1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Penelitian Perkembangan pembangunan pariwisata telah menunjukkan peranannya yang cukup bermakna dalam pembangunan perekonomian berbagai bangsa di dunia. Peranan yang semakin bermakna tersebut dapat dilihat misalnya dalam dua dekade terakhir yang tingkat kesejahteraan ekonomi negara-negara di dunia utamanya mengandalkan pariwisata itu semakin baik dan maju. Kemajuan dan kesejahteraan yang makin tinggi antara lain telah menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari kebutuhan atau gaya hidup manusia. Hal ini kemudian dapat mempengaruhi dan menggerakkan jutaan manusia untuk lebih mengenal alam dan budaya ke berbagai tempat di belahan dunia lainnya. Melalui pergerakan manusia yang jumlahnya mencapai jutaan, bahkan mungkin milyaran orang di berbagai penjuru dunia tersebut selanjutnya menggerakkan mata rantai ekonomi yang saling terkait dan selanjutnya menjadi industri jasa yang memberikan kontribusi penting bagi perekonomian dunia. Pada tahapan selanjutnya pergerakan dan peningkatan perekonomian berbagai bangsa mempengaruhi pula kesejahteraan masyarakat lokal. Pariwisata di Indonesia juga telah mengalami perkembangan yang cukup berarti seperti tercermin dari data beberapa waktu terakhir. Pariwisata telah berkembang dan menjadikannya sebagai kegiatan berorientasi ekspor terbesar kedua, di Indonesia setelah Minyak – Gas (MIGAS), yang telah menghasilkan
2
penerimaan devisa cukup penting bagi pembangunan perekonomian nasional. Pada tahun 2007, pariwisata mempunyai kontribusi 4,29% dari PDB Indonesia atau sebesar Rp. 3.957,40 triliun (Depbudpar, 2009). Pariwisata juga telah memberikan kontribusi 5,22% tenaga kerja dari seluruh tenaga kerja nasional sebesar 99,93 juta orang (Nesparnas, BPS, 2008). Perkembangan pariwisata Indonesia 2010 bahkan menorehkan catatan rekor baru dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 7 juta orang lebih yang merupakan catatan angka tertinggi untuk kunjungan wisatawan mancanegara ke tanah air. Dengan angka tersebut menurut BPS, rata-rata wisatawan mancanegara membelanjakan 1085,75 US$ tiap kunjungan ke Indonesia.
Pada
tahun 2012
target kunjungan wisatawan mancanegara
sebanyak 8 juta orang. Target tersebut tercapai dengan angka kunjungan sebanyak 8.044.462 wisatawan mancanegara di akhir 2012 (Pusdatin Kemenparekraf, 2013). Di samping itu pertumbuhan jumlah wisatawan nusantara (wisnus) sendiri juga cenderung naik, jumlah kunjungan wisnus pada tahun 2008 berdasarkan catatan BPS telah mencapai angka 223 juta wisnus atau tumbuh 5,48%, dengan jumlah perjalanan mencapai 117 juta. Angka pergerakan wisnus secara ekonomi telah menciptakan pengeluaran sebesar Rp. 107 triliun,-. Angka pergerakan wisnus tersebut menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat juga pada peningkatan arus penumpang angkutan udara di 2012. Jumlah penumpang udara nasional rata-rata mengalami kenaikan sebesar 15 persen per tahun. Jika jumlah penumpang udara pada 2011 sebanyak 66,04
3
juta, maka pada 2012 totalnya mencapai 76 juta ( Kemenhub 2013). Mill dan Morrison (1985:242) mengemukakan beberapa alasan mengapa pemerintah atau sektor publik harus terlibat dalam kepariwisataan. Pertama adalah alasan politik, dimana pariwisata secara alami bersifat lintas wilayah negara, karenanya diperlukan pengaturan mengenai tata cara keluar masuk para wisatawan. Kedua, alasan lingkungan dimana pariwisata banyak menjual keindahan alam, sejarah, dan situs kebudayaan di berbagai tempat. Peran pemerintah diiperlukan agar kelestarian dan keberadaan lingkungan tersebut dapat terus terjaga. Ketiga, adalah alasan ekonomi karena adanya industri pariwisata yang dapat memberikan keuntungan secara finansial bagi daerah yang dikunjungi, dan untuk memaksimalkan keuntungan itulah maka peran pemerintah diperlukan. Dengan kondisi seperti yang digambarkan, pariwisata menjadi salah satu sektor yang diharapkan menjadi andalan bagi daerah baik di tingkat provinsi mau pun kabupaten/ kota. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
pengembangan pariwisata
merupakan salah satu kegiatan yang pada tahun-tahun terakhir ini dilakukan dengan lebih serius jika
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pariwisata
bahkan telah ditetapkan sebagai salah satu sektor unggulan dalam menghadapi Kepulauan Bangka Belitung pasca timah. Setelah lebih dari tiga abad timah ditambang di Bangka Belitung dan menjadi tulang punggung perekonomian daerah, maka timah diperkirakan sedang memasuki „sunset industry’ sehingga diperlukan sektor lain sebagai alternatif yaitu pariwisata dan kelautan perikanan (Megawandi , 2010:5).
