BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dewasa ini, perkembangan alat-alat transportasi pun semakin meningkat. Alat transportasi, khususnya kendaraan bermotor telah mengalami pertumbuhan yang sangat besar. Inovasi atau penemuan baru pada teknologi alat transportasi pun semakin banyak bermunculan. Para produsen saling berlomba-lomba dan bersaing untuk dapat menguasai pasar dengan memasarkan produk-produk kendaraan bermotor mereka ke masyarakat luas, sehingga penawaran akan kendaraan bermotor tersebut pun menjadi sangat banyak. Seiring dengan hal tersebut, pertumbuhan penduduk juga semakin banyak dan sulit untuk dikendalikan, terutama di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk selalu mengalami peningkatan (lihat Grafik 1.1). Dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2010 sebesar 1,49% per tahun (Badan Pusat Statistik, 2012), maka sejak tahun 2000 hingga 2010 tersebut jumlah penduduk Indoneisa telah mengalami peningkatan kurang lebih 15%, yaitu sekitar 30 jiwa juta lebih. Dengan jumlah penduduk yang selalu meningkat tersebut, maka diperkirakan permintaan terhadap kendaraan bermotor pun juga akan meningkat.
1
Grafik 1.1: Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia (1971-2010) 237.641.326
Jumlah Penduduk (jiwa)
250.000.000
179.378.946
200.000.000
194.754.808
206.264.595
147.490.298 150.000.000
119.208.229
100.000.000 50.000.000 0 1971
1980
1990
1995
2000
2010
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
Keberadaan kendaraan bermotor telah menjadi bagian yang sangat vital bagi masyarakat saat ini. Dengan adanya kendaraan bermotor telah memudahkan mobilitas masyarakat, membuat efisien dan efektif dari setiap kegiatan masyarakat. Ria dan Legowo (2010) menambahkan bahwa kendaraan bermotor tersebut tidak hanya sebagai sarana transport, tetapi juga dimanfaatkan untuk mencari nafkah. Sehingga masyarakat akan sangat membutuhkan keberadaan kendaraan bermotor tersebut. Selain karena kebutuhan, kepemilikan kendaraan bermotor tersebut menjadi salah satu alat ukur derajat seseorang di masyarakat, sehingga bagi sebagian masyarakat secara tidak langsung mereka akan berlombalomba untuk membeli kendaraan bermotor hanya untuk menunjukkan kemampuan atau derajat perekonomian mereka. Dari hal-hal tersebut maka permintaan akan kendaraan bermotor akan semakin meningkat.
2
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa jumlah kendaraan bermotor di Indonesia dari setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk Indonesia yang juga cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan permintaan dan semakin banyaknya kendaraan bermotor yang dipasarkan akan membuat harga jualnya semakin menurun sehingga masyarakat pun akan semakin mudah untuk mendapatkannya. Semakin banyaknya pihakpihak yang menawarkan jasa kredit kendaraan bermotor dengan syarat yang tidak terlalu sulit dan terjangkau bagi masyarakat, juga membuat masyarakat akan semakin mudah untuk mendapatkan kendaraan bermotor tersebut. Selain hal tersebut, kurangnya fasilitas yang memadai, kenyamanan dan keamanan yang kurang dari kendaraan atau alat transportasi umum juga membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Tabel 1.1: Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis di Indonesia (2000-2011) (unit) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Mobil Penumpang 3.038.913 3.189.319 3.403.433 3.792.510 4.231.901 5.076.230 6.035.291 6.877.229 7.489.852 7.910.407 8.891.041 9.548.866
Bus
Truk
666.280 680.550 714.222 798.079 933.251 1.110.255 1.350.047 1.736.087 2.059.187 2.160.973 2.250.109 2.254.406
1.707.134 1.777.293 1.865.398 2.047.022 2.315.781 2.875.116 3.398.956 4.234.236 4.452.343 4.452.343 4.687.789 4.958.738
Sepeda Motor 13.563.017 15.275.073 17.002.130 19.976.376 23.061.021 28.531.831 32.528.758 41.955.128 47.683.681 52.767.093 61.078.188 68.839.341
Jumlah 18.975.344 20.922.235 22.985.183 26.613.987 30.541.954 37.623.432 43.313.052 54.802.680 61.685.063 67.336.644 76.907.127 85.601.351
