BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Perasaingan dalam dunia bisnis merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh
organisasi. Organisasi dituntut untuk mampu menghadapi perubahan paradigma, pergeseran industri dan perubahan perilaku karyawan. Sumber daya manusia (SDM) merupakan strategi bagi organisasi untuk tetap kompetitif untuk mencapai efektivitas organisasi. Saat ini, terkait dengan perubahan perilaku karyawan banyak terjadi pembajakan karyawan pada sesama industri maupun lintas industri. Persaingan tersebut menuntut setiap organisasi untuk dapat mengelola SDM yang dimiliki secara lebih efektif dan efisien agar mampu menghadapi resiko kehilangan karyawan yang meninggalkan organisasi untuk mendapatkan kesempatan yang lebih baik di organisasi lain. Organisasi yang mampu memberikan perhatian yang penuh dan membuat karyawan percaya terhadap organisasi akan memperoleh komitmen karyawan. Keadaan ini sangat baik bagi pencapaian tujuan organisasi karena organisasi mendapat dukungan penuh dari anggotanya sehingga dapat berkonsentrasi secara penuh pada tujuan yang diprioritaskan. Fenomena berpindah kerja karyawan dapat diartikan sebagai pergerakan karyawan keluar dari organisasi dan intensi keluar merupakan sinyal awal terjadinya berpindah kerja ini. Intensi keluar didefinisikan sebagai keinginan karyawan untuk 1
meninggalkan sebuah pekerjaan, dimana keinginan tersebut dapat muncul ketika karyawan berbicara negatif tentang posisi pekerjaan, ketika karyawan membatasi partisipasi dalam organisasi, atau ketika karyawan benar-benar meninggalkan pekerjaan (Kim et al., 2015). Penelitian mengenai fenomena ini telah lama dilakukan, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Sorensen dan Sorensen (1974) yang menyatakan bahwa karyawan yang berkeinginan meninggalkan pekerjaannya mengalami ketidakjelasan peran dan konflik peran yang lebih besar. Berpindah kerja juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya komitmen pada organisasi (Juhdi et al., 2013). Karyawan yang memiliki komitmen yang rendah terhadap organisasi tidak merasa termotivasi untuk melakukan dan memberikan kinerja yang baik bagi organisasi. Setiap organisasi selalu berupaya untuk menurunkan tingkat berpindah karyawan. Karyawan yang berpindah kerja merupakan suatu kejadian yang sangat mahal untuk sebuah organisasi dan menjadi perhatian dalam literatur perilaku organisasional (Kim et al., 2013). Berpindahnya karyawan dapat menimbulkan berbagai potensi biaya, seperti biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, kinerja yang dikorbankan, biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Seorang karyawan yang memiliki intensi keluar memengaruhi kinerja karyawan yang lain secara negatif (Harris et al., 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Griffeth et al. (2000) menyatakan bahwa beberapa variabel organisasional seperti kepuasan kerja, kompensasi, kepemimpinan dan kesempatan kerja memiliki hubungan dengan adanya karyawan yang berpindah kerja dan intensi keluar.
2
Intensi keluar sebenarnya dapat dikurangi. Maslichah (2001) menyatakan bahwa dengan melakukan pemberdayaan komunikasi formal, seperti pembimbingan karyawan dan komunikasi antar staf. Penelitian yang dilakukan oleh Viator dan Scandura (1991) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki hubungan kondusif dengan mentor yang positif akan mempunyai tingkat intensi berpindah yang lebih rendah dibandingkan karyawan tanpa mentor. Secara umum, pementoran didefinisikan sebagai hubungan kerja antara mentor (lebih dewasa, senior yang berpengalaman dan berkualitas) dan mentee (individu muda atau kurang berpengalaman) yang dibentuk untuk memfasilitasi karir dan pengembangan pribadi (Kim et al., 2015). Seorang mentor dapat memberikan dua jenis dukungan yaitu dukungan pengembangan karir dan dukungan psikososial. Dukungan pengembangan karir berkaitan dengan persiapan mentee untuk kemajuan karir, seperti menyediakan bantuan untuk mempelajari pekerjaan dan mensponsori mentee untuk tugas
yang
penting.
