BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemanfaatan lahan gambut diwujudkan pada suatu penggunaan lahan. Lahan gambut di Indonesia dominan digunakan sebagai lahan pertanian. Luas lahan pertanian pada lahan gambut di Indonesia 2.683.844 ha (18% dari seluruh luas gambut). Penggunaan lahan gambut untuk petanian berupa perkebunan seluas 1.562.409 ha, pertanian tanaman pangan seluas 323.463 ha, kebun campuran seluas 456.857 ha, dan sawah seluas 341.115 ha (Ritung dkk, 2011). Pertanian lahan gambut mengarah pada pertanian konvensional yang hanya memerhatikan aspek pemenuhan kebutuhan dan aspek ekonomi. Pemanfaatan lahan gambut mendorong perluasan konversi hutan alami gambut menjadi lahan budidaya. Gambut bersifat rapuh dan mudah mengalami kerusakan. Husaini (2012) menjelaskan bahwa pemanfaatan lahan gambut yang tidak terkendali berakibat kerusakan lingkungan fisik dan sosial. Gambar 1.1 merupakan berita-berita nasional yang menunjukkan bahwa gambut di Indonesia telah banyak mengalami kerusakan terutama pada 2 dekade terakhir. Kerusakan gambut terjadi karena aspek lingkungan, keseimbangan sosial dan perkembangan teknologi cenderung diabaikan pada kegiatan pemanfaatan lahan.
1
2
Gambar 1.1 Beberapa Koran Online yang Melaporkan Kerusakan Gambut di Indonesia (Sumber: nasional.kompas.com; mediaindonesia.com; kabar24.bisnis.com; poskotanews.com; industri.bisnis.com; republika.co.id, diakses 6 Februari 2016)
Salah satu contoh kerusakan lahan gambut di Indonesia disebabkan oleh kesalahan tata kelola gambut yang terjadi pasca pengerjaan Proyek Pengembangan lahan gambut (PLG) sejuta hektar pada tahun 1995 -1998. Kerusakan lahan gambut pasca PLG menimbulkan dampak negatif antara lain: (1) munculnya senyawa pirit akibat kesalahan pembangunan sistem saluran induk menyebabkan turunnya pH tanah dan kematian ikan secara masal, (2) sering terjadi banjir pada musim penghujan, (3) terjadinya kebakaran lahan pada musim kemarau akibat penurunan daya serap gambut, (4) hampir punahnya spesies tumbuhan dan hewan pada ekosistem air hitam, (5)
3
menurunnya hasil produksi perikanan, (6) hilangnya sumber pendapatan masyarakat lokal dari hasil hutan, dan (7) hasil pertanian menurun (Mitchel dkk, 2010; Marwadi, 2007). Kerusakan lahan gambut dapat dihindari dengan pemanfaatan lahan gambut yang disertai oleh perencanaan yang matang. Perencanaan pemanfaatan lahan gambut seharusnya memerhatikan hal-hal berikut: (1) gambut mudah terdekomposisi sehingga mudah rusak apabila dimanfaatkan dalam kondisi aerob, (2) tanah gambut memiliki tingkat kesuburan yang rendah, (3) kandungan asam organik dan kemasaman gambut tinggi, (4) gambut mudah menyimpan karbon dan mudah melepaskannya, (5) gambut mengandung lapisan pirit yang dapat menurunkan pH tanah dan bersifat racun, (6) gambut mudah terbakar, (7) ketebalannya menentukan jenis penggunaan lahan yang dapat diusahakan, dan (8) gambut dapat bersifat hidrofobis (Noor 2004; Adinugroho dkk, 2005; Syahbuddin dan Muhammad, 2012). Kebijakan pemanfaatan gambut di Indonesia lebih mengarah pada pemanfaatan lahan gambut dibandingkan dengan upaya perlindungannya, salah satunya di Kabupaten Barito Kuala. Kabupaten Barito Kuala merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Kalimantan Selatan yang 40,54% wilayahnya merupakan lahan gambut (Bappeda, 2013). Namun belum ada peraturan yang khusus mengatur pengelolaan gambut. Gambar 1.2 menunjukkan letak lokasi penelitian di Kabupaten Barito Kuala yang merupakan lahan gambut bagian dari Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito. Lahan gambut di Delta Barito menunjukkan adanya kerusakan yang dicirikan oleh penyusutan luas gambut. Tahun 1953 lahan gambut di Delta Barito seluas
4
51.360 ha, Tahun 1972 luas lahan gambut 26.400 ha menandakan terjadinya penyusutan sebesar 48,6% selama 20 tahun. Tahun 1992 luas lahan gambut menjadi 9.600 ha dengan besar penyusutan 63,6%. Penyusutan gambut terjadi akibat pembukaan lahan dan kegiatan pertanian. (Wijk, 1952; Lembaga Penelitian Tanah, 1972; Jansen dkk, 1992 dalam Sarwani, 1995). Tahun 2007 pada penelitian J.A. Eko Tjahyono diketahui luas gambut yang terdapat di Cekungan Antiklinal Gambut seluas 4.010 ha yang mencakup 4 kecamatan di Kabupaten Barito Kuala, yaitu: Kecamatan Barambai, Kecamatan Tabukan, Kecamatan Wanaraya, dan Kecamatan Marabahan.
