BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Suatu layanan publik akan menjadi bermanfaat jika dilakukan secara benar sesuai dengan amanat perundangan, sesuai dengan prosedur yang distandarkan, dan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Ketika ketiga indikator tersebut terpenuhi makadiharapkan suatu layanan publik bisa memberikan manfaat dan bisa membantu publik dalam meringankan beban atau masalah yang dihadapinya. Di sisi lain, ternyata juga masih banyak ditemui kasus ketidakmampuan layanan publik memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Keberadaan lembaga publik sebagai lembaga yang monopolistik sering membuat lembaga ini seolah mampu berdiri sendiri untuk memberikan pelayanan yang memuaskan kepada penggunanya (masyarakat). Tak jarang jika dewasa ini kolaborasi antar aktor pun mulai dilirik oleh lembaga publik dengan cara menjalin mitra dengan masyarakat ataupun lembaga lainnyadalam menyediakan akses layanan kepada masyarakat. Seiring berjalannya waktu, tak sedikit lembaga publik yang sadar perlunya kolaborasi dengan stakeholders lain untuk menyediakan layanan publik. Model kolaborasi ini bertujuan untuk meringankan beban lembaga publik, memecah konsentrasi wewenang lembaga publik yang terlalu dominan dan meningkatkan partisipasi stakeholders lainnya (masyarakat dan sektor swasta/privat) dalam 12
rangka mewujudkan kehidupan bernegara yang demokratis. Perlu diketahui, untuk melakukan suatu kerjasama atau kolaborasi harus memperhatikan berbagai prinsip seperti kemitraan sejajar, sinergis dan saling menguntungkan, berbasis kebutuhan, pelibatan dan pemilikan, fleksibel, legitimate (sah berdasarkan aturan atau kesepakatan), efektif, akuntabel dan transparan. Salah satu contoh program kolaborasi antar aktor adalah kolaborasi antara Bidan Desa dan Kader Posyandu pada layanan kegiatan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Progam Posyandu terdiri atas dua jenis, yaitu Posyandu Lansia dan Posyandu Balita. Secara khusus penelitian ini akan membahas mengenai kolaborasi antar aktor (Kader Posyandu dan Bidan Desa) pada kegiatan Posyandu Balita. Posyandu Balita merupakan program layanan kesehatan dari pemerintah yang dimanfaatkan masyarakat untuk memantau kesehatan, gizi, dan tumbuh kembang balita. Pelayanan kesehatan dalam
Posyandu meliputi layanan
imunisasi, pelayanan kesehatan ibu, pelayanan neonatal, pelayanan perbaikan gizi, pelayanan kesehatan usia lanjut, dan pelayanan pengobatan.1 Khusus untuk layanan kesehatan balita, kegiatan Posyandu Balita difokuskan pada kegiatan imunisasi, penimbangan, pemberian makanan tambahan, pengobatan, suplemen gizi, dan penyuluhan kesehatan. Kegiatan Posyandu Balita akan berjalan dengan baik ketika masyarakat dilibatkan langsung dalam kegiatan layanan kesehatan, khususnya layanan kesehatan balita. Melalui pembagian tugas dan wewenang yang sesuai dengan prinsip kemitraan sejajar, diharapkan peran masyarakat 1
Lihat Hidayat, Tjetjep Syarif dan Abas Basuni Jahari. 2012. Perilaku Pemanfaatan Posyandu Balita Hubungannya dengan Status Gizi Dan Morbiditas Balita. Jurnal Penelitian Kesehatan, Vol. 40 No.1. hlm.3.