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013), diolah
3
Dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor di masyarakat, maka akan berakibat pada jumlah konsumsi bahan bakarnya pula. Bahan bakar kendaraan bermotor pun akan semakin banyak dikonsumsi oleh masyarakat untuk mengoperasikan kendaraan bermotor tersebut. Mengingat pentingnya keberadaan kendaraan bermotor di masyarakat, membuat bahan bakar minyak atau BBM, baik jenis premium, solar, pertamax atau yang lainnya mejadi komoditi yang vital pula di masyarakat. Sehingga dengan adanya peningkatan harga BBM yang dilakukan pemerintah, diperkirakan jumlah konsumsi oleh masyarakat tidak mengalami penurunan yang signifikan. Apabila dilihat dari penjelasan di atas, bahwa jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat dan pentingnya peran dari BBM tersebut, jumlah konsumsi BBM malah bisa semakin meningkat. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan peningkatan jumlah konsumsi bahan bakar tersebut dapat berpengaruh pada daerah, yaitu akan mempengaruhi
penerimaan
Pendapatan
Daerah-nya.
Pendapatan
Daerah
merupakan semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah (Halim, 2004). Salah satu sumber dari Pendapatan Daerah tersebut adalah dari pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Dengan adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor tersebut, penerimaan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) tentunya akan mengalami peningkatan juga. Sedangkan peningkatan jumlah konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor tersebut akan meningkatkan penerimaan dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan
4
Bermotor (PBB-KB) yang akan dipungut oleh Pemerintah Daerah Dati I (Provinsi). Kemudian dari hasil penerimaan pajak tersebut, sebagian akan diserahkan kepada Daerah Dati II (Kabupaten/Kota) yang bersangkutan, yaitu sebesar 70% untuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan 30% untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 94 ayat 1) sebagai Dana Bagi Hasil Pajak Dari Provinsi Kepada Kabupaten/Kota yang merupakan salah satu struktur Pendapatan Daerah. Namun peningkatan penerimaan pajak tersebut tidak akan terasa apabila sistem perpajakan tidak dapat mengambil manfaat dari adanya peningkatan penerimaan pajak-pajak tersebut, misalkan sistem perpajakan sangat tidak efisien dan efektif (Mahi, 2005). Oleh karena itu, pemungutan pajak yang dilakukan pun harus efektif dan efisien. Dengan berlakunya Undang-undang yang baru tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, terdapat peningkatan tarif dari pajak-pajak daerah tersebut. Untuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan Bermotor yaitu dari paling tinggi 5% menjadi paling tinggi 10%, dan untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yaitu dari paling tinggi 10% menjadi paling tinggi 20%. Selain itu, terdapat perluasan basis pajak yang sudah ada, yaitu untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor diperluas hingga kendaraan Pemerintah. Dengan demikian, Pemerintah Daerah semakin memiliki peluang untuk meningkatkan penerimaan Pendapatan Daerah-nya yang menjadi salah satu struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Anggaran Pendapatan dan Belanja
5
Daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan dari Pemerintah Daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan oleh Peraturan Daerah (Rositawati, 2009). Sehingga dengan peningkatan dari pajak-pajak yang disebutkan di atas, akan menjadikan rencana keuangan APBD tersebut menjadi lebih mampu untuk menjalankan fungsinya dan mengurus rumah tangga daerah itu sendiri sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diberikan. Otonomi daerah yang telah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 2001 telah
membuat
Pemerintah
Daerah
menjadi
lebih
mandiri
dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerahnya sendiri. Dengan otonomi daerah tersebut, berarti Pemerintah Daerah dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dan daerah telah diberikan
kewenangan
yang
utuh
untuk
merencanakan,
melaksanakan,
mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah (Rosalina, 2008). Pemerintah Daerah tidak perlu menunggu keputusan dari Pemerintah Pusat untuk mengatasi tuntutan dari masyarakat tersebut, sehingga dengan adanya otonomi daerah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat. Menurut Nataludin seperti yang dikutip oleh Nurhayati (2008) juga menegaskan bahwa ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat harus seminimal mungkin, agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan Pemerintah Daerah menjadi lebih besar. Mithneck (1991) dalam Rosdiana (2009)
6
juga menambahkan bahwa kemandirian fiskal merupakan suatu hal mutlak agar program-program pemerintah dapat terealisasi. Selain itu, ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat dapat menyebabkan perubahan dalam perencanaan ataupun pelaksanaan anggaran daerah, apalagi jika terjadi keterlambatan alokasi dana dari pusat ke daerah (Mahi, 2005). Fajar (2006) dalam Rosdiana (2009) mengemukakan bahwa sejak dimulainya Tax Reform 1983, Indonesia sangat mengandalkan penerimaan negara dari sektor pajak. Oleh karena itu Pemerintah Daerah perlu berkreasi untuk mencari/menggali potensi sumber-sumber penerimaan keuangannya, terutama dari sektor pajak. Dalam hal ini, Kabupaten Bantul yang merupakan daerah otonom juga akan mengurangi kertergantungannya kepada pemerintah pusat, yaitu dengan menggali potensi sumber-sumber Pendapatan Daerahnya semaksimal mungkin dan meningkatkan Pendapatan Daerahnya. Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki “julukan” sebagai Kota Pelajar. Dengan adanya julukan tersebut membuat banyak pelajar dari berbagai wilayah di Indonesia yang menimba ilmu di DIY sehingga akan meningkatkan kendaraan bermotor yang ada di DIY. Sejak tahun 2003, pemerintah provinsi DIY telah melakukan pendataan terhadap kendaraan yang berasal dari luar daerah DIY, dan juga himbauan kepada para pemilik kendaraan yang berasal dari luar DIY tersebut diharapkan dapat melakukan mutasi kendaraannya ke dalam wilayah administrasi provinsi DIY,
7
sehingga hal tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan daerahnya yang berasal dari pajak-pajak seperti yang telah disebutkan di atas. Kabupaten Bantul merupakan daerah yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Provinsi DIY setelah Kabupaten Sleman (lihat Tabel 1.2). Dengan banyaknya jumlah penduduk tersebut, seperti penjelasan di atas bahwa peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor, maka akan membuat kendaraan bermotor yang ada di Kabupaten Bantul juga berjumlah banyak. Tabel 1.2: Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi DIY, 1971-2010 (Jiwa)
Kabupaten/Kota Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta D.I.Yogyakarta
1971 370.629 568.618 620.085 588.304 340.908
Jumlah Penduduk 1980 1990 2000 2010 380.685 372.309 370.944 388.869 634.442 696.905 781.013 911.503 659.486 651.004 670.433 675.382 677.323 780.334 901.377 1.093.110 398.192 412.059 396.711 388.627
2.488.544 2.750.128 2.912.611
3.120.478 3.457.491
Sumber: BPS Provinsi DIY, diolah Sehubungan dengan hal tersebut, maka pajak-pajak di Kabupaten Bantul, khususnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) menjadi sumber penerimaan pajak yang sangat potensial. Lalu bagaimanakah pertumbuhan ketiga pajak tersebut? Apakah ketiga pajak yang merupakan pajak provinsi tersebut akan berpengaruh secara signifikan pada pendapatan daerah di Kabupaten Bantul? Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap
8
pertumbuhan PKB, BBNKB dan PBBKB di Kabupaten Bantul dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, yaitu 2006 hingga 2012, dan mencari tahu apakah pertumbuhan ketiga pajak tersebut akan berpengaruh secara signifikan atau tidak pada pendapatan daerah di Kabupaten Bantul.