Gambar 1.2 Lokasi Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito, Kabupaten Barito Kuala Terhadap Pulau Kalimantan (Sumber: Google Earth)
5
1.2 Rumusan Masalah Perkembangan usaha peningkatan kesejahteraan penduduk berdampak pada pemanfaatan lahan gambut yang lebih intensif dan mendorong perluasan konversi hutan alami gambut menjadi lahan budidaya. Perubahan penggunaan lahan gambut akan merubah kualitas lahan gambut yang apabila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan degradasi lahan dan memberikan dampak negatif pada masyarakat yang tinggal dan memanfaatkan lahan gambut. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan lahan gambut dan pemanfaatan lahan gambut secara berkelanjutan adalah konservasi lahan gambut. Salah satu upaya konservasi lahan gambut di Indonesia adalah dibuatnya beberapa kebijakan mengenai perlindungan gambut, antara lain: Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2011, dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014. Namun, Peraturan-peraturan yang berlaku untuk pengelolaan lahan gambut cenderung hanya memerhatikan sudut pandang aspek fisik gambut. Pelaksanaan konservasi lahan gambut tidak bisa diterapkan hanya berdasarkan kondisi fisik lingkungan, namun seharusnya lebih komprehensif dengan memertimbangkan karakteristik fisik gambut dan karakteristik masyarakat yang tinggal dan atau memanfaatkan lahan gambut (Noor, 2010). Masyarakat yang tinggal di kawasasan gambut di Indonesia tidak hanya terdiri dari masyarakat asli daerah tetapi juga masyarakat pendatang dari luar pulau. Perbedaan latar belakang dan budaya dapat berpengaruh terhadap pola pemanfaatan lahan dan penerimaan terhadap programprogram konservasi lahan gambut.
6
Kompleksitas hubungan antara manusia dan lingkungan di dalam sebuah kawasan gambut membentuk sebuah sistem yang khas dan dinamis. Pemahaman terhadap dinamika sebuah sistem manusia-lingkungan (human-environment system) dapat dijadikan landasan yang lebih kuat dalam penentuan sebuah kebijakan di sebuah wilayah (Scholz dan Claudia, 2004), salah satunya untuk kajian penentuan strategi konservasi lahan gambut. Penelitian konservasi lahan gambut yang bersifat integratif antara aspek manusia dan fisik lingkungan pada lahan gambut masih jarang dilakukan di Indonesia. Penelitian lahan gambut di Indonesia lebih banyak pada rehabilitasi gambut yang telah mengalami degradasi seperti penelitian Aziz dkk (2015) tentang manajemen air untuk rehabilitasi rawa gambut di Sei Ahas, Kalimantan Tengah, Indonesia, Yaranita (2014) merumuskan strategi pembangunan hutan rakyat untuk rehabilitasi lahan gambut di Kalimantan Tengah, dan Suryadi (2013) yang meneliti dampak pembendungan kanal terhadap watak fisika dan kimia gambut ombrogen dalam usaha pemulihan lahan gambut terdegradasi. Penelitian mengenai perlindungan gambut yang telah dilakukan merupakan penelitian mengenai pencegahan kebakaran yang dilakukan oleh Purnasari (2011) di Sumatera Selatan dan Akbar (2012) di Kalimantan Tengah. Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui sistem manusia-lingkungan pada gambut adalah metode System Thinking. Metode System Thinking merupakan metode yang dikembangkan dengan berdasarkan pada sistem berfikir pada masalah yang kompleks dengan membuat hubungan kausal antarvariabel. Metode System Thinking digunakan untuk mengetahui pola hubungan karakteristik fisik lahan gambut dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat yang tinggal dan memanfaatkan lahan
7
gambut di daerah penelitian yang dibuat berdasarkan penggunaan lahan, karakteristik fisik gambut, dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat, sehingga dapat dijadikan landasan untuk perumusan strategi konservasi gambut. Berdasarkan penjelasan tersebut maka, penelitian strategi konservasi gambut dibuat dengan rumusan sebagai berikut: 1.
mengapa kawasan gambut di Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito perlu untuk dikonservasi? a. apa jenis penggunaan lahan aktual di Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito Tahun 2015? b. seperti apa karakteristik fisik lahan dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito? c. seperti apa pola hubungan karakteristik fisik lahan dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat di Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito?