4
Guna mendorong percepatan pengembangan pariwisata, pemerintah provinsi Kepulauan Bangka Belitung meluncurkan program Tahun Kunjungan Wisata ke Kepulauan Bangka Belitung 2010 yang disebut dengan Visit Bangka Belitung Archipelago 2010, disingkat dengan Visit Babel Archi 2010 (VBA, 2010). Program yang dimulai dengan launching yang dilakukan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata di Belitung akhir tahun 2009 lalu, memuat sejumlah agenda kegiatan di Bangka Belitung yang diharapkan mampu menarik minat wisatawan berkunjung. Demikian pula di tahun 2011 dilaksanakan kegiatan nasional yang berskala internasional yaitu Sail Wakatobi Belitong (SWB, 2011), dimana peserta yang mengikuti kegiatan ini merupakan para penggemar perahu layar (yachter) yang berasal dari berbagai negara. Upaya menarik wisatawan untuk mengunjungi Kepulauan Bangka Belitung dilakukan antara lain dengan penambahan fasilitas kepariwisataan seperti akomodasi, transportasi dan infrastuktur, serta menyelenggarakan berbagai event dan kegiatan. Dilihat dari pertumbuhan sarana prasarana pariwisata, tergambar adanya peningkatan sarana dan prasarana pariwisata dengan beroperasinya hotel-hotel berbintang seperti Hotel Santika, yang telah berdiri sejak tahun 2009 akhir dan Hotel Novotel, Hotel Aston, Hotel Grand Hatika, Hotel Grand Mutiara dan hotelhotel lainnya yang pembangunannya tidak hanya di Pulau Bangka saja tetapi merata sampai ke pulau Belitung. Begitu pula dengan perkembangan hotel-hotel melati yang bertambah di setiap kabupaten/kota. Upaya mengembangkan sektor pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung
5
bisa dikatakan mengalami kemajuan yang cukup berarti yang tergambar dari meningkatnya jumlah fasilitas kepariwisataan, transportasi, komunikasi dan bertambahnya jumlah wisatawan. Namun demikian dibutuhkan akselerasi yang lebih cepat lagi guna memicu dan memacu penyiapan sektor pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung, karena tambang khususnya timah beserta mineral ikutannya cepat atau lambat pasti akan habis. Dengan kata lain sektor pariwisata sebagai sektor unggulan di daerah harus dipersiapkan lebih cepat lagi sebelum berakhirnya peranan pertambangan timah. Fenomena bagaimana pulau Karimun yang seolah ditinggalkan begitu saja setelah berakhirnya kejayaan penambangan timah merupakan salah satu contoh bagaimana persiapan sektor lain yang perlu dipercepat perkembangannya mengantisipasi era pasca timah. Selain itu kesiapan sektor pariwisata serta sektor-sektor selain timah menggantikan sektor pertambangan
dibutuhkan
karena
kerusakan
lingkungan
sebagai
akibat
