1 ANALISIS MANAJEMEN LALU LINTAS TERHADAP PERSIMPANGAN JALAN RAYA KLETEK – JALAN SAWUNGGALING AKIBAT ADANYA PUSAT PERDAGANGAN AGROBISNIS (PUSPA AGRO) JAWA TIMUR Oleh : Wahyu Aditiya Puspita 3102 100 045 Dosen Pembimbing Hera Widiyastuti, Ir, MT. Istiar, ST, MT. Abstrak Pusat-pusat perdagangan seperti pasar induk hampir merupakan kebutuhan sebagian besar penduduk kota, termasuk Surabaya. Pusat Perdagangan Agrobisnis yang dikenal dengan Puspa Agro yang dibangun oleh Pemprov Jawa Timur ini tidak hanya menjadi pusat kegiatan, perekonomian dan keramaian saja, namun juga direncanakan sebagai tempat edukasi dan penelitian pertanian. Dengan digalakkannya penelitian tentang pertanian diharapkan pertumbuhan sector pertanian Jawa Timur mengalami peningkatan yang siknifikan. Puspa Agro didirikan di jalan Sawunggaling daerah Jemundo kabupaten Sidoarjo. Salah satu jaln akses menuju Puspa Agro adalah melewati persimpangan antara Jalan Raya Kletek – Jalan Sawunggaling. Dengan adanya kendaraan yang masuk–keluar Puspa Agro tentunya akan mempengaruhi volume lalu lintas di persimpangan tersebut. Sesuai data yang diperoleh, diketahui kondisi persimpangan Jalan Raya Kletek – Jalan Sawunggaling mengalami kemacetan dengan nilai DS sebesar . Setelah Puspa Agro Tahap II yang memiliki bangkitan sebesar smp/jam persimpangan tersebut mengalami peningkatan volume sehingga pasti mengalami kemacetan. Setelah dilakukan manajemen berupa pelebaran jalan Sawunggaling menjadi 5/2D dan perubahan waktu hijau maka fase 1 dari 60 detik menjadi 72 detik maka didapat DS sebesar . Puspa Agro Tahap III yang selesai akhir 2011 membuat DS persimpangan menjadi . karena DS < 1 maka tidak perlu dilakukan manajemen akibat beroperasinya Puspa Agro Tahap III. Kata Kunci: analisis manajemen lalu lintas, persimpangan, Puspa Agro Jawa Timur.
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Jawa Timur merupakan propinsi agro terbesar di Indonesia dengan berbagai surplus hasil pertanian, misalnya seperti beras. Selama ini hasil yang diperoleh petani Jatim sangat baik, hanya masalah penanganannya saja yang perlu dilakukan pembenahan. Untuk menangani masalah tersebut pemerintah Jawa Timur membangun Pusat Perdagangan Agrobisnis (PUSPA AGRO) Jatim. Dengan adanya Puspa Agro diharapkan para petani dapat memasarkan hasil pertaniannya ke para konsumen baik tingkat lokal maupun internasional. Pembangunan Puspa Agro dibagi menjadi 3 tahap. Yaitu Tahap I membangun 2 los selesai pertengahan tahun 2010, Tahap II membangun 2 los yang selesai pada akhir tahun 2010, dan Tahap III membangun 3 los yang diperkirakan selesai akhir 2011. Dengan berdirinya Puspa Agro kinerja dari persimpangan Jalan Raya Kletek - Jalan Sawunggaling yang merupakan salah satu akses masuk ke Puspa Agro akan mengalami peningkatan, hal ini disebabkan terjadinya bangkitan perjalanan akibat beroperasinya Puspa Agro. Untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan di jalan dan persimpangan tersebut akan diadakan analisa lebih lanjut dengan memperhitungkan para pengguna jalan yang masuk dan keluar dari Puspa Agro. Analisis ini akan melihat bagaimana lalu lintas yang membebani persimpangan jalan tersebut.. Apabila setelah beroperasinya PUSPA AGRO Tahap II pada tahun 2010 maupun setelah PUSPA AGRO Tahap III yang selesai dibangun pada tahun 2011 volume lalu lintas melebihi rencana maka diharapkan sudah ada solusi untuk mengatasinya. Alangkah baiknya kalau solusi itu sudah ditemukan sejak dini. 1.2
Permasalahan Dalam tugas akhir ini masalah yang akan diselesaikan adalah : 1. Bagaimana pola pergerakan lalu lintas di persimpangan Jalan Raya Kletek Jalan Sawunggaling. 2. Bagaimana kinerja persimpangan Jalan Raya Kletek - Jalan Sawunggaling Sebelumadanya PUSPA AGRO pada saat ini. 3. Bagaimana kinerja persimpangan Jalan Raya Kletek - Jalan Sawunggaling akibat adanya PUSPA AGRO Tahap II (tahun 2010). 4. Bagaimana kinerja persimpangan Jalan Raya Kletek - Jalan Sawunggaling
2 akibat adanya PUSPA AGRO Tahap III (tahun 2011). 1.3 Batasan Masalah Pada penulisan Tugas Akhir ini penulis memberikan batasan batasan masalah sebagai berikut : 1. Data yang digunakan berdasarkan hasil survey langsung di lapangan. 2. Volume puncak dibatasi pada jam-jam sibuk pagi dan siang. 3. Evaluasi menggunakan program bantu KAJI. 4. Tidak melakukan analisa biaya. 1.4 Tujuan Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah : 1. Mengetahui pola pergerakan lalu lintas di persimpangan Jalan Raya Kletek Jalan Sawunggaling. 2. Mengetahui kinerja persimpangan Jalan Raya Kletek - Jalan Sawunggaling sebelum adanya PUSPA AGRO. 3. Mengetahui kinerja persimpangan Jalan Raya Kletek - Jalan Sawunggaling akibat adanya PUSPA AGRO Tahap II (tahun 2010). 4. Mengetahui kinerja persimpangan Jalan Raya Kletek - Jalan Sawunggaling akibat adanya PUSPA AGRO tahap III (tahun 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Persimpangan Sebidang 2.1.1 Umum Persimpangan jalan adalah suatu daerah umum di mana dua atau lebih ruas jalan (link) saling bertemu atau bergabung dan berpotongan atau bersimpangan, meliputi fasilitas jalur jalan (roadway) dan tepi jalan (roadside) untuk pergerakan lalu lintas di dalamnya (Hobbs, 1995). Persimpangan harus dirancang dengan hati-hati untuk mencari arus lalu lintas dari beberapa arah yang dapat berjalan secara bersamaan bagi pengguna jalan, baik pengemudi maupun pejalan kaki dengan aman dan konsisten (Hobbs, 1995). Setiap persimpangan harus mencakup pergerakan lalu lintas menerus dan lalu lintas yang saling memotong pada satu atau lebih kaki persimpangan, serta pergerakan perputaran. Persimpangan didesain untuk mengurangi potensi konflik antar kendaraan, termasuk pejalan kaki serta menyediakan kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi kendaraan (Khisty dan Lall, 2003).
