14 Hafied Canbara. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Press. Hlm243
Universitas Sumatera Utara
“fungsi komunikasi politik itu adalah fungsi struktur politik menyerap berbagai aspirasi, pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan yang berkembang dalam masyarakat dan menyalurkan sebagai bahan dalam penentuan kebijaksanaan.Selain itu, fungsi komunikasi politik juga merupakan fungsi penyebarluasan rencana-rencana atau kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah kepada rakyat.Dengan demikian fungsi ini membawakan arus informasi timbal balik dari rakyat kepada pemerintah dan dari pemerintah kepada rakyat”. 15 Komunikasi politik juga memiliki fungsi-fungsi tertentu dalam setiap sistem sosial. Menurut A.W. Widjaja 16 fungsi komunikasi politik dalam setiap sistem sosial meliputi beberapa hal berikut : a. Informasi : pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat. b. Sosialisasi (pemasyarakatan) : penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat. c. Motivasi : menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka
panjang,
mendorong
orang
menentukan
pilihannya
dan
keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.
15
Sudijono Sastroadmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang : IKIP Semarang Press. Hlm 123. A.W. Widjaja. 1993. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta. Bumi Aksara.. Hlm 910. 16
Universitas Sumatera Utara
d. Perdebatan dan diskusi : menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan
untuk
memungkinkan
persetujuan
atau
menyelesaikan
perbedaan pendapat mengenai masalah publik.
B. Paradigma Komunikasi Politik Komunikasi politik mendapat sejumlah keuntungan dan sekaligus mengalami banyak kesulitan karena fenomena komunikasi politik itu menjadi luas, ganda dan multi paradigma. Komunikasi politik dapat diterangkan berdasarkan empat perspektif atau paradigma yaitu meliputi paradigma mekanistis, paradigma psikologis, paradigma interaksional dan paradigma pragmatis. 1. Paradigma Mekanistis Paradigma mekanistis dalam komunikasi politik adalah model yang paling lama dan paling banyak dianut sampai sekarang. Berdasarkan doktrin ini komunikasi dikonseptualisasikan sebagai proses yang mekanis di antara manusia. Dalam komunikasi politik paradigma mekanistis banyak didominasi pada studi mengenai pendapat umum, propaganda, perang urat saraf, kampanye, pengaruh media massa terhadap sosialisasi politik dan peranan komunikasi terhadap partisipasi politik, dan hal ini masih dominan dan populer di Indonesia. Paradigma mekanistik adalah paradigma yang paling tua dan tunduk pada dominasi ilmu fisika.
Universitas Sumatera Utara
2. Paradigma Psikologis Konseptual paradigma psikologis dapat digambarkan sebagai sikap, keyakinan, motif, dorongan, citra, konsep diri, tanggapan dan persepsi yang dapat menjadi penangkal atau sebaliknya dari rangsangan yang menyentuh individu. Komunikasi dalam model paradigma psikologis merupakan masukan dan luaran stimuli yang ditambahkan dan diseleksi dari stimuli yang terdapat dalam lingkungan informasi. Dasar konseptual model ini, ialah bahwa penerima adalah penyandi yang aktif atas stimuli terstruktur yang mempengaruhi pesan dan salurannya. 3. Paradigma Interaksional Paradigma komunikasi politik perspektif ini merupakan reaksi atas paradigma mekanistis dan psikologis. Paradigma komunikasi jenis ini dikonseptualisasikan sebagai interaksi manusiawi pada masingmasing individu. Karakteristik utama dari paradigma interaksional, adalah penonjolan nilai karakteristik individu di atas segala pengaruh yang lain karena manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, masyarakat dan buah pikiran. Setiap bentuk interaksi sosial dimulai dengan mempertimbangkan diri manusia. Sehingga paradigma ini dianggap paling manusiawi di antara semua paradigma komunikasi yang ada. 4. Paradigma Pragmatis Perspektif ini relatif baru dan masih dalam proses perkembangan, hal ini memusatkan perhatian pada tindakan. Dalam model komunikasi pragmatis
Universitas Sumatera Utara
tindakan yang diamati, yaitu tindakan atau perilaku yang berurutan dalam konteks waktu dalam sebuah sistem sosial. Perspektif pragmatis, tindakan dan perilaku bukan hasil atau efek dari proses komunikasi melainkan tindakan atau perilaku itu sendiri sama dengan komunikasi. Dalam pragmatis berkomunikasi dan berperilaku adalah sama-sama komunikasi, sehingga berperilaku secara politik maka sama dengan tindakan komunikasi politik. Dalam perspektif pragmatis sesungguhnya yang terjadi adalah komunikasi (tindakan atau perilaku). Dalam komunikasi politik paradigma pragmatis adalah sebuah bentuk komunikasi politik yang penting.
C. Bentuk Komunikasi Politik Komunikasi Politik merupakan hubungan dua arah antara wakil dan konstituennya dengan melakukan kontak politik. Kontak politik antara wakil dan konstituennya biasanya memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. 17 A.W Widjaja membagi bentuk-bentuk komunikasi politik ke dalam tiga kelompok, yaitu : a. Komunikasi personal, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada sasaran yang tunggal, bentuknya dapat berupa tukar pikiran dan sebagainya. Komunikasi personal efektifitasnya paling tinggi karena komunikasinya timbal balikmdan terkonsentrasi.