1.2 Rumusan Masalah Kabupaten Bantul merupakan daerah yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang banyak dan tersebar di 17 Kecamatan. Dengan banyaknya jumlah penduduk yang ada, yaitu sekitar 1.015.465 jiwa ("Profil Kabupaten Bantul," 2012), tentu kendaraan pribadi juga akan sangat banyak. Di zaman modern seperti ini, hampir setiap orang memiliki minimal 1 (satu) unit kendaraan. Dari hal tersebut, permintaan kendaraan dan konsumsi bahan bakarnya tentu akan sangat besar sehingga pajak-pajak yang dipungut pun jumlahnya banyak. Apabila dilihat dari penjelasan pada bagian sebelumnya, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor merupakan pajak-pajak yang memiliki potensi atau peluang yang cukup besar dalam berkontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Daerah. Ria dan Legowo (2010) menegaskan dalam artikelnya bahwa salah satu jenis pajak daerah yang merupakan pendapatan daerah yang besar adalah dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. Dalam hasil penelitiannya, Yuniarti dan Sumirah (2003) menyebutkan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terbesar di DIY berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Pajak-pajak tersebut merupakan pajak
9
yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi, namun akan dibagikan kepada daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan yang akan dimasukkan sebagai Dana Bagi Hasil Pajak Dari Provinsi Kepada Kabupaten/Kota, sebagai salah satu bagian dari Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, sehingga penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Bantul pun akan meningkat. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian bagaimana pertumbuhan pajak dan kontribusinya terhadap pendapatan daerah pada lingkup kabupaten/kota saja. Pada akhirnya penelitian ini akan menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012? 2. Seberapa besar tingkat efektivitas Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012? 3. Seberapa besar pengaruh atau kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor terhadap penerimaan Pendapatan Dearah di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012?
1.3 Tujuan Penelitian Perumusan masalah yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya dapat digunakan untuk menentukan tujuan dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini yaitu:
10
1. Mengukur dan menganalisis pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012. 2. Mengukur dan menganalisis tingkat efektivitas Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012. 3. Menghitung secara empiris seberapa besar pengaruh atau kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor terhadap penerimaan Pendapatan Dearah di Kabupaten Bantul selama periode tahun 2006 sampai tahun 2012.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan dalam rangka meningkatkan penerimaan dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, atau untuk pengambilan keputusan dalam rangka peningkatan Pendapatan Daerah
11
sehingga dapat berpengaruh positif terhadap pembangunan daerah dan juga pembangunan nasional. 2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai
perpajakan
dan
masalah-masalahnya,
sehingga
dapat
memahaminya dan membangun tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pajak terhadap peningkatan Pendapatan Daerah di Kabupaten Bantul. 3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan dan sumber informasi tambahan dalam melakukan penelitianpenelitian selanjutnya dengan tema yang sama, atau hanya dijadikan sebagai sumber bacaan saja.
1.5 Sistematika Penelitian Skripsi ini memiliki enam bab yang berurutan dan tersusun secara sistematis yaitu sebagai berikut: BAB I – Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II – Gambaran Umum Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum dari Kabupaten Bantul, profil, letak geografis, keuangan daerah, pendapatan daerah, dan gambaran umum mengenai Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor khususnya di Kabupaten Bantul.
12
BAB III – Telaah Literatur Bab ini membahas lengkap teori-teori dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian. Teori teori ini didapatkan dari buku, literature dan internet. Teori yang dibahas meliputi teori terkait Perpajakan terutama Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, serta teori-teori terkait Pendapatan Daerah. BAB IV – Metodologi Penelitian Bab ini menjelaskan bagaimana penelitian ini akan dilakukan, objek dan ruang lingkup penelitian, cara pengumpulan data, dan bagaimana cara menganalisis data tersebut. BAB V – Analisis dan Pembahasan Bab ini menjelaskan tentang proses analisis data, hasil analisis data, dan pembahasan mengenai hasil perhitungan yang diperoleh dari analisis data tersebut. BAB VI – Penutup Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian. Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran dari peneliti.
13