2.1.2 Persimpangan Sebidang Persimpangan sebidang (intersection at grade) adalah suatu persimpangan di mana dua atau lebih jalan bersimpangan satu sama lain pada bidang yang sama, dengan tiap jalan (kaki persimpangan) mengarah keluar dari sebuah persimpangan dan membentuk suatu pola persinggungan (Khisty dan Lall, 2003). Dilihat dari bentuknya ada beberapa macam persimpangan sebidang, seperti pada Gambar 2.1, yaitu: 1. Persimpangan sebidang berkaki 3 (tiga) 2. Persimpangan sebidang berkaki 4 (empat) 3. Persimpangan sebidang berkaki banyak 4. Bundaran (Rotary Intersection) 2.1.3 Pola Persinggungan pada Persimpangan Jalan Keberadaan persimpangan pada suatu jaringan jalan ditujukan agar kendaraan bermotor, pejalan kaki (pedestrian), dan kendaraan tidak bermotor (unmotorized) dapat bergerak dalam arah yang berbeda dan pada waktu yang bersamaan. Dengan demikian, pada persimpangan akan terjadi suatu keadaan yang menjadi karakteristik yang unik dari persimpangan, yaitu munculnya konflik yang berulang sebagai akibat dari pergerakan (manuver) tersebut. Berdasarkan sifatnya, konflik yang ditimbulkan oleh manuver kendaraan dan pejalan kaki dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Konflik primer, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas yang saling memotong. 2. Konflik sekunder, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas kanan dengan arus lalu lintas arah lainnya dan atau arus lalu lintas kiri dengan pejalan kaki. Pada dasarnya jumlah titik konflik yang terjadi pada persimpangan tergantung beberapa faktor, antara lain: 1. Jumlah kaki persimpangan yang ada 2. Jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan 3. Jumlah arah pergerakan yang ada, baik kendaraan maupun pejalan kaki Persimpangan jalan adalah sumber konflik lalu lintas. Satu perempatan jalan sebidang menghasilkan 16 titik konflik. Oleh karena itu, upaya untuk memperlancar arus lalu lintas adalah dengan meniadakan titik konflik, dengan membangun pulau lalu lintas atau bundaran, memasang lampu lalu lintas yang mengatur giliran gerak kendaraan, menerapkan arus searah, menerapkan larangan belok kanan atau membangun simpang susun (Warpani, 2002).
3 2.1.4 Alih Gerak (Manuver) Lalu Lintas pada Persimpangan Berdasarkan pola pergerakan di daerah persimpangan, terdapat 4 (empat) bentuk alih gerak, yaitu: 1. Diverging (memisah), yaitu peristiwa memisahnya kendaraan dari suatu arus yang sama ke jalur lain. 2. Merging (menggabung), yaitu peristiwa menggabungnya kendaraan dari satu jalur ke jalur lain. 3. Crossing (memotong), yaitu peristiwa perpotongan antara arus kendaraan dari satu jalur ke jalur yang lain pada persimpangan. Crossing menimbulkan titik konflik pada persimpangan. 4. Weaving (menyilang), yaitu pertemuan dua arus lalu lintas atau lebih yang berjalan menurut arah yang sama sepanjang suatu lintasan jalan raya tanpa bantuan rambu lalu lintas. Weaving terjadi pada kendaraan yang berpindah dari satu jalur ke jalur lain, misalnya pada saat kendaraan masuk ke suatu jalan raya dari jalan masuk, kemudian bergerak ke jalur lainnya untuk mengambil jalan keluar dari jalan raya tersebut. Weaving menimbulkan titik konflik pada persimpangan (Hobbs, 1995). 2.2 Simpang Bersinyal 2.2.1 Umum Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari sistem kendali waktu tetap yang dirangkai atau “sinyal aktuasi kendaraan” terisolir, biasanya memerlukan metode dan perangkat lunak khusus dalam analisanya. Pada umumnya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari alasan berikut : - Untuk menghindari kemacetan simpang akibat konflik arus lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak. - Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan atau pejalan kaki dari simpang (kecil) untuk memotong jalan utama. - Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan 2.2.2 Karakteristik Sinyal Lalu Lintas Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu-lintas terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tuntutan lalulintas. Dengan menggunakan sinyal, perancang/insinyur dapat mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada masing-masing pendekat. Maka dari itu untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalulintas, pertama-tama perlu ditentukan fase dan
waktu sinyal yang paling sesuai untuk kondisi yang ditinjau. Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalulintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalanjalan yang saling berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalulintas lurus melawan, atau memisahkan gerakan lalulintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang = konflik-konflik kedua. Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mungkin untuk mengatur sinyal lampu lalulintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan. Metode ini selalu dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu simpang telah dilarang. Karena pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa kejadian, maka pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalu lintas. Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua) diantara dua fase yang berurutan adalah untuk : 1. Memperingatkan lalu lintas yang sedang bergerak bahwa fase telah berakhir. 2. Menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja diakhiri memperoleh waktu yang cukup untuk keluar dari daerah konflik sebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang sama. Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi oleh waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antara dua fase. Waktu merah semua dan waktu kuning pada umumnya ditetapkan sebelumnya dan tidak berubah selama periode operasi. Jika waktu hijau dan siklus juga ditetapkan sebelumnya, maka dikatakan sinyal tersebut dioperasikan dengan cara kendali waktu tetap. 2.2.3 Geometrik Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau lebih sub pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok kanan dan atau belok kiri mendapat sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu lintas dalam pendekat. Untuk masing-masing pendekat atau sub pendekat lebar efektif (We) ditetapkan dengan memepertimbangkan denah dari bagian masuk dan