13
(Kader Posyandu) mampu memberikan pengetahuan dan penyuluhan kepada anggota masyarakat lainnya. Harapan dari proses demikian ini adalah terwujudnya masyarakat yang sadar, bisa menerima, dan memahami akan pentingnya kesehatan dan tumbuh kembang balita. Sebagai aktor independen, Kader Posyandu merupakan aktor yang bertugas membantu kinerja Bidan Desa dalam memantau kesehatan balita di desanya. Keterbatasan jumlah Bidan Desa memang tidak selamanya mampu meng-cover dan mencatat seluruh perkembangan kesehatan balita di wilayah kerjanya. Hal inilah yang mendorong perlunya dilakukannya kegiatan kolaborasi antara Bidan Desa dan Kader Posyandu untuk memantau kesehatan balita di wilayah kerja Bidan Desa.Perlu untuk diketahui bahwa kesehatan pada balita merupakan hal yang sangat prinsip. Balita yang sehat dan terkucupi gizinya merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Di sini sangat diperlukan partisipasi aktif dan kesadaran dari orang tua balita supaya mereka senantiasa memantau kesehatan dan tumbuh kembang balita melalui layanan program Posyandu Balita. Pembangunan kesehatan juga merupakan suatu upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar manusia (tak terkecuali pula hak dasar balita) yaitu hak untuk memperoleh akses
terhadap pelayanan kesehatan. Kualitas kesehatan balita
merupakan salah satu aspek yang dijadikan patokan atau tolak ukur untuk mengetahui masalah kesehatan balita. Hal ini disebabkan karena kualitas kesehatan balita pada umumnya lebih diperhatikan orang tua balita. Peningkatan kualitas kesehatan balita sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang dilakukan orang
14
tua balita. Kesadaran orang tua akan petingnya kesehatan balita juga sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan balita. Menurut Soekirman (2000) faktor-faktor seperti konsumsi makanan, penyakit infeksi, sosiodemografi, sanitasi lingkungan dan pelayan kesehatan sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan balita2. Angka ketercukupan asupan pangan balita, penyakit infeksi yang menyerang balita, kondisi pola asuh balita yang kurang memadai, kondisi pelayanan kesehatan masyarakat dan sanitasi lingkungan tidak cukup memadai dapat menjadi ancaman tersendiri bagi kualitas kesehatan balita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai fenomena riil yang terjadi pada kegiatan kolaborasi antar aktor dalam rangka peningkatan kesehatan balita pada program Posyandu Balita di Desa Sokorini, Kecamatan Muntilan dan untuk mendeskripsikan mengenai proses kolaborasi antar aktor di setiap dusun selama menjalankan kegiatan Posyandu Balita. Alasan pemilihan Posyandu Balita di Desa Sokorini sebagai lokus penelitian diilhami dari beberapa fenomena yang akan dijabarkan berikut ini. Kegiatan Posyandu (baik Posyandu Balita dan Lansia) di Desa Sokorini mulai dirintis oleh Puskesmas Muntilan I pada tahun 1994. Khusus untuk kegiatan Posyandu Balita di Sokorini, perintisan program tersebut bertujuan untuk meningkatkan angka kesehatan balita dan menurunkan angka kematian bayi serta angka kematian ibu, meningkatkan peran dan pengetahuan masyarakat agar senantiasa mengembangkan perilaku hidup sehat, serta pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat di pedesaan. Kegiatan Posyandu Balita di Desa Sokorini tersebar di 9 dusun, antara lain 2
LihatIbid, hlm. 2.
15
Semawe, Slokopan, Kedung Kayang, Soko 1, Soko 2, Mingking, Curah 1, Curah 2, dan Curah 3 serta sudah rutin dilaksanakan sekali di setiap bulan di masingmasing dusun tersebut. Terkait jumlah kegiatan Posyandu Balita, disemua dusun sudah memiliki kegiatan tersebut dan rata-rata kegiatan Posyandu Balita di setiap dusun berjalan baik. Kader-kader tiap dusun juga selalu aktif dalam kegiatan Posyandu Balita untuk memantau kesehatan dan memberikan pembinaan kepada orang tua balita. Di desa Sokorini ini, terdapat satu Bidan Desa yang ditunjuk oleh Puskesmas Muntilan I untuk menjadi koordinator kegiatan Posyandu (baik Balita dan Lansia) di Desa Sokorini. Bidan Desa yang bertugas di Sokorini merupakan salah satu bidan senior di Puskesmas Muntilan I dan sudah menjadi Bidan Desa di Sokorini sejak tahun 1994. Melalui beliau pula Kader Posyandu di Desa Sokorini dibentuk dan sampai sekarang keberadaan kader juga masih aktif. Menurut penuturan Bidan Desa Sokorini, kegiatan kolaboratif Posyandu Balita di Desa Sokorini sudah dimulai sejak awal berdirinya Posyandu Balita di Desa Sokorini tepatnya tahun 1994. Penuturan beliau dalam wawancara dengan peneliti pada hari Senin (22/09/2014) di klinik praktek beliau adalah sebagi berikut:3 “Pada tahun awal pembentukan kegiatan kolaboratif antara Bidan Desa dan keder belum berjalan dengan efektif. Masih ada gap yang cukup besar antara pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki Bidan Desa dan Kader Posyandu sendiri sehingga kegiatan kolaboratif masih sulit diterapkan. Seiring berjalannya 3
Hasil wawancara peneliti dengan Bidan Desa Sokorini di klinik praktek beliau pada hari Senin 22 September 2014 pukul 16.43 WIB.