2.
apa jenis strategi konservasi gambut yang dapat diterapkan di Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain: 1. mengetahui penyebab gambut di Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito perlu dikonservasi a. mengidentifikasi jenis penggunaan lahan aktual di Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito Tahun 2015
8
b. menganalisis karakteristik fisik lahan dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat yang tinggal dan memanfaatkan gambut di sekitar Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito c. memformulasikan pola hubungan karakteristik fisik lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito 2. merumuskan strategi konservasi gambut di Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian konservasi lahan gambut di Cekungan Antiklinal Gambut Delta Barito memiliki 2 jenis manfaat, yaitu manfaat empiris dan manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan. 1.
Manfaat pada bidang ilmu pengetahuan: diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan referensi bagi kajian ilmiah yang lebih luas dan mendalam mengenai konservasi gambut
2.
Manfaat empiris: diharapkan dapat menjadi bahan informasi pengolahan lahan gambut agar dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa merusak lingkungan oleh pemilik lahan pertanian dan sebagai bahan informasi untuk pembuatan kebijakan pengelolaan lahan dan pemanfaatan gambut yang berkelanjutan di Kabupaten Barito Kuala dan untuk peningkatan ekonomi wilayah pada bidang pertanian
9
1.5 Keaslian Penelitian Penelitian
strategi
konservasi
gambut
berdasarkan
pola
hubungan
karakteristik fisik lahan dan karakteristik sosial ekonomi di Kabupaten Barito Kuala tidak terlepas dari penelitian sebelumnya sebagai perbandingan dan sebagai referensi kajian literatur. Penelitian mengenai konservasi lahan gambut belum banyak dilakukan. Penelitian perlindungan gambut lebih dominan pada upaya pencegahan kebakaran lahan seperti yang telah diteliti oleh Purnasari (2011) di Sumatera Selatan dan Akbar (2012) di Kalimantan Tengah. Penelitian konservasi dan manajemen lahan gambut berdasarkan perspektif ekologi telah dilakukan oleh Silvie F. Forest (2001) di Kanada. Penelitian upaya rehabilitasi lahan gambut telah diteliti oleh U Edi Suryadi Tahun 2013 pada usaha pemulihan gambut terdegradasi di Kalimantan Tengah akibat proyek lahan gambut sejuta hektar. Persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah teknik pengumpulan data, yaitu dengan survei lapangan, wawancara dan observasi, dan teknik analisis data yang menggunakan analisis SWOT. Perbedaan penelitian strategi konservasi gambut dengan penelitian sebelumnya yang menjadi dasar keaslian penelitian ini adalah strategi konservasi yang dilakukan pada penelitian ini berdasar pada
sistem
manusia-lingkungan.
Pembuatan
sistem
manusia-lingkungan
menggunakan metode System Thinking yang membentuk pola hubungan tertentu antara aspek fisik lahan dan sosial ekonomi masyarakat, sehingga strategi konservasi yang dibuat bersifat menyeluruh.
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No 1
Penulis/ Tahun Silvie F. Forest/ 2001
2
Purnasari / 2011
3
Acep Akbar /2012
Judul
Tujuan
Peatland Management and Conservation in Boreal Alberta, Canada
Mengembangkan metode kunci pengelolaan ekologi lahan gambut menggunakan standar Alberta Wetland Inventory (AWI) dan menguji apakah klasifikasi pada AWI sama dengan penilaian langsung di lapangan Mengkaji penyebab kebakaran hutan di Suaka Margasatwa (SM) Padang Sugihan dan merumuskan strategi pencegahan kebakaran hutan berbasis masyarakat.