penambangan yang telah berlangsung ratusan tahun semakin memperlihatkan dampak yang negatif bagi daerah. Oleh karena itu guna menambah akselerasi pengembangan kepariwisataan di Kepulauan Bangka Belitung diperlukan berbagai hal seperti komitmen pemerintah utamanya dalam mendorong terciptanya suasana yang kondusif bagi bergeraknya dengan lebih cepat mata rantai industri pariwisata yang ada. Komitmen pemerintah daerah yang dituntut memberikan iklim positif bagi tumbuhnya pariwisata dimaksud masih terkendala karena tingkat urgensi melihat pariwisata sebagai sebuah hal yang penting dan strategis yang belum banyak muncul. Adanya kesenjangan dan perbedaan sudut pandang dalam melihat
6
pembangunan pariwisata tersebut yang menyebabkan penanganan terhadap kepariwisataan seringkali masih bersifat konvensional, kurang peka serta kurang mendukung berkembangnya pariwisata secara lebih cepat. Pengembangan pariwisata juga bertumpu pada bagaimana hubungan antar berbagai organisasi dan sektor agar dapat berlangsung secara harmonis. Sebagai konsekuensinya maka salah satu fungsi dari organisasi yang menangani kepariwisataan baik di tingkat nasional maupun daerah menurut Pearce (1992:14) adalah bagaimana mengkoordinasi berbagai kebijakan yang berbeda yang ada di setiap instansi berpengaruh positif terhadap pariwisata, atau setidaknya merangkainya dalam kerangka pengembangan pariwisata. Dengan demikian
masih adanya kelemahan dan permasalahan dalam
akselerasi pembangunan pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung yang belum sesuai dengan harapan dan potensi yang ada. Hal tersebut tergambar dari : Pertama, belum tercapainya target kunjungan wisatawan mancanegara dan masih minimnya kontribusi sektor pariwisata terhadap daerah. Kedua, masih munculnya fenomena yang menggambarkan adanya masalah dalam hubungan antar organisasi dan sektor yang terkait dengan pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung. Dari sajian data dapat dilihat bagaimana angka kunjungan wisatawan di Kepulauan Bangka Belitung.
Pada tahun 2007
terjadi penurunan angka
kunjungan wisatawan, dan barulah untuk tahun-tahun selanjutnya terjadi peningkatan. Jika merujuk pada target wisatawan yang termuat dalam dokumen Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) maka target angka
7
kunjungan wisatawan nusantara dapat dikatakan telah terlampaui, namun untuk terget angka kunjungan wisatawan mancanegara angkanya masih belum tercapai. Target wisatawan dalam RIPPDA yang datang ke Kepulauan Bangka Belitung tahun 2010 sebanyak 93.776 orang yang terbagi untuk wisatawan nusantara sebanyak 89.087 orang dan
wisatawan mancanegara sebanyak. 4.689 orang.