4 keluar suatu simpang dan distribusi dari gerakangerakan membelok. 2.2.4 Arus Lalu Lintas Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jampuncak pagi, siang dan sore. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri QL, lurus QST dan belok kanan QRT) dikonversikan dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Jika hanya arus lalu lintas harian (AADT) saja yang ada tanpa diketahui distribusi lalu lintas pada tiap jalannya, maka arus lalu lintas rencana per jam dapat diperkirakan sebagai suatu prosentase dari AADT. 2.2.5 Model Dasar Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut :
C = S×g
c
dimana : C : Kapasitas (smp/jam) S : Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau) g : Waktu hijau (detik) c : Waktu siklus , yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang pertama) Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) yaitu arus dasar pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya
S = S o × F1 × F2 × F3 × ....... × Fn Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) :
S o = 600 × We Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisikondisi berikut ini : Ukuran kota (CS). Jutaan penduduk 2.2.6 Penggunaan Sinyal Lampu (sinyal) pengatur lalu lintas adalah salah satu bentuk kontrol lalu lintas yang dikembangkan sebagai suatu solusi untuk mengurangi jumlah konflik dan meningkatkan kapasitas dan keamanan pada persimpangan jalan. Fungsi dari sinyal lalu lintas adalah mencegah arus berjalan terus dengan mengatur kesempatan untuk
kendaraan berjalan setelah dihentikan dengan urutan tertentu pada arus lalu lintas yang mengalami konflik. Lampu (pengatur) lalu lintas dioperasikan secara manual, dengan mesin atau listrik, yang dengan tanda lampunya (merah-kuning-hijau) mengarahkan lalu lintas untuk berhenti atau terus berjalan. Penggunaan sinyal di Indonesia memakai sistem pre timed signal, yaitu tipe sinyal yang mengarahkan lalu lintas untuk berhenti dan mengijinkannya untuk berangkat melanjutkan sesuai dengan jadwal waktu tunggal yang telah ditentukan sebelumnya atau sebuah seri jadwal waktu yang urutan sinyalnya disetel tetap. a. Fase Sinyal Istilah fase dipakai pada suatu arus lalu lintas atau lebih yang menerima indikasi sinyal yang sama dalam satu siklus, yaitu jalan-jalan dengan arah gerakan yang sama yang diberi indikasi sinyal yang sama. Pemilihan fase pergerakan tergantung dari banyaknya konflik utama yaitu konflik yang terjadi pada volume kendaraan yang cukup besar. Dalam menentukan fase sinyal perlu diperhatikan tipe dari masing-masing pendekat. Tipe-tipe pendekat dapat dibedakan atas : • Protected Approach, yaitu tipe pendekat yang dihindari terhadap konflik dengan arus dari arah yang berlawanan. Dengan demikian berarti dalam suatu fase tidak boleh ada gerakan belok kanan yang bersamaan dengan gerakan lurus dari arah kendaraan yang berlawanan. • Opposed Approach, yaitu tipe pendekat terlawan, dimana diperbolehkan adanya konflik dengan arus yang berlawanan karena volume kendaraan kecil. b. Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang Waktu antar hijau adalah periode kuning dan merah semua antara dua fase yang berurutan, maksudnya adalah : • Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia menurut MKJI adalah 3,0 detik. • Waktu merah semua pendekat adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam semua pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan. Fungsi dari waktu merah semua adalah memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat sebelum kedatangan kendaraan pertama dari fase berikutnya. Merah semua = dimana : LEV, LAV
LEV + I EV L AV − VEV V AV
: jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk
5 kendaran yang berangkat dan yang datang (m) : panjang kendaraan yang berangkat (m) : kecepatan masing-masing kendaraan yang berangkat dan yang datang (m/det)
Webster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. Pertama ditentukan waktu siklus ©, selanjutnya waktu hijau (gi) pada masingmasing fase (i).
Nilai-nilai untuk VEV, VAV , IEV tergantung komposisi lalu lintas dan kondisi kecepatan pada lokasi. Nilai-nilai untuk sementara bagi kendaraan di Indonesia adalah sebagai berikut : = 10 m/det (kendaraan bermotor) Vav = 10 m/det (kendaraan bermotor) VEv = 3 m/det (kendaraan tak bermotor) = 1,2 m/det ( pejalan kaki ) IEr = 5 m/det (LV dan HV) = 2 m/det (MT dan UM) Waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau. LTI = ∑ ( MERAH SEMUA + KUNING)
Dimana ; c : Waktu siklus sinyal (detik) LTI : Jumlah waktu hilang per siklus (detik) FR : Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S) FRcrit : Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal. Σ(FRcrit) : Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut.