Sebaliknya,
dukungan
psikososial
berkaitan
dengan
mengembangkan identitas mentee dan pemahaman diri, seperti berbagi pengalaman pribadi, persahabatan, dan bertindak sebagai panutan. Karyawan yang mempunyai mentor merasa lebih menyatu dalam organisasinya dan mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk dipromosikan (Hall dan Smith, 2009). Hasil survei yang dilakukan oleh Accountemps Mentoring Survey (Messmer dalam Cahyono, 2008) menggarisbahawi pentingnya bagi profesional baru dalam memulai karir dengan melalui program pementoran. Tabel 1.1 menunjukkan hasil survei bahwa lebih dari 90% responden menyatakan pementoran penting. Penelitian 3
tersebut juga mengemukakan bahwa mentor dapat dijadikan sebagai sumber kepercayaan dan nasihat. Tabel 1.1. Hasil Survei Pementoran Seberapa Penting Bagi Profesional Baru dalam Memulai Karir dengan Bagaimana Keuntungan Besar Pribadi dari Mentor Melalui Program Pementoran Jawaban Jumlah Jawaban Jumlah Dapat dijadikan suatu sumber kepercayaan dan Sangat penting 50% 63% nasehat Memungkinkan untuk menjadikan lebih Penting 44% 22% professional dibidang industri Tidak Begitu Penting 5% Dapat menjadikan suatu dukungan moral 6% Untuk memulai suatu kontak jaringan 8% Tidak Tahu 1% Tidak tahu atau tidak menjawab 1% Sumber : Messmer dalam Cahyono (2008)
Fungsi pementoran merupakan hubungan pertukaran sosial yang dihasilkan dari pertukaran antar karyawan dan atau organisasi (Baranik et al., 2010). Tindakan mentor yang merupakan agen organisasi mengembangkan persepsi karyawan mengenai bagaimana organisasi menghargai mereka. Dukungan organisasi semacam ini disebut dengan Dukungan Organisasional Persepsian (DOP). DOP merupakan persepsi karyawan terhadap organisai mengenai sejauh mana organisasi memberikan dukungan kepada karyawan atas kontribusi dan peduli dengan kesejahteraan karyawan (Rhoades dan Eisenberger, 2002). Eisenberger et al. (1986) menyatakan bahwa untuk mengembangkan DOP karyawan harus memahami kebijakan dari organisasi, dimana pementoran merupakan salah satu bentuk kebijakan dari organisasi. Seiring dengan berjalannya waktu, rasa percaya, persahabatan dan saling menghormati menjadi nilai karakteristik dari hubungan pementoran. Dukungan karir memberikan sinyal kepada mentee bahwa organisasi berinvestasi pada pengembangan karirnya. Dukungan psikososial juga dapat memprediksi keberadaan DOP yang dapat 4
dilihat melalui peningkatan identitas dan kompetensi mentee. Dukungan psikososial membantu mentee untuk memperoleh hal positif dan membangun kepercayaan. Hal tersebut ditandai dengan dukungan yang tinggi dapat menciptakan keyakinan kepada mentee mengenai organisasi secara keseluruhan. Dengan demikian mentee merasa bahwa organisasi peduli terhadap kesejahteraan karyawan dan layak mendapatkan rasa hormat dan kepercayaan (Baranik et al., 2010). Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap intensi keluar dalam organisasi. Salah satunya adalah dukungan organisasi yang bersifat positif terhadap karyawan. Allen et al. (2003) menyatakan bahwa dengan adanya DOP yang tinggi akan menyumbangkan rendahnya tingkat intensi keluar dan tingkat berpindah kerja yang sebenarnya. Karyawan akan lebih berkomitmen dan memutuskan untuk menjadi bagian dari organisasi dalam jangka waktu yang panjang apabila organisasi menghargai upaya dan peduli tentang kenyamanan dan kesejahteraan karyawan (Iqbal dan Hashmi, 2015). Menurut Baranik et al. (2010) mentor merupakan perwakilan dari organisasi sehingga dengan adanya pementoran menyebabkan peningkatkan komitmen organisasional. Melalui DOP yang dirasakan oleh karyawan dapat memengaruhi rendahnya tingkat intensi keluar karyawan dalam lingkungan kerja, sehingga DOP dapat dikatakan berperan sebagai pemediasi secara parsial antara fungsi pementoran dan intensi keluar. Selanjutnya, Park et al. (2015) menyatakan bahwa hubungan pementoran yang efektif menghasilkan tingkat keinginan berpindah yang rendah dan