Dari target tersebut, capaian yang terjadi pada 2010 adalah untuk wisatawan nusantara 136.022 orang atau 152,6 persen dari target, sedangkan untuk wisatawan mancanegara hanya sebesar 701 orang saja atau hanya 14, 95 persen dari target yang ada dalam RIPPDA. Kondisi tersebut tergambar dari jumlah kunjungan wisatawan yang dapat dilihat dari tabel 1.1. berikut. Tabel 1.1. Jumlah Wisatawan di Prov. Kep. Bangka Belitung Tahun 2006-2010
Tahun
Target
Realisasi
Wisnus Wisman Jumlah Wisnus
%
Wisman
%
Jumlah
%
2006
75.131
2.324
77.455
67.935
90,42
447
19,23
68.328
88,29
2007
77.686
2.403
80.089
62.271
80,16
148
6,16
62.419
77,94
2008
80.192
4.221
84.413
78.700
98,14
380
9,00
79.080
93,68
2009
84.523
4.449
88.972
93.816
111,00
622
13,98
94.438
106,14
2010
89.087
4.689
93.776
136.022 152,68
701
14,95 136.723 145,80
(Diolah dari sumber : BPS Prov Kep Babel 2011, dan RIPPDA Kep Babel 20072013)
Rendahnya tingkat kunjungan wisatawan mancanegara di Kepulauan
8
Bangka Belitung tersebut juga dapat dilihat jika dibandingkan daerah lainnya. Data kunjungan wisman di provinsi tetangga di wilayah Sumatera Bagian Selatan (SUMBAGSEL)
atau
BELAJASUMBA
yang
belakangan
disebut
juga
dengan
kawasan
yang terdiri dari provinsi Bengkulu, Lampung, Jambi,
Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung. Kelima provinsi yang dulu termasuk dalam Provinsi Sumatera Selatan menjalin kerjasama regional yang juga diharapkan mendorong pengembangan kepariwisataan kawasan. Dari tabel 1.2. terlihat bahwa angka wisman yang mengunjungi Kepulauan Bangka Belitung termasuk yang jumlahnya masih kecil,
apalagi jika
dibandingkan dengan potensi, letak strategis, dan aksesibilitas daerah. Tabel 1.2. Jumlah Wisatawan Asing di Hotel Bintang dan Non Bintang di Wilayah Sumatera Bagian Selatan Tahun 2006-2010 T a h u n
Nama Provinsi 2006
2007
2008
2009
2010
B
Non B
B
Non B
B
Non B
B
Non B
B
Non B
Jambi
1,5
361
2,4
289
4,4
226
2,6
103
3,8
90
Sumsel
1,4
195
6,3
237
12,3
487
5,4
233
7,4
3623
Bengkulu
0,3
175
0,2
24
0,1
124
0,2
140
0,1
132
Lampung
2,9
1548
2,9
2635
2,8
604
2,7
356
2,1
388
Kep. Babel
0,2
127
0,1
31
0,4
22
0,7
60
0,6
86
Keterangan: B: Bintang (Dalam Ribuan) Non B : Non Bintang (Hotel Melati, Home Stay dan jenis penginapan komersial lainnya, selain Hotel kelas Bintang) (Sumber : BPS 2011) Akibat belum berkembang pesatnya pariwisata terlihat dari kontribusi
9
sektor pariwisata terhadap PDRB di Kepulauan Bangka Belitung yang dilihat dari jasa hotel dan restoran masih tergolong kecil yaitu baru sebesar 1,30 persen atau hanya Rp 383 milyar di tahun 2005-2006. Besaran ini pun lebih didominasi oleh sektor restoran (Sayogo, 2007:51). Sementara di sisi yang lain adanya harapan yang tinggi dari masyarakat terhadap perkembangan pariwisata yang cepat di daerah Kepulauan Bangka Belitung. Di masa datang perkembangan kepariwisataan akan semakin kompleks karena pengaruh beberapa isu strategis. Isu strategis dalam
perkembangan
kepariwisataan, antara lain: permintaan wisatawan terhadap produk wisata yang lebih berkualitas dan mengacu pada lingkungan dan kesinambungan; munculnya kompetitor-kompetitor dari luar; serta kebutuhan mengoptimalkan potensi kepariwisataan di daerah. Kondisi tersebut membutuhkan birokrasi yang dapat mendukung perkembangan pariwisata dan mengantisipasi perubahan yang terjadi baik dari sisi internal maupun eksternal. Di sisi internal telah dimulai dengan berubahnya beberapa hal. Pertama, pengaturan sistim pemerintahan daerah yang ditandai dengan keluarnya Undang-undang (Nomor 32 tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah beserta perangkat peraturan perundangan lain yang mengikutinya seperti Peraturan Pemerintah (Nomor 38 tahun 2007) tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Kabupaten/Kota,