IEV VEV, VAV
c. Waktu Siklus dan Waktu Hijau Waktu siklus sebelum penyesuaian untuk pengendalian waktu tetap dihitung dengan perumusan sebagai berikut : Cua = (1,5 x LTI + 5 ) / ( 1-IFR) dimana : Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (detik) LTI = waktu hilang total persiklus (detik) IFR = rasio arus simpang (FRcrit) Waktu siklus yang lebih rendah dari nilai yang disarankan dapat menyulitkan para pejalan kaki untuk menyeberangi jalan. Siklus yang melebihi 130 detik harus dihindari kecuali pada kasus sangat khusus yaitu dimana terjadi pada persimpangan yang sangat besar, karena hal tersebut mengakibatkan kerugian dalam kapasitas secara keseluruhan. Waktu hijau untuk masing-masing fase dihitung dengan perumusan sebagai berikut : gi = (Cua – LTI) x PRi dimana : gi : tampilan waktu hijau pada fase I (detik) Cua : waktu siklus sebelum penyesuaian LTI : waktu hilang total persiklus PRi : rasio fase Frcrit / ∑ Frcrit Waktu hijau yang lebih pendek dari 10 detik harus dihindari, karena dapat mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyeberang. Waktu siklus yang disesuaikan ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : C = ∑ g + LTI Penentuan waktu sinyal untuk keadaaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metode
a) Waktu siklus
c = (1.5 × LTI + 5) /(1 − ∑ FRcrit )
Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada resiko serius akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaaan rata-rata. Jika nilai Σ(FRcrit) mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif. b) Waktu hijau
g i = (c − LTI ) × FRcrit / ∑ ( FRcrit )) dimana : gi : Tampilan waktu hijau pada fase i (detik) Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan dari rumus diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut. 2.2.7
Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dangan rasio (g/c) pada masing-masing pendekat. Derajat kejenuhan diperoleh sebagai berikut :
DS = 2.3 2.3.1
Q (Qxc ) = C (Sxg )
Model Bangkitan Pergerakan Pendahuluan Tujuan dasar tahap bangkitan pergerakan adalah menghasilkan model hubungan yang mengaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu zona atau jumlah pergerakan yang meninggalakan suatu zona. Zona asal dan tujuan pergerakan biasanya juga menggunakan istilah trip end.
6 Model ini sangat dibutuhkan apabila efek tata guna lahan dan pemilikan pergerakan terhadap besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan berubah sebagai fungsi waktu. Tahapan bangkitan pergerakan ini meramalkan jumlah pergerakan yang akan dilakukan seseorang pada setiap zona asal dengan menggunakan data rinci mengenai tingkat bangkitan pergerakan, atribut sosio ekonomi, serta tata guna lahan. Tahapan ini bertujuan memepelajari dan meramalkan besarnya tingka bangkitan pergerakan dengan memepelajari beberapa variasi hubungan antara ciri pergerakan dengan lingkungan tata guna lahan. Beberapa kajian transportasi berhasil mengidentifikasi korelasi antara besarnya pergerakan dengan berbagai peubah, dan setiap peubah tersebut juga saling berkorelasi. Tahapan ini biasanya menggunakan data berbasis zona untuk memodel besarnya pergerakan yang terjadi (baik bangkitan maupun tarikan), misalnya tata guna lahan, pemilikan kendaraan, populasi, jumlah pekerja, kepadatan penduduk, pendapatan dan juga moda transportasi yang digunakan. Khusus mengenai angkutan barang bangkitan dan tarikan pergerakan diramalkan dengan menggunakan atribut sektor industri dan sektor lain yan terkait. Seperti telah dijelaskan, bangkitan dan tarikan pergerakan biasanya daianalisis berdasarkan zona. Data tata guna lahan (peubah X), data bangkitan pergerakan (P) dan data tarikan pergerakan (A) yang didapat dari hasil survey 2.3.2 Definisi Dasar a. Perjalanan : Pergerakan satu arah dari zona asal ke zona tujuan, termasuk pergerakan berjalan kaki. Berhenti secara kebetulan (misalnya berhenti di perjalan untuk memebeli rokok) tidak dianggap sevagai tujuan perjalanan, meskipun untuk membeli rokok terpaksa dilakukan. Meskipun pergerakan sering diartikan dengan pergerakan pulang pergi, dalam ilmu transportasi biasana analisis keduanya harus dipisahkan. Hal yang dikaji di sini tidak saja mengenai pergerakan kendaraan , tetapi juga kadang- kadang pergerakan berjalan kaki. b. Pergerakan berbasis rumah : Pergerakan yang salah satu atau kedua zona (asal dan atau tujuan) pergerakan tersebut adalah rumah. c. Pergerakan bukan berbasis rumah : Pergerakan yang baik asal maupun tujuan pergerakan adalah bukan rumah. d. Bangkitan pergerakan : Digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan atau tujuan adalah