16
waktu melalui proses pembinaan yang berkesinambungan akhirnya kegiatan kolaboratif ini mulai menuai hasilnya. Medio tahun 2000-an, kegiatan Posyandu Balita di Desa Sokorini semakin berkembang dan kolaborasi antra kader dan Bidan Desa sudah mulai berjalan lancar. Kader sudah mulai terbiasa dan sudah mulai berperan aktif dalamsetiap kegiatan Posyandu (balita dan lansia) dan kegiatan lain (yang berkaitan dengan masalah kesehatan msyarakat) diluar Posyandu. Dampaknya, kesadaran masyarakat Desa Sokorini akan perilaku hidaup semakin meningkat begitu pula dengan kesadaran ibu untuk memantau dan mempelajari tentang tumbuh kembang dan kesehatan bayi dan balita di kegiatan Posyandu Balita. Puncaknya pada tahun 2013, yang salah satu kegiatan Posyandu dari Desa Sokorini, tepatnya kegiatan Posyandudusun Semawe ditunjuk oleh Puskesmas untuk mengikuti kegiatan Lomba Posyandu dan Balita Sehatse Kabupaten Magelang. Hasilnya Posyandu dari dusun
tersebut
memperoleh juara ke-II kategori administrasi pada kegiatan lomba Posyandu se Kabupaten Magelang dan untuk lomba Balita Sehat peserta dari Semawe memperoleh juara ke-III.“
Kebutuhan informasi dan data awal penelitian diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti melaui kegiatan wawancara dengan Bidan Desa setempat. Hasil wawancara tersebut sekiranya sudah bisa memberikan informasi sementara mengenai gambaran singkat tentang kegiatan kolaboratif Posyandu Balita di Desa Sokorini. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif-deskriptif dengan teknik analisis data secara triangulasi. Metode penelitian kualitatif-deskriptif digunakan untuk mengintrepretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhartian dan merekam 17
sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum yang lengkap, terstruktur, akurat, dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.4 Sedangkan teknik analisis triangulasi digunakan untuk melakukan pengumpulan data dan analisis data sekaligus dalam sebuah penelitian termasuk menggunakan informan sebagai alat uji keabsahan dan analisis hasil penelitian.5 Dalam teknik ini peneliti melakukan uji silang keabsahan informasi yang berasal dari wawancara terhadap informan. Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut
digunakan
sebagai
pedoman
untuk
menyajikan
informasi
mengenaipelaksanaan program kolaboratif yang dilakukan oleh aktor terkait yaitu, Bidan Desa, Kader Posyandudi setiap dusun, serta masyarakat (khususnya orang tua balita) dalam rangka peningkatan kesehatan balita melalui layanan Posyandu Balita. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara, dan telaah pustaka. Teknik observasi digunakan untuk memperoleh gambaran riil di lapangan mengenai fenomena, pola-pola dan sifat khas dari subyek penelitian. Teknik wawancara dilakukan untuk mengeksplorasi informasi yang lebih dalam dari responden. Wawancara ditujukan kepada Bidan Desa Sokorini, Kader Posyandu balita terkait dari setiap dusun di Desa Sokorini, dan orang tua balita terkait darisetiap dusun di Desa Sokorini pula. Sedangkan teknik telaah pustaka dilakukan dengan cara 4
Lihat Furchan, Arif. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.hlm. 447. 5
Lihat Bungin, Burhan. 2007. PenelitianKualitatif: Komunikasi, Ekonomi, kebijakan Publik, dan ilmu Sosial LainnyaEd.1 Cet.2. Jakarta: Kencana. hlm. 252.
18
menghimpun data-data dari berbagai buku, koran, majalah, peraturan daerah, buletin, jurnal, situs web yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang di bahas dalam penelitian ini. 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran mengenai fenomena riil yang terjadi pada kegiatan kolaborasi antar aktor dalam rangka peningkatan kesehatan balita pada program Posyandu Balita di tiap dusun Desa Sokorini? 2. Bagaimana proses kolaborasi antar aktor yang dilakukan oleh Bidan Desa, Kader Posyandu Balita, dan orang tua balita di setiap dusun selama menjalankan kegiatan Posyandu Balita? 1.3. Tujuan penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan mengenai gambaran fenomena riil yang terjadi pada kegiatan kolaborasi antar aktor dalam rangka peningkatan kesehatan balita pada program Posyandu Balita di tiap dusun Desa Sokorini. 2. Mendeskripsikan mengenaiproses kolaborasi antar aktor yang dilakukan oleh Bidan Desa, Kader Posyandu Balita, dan orang tua balitadi setiap dusun selama menjalankan kegiatan Posyandu Balita.
