BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada tanggal 1 Desember 2014 Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut OJK, meluncurkan Buku Statistik 2013 dan Direktori 2014 Lembaga Pembiayaan. Yang menjadi sorotan bagi saya dalam isi buku tersebut adalah tentang Ikhtisar Kegiatan Industri Lembaga Pembiayaan. Dijelaskan dalam buku tersebut OJK (2014) menjelaskan bahwa Industri Lembaga Pembiayaan terdiri atas Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Dijelaskan juga bahwa sampai dengan akhir tahun 2013, Perusahaan Pembiayaan masih mendominasi pangsa pasar industri Lembaga Pembiayaan. Hal tersebut dibuktikan dalam grafik pada Laporan Ikhtisar Kegiatan Industri Lembaga Pembiayaan yang diterbitkan oleh OJK.
Gambar 1.1. Komposisi Aset Lembaga Pembiayaan Tahun 2013 (Triliun Rupiah) 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
Terlihat dalam gambar tersebut bahwa Perusahaan Pembiayaan memiliki aset sebesar 95% lebih besar dibandingkan dengan Perusahaan Modal Ventura dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Selain itu juga dibuktikan dalam grafik pada Laporan Ikhtisar Kegiatan Industri Lembaga Pembiayaan yang diterbitkan oleh OJK juga, bahwa jumlah Perusahaan Pembiayaan dari tahun 2009 hingga 2013 mengalami kenaikan dengan jumlah izin baru dan pencabutan izin yang bervariasi dalam setiap tahunnya.
Gambar 1.2. Jumlah Perusahaan Pembiayaan. Dari gambar tersebut menunjukan adanya kenaikan walaupun pada tahun 2009 ke 2010 mengalami penurunan yang disebabkan banyaknya pencabutan izin dan sedikitnya izin baru. Pencabutan tersebut disebabkan karena Perusahaan melakukan pelanggaran yang telah ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha Dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Setelah mengetahuai tentang Perusahaan Pembiayaan, maka penulis ingin mengupas salah satu permasalahan yang kontroversi yang dihadapi oleh kebanyakan Perusahaan Pembiayaan, yaitu tentang Agunan Yang Diambil Alih yang selanjutnya disebut AYDA. AYDA biasa muncul apabila debitur mengalami wanprestasi/default, dalam istilah lain debitur tidak dapat melunasi utang angsuran kepada perusahaan pembiayaan yang menyediakan jasa pembiayaan tersebut. Sebagai contoh : Bapak Agung membeli mobil secara kredit dengan menggunakan jasa pembiayaan oleh salah satu perusahaan pembiayaan, bapak Agung disebut
debitur. Karena bapak Agung tidak dapat
membayar
angsuran/cicilan pembelian mobil tersebut kepada Perusahaan Pembiayaan, maka mobil yang dimiliki oleh Bapak Agung tersebut ditarik oleh Perusahaan Pembiayaan. Maka perusahaan menyebut mobil tersebut sebagai AYDA. Pada saat debitur mengalamai wanprestasi maka sesuai UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 12A mengharuskan Bank/kreditur untuk membukukan agunan tersebut sebagai AYDA untuk dilikuidasi sesegera mungkin. Menurut Surat Edaran Dirjen Pajak – SE – 121/PJ/2010 pada angka 6 : “Disamping usaha pada butir 3 sampai dengan butir 5 diatas, bank umum juga dapat melakukan kegiatan yang bukan merupakan penyerahan jasa, misalnya berupa membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelanggan maupun diluar pelanggan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual diluar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajiban kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya, sebagaimana diatur
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
dalam ketentuan Pasal 12 UU Perbankan. Dalam hal ini, penjualan agunan, yang telah diambil alih oleh bank tersebut, merupakan penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang PPN.” Surat Edaran Dirjen Pajak – SE – 121/PJ/2010 tersebut jelas menyatakan bahwa pembelian agunan melalui pelanggan ataupun diluar pelanggan dan menjual diluar lelang agunan adalah obyek pengenaan PPN. Surat Edaran tersebut bertentangan dengan pendapat Pengamat Perpajakan, Haula Rosdiana yang menyatakan bahwa penjualan AYDA bukan kegiatan usaha bank, sehingga tidak perlu dikenakan PPN sebesar 10%. Menurut Haula pada seminar bertajuk Permasalahan Pajak Industri Lembaga Pembiayaan 2011 di Hotel Nikko Jakarta, Kamis (10/11), Bank menjual AYDA untuk mengurangi potensi kerugian akibat adanya piutang yang tidak tertagih. Pengertian Kegiatan sewa guna usaha (leasing) menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 129/PJ/2010 adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease), untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. Pada umumnya dikenal sebagai Leasing. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 129/PJ/2010 tersebut sesuai dengan UU No 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai bagian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
penjelasan pasal 4A Ayat 3 Huruf d yang menyatakan bahwa kegiatan sewa guna usaha adalah termasuk kegiatan jasa keuangan yang bukan Obyek PPN. Berdasarkan uraian diatas yang menjelaskan adanya perbedaan pendapat tentang peraturan pemerintah yang bertentangan antara Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 121/PJ/2010 dengan Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 129/PJ/2010 maka masalah ini menarik untuk diteliti dalam hal pencatatan. Sehingga penelitian ini diberi judul “Analisis Perlakuan Akuntansi Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan Pengaruhnya Terhadap Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Pada Perusahaan Pembiayaan”. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah perlakuan akuntansi agunan yang diambil alih telah sesuai dengan peraturan yang berlaku? 2. Bagaimana pengaruh perlakuan akuntansi agunan yang diambil alih terhadap pengenaan PPN? C. TUJUAN DAN KONTRIBUSI PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
1
Menganalisis kesesuaian perlakuan akuntansi agunan yang diambil alih yang biasa dilakukan pada Perusahaan Pembiayaan.
2
Menganalisis pengaruh perlakuan akuntansi agunan yang diambil alih terhadap pengenaan PPN.
2. Kontribusi Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak yang berkepentingan, yaitu : 1) Penulis Mengetahui bagaimana perlakuan pencatatan AYDA yang seharusnya dilakukan, mengetahui pencatatan yang selama ini dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan, dan bagaimana peraturan perlakuan pencatat yang dikeluarkan oleh pemerintah. 2) Pemerintah Sebagai masukan sekaligus untuk mengingat dan menimbang dengan adanya beberapa Peraturan/ Surat Edaran yang telah dikeluarkan sehingga dapat memutuskan peraturan mengenai pencatatan yang baku. 3) Perusahaan Memberikan bahan pertimbangan dalam hal pencatatan AYDA yang sebenarnya selama ini peraturannya masih menjadi polemik dan menjadi bahan perdebatan karena beberapa pihak memiliki pendapat yang berbeda – beda.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
4) Peneliti lain Sebagai referensi untuk melakukan proses penelitian lebih lanjut yang paling update, karena peraturan pemerintah dapat berubah sewaktu – waktu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/