rumah atau pergerakan yang dibangkitakan oleh pergerakan berbasisi bukan rumah. e. Tarikan pergerakan : Digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan atau tujuan bukan rumah atau pergerakan yang tertarik oleh pergerakan berbasis bukan rumah. f. Tahapan bangkitan pergerakan : Sering digunakan untuk menetapkan besarnya bangkitan pergerakan yang dihasilkan oleh rumah tangga (baik untuk pergerakan berbasis rumah maupun berbasis bukan rumah) pada selang waktu tertentu (per jam atau perhari). 2.3.3 Klasifikasi pergerakan 2.1.3.1 Berdasarkan tujuan pergerakan Pada prakteknya, sering dijumpai bahwa model bangkitan pergerakan yang lebih baik bisa didapatkan dengan memodel secara terpisah pergerakan yang mempunyai tujuan berbeda. Dalam kasus pergerakan berbasis rumah, lima kategori tujuan pergerakan yang sering di gunakan adalah : • Pergerakan ke tempat kerja • Pergerakan ke sekolah atau universitas (pergerakan dengan tujuan pendidikan) • Pergerakan ke tempat belanja • Pergerakan untuk kepentingan sosial dan rekreasi, • Lain-lain. Dua tujuan pergerakan pertama (bekerja dan pendidikan) disebut tujuan pergerakan utama yang merupakan keharusan untuk dilakukan oleh setiap orang setiap hari, sedangkan tujuan pergerakan lain sifatnya hanya pilihan dan tidak rutin dilakukan. Pergerakan berbasis bukan rumah tidak selalu harus dipisahkan karena jumlahnya kecil, hanya sekitar 15 – 20 % dari total pergerakan yang terjadi. 2.1.3.2 Berdasarkan waktu Pergerakan biasanya dikelompokkan menjadi pergerakan pada jam sibuk dan pada jam tidak sibuk. Proporsi pergerakan yang dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan sangat berfluktuasi atau bervariasi sepanjang hari. Pergerakan pada selang jam sibuk pagi hari (biasanya saling bertolak belakang dengan pergerakan pada selang jam sibuk sore hari) terjadi antara jam 07.00 sampai dengan jam 09.00 pagi dan jam tidak sibuk antara jam 10.00 sampai dengan jam 12.00 siang. Beberapa komentar timbul berkaitan pergerakan pada jam sibuk pagi merupakan pergerakan utama yang harus dilakukan setiap hari (untuk bekerja danpendidikan), yang terjadi pada jam tidak sibuk. Jenis permasalahan seperti ini sering terjadi sebelum konsep bangkitan dan tarikan pergerakan menggantikan konsep asal dan tujuan yang tidak secara eksplisit menggambarkan kemampuan
7 aktivitas pergerakan berbasis rumah dan berbasis bukan rumah. 2.1.3.3 Berdasarkan jenis orang Hal ini merupakan salah satu jenis pengelompokkan yang penting karena perilaku pergerakan individu sangat dipengaruhi oleh atribut sosio ekonomi. Atribut yang dimaksud adalah : • Tingkat pendapatan : biasanya terdapat tiga tingkatan pendapatan di Indonesia : tinggi, menengah, rendah. • Tingkat pemilikan kendaraan: biasanya terdapat empat tingkat : 0, 1, 2, atau lebih dari dua (2+) kendaraan per rumah tangga. • Ukuran dan struktur rumah tangga. Hal penting yang harus diamati adalah bahwa jumlah tingkat dapat meningkat pesat dan ini berimplikasi cukup besar bagi kebutuhan akan data, kalibrasi model, dan penggunaannya. 2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Dalam permodelan bangkitan pergerakan, hal yang perlu diperhatikan bukan saja pergerakan manusia, tetapi juga pergerakan barang. a. Bangkitan pergerakan untuk manusia Faktor berikut dipertimbangkan pada beberapa kajian yang telah dilakukan : • Pendapatan • Pemilikan kendaraan • Struktur rumah tangga • Ukuran rumah tangga • Nilai lahan • Kepadatan daerah pemukiman • Aksesibiltas Empat faktor pertama (pendapatan, pemilikan kendaraan, struktur, dan ukuran rumah tangga) telah digunakan pada beberapa kajian bangkitan pergerakan, sedangkan nilai lahan dan kepadatan daerah pemukiman hanya sering dipakai untuk kajian mengenai zona. b. Tarikan pergerakan untuk manusia Faktor yang paling sering digunakan adalah luas lantai untuk kegiatan industri, komersial, perkantoran, pertokoan dan pelayanan lainnya. Faktor lain yang dapat digunakan adalah lapangan kerja. Akhirakhir ini beberapa kajian mulai berusaha memasukkan ukuran aksesibilitas. c. Bangkitan dan tarikan pergerakan untuk barang Pergerakan ini hanya merupakan bagian terkecil dari seluruh pergerakan (20%) yang biasanya terjadi di negara industri. Peubah penting yang mempengaruhi adalah jumlah lapangan kerja, jumlah tempat pemasaran, luasan atap industri tersebut, dan total seluruh daerah yang ada.