19
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi mengenai mengenai gambaran fenomena riil yang terjadi pada kegiatan kolaborasi antar aktor dalam rangka peningkatan kesehatan balita pada program Posyandu Balita di tiap dusun Desa Sokorini. 2. Memberikan informasi mengenai proses kolaborasi antar aktor yang dilakukan oleh Bidan Desa, Kader Posyandu Balita, dan orang tua balita di setiap dusun selama menjalankan kegiatan Posyandu Balita. 1.5. Review Penelitian-Penelitian Sejenis Penelitian Mochamad Setyo Pramono dan FX. Sri Sadewo (2012) tentang Analisis Keberadaan Bidan Desa dan Dukun Bayi di Jawa Timur menyajikan tentang tumpang tindih peran antara Bidan Desa dan dukun bayi pada suatu layanan kesehatan ibu dan balita di daerah perdesaan yang akar tradisinyamasih kuat. Sampel yang diambil berasal dari empat kabupaten di Jawa Timur yaitu Sampang, Probolinggo, Jombang dan Madiun. Pemilihan kabupatenmengacu pada karakteristik masyarakat di Jawa Timur yaitu Madura, Pandalungan, Arek dan Mataraman.Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa terdapat dikotomi bidan senior dan bidan muda. Bidan senior kebanyakan berasaldari luar daerah. Jumlahnya terbatas sementara cakupan wilayah yang luas, tidak jarang membuat mereka memilih tinggaldi pusat kecamatan. Akibatnya, pelayanan persalinan menjadi terbatas. Relasi bidan senior dengan ibu hamil cukup tinggi.Sedangkan bidan muda meskipun berasal dari masyarakat setempat, tidak serta merta 20
diterima di lingkungannya. Bidan muda dianggap belum berpengalaman karena muda usia, statusnya yang belum menikah atau baru menikah. Sementaraitu, peran dukun bayi di pedesaan masih cukup signifikan terutama di Sampang dan Probolinggo. Dibuktikan dengan adanya dukun bayi yang masih beranimenolong persalinan secara langsung. Pengetahuan dukun disamping dari turun temurun, juga berdasarkan pengetahuanmedis modern yang diperoleh lewat kursus. Sementara di daerah sampel lain, saat ini peran dukun bayi mulai digeser lebih ke arahperawatan kehamilan atau paska persalinan. Dengan kata lain mereka menjadi dukun mitra dan harapannya ke depan dukun bandel sudah tidak ada lagi. Penelitian ini secara khusus banyak membahas mengenai peran dari Bidan Desa dan dukun bayi dalam membantu upaya persalinan. Namun berdasarkan hasilnya ternyata di daerah tertentu seperti Sampang dan Probolinggo, peran dukun bayi dalam membantu persalinan masih sangat signifikan dari pada bidan. Memang secara rigid penelitian ini lebih fokus membahas menganai peran bidan dan dukun bayi dalm membantu persalinan. Belum ditemukan satu bab khusus dalam penelitian ini yang membahas mengenai pola hubungan kemitraan antara dua aktor ini dalam rangka peningkatan kesehatan balita. Maka dari itu, penelitian yang akan ditulis oleh peneliti lebih memfokuskan pada model kolaborasi antara Bidan Desa dan Kader Posyandu dalam rangka upaya peningkatan kesehatan balita. Penelitian Ellis E Nikmawati, dkk (2010) menyatakan bahwa revitalisasi Posyandu dikatakan berhasil apabila dapat mengembalikan fungsi utamanya
21
sebagai lembaga masyarakat. Kegiatan pendidikan dan pelatihan pada ibu-ibu bagaimana menimbang dan mencatat di KMS pertumbuhan berat badan anak serta dapat mengartikan KMS dengan baik, merupakan kunci keberhasilan revitalisasi Posyandu. Penelitian ini didesain dengan metode eksperimen untuk melihat pengaruh intervensi pendidikan gizi terhadap PSK pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pengetahuan gizi ibu yang mendapat intervensi (skor 73.3) lebih besar secara nyata daripada rata-rata pengetahuan gizi ibu kontrol (skor 56.25). Maka intervensi dapat meningkatkan pengetahuan gizi ibu sebesar 17,05 poin. Rata-rata pengetahuan gizi kader kelompok intervensi 81.25, kelompok kontrol (skor 74.5). Hal ini menunjukkan bahwa intervensi dapat meningkatkan pengetahuan gizi kader sebesar 6,75 poin. Selanjutnya, rata-rata sikap gizi ibu yang mendapat penyuluhan (skor 76.92) lebih besar secara nyata daripada rata-rata sikap gizi ibu kontrol (skor 70.17). Artinya, intervensi penyuluhan gizi dapat