5
karyawan membalas dalam bentuk positif terhadap organisasi karena DOP yang ditingkatkan. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam industri perbankan semakin meningkat. Setiap bank berusaha memberikan jasa dan pelayanan yang terbaik. Oleh karena itu, SDM pada bank harus mampu menjadi mitra kerja yang dapat diandalkan dan memiliki produktivitas yang tinggi dalam bekerja. SDM juga diharapkan mampu memberikan hasil terbaik dalam menciptakan kualitas pelayanan. Namun demikian, era persaingan ini memberikan ancaman bagi pihak bank berupa kehilangan SDM yang telah terlatih, terampil dan handal. Melihat kondisi ini tidak heran apabila setiap organisasi perbankan selalu berupaya untuk mempertahankan SDM yang berkompeten. Industri perbankan Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (2015), Indonesia mempunyai 118 bank umum (lihat Tabel 1.2). Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah bank umum dari tahun 2011 sampai dengan akhir tahun 2015 mengalami penurunan, sedangkan jumlah kantor bank justru menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal tersebut mempunyai implikasi semakin kompetitifnya persaingan antar bank dalam mencari SDM yang berkompeten. Tabel 1.2. Data Perkembangan Jumlah Bank Umum dan Kantor Bank Umum Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 120 120 120 119 118 Jumlah Bank 14.797 16.625 18.558 30.181 32.963 Kantor Bank Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, 2015
Fenomena berpindah kerja karyawan di Indonesia menunjukkan tingkat yang cukup tinggi. Tingkat berpindah kerja karyawan pada industri secara umum untuk yang
6
posisi penting, yakni level manajerial dan ke atasnya sebesar 0,1%-0,74%. Sedangkan pada industri perbankan pada level yang sama sebesar 6,3%-7,5% (Widodo, 2010). Menurut Tampi (dalam Sari, 2016) tingkat berpindah kerja karyawan bank di Indonesia mencapai 15%-20% per tahun. Jumlah tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat berpindah kerja pada industri telekomunikasi pada tahun 2010 yang berkisar 7,8% (Nisa et al., 2012). Hal tersebut mengindikasikan bahwa berpindah kerja pada industri perbankan lebih besar dibandingkan industri secara umum pada level manajerial dan ke atasnya, juga apabila dibandingkan dengan industri lain. Keadaan tersebut dapat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas perbankan. Tantangan organisasi masa kini adalah bagaimana menjaga karyawan untuk terlibat dan berkomitmen pada organisasi mereka. Organisasi akan dipenuhi oleh generasi Y atau milenial yang memiliki perilaku dan karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi Y lahir pada tahun 1982 hingga awal 2000-an. Beberapa tahun mendatang dapat diprediksi banyak organisasi yang dipimpin oleh milenial menggantikan generasi sebelumnya. Pada 2020, diperkirakan milenial akan memenuhi 50% tenaga kerja di dunia (PriceWaterhouse, Coopers dan Lybrand, 2011). Selain itu, talent crisis pada beberapa penelitian menyorot munculnya Generasi Y dalam dunia kerja. Data demografi menunjukkan bahwa Generasi ini terus berkembang. Di Indonesia Generasi Y adalah sebuah tantangan tersendiri. Generasi Y di Indonesia dimanfaatkan oleh pemasar sebagai sebuah segmen pasar yang potensial dalam industri teknologi infomatika maupun finansial atau perbankan (Luntungan et al., 2014). 7
Sebagai konsekuensinya organisasi perbankan saling bersaing menyediakan program-program yang diharapkan dapat meminimalisasi fenomena berpindah kerja tersebut. Dengan demikian fenomena berpindah kerja karyawan di bidang perbankan perlu memperoleh perhatian serius.
1.2.