2.4
Model Peramalan Peramalan adalah perhitungan nilai besaran suatu fenomena pada tahun ke-n di masa yang akan datang berdasarkan pada data historis n tahun yang lalu. Peramalan dibutuhkan karena pembangunan suatu gedung apapun selalu ditujukan untuk penggunaan selama umur rencana tertentu sehingga harus bisa menampung atau melayani volume beban penggunanya sampai umur rencana tersebut. 2.4.1
Regresi Linier Pertumbuhan lalu lintas dianggap sebanding dengan pertumbuhan kendaraan, artinya peramalan volume lalu lintas dapat diperkirakan dengan pertumbuhan kendaraan. Peramalan pertumbuhan regional mengenai transportasi pada masa yang akan datang sangat dibutuhkan. Penggunaan metode regresi digunakan, karena menghasilkan garis penyimpangan yang dapat ditekan sekecil mungkin sesuai dengan data yang dimiliki. Bentuk umum metode analisis regresi linier adalah sebagai berikut:
y = a + bx
di mana: a = konstanta regresi b = koefisien regresi n = jumlah data pengamatan x = variabel bebas y = variabel tak bebas dengan nilai a dan b sebagai berikut:
Σy − (bΣx) n n(Σxy) − (ΣxΣy) b= n(Σx 2 ) − (Σx) 2
a=
dan koefisien korelasi (r) sebagai berikut:
r=
n(Σxy ) − (ΣxΣy ) n(Σx 2 ) − (Σx) 2 n(Σy 2 ) − (Σy ) 2 (16)
Nilai r dapat bervariasi mulai dari -1 melalui 0 hingga +1. Bila r = 0 atau mendekati 0, maka hubungan antara variabel x dan y sangat lemah atau tidak terdapat hubungan sama sekali, berarti persamaan tidak layak digunakan. Bila r = 1 atau r = -1 berarti hubungan antara x dan y sangat kuat, berarti persamaan dapat digunakan (Dajan, 1986) BAB III METODOLOGI Pelaksanaan Tugas Akhir dengan judul " Analisis Manajemen Lalu Lintas Terhadap Persimpangan Jalan Raya Kletek – Jalan Sawunggaling Akibat
8 Adanya Pusat Perdagangan Agrobisnis (PUSPA AGRO) Jawa Timur" akan di lakukan dengan tahap sebagai berikut: Mulai
Survey pendahuluan Pengumpulan data Analisa kondisi eksisting Peramalan tarikan Puspa Agro tahap II
Analisis kinerja persimpangan sesudah adanya Puspa Agro Tahap II, DS<1 tidak
Manajemen
ya
Peramalan Puspa Agro tahap III
Analisis kinerja persimpangan sesudah adanya Puspa Agro Tahap III, DS<1 tidak ya
Manajemen
Selesai Gambar 3.1 Bagan Alir Metodologi Studi 3.1
Survei Pendahuluan Langkah awal sebelum melakukan studi ini adalah melakukan tinjauan awal terhadap kondisi di wilayah lokasi studi yang dipilih untuk menghindari ketidaksesuaian antara tujuan awal dan pengetahuan penulis terhadap kondisi objek penelitian yang sebenarnya di lapangan. Studi ini dilakukan untuk mengetahui situasi dan kondisi nyata yang terjadi di lokasi studi, agar dapat mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dengan benar. Survey pendahuluan meliputi: 1. Lokasi Puspa Agro merupakan pusat perbelanjaan agro yang terletak di jalan Sawunggaling sebagai jalan akses utama yang akan digunakan masyarakat jika akan menuju ke Puspa Agro.
2. Lokasi yang ditinjau adalah persimpangan antara Jalan Raya Kletek dengan Jalan Sawunggaling. 3.2 Pengumpulan Data. Untuk keperluan analisis, data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder pada tahap ini di lakukan pengumpulan data-data sebagai berikut: • Data primer Untuk data primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan Langsung di lapangan yang terdiri dari data-data: a. Data survei traffic counting pada ruas jalan yang ditinjau, b. Data sinyal traffic light pada lokasi studi. c. Geometrik jalan studi d. Jumlah kendaraan yang keluar-masuk Pasar Induk Osowilangun. • Data sekunder Data sekunder merupakan data yang didapat dari instasi terkait atau badan terkait yaitu dari pihak pengembang dan pengelola Puspa Agro, antara lain: a. Luas efektif pasar b. Data penduduk c. Data PDRB d. Data PDRB per Kapita e. Jumlah kendaraan pada pasar pembanding 3.3
Analisa Kondisi Eksisting Pada tahap ini dilakukan analisa lalu lintas sebelum adanya Puspa Agro dengan mengacu pada data yang diperoleh dari volume lalu lintas. Evaluasi ini nantinya akan memperlihatkan kinerja jalan dan persimpangan pada lokasi studi yang ditinjau pada saat ini (eksisting). 3.4 Peramalan Tarikan Puspa Agro Tahap II (2010) Dengan adanya data baik primer maupun sekunder maka dapat diperkirakan besarnya tarikan kendaraan akibat pembangunan Puspa Agro Tahap II. Peramalan ini diperoleh dengan membandingkan dengan kondisi pasar yang sudah ada. 3.5
Analisa Kinerja Persimpangan Dengan program bantu KAJI maka dapat diketahui bagaimana kinerja persimpangan akibat tarikan Puspa agro Tahap II. Apabila kinerja baik (DS<1) maka tidak diperlukan Manajemen Lalu lintas, akan tetapi apabila kinerja persimpangan buruk (DS≥1) maka diperlukan manajemen lalu lintas sehingga kinerja persimpangan menjadi baik. 3.6 Manajemen Lalu Lintas Tahap ini merupakan tahap pemecahan permasalahan apabila kinerja persimpangan tidak baik. Pengaturan atau rekayasa lalu lintas yang sedemikian rupa yang dapat memberikan hasil
9
3.8
Analisa Kinerja Persimpangan Dengan program bantu KAJI maka dapat diketahui bagaimana kinerja persimpangan akibat tarikan Puspa agro Tahap Akhir. Apabila kinerja baik (DS<1) maka tidak diperlukan Manajemen Lalu lintas, akan tetapi apabila kinerja persimpangan buruk (DS≥1) maka diperlukan manajemen lalu lintas sehingga kinerja persimpangan menjadi baik. 3.9
Manajemen Lalu Lintas Tahap ini merupakan tahap pemecahan permasalahan apabila kinerja persimpangan tidak baik. Pengaturan atau rekayasa lalu lintas yang sedemikian rupa yang dapat memberikan hasil paling optimaldalam mengatasi kinerja persimpangan sehingga kinerja persimpangan menjadi baik. 3.10 Kesimpulan Kesimpulan dari Tugas Akhir ini adalah dapat mengetahui kinerja persimpangan Jalan Raya Kletek – Jalan Sawunggalingpada saat Puspa Agro Selesai dibangun.