meningkatkan sikap gizi ibu sebesar 6,75 poin. Sikap gizi kader pada kelompok intervensi (skor 83,75) pada kelompok kontrol (79,25) intervensi penyuluhan gizi dapat meningkatkan sikap gizi ibu sebesar 4,5 poin. Rata-rata praktek gizi ibu kelompok intervensi (skor 54.87) lebih besar daripada rata-rata praktek gizi ibu kontrol (skor 53.33). Intervensi meningkatkan praktek gizi ibu 1.5 poin. Rata-rata praktek gizi kader yang mendapat intervensi sebesar 62.56 pada kelompok kontrol (59,98). Hal ini menunjukkan bahwa intervensi dapat meningkatkan praktek gizi kader sebesar 2.58 poin. Untuk meningkatkan praktek gizi lebih sulit dibandingkan pengetahuan atau sikap gizi ibu, karena praktek gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Terakhir,
22
prevalensi underweightpada kelompok kontrol dan intervensi masing-masing; 16.7% dan 19.3%. Prevalensi stunted64.5% dan 46.5%, prevalensi wasting2.7 dan 2.6%. Masalah gizi yang dihadapi adalah kurang gizi kronis, maka intervensi pendidikan gizi dan kesehatan penting diberikan kepada ibu balita dan kader agar PSK gizi dan kesehatan meningkat serta dapat menunjang dalam kehidupan sehari-hari. Kesimpulannya, secara umum masalah gizi yang banyak dihadapi adalah kurang gizi kronis, maka intervensi pendidikan gizi dan kesehatan penting diberikan kepada ibu balita dan kader agar PSK gizi dan kesehatan meningkat serta dapat menunjang dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini secara khusus membahas mengenai tingkat pengetahuan gizi ibu balita dan Kader Posyandu, dampak intervensi pendidikan gizi ibu balita berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan gizi yang dimiliki oleh kader dan ibu balita, serta status gizi balita. Penelitian ini juga tidak membahas mengenai pola hubungan antara Bidan Desa dan Kader Posyandu dalam rangka peningkatan kesehatan balita. Prinsip kerjasama/kolaborasi, tugas dan wewenang masing-masing aktor terkait (bidan dan kader) juga belum dibahas. Maka dari itu, penelitian yang akan ditulis oleh peneliti lebih memfokuskan pada model kolaborasi antara Bidan Desa dan Kader Posyandu dalam rangka upaya peningkatan kesehatan balita. Penelitian dari Tjetjep Syarif Hidayat dan Abas Basuni Jahari (2012) membahas mengenai Perilaku Pemanfaatan Posyandu BalitaHubungannya dengan Status Gizi dan Morbiditas Balita. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemanfaatan pelayanan kesehatan di Posyandu dan hubungannyan dengan status
23
gizi dan morbiditas balita. Basis data yang digunakan berasal dari data Riskesdas tahun 2007/2008. Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan metode analisis secara bivariat dengan Chi-Square, diperoleh hasil berupa terdapat perbedaan yang sangat nyata bahwa perilaku ibu balita yang memanfaatkan pelayanan kesehatan lebih banyak balita dengan status gizi baik dibandingkan dengan balita yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan. Begitupula ibu balita balita yang memanfaatkan pelayanan kesehatan berbeda sangat nyata terhadap rendahnya kejadian penyakit (morbiditas) balita dibandingkan dengan ibu balita balita yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan. Artinya rumahtangga balita yang memanfaatkan pelayanan kesehatan, lebih banyak balitanya berstatus gizi baik dan angka kesakitan rendah dibandingkan dengan yang tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan. Secara khusus penelitian ini hanya membahas mengenai perilaku ibu balita dalam memanfaatkan layanan Posyandu dan hubungannya dengan status gizi anak balitanya. Penelitian ini hanya di pandang dari satu sisi dari dunia medis saja dan data yang digunakan hanya data sekunder dari Riskesdas tahun 2007/2008. Disini juga tidak melihat masalah kesehatan balita dari sudut pandang ilmu sosial politik terutama yang berhubungan dengan kolaborasi antara stakeholders yang berpengaruh dalam peningkatan kesehatan balita.Maka dari itu, penel2itian yang akan ditulis oleh peneliti lebih memfokuskan pada model kolaborasi antara Bidan Desa dan Kader Posyandu dalam rangka upaya peningkatan kesehatan balita.
24