17
Azam Awang. Peran DPRD Provinsi Riau Dalam Penjaringan Aspirasi Masyarakat. Jurnal Ilmu Politik 8 AIPI dan LIPI. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hlm 100.
Universitas Sumatera Utara
b. Komunikasi kelompok, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada kelompok yang tertentu. Kelompok adalah suatu kumpulan manusia yang mempunyai antar hubungan sosial yang nyata dan memperlihatkan struktur yang nyata pula. Bentuk komunikasi ini adalah : ceramah, briefing, indoktrinasi, penyuluhan dan sebagainya. c. Komunikasi massa, yaitu komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang menggunakan media massa. Massa disini adalah kumpulan orang-orang yang hubungan antar sosial tidak jelas dan tidak mempunyai struktur tertentu.
1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif yang bersifat analisis terhadap suatu gejala atau fenomena yang kemudian disinkronkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian. Pendekatan Kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari yang diamati. 18 Dengan demikian penelitian ini akan memberikan analisa dan gambaran yang lebih riil atau detail mengenai suatu gejala atau fenomena tersebut yaitu, masa reses anggota DPRD Taput di Dapil I. 1.6.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan pada lembaga DPRD di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jln. Sisingamangaraja No.194 18
Hadari Nawawi. 1994. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press. Hlm 203.
Universitas Sumatera Utara
Tarutung Sumatera Utara. Selain itu, untuk mengakuratkan analisis peneliti dilakukan juga penelitian ke Dapil I Kabupaten Tapanuli Utara yang mencakup 7 kecamatan, yakni Kecamatan Adiankoting, Pahae Jae, Pahae Julu, Purba Tua, Siatas Barita, Simangumban, dan Tarutung.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian, data sangat dibutuhkan sebagai acuan dan untuk menjamin keakuratan analisis penelitian tersebut. Maka peneliti dalam hal ini melakukan teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan data primer dan data sekunder. 19 Berikut akan diuraikan maksud dari pengumpulan data tersebut : 1. Data Primer Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah melalui wawancara (interview). Wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada informan ataupun narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian, serta melakukan tanya jawab secara mendalam terkait permasalahan yang ingin diteliti kepada informan atau narasumber dalam objek penelitian ini. Dalam hal ini, peneliti mengambil informan yaitu anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang menjadi wakil rakyat pada daerah pemilihan I Tapanuli Utara dan beberapa masyarakat dari daerah-daerah pemilihan tersebut. Selain itu, peneliti juga
19
Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga.. Hlm 105.
Universitas Sumatera Utara
mengambil data primer melalui data-data yang dimiliki oleh lembaga DPRD Taput terkait program masa reses pada tahun 2013. 2. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah mencari data dan informasi melalui buku, internet, jurnal dan lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data-data tersebut hanya sebagai acuan untuk penulis memiliki gambaran terhadap konsep yang akan dituliskan dalam penelitian ilmiah ini. Selain itu, penulis juga mencari informasi dan referensi tambahan melalui buku-buku terkait lembaga Legislatif (DPRD), seperti tata tertib lembaga Legislatif, masa reses DPRD, maupun artikel-artikel dari majalah atau koran, dan sebagainya yang bisa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
1.6.4 Teknik Analisa Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan guna mencari makna dan implikasi yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian. Sesuai dengan jenis penelitian yang menggunakan metode kualitatif, maka penelitian ini menggunakan beberapa tahapan sebagai proses analisis untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Tahapan pertama adalah data-data dikumpulkan dari lembaga terkait baik itu yang masih mentah ataupun sudah disusun secara formal. Kemudian data-data tersebut dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ingin dianalisis oleh peneliti. Selain itu, data yang didapat berdasarkan metode wawancara akan sangat membantu
Universitas Sumatera Utara
peneliti untuk menganalisis yang akan dilakukan perbandingan terhadap konsep yang ada pada data tertulis yang didapatkan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menguatkan argumen dari hasil analisisnya.
1.7 Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulisan dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat penelitian ilmiah. Penelitian ini terdiri atas 4 bab, yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : PROFIL DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DAN DAPIL I KABUPATEN TAPANULI UTARA Bab ini akan menguraikan profil dari lembaga DPRD Kabupaten Taput dengan menyertakan struktur organisasinya. Selain itu akan dijelaskan juga profil dari dapil I yang menjadi fokus penelitian terhadap masa reses yang dilakukan oleh anggota DPRD Taput. BAB III: HUBUNGAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN TAPANULI UTARA DENGAN KONSTITUENNYA (MASA RESES 2013 DI DAPIL I)
Universitas Sumatera Utara
Dalam bab ini akan dilakukan analisis terhadap hubungan anggota DPRD Kabupaten Taput dengan konstituennya pada masa reses 2013 di Dapil I. BAB IV : PENUTUP Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil analisis data.
Universitas Sumatera Utara