Rumusan Masalah Intensi keluar merupakan sinyal awal terjadinya berpindah kerja karyawan yang
sebenarnya pada organisasi. Hal tersebut menjadi perhatian bagi organisasi karena dengan tingginya tingkat berpindah kerja karyawan akan menimbulkan dampak negatif bagi organisasi, seperti potensi kehilangan biaya yang cukup besar dan kehilangan karyawan yang berkualitas. Tidak hanya dalam segi biaya, namun juga kestabilan organisasi (Kim et al., 2015). Terus meningkatnya tingkat berpindah kerja pada industri perbankan di Indonesia menjadi perhatian yang cukup serius. Banyak persaingan di dalam maupun di luar industri perbankan yang memberikan kesempatan yang lebih baik di tempat yang baru. Semakin banyak jumlah kantor bank umum menjadikan persaingan baru diantara sesama kantor bank untuk meningkatkan mutu pelayanan dan kualitas SDM. Kinerja karyawan yang lebih efektif dan efisien sangat dibutuhkan untuk mewujudkan target organisasi. Dengan demikian organisasi harus berupaya mencari jalan keluar untuk mempertahankan karyawan dan meningkatkan potensi yang dimiliki. Kaitannya dengan intensi keluar terdapat beberapa faktor yang mendukung terjadinya intensi keluar yaitu karyawan mengalami ketidakjelasan peran dan konflik 8
peran yang lebih besar, dan kurangnya komitmen pada organisasi (Sorensen dan Sorensen, 1974; Juhdi et al., 2013). Kurangnya komitmen dapat muncul ketika kurangnya dukungan yang diberikan oleh organisasi terhadap karyawan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh organisasi dalam rangka menekan adanya intensi keluar adalah dengan memberdayakan fungsi pementoran yang merupakan salah satu upaya dukungan organisasional. Berdasarkan isu kontekstual yang terjadi di industri perbankan dan isu konseptual dari penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan fungsi pementoran dan intensi keluar maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh fungsi pementoran pada intensi keluar dengan dukungan organisasional persepsian sebagai pemediasi.
1.3.
Pertanyaan Penelitian 1.
Apakah fungsi pementoran memiliki pengaruh pada intensi keluar?
2.
Apakah fungsi pementoran berpengaruh pada dukungan organisasional persepsian?
3.
Apakah dukungan organisasional persepsian memediasi pengaruh fungsi pementoran pada intensi keluar?
9
1.4.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti secara empiris bahwa: 1.
Untuk menguji dan menganalisa pengaruh fungsi pementoran pada intensi keluar pada karyawan perbankan Indonesia.
2.
Untuk menguji dan menganalisa pengaruh fungsi pementoran pada dukungan organisasional persepsian pada karyawan perbankan Indonesia.
3.
Untuk menguji dan menganalisa dukungan organisasional persepsian sebagai pemediasi pada pengaruh fungsi pementoran terhadap intensi keluar pada karyawan perbankan Indonesia.
1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah sebagai
berikut : 1.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan bukti empiris pada literatur perilaku organisasional, khususnya dalam memberikan kontribusi tentang pemahaman pementoran dan intensi keluar. Juga sebagai acuan bagi peneliti di masa yang akan datang.
2.
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam mengatasi permasalahan intensi keluar melalui dukungan organisasional 10
persepsian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak organisasi dalam upaya menekan intensi keluar yang ada dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam organisasi.
1.6.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi lima Bab penulisan, yang
memberikan gambaran tentang penulisan tesis ini dengan rincian sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi rerangka teori yaitu teori dan konsep yang berhubungan dengan variabel yang diteliti, dan penyusunan hipotesis. Dalam bab ini diuraikan mengenai pengertian intensi keluar sebagai variabel terikat, fungsi pementoran sebagai variabel bebas dan dukungan persepsian organisasional sebagai variabel pemediasi. Serta pemaparan penelitianpenelitian sebelumnya.
11
BAB III
METODA PENELITIAN Bab ini berisi rancangan penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, alat analisis dan instrumen penelitian, sumber dan metode pengumpulan data, serta metode analisis data.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi analisis data yang telah diperoleh dalam penelitian. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan analisis statistik. Analisis statistik digunakan untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian penutup dari tesis ini, yang menyajikan simpulan, keterbatasan serta saran-saran yang relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan.
12