Kuantitatif dengan ANOVA
Kunci pengelolaan lahan gambut dikembangkan untuk penilaian lanskap dan evaluasi ekologis pada tanah. Penilaian menunjukkan bahwa jenis sumber daya lahan gambut dapat berkisar antara umum (hampir 30%) hingga langka (<0,02%) dan hanya satu jenis lahan gambut yang tidak terpengaruh oleh gangguan linear. Klasifikasi AWI tidak sama dengan klasifikasi dengan penelitian langsung dilapangan untuk kelompok tanaman, tapi AWI dapat digunakan untuk mengidentifikasi habitat spesies langka.
Deskriptif kualitatif
Penyebab kebakaran, yaitu: kegiatan sonor, nglebung, mencari kayu dan kelalaian. Strategi pencegahan kebakaran, yaitu: (1) memaksimalkan sumberdaya yang ada, (2) menggabungkan sumberdaya yang ada di pemerintah dan masyarakat dalam upaya rehabilitasi SM Padang Sugihan, (3) meningkatkan kesejahteraan masyarakat (4) meningkatkan peranserta masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran melalui penguatan kelembagaan Masyarakat Peduli Api (MPA)
Mempelajari kemungkinan/ peluang diterapkannya pen-cegahan kebakaran berbasis masyarakat melalui penelitian identifikasi faktor faktor pendukung sosial yang ada di masyarakat sekitar hutan
Analisis data kuantitatif (uji Chi-square, korelasi, regresi, dan ujimultivariat) dan kualitatif dengan analisis SWOT
Masyarakat memiliki kearifan lokal dalam mengatasi kebakaran lahan gambut yang meluas akibat pembukaan lahan, yaitu dengan memiliki kepercayaan bahwa hutan perlu dijaga, dan dilindungi serta sebagai bentuk penghormatan pada para leluhur. Masyarakat dayak juga mempunyai disiplin yang kuat dalam menjalankan adat, selain itu jarak rumah dan ladang cukup jauh, sehingga pembakaran tidak langsung membahayakan penduduk. Masyakarat dayak yang tinggal di sekitar hutan mawas mudah menerima strategi pencegahan kontemporer, sehingga kegiatan pencegahan kebakaran berbasis masyarat dapat dilakukan dengan baik. Ketidakefektifan kegiatan pencegahan kebakaran yang sedang berlangsung sekarang adalah ketidakmerataan penyuluhan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarkat.
Strategi Pencegahan Kebakaran Hutan Berbasis Masyarakat (Kajian Biofisik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Masyarakat Kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan Provinsi Sumatera Selatan) Pencegahan Kebakaran Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat di Hutan Konservasi Mawas Kalimantan Tengah
Metode
Hasil
10
Lanjutan Tabel 1.1 No 4.
5
Penulis/ Tahun
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
U Edi Suryadi/ 2013
Dampak Pembendungan Kanal terhadap Watak Fisika dan Kimia Gambut Ombrogen dalam Usaha Pemulihan Lahan Terdegradasi
Memahami perbedaan karak-teristik fisika dan kimia tanah gambut terdegradasi di sekitar kanal dranase; memahami hubungan curah hujan, jeluk muka air tanah, dan jeluk muka air kanal; memahami watak fisika, kimia, dan jeluk muka air tanah alami
Kuantitatif dengan analisis hubungan dan regresi
Fluktuasi tinggi muka air tanah dan tinggi muka air kanal berhubungan erat dan sangat erat dengan curah hujan. Jeluk muka air tanah sekitar kanal yang dibendung mendekati lapisan atas tanah di musim kemarau dan tidak terjadi pada tanah gambut sekitar kanal tanpa bendungan. Gambut sekitar kanal yang dibendung memiliki jeluk muka air tanah hampir mendekati lengas tanah tersedia pada tanah bergambut alami untuk mendukung pertumbuhan vegetasi serta kemasaman tanah, kandungan bahan organik dan C organik meningkat secara signifikan.
Noor Husna Khairisa/ 2015
Strategi Konservasi Gambut (Studi Pola Hubungan Karakteristik Fisik Lahan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Barito Kuala
Menentukan strategi konser-vasi gambut berdasarkan pola hubungan karakteristik fisik gambut dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Barito Kuala
1. Kualitatif dengan metode System 2. Thinking dan analisis SWOT
Konservasi gambut perlu dilakukan karena lahan gambut telah menunjukkan kerusakan dan telah memberikan dampak negatif terhadap masyarakat yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan pertanian Pengelolaan lahan gambut di daerah penelitian lebih ditekankan pada pencegahan kebakaran, peningkatan penghasilan masyarakat, dan peningkatan kualitas masyarakat.
Sumber: Keaslian Penelitian, 2015
11