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Peraturan Pemerintah (Nomor 41 tahun 2007) tentang
Organisasi Perangkat Daerah. Kedua, telah ditetapkannya Undang-undang (Nomor 10 tahun 2009) tentang Kepariwisataan yang mau tidak mau akan
10
mempengaruhi beberapa hal terkait dengan pelaksanaan tugas birokrasi yang menangani kepariwisataan di daerah. Membangun pariwisata daerah artinya juga meningkatkan citra dan daya saing daerah agar memiliki daya tarik yang lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya dalam bidang kepariwisataan. Dalam era yang persaingan antar daerah sangat ketat seperti saat ini baik dalam upaya mendatangkan investor maupun pengunjung di bidang kepariwisataan diperlukan kerjasama dan koordinasi yang erat antar instansi yang terlibat dalam pengembangan pariwisata. Kerja sama
dan koordinasi dimaksud tidak hanya
di antara institusi yang
bergerak di sektor pemerintah saja, tetapi juga antara institusi sektor pemerintah, swasta dan masyarakat, yang diharapkan mampu mendorong iklim kondusif bagi pengembangan pariwisata daerah. Selain itu pariwisata memiliki bidang cakupan yang luas dimana banyak sektor dan wilayah administrasi yang terkait di dalamnya, antara lain infra struktur, perhubungan, pertanian, kesehatan, pendidikan, kehutanan, perkebunan, kelautan dan perikanan, dan berbagai sektor lainnya. Sifat sektor kepariwisataan yang hampir tidak mengenal batas administrasi pemerintahan, menjadikan penanganannya membutuhkan kerjasama dan koordinasi yang baik di antara para stakeholdernya. Perkembangan paradigma baru dalam
administrasi publik dengan
munculnya paradigma Good Governance yang sering diartikan sebagai tata ekonomi, politik dan sosial yang baik atau kepemerintahan yang baik (Achwan, 2000:116 dan Pratikno, 2007:1).
Good Governance yang menekankan arti
11
penting kesejajaran hubungan antara institusi negara, pasar dan masyarakat. Munculnya paradigma ini juga membawa implikasi bergesernya dominasi peran Goverment yang selama ini berlangsung menjadi ke arah Governance. Relasi antar pelaku pemerintahan yang semula lebih bersifat vertikal, hirarkis, dan regulatif kemudian mendekat ke arah horizontal kesetaraan dan konsensus. Kesadaran akan adanya kegiatan koordinasi sebagai salah satu cara dalam upaya mengatasi terjadinya ego sektoral dan fragmentasi terutama dalam pengembangan pariwisata menjadi begitu penting peranannya. Kelemahan pada koordinasi, akan dapat menghambat berkembangnya kepariwisataan pada suatu negara atau daerah. Sehubungan dengan betapa pentingnya koordinasi dalam
pariwisata ini
disampaikan oleh Jamal dan Getz (1994:186) yang menyatakan bahwa: “ The lack of coordination and cohesion within the highly fragmented tourism industry is well-known problem to destination planners and managers”. Di antara organisasi pemerintahan sendiri kerjasama dalam pengembangan pariwisata itu adalah antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, serta antara pemerintah daerah sendiri yang terdiri dari pemerintah provinsi dan kabupaten kota. Kerjasama antar sektor dalam suatu wilayah bagi pengembangan pariwisata menjadi semakin perlu mendapatkan perhatian dengan melihat beberapa fakta yang terjadi di Kepulauan Bangka Belitung yang merupakan persoalan-persoalan dan menjadi sorotan. Beberapa masalah mengenai hubungan antar organisasi - organisasi yang terjadi di Kepulauan Bangka Belitung dalam kaitannya dengan pembangunan pariwisata antara lain dapat dilihat dari beberapa masalah yang muncul.