termasuk data sekunder adalah data jumlah penduduk, data PDRB, PDRB per Kapita, Luas Efektif Pasar dan lain sebagainya. 4.1 4.1.1
Data Hasil Survey Kondisi Eksisting Geometri Jaringan Jalan Pengambilan data dengan metode pengukuran dilakukan untuk mendapatkan dimensi dan geometri Persimpangan Jl. Raya Kletek – Jalan Sawunggaling. Data ini diperlukan sebagai data masukan yang diperlukan dalam penganalisaan kinerja jaringan jalan menggunakan program bantu Kapasitas Jalan Indonesia (KAJI). Hasil survey geometri dari lokasi yang ditinjau yaitu: Persimpangan Jl. Raya Kletek -Jl. Sawunggaling Jumlah lengan : 3 lengan Tipe persimpangan : Persimpangan bersinyal Jumlah fase : 2 fase Tipe lingkungan : Perumahan penduduk Kelas hambatan samping : medium Jalan Utama Jl. Raya Kletek Barat, Wa = 8.00 m, We = 9.00 m Jl. Raya Kletek Timur, Wa = 8.00 m, We = 10.00 m Jalan Minor Jl. Sawunggaling, Wa = 3.50 m, We = 3.50 m
Jl. Raya Kletek West
BAB IV DATA DAN ANALISIS
Dalam penyelesaian tugas akhir ini digunakan beberapa data yang menunjang didalam analisis nantinya. Ada dua tipe data yang digunakan, yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan di lapangan, sedangkan data sekunder adalah data penunjang yang didapat dari berbagai sumber (dokumen, buku, tugas akhir terdahulu maupun data dari instansi terkait). Adapun yang termasuk dalam data primer adalah data hasil survey traffic counting dan geometri jalan, sedangkan yang
Jl. Raya Kletek East
Jl. Sawunggaling
paling optimaldalam mengatasi kinerja persimpangan sehingga kinerja persimpangan menjadi baik. 3.7 Peramalan Puspa Agro Tahap III (2011) Menurut rencana Puspa agro Tahap Akhir selesai pada akhir tahun 2011. Untuk menghitung kinerja persimpangan pada saat Puspa Agro Tahap Akhir selesai maka kita harus tahu berapa volume lalu lintas pada saat tahun itu dan berapa besar tarikan yang dihasilkan oleh Beroperasinya Puspa Agro Tahap Akhir. Untuk mengetahui pertumbuhan volume lalu lintas dapat dihitung berdasarkan pertumbuhan penduduk, PDRB, PDRB per Kapita. Sedangkan untuk tarikan akibat beroperasinya Puspa Agro kita peroleh dengan membandingkan dengan pasar yang sudah ada.
U
Sumber: Survey lapangan
Gambar 4.1 Persimpangan Jl.Raya Kletek – Jl. Sawunggaling 4.1.2
Survey Traffic Counting Selain data yang diperoleh dari pengukuran dimensi persimpangan dan ruas jalan juga diperlukan data lalu lintas yang melewati persimpangan Jl.Raya Kletek – Jl. Sawunggaling. Pengambilan data lalu lintas dilakukan dengan menempatkan surveyor dibeberapa titik pada
10 beberapa lokasi yang ditinjau. Dalam pelaksanaan survey, waktu yang dipilih adalah waktu puncak pagi (06.00 – 09.00) dan waktu puncak siang (11.00 – 13.00). Waktu puncak sore tidak di lakukan survey karena menurut karakteristik pasar yang sudah ada pada sore hari aktifitas pada pasar sangat minim. Pada form survey traffic counting terdapat kolom jenis dan jumlah kendaraan. Untuk jenis kendaraan yang digunakan, terdapat pilihan sebagai berikut : a. Sepeda motor (MC) b. Mobil Pribadi (LV) c. Kendaraan Umum (LV) d. Pick Up (LV) e. Bus (HV) f. Truck (HV) sehingga diharapkan akan didapat jumlah kendaraan pada jam-jam tersebut. Dari data-data lalu lintas itu maka dapat diketahui kinerja jalan dan persimpangan. Pergerkan lalu lintas pada persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling dapat dilihat pada gambar 4.2. J l. R a y a K le te k W e s t
Jl. Sawunggaling
J l. R a y a K le te k E a s t
U
Gambar 4.2 Arah pergerakan lalu lintas pada simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling Titik 1 : Pergerakan lalu lintas dari Jl. Raya Kletek West menuju Jl. Raya Kletek East (pase I). Titik 2 : Pergerakan lalu lintas dari Jl. Raya Kletek West menuju Jl. Sawunggaling (Pase I). Titik 3 : Pergerakan lalu lintas dari Jl. Raya Kletek East menuju Jl. Raya Kletek West (Pase I). Titik 4 : Pergerakan lalu lintas dari Jl. Raya Kletek East menuju Jl. Sawunggaling (Pase I). Titik 5 : Pergerakan lalu lintas dari Jl. Sawunggaling menuju Jl. Raya Kletek West (Pase II). Titik 6 :Pergerakan lalu lintas dari Jl. Sawunggaling menuju Jl. Raya Kletek East (Pase II).