12
Pertama, adanya pemanfaatan ruang yang belum dikelola dengan baik dalam rencana tata ruang wilayah antara sektor pariwisata dan pertambangan, telah menimbulkan konflik kepentingan di antara pelaku usaha pariwisata dan pelaku pertambangan di pantai timur pulau Bangka. Demikian pula adanya rencana penambangan timah di lepas pantai pulau Belitung yang ditentang pelaku pariwisata dan pecinta lingkungan. Di beberapa lokasi pariwisata seperti kawasan pantai Parai Tenggiri, pantai Matras, dan
pantaiTanjung Pesona yang telah
ditetapkan sebagai daerah Tapak Kawasan Pariwisata dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka (Nomor 01 tahun 1985), dan Perda (nomor 04 tahun 1992) ternyata juga dikeluarkan izin penambangan timah di kawasan lautnya yang menyebabkan keluhan dari para pengusaha dan pengunjung di pantai-pantai tersebut tentang adanya kerusakan lingkungan dan gangguan pertambangan. Kedua,
munculnya keluhan dari para wisatawan terhadap minimnya
produk menarik bernuansa lokal yang dapat dijadikan cindera mata. Di satu sisi sektor pariwisata sangat memerlukan adanya produk industri kreatif lokal seperti souvenir khas, namun di sisi yang lain sektor perindustrian juga membutuhkan pasar bagi produk-produk yang dihasilkan. Kondisi ini menggambarkan belum sinerginya hubungan antar sektor perindustrian dan perdagangan dengan pariwisata, di Kepulauan Bangka Belitung. Ketiga, adanya keluhan lain pada sektor perhubungan yang dirasakan oleh wisatawan, pelaku
industri pariwisata maupun
masyarakat berupa
mahalnya harga tiket pesawat yang berakibat pada tingginya harga paket-paket wisata yang ditawarkan di Kepulauan Bangka Belitung jika dibandingkan dengan
13
destinasi pariwisata lainnya di Indonesia. Padahal penerbangan, dan fasilitas perhubungan yang melayani kedua bandara yang ada sudah berkembang dengan pesat dalam lima tahun terakhir. Demikian pula masih minimnya angkutan umum yang melayani pengunjung ke tempat-tempat wisata, walaupun kondisi jalan dan jembatan yang ada sudah sangat memadai. Adanya indikasi berupa belum berkembangnya pariwisata sesuai potensi yang dimiliki seperti rendahnya capaian target wisman, dan kontribusi sektor pariwisata yang masih kecil terhadap PDRB, serta belum harmonisnya hubungan antar organisasi dan sektor tersebut apabila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan semakin lambannya perkembangan kepariwisataan bahkan dapat menyebabkan stagnannya perkembangan kepariwisataan. Kondisi ini sekaligus juga menunjukan belum adanya koordinasi yang baik antara berbagai instansi terkait yang menangani kepariwisataan di Kepulauan Bangka Belitung seperti Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Bappeda, Dinas Pertambangan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Perindustrian Perdagangan, serta organisai yang ada di sektor swasta dan masyarakat. Kondisi yang digambarkan memperlihatkan bahwa walaupun telah ada Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA), serta Surat Keputusan Gubernur (Nomor:
188.44/299/III/2008, tanggal 28 Mei 2008),
tentang Pembentukan Tim Percepatan Persiapan Visit Babel Archi 2010
di
Kepulauan Bangka Belitung, ternyata belum memperlihatkan kinerja yang diinginkan. Bagaimana pentingnya pengaturan hubungan antar pelaku dalam
14
pembangunan kepariwisataan dapat dilihat
misalnya pada Undang-undang
(Nomor 10 tahun 2009) tentang Kepariwistaan yang secara khusus menempatkan arahan dalam melakukan koordinasi dalam kepariwisataan (pada Bab IX, pasal 33 dan pasal 34.) Berdasarkan
paparan tersebut,
dilakukan penelitian yang mencoba
melihat bagaimana koordinasi antar organisasi pembangunan pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung malalui judul penelitian : Koordinasi Antar Organisasi Dalam Pembangunan Pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
1.2.Rumusan Masalah Upaya untuk menarik wisatawan berkunjung ke suatu daerah pariwisata hendaknya dilaksanakan melalui berbagai cara dan upaya yang terencana termasuk di dalamnya adalah membuat kebijakan yang tepat terutama dalam bidang pembangunan pariwisata sebagai langkah awal dalam melihat antara kesesuaian potensi yang dimiliki daerah dengan keinginan para wisatawan atau pasar wisata yang ada. Demikian pula kerjasama yang efektif yang diperlukan antar instansi baik pemerintah, swasta dan masyarakat di suatu daerah baik dalam merumuskan kebijakan maupun dalam melaksanakannya. Hal-hal tersebut belum dapat terlaksana dengan baik di Kepulauan Bangka Belitung yang dapat dilihat dari kinerja pariwisata yang belum sesuai dengan potensi yang yang ada. Melihat besarnya potensi kepariwisataan yang dimiliki Kepulauan Bangka Belitung, baik dari kondisi keindahan pantai dengan pantai-pantai berkonfigurasi
15
bebatuan granit hitam dan pasir putih yang halus, serta letaknya yang cukup strategis yaitu berada di segitiga selat Karimata dan hanya memerlukan waktu tempuh pejalanan sekitar 45-50 menit penerbangan dari Jakarta. Hal tersebut dirasakan belum sebanding dengan angka capaian sementara di kepariwisataan. Penyebab dari beberapa masalah yang dirasakan saat ini adalah masih rendahnya hubungan antar organisasi dalam memacu kerjasama yang sinergis bagi perkembangan yang lebih cepat di bidang kepariwisataan, yang tercermin dari indikasi adanya ketidak selarasan kegiatan mulai dari tumpang tindih penggunaan kawasan pariwisata dengan pertambangan, perkembangan industri cindera mata yang masih rendah dalam mendukung pariwisata, serta mahalnya harga transportasi yang berakibat pada mahalnya paket wisata di Kepulauan Bangka Belitung. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah dikenal sebagai daerah pertambangan yang sudah digali selama lebih dari tiga abad dengan wilayah pertambangan yang meliputi dua pulau besar Pulau Bangka dan Belitung. Kegiatan penambangan yang telah berakar ratusan tahun membentuk cultural landscape Babel. Keberadaan etnis Tionghoa yang menyertai hadirnya penambangan timah dan berasimilasi secara baik dengan etnis Melayu adalah sisi unik daerah kepulauan ini. Tak heran jika kawasan Bangka Belitung juga diusulkan (Nursanti, 2010:17) dengan sebutan sebagai kawasan “The biggest mining civilization in Asia”. Tantangan besar yang dihadapi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ke depan adalah menjadikan daerah dengan budaya dan kawasan pertambangan tersebut menjadi kawasan pariwisata yang menarik pengunjung.
16
Karena Kepulauan Bangka Belitung masih belum dapat menjadi daerah yang memiliki daya tarik dan daya jual pariwisata yang tinggi. Salah satu penyebab yang dirasakan adalah masih lemahnya dukungan koordinasi dan kerjasama antar organisasi dalam pembangunan pariwisata. Oleh karena itu diperlukan kajian guna melihat bagaimana kerjasama antar organisasi khususnya dalam koordinasi untuk membangun pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung guna mendukung sektor pariwisata sebagai sektor unggulan daerah. Rumusan
pernyataan
masalah
penelitian adalah:
Bagaimanakah
koordinasi antar organisasi dalam pembangunan pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung ?
1.3.Tujuan Penelitian Hal yang ingin dicapai sebagai tujuan dalam penelitian ini yaitu: Penelitian ini dilakukan untuk mencoba mencari jawaban teoritis tentang koordinasi dalam pembangunan pariwisata, serta mengembangkan konsep baru di dalam pengembangan ilmu administrasi publik.
1.4.Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis. Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
17
1.4.1. Kegunaan Teoritik 1. Dari hasil penelitian diharapkan dapat melahirkan konsep baru guna menambah sumber dan bahan informasi serta sentuhan ilmiah tentang kajian mengenai koordinasi antar organisasi dalam pembangunan pariwisata sebagai sektor potensial bagi daerah. 2. Dari segi pengembangan ilmu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan dan bahan pengkajian mengenai koordinasi antar organisasi dan pembangunan pariwisata di daerah. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah perbendaharaan konsep dalam bidang kajian publik khususnya dan disiplin ilmu administrasi negara.
1.4.2. Kegunaan Praktis Memberikan masukan pengembangan koordinasi antar organisasi dalam membangun kepariwisataan di Kepulauan Bangka Belitung sebagai salah satu sektor andalan dalam menghadapi era pasca timah.