Dari survey yang dilakukan pada persimpangan Jl.Raya Kletek – Jl. Sawunggaling ini didapatkan data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan tersebut pada waktu puncak pagi dan waktu puncak Siang. Data tersebut direkap dalam tabel 4.1. Tabel 4.1 Data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling tahun 2010 Titik
Sepeda motor
Pribadi
1 2 3 4 5 6
5176 537 4774 1027 354 1234
907 50 961 121 50 196
Kendaraan / Jam Umum Pick up Jam puncak pagi 86 329 6 45 95 359 30 55 8 33 31 71
1 2 3 4 5 6
2597 242 2137 370 160 588
671 16 650 52 40 67
Jam puncak Siang 78 2 73 22 8 23
400 13 413 45 47 56
Truck
Bus
266 27 225 42 28 43
80 0 64 0 0 0
231 9 236 41 40 59
70 0 60 0 0 0
Sedangkan pada program bantu KAJI kendaraan dikelompokkan dalam kendaraan ringan (LV), kendaraan berat (HV), dan sepeda motor (MC). Maka dari itu data tabel 4.1 diatas akan di kelompokkan dalam format yang ada pada program bantu KAJI. Kendaraan pribadi, umum dan pick up akan dikelompokkan dalam kendaraan ringan (LV), truk dan bus dikelompokkan dalam kendaraan berat (HV), sedangkan sepeda motor dalam motor cicle (MC) dengan nilai emp = 0,4 pada Jalan Raya Kletek karena terjadi konflik lalu lintas dengan arus berlawanan, dan emp = 0,2 pada Jalan Sawunggaling karena tidak terjadi konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan. Tabel 4.2 Data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling Kendaraan / Jam MC LV HV Jam puncak pagi 1 5176 1322 346 2 537 101 27 3 4774 1415 289 4 1027 206 42 5 354 91 28 6 1234 298 43 Jam puncak Siang 1 2597 1149 301 2 242 31 9 3 2137 1136 296 4 370 119 41 5 160 95 40 6 588 146 59 Sumber : Survey Traffic Counting Titik
11
Data yang ada pada tabel 4.1 nantinya akan dimasukkan ke dalam program bantu KAJI sehingga dapat diketahui DS persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling eksisting (2010).
sedangkan output perhitungan program bantu KAJI dapat di lihat pada lampiran 5 Tabel 4.3 Hasil perhitungan kondisi eksisting persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling Arah
4.2
Analisis Lalu LintasKondisi Eksisting Analisis Persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling kondisi eksisting akan menggunakan program bantu KAJI dalam pengerjaannya untuk mempermudah dalam mencari Degree of Saturation (DS). Dari DS yang didapatkan dapat diketahui kinerja persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling. Kalau hasil DS <1 berarti persimpangan tersebut masih dapat melayani volume lalu lintas yang berlangsung. Sedangkan apabila hasil DS ≥1 maka harus diadakan manajemen lalu lintas pada persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling. Data lalu lintas persimpangan IG kondisi eksisting akan menggunakan tabel 4.1.
Pendek at
Jl. Sawunggaling
Jl. R a ya K le tek E a st
U
Gambar 4.3. Pergerakan lalu lintas Fase I ( g = 60s, ig = 5s) pada simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling
J l. R a y a K le te k W e s t
Jl. Sawunggaling
J l. R a y a K le te k E a s t
U
Gambar 4.4 Pergerakan lalu lintas Fase II ( g = 30s, ig = 5s) pada simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling Hasil perhitungan Analisis lalu lintas kondisi eksisting dapat di lihat pada Tabel 4.3,
Volum e
Kapasita s
(Q)
(C)
DS
Puncak Pagi (F1=60; F2=30) 1.13 8 3.71 9
Selatan
(SL) Jl. Sawunggaling
799
702
Timur
(ES) Jl. Raya Kletek East lurus
3700
995
Timur
(EL) Jl. Raya Kletek Eastbelok kiri
0
0
0
4193
2417
1.73 5
Barat
(WR) Jl. Raya Kletek West Puncak Siang (F1=60; F2=30)
0.76 8 1.16 8
Selatan
(SL) Jl. Sawunggaling
519
676
Timur
(ES) Jl. Raya Kletek East lurus
2376
2034
Timur
(EL) Jl. Raya Kletek Eastbelok kiri
0
0
0
2545
1.05 8
Barat
Jl. R aya K le tek W e st
Kode Pendekat
(WR) Jl. Raya Kletek West
2719
Dari hasil perhitungan KAJI ternyata ada yang nilai Derajat Kejenuhan DS > 1 jadi dengan demikian Persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling memerlukan manajemen lalu lintas. Akan tetapi managemen lalu lintas akan dilakukan setelah terjadi pembebanan akibat bangkitan dari Puspa Agro Tahap II. 4.3
Analisis Peramalan Lalu Lintas dengan Adanya Pembangunan PUSPA AGRO Tahap II. 4.3.1 Bangkitan Perjalanan Setelah dioperasikannya Puspa Agro maka akan mengakibatkan bangkitan pada daerah di sekitarnya. Dengan munculnya bangkitan perjalanan tersebut tentunya volume lalu lintas yang ada sebelum beroperasinya Puspa Agro akan mengalami peningkatan dan selanjutnya menjadi beban lalu lintas pada persimpangan di wilayah studi. Model yang digunakan sebagai penentu besarnya bangkitan Pasar Induk Agrobisnis (Puspa Agro) adalah dengan metode perbandingan dari Pasar Mangga Dua Surabaya, Pasar Keputran, Pasar Peneleh (data didapat dari Tugas Akhir Manajemen Lalu Lintas Akibat Pasar Induk Osowilangun (PIOS) oleh Narko Kurniawan) dan Pasar Induk Osowilangun. Untuk menghitung bangkitan perjalanan akibat Puspa Agro adalah dengan mengumpulkan data kendaraan yang menuju dan meninggalkan pasar pembanding serta luas efektif pasar. Sebagai mana Tabel 4.4 dan table 4.5.
12 Table 4.4 Besarnya bangkitan berdasarkan data kendaraan dan luas efektif pasar Nama Pasar Mangga Dua Surabaya Keputran Surabaya Peneleh Surabaya
Luas Efektif (m²) 7500
Bangkitan (smp/jam) 201
8500 1300
151 32
Perbandingan Kendaraan dan luas efektif 400 200 0 0
Sumber : Kurniawan, 2010 Tabel 4.5
Data Kendaraan yang masuk dan keluar Pasar Induk Osowilangun (PIOS) (Luas efektif 12719 m²)
Kendaraan Keluar LV (Kend/jam) Pribadi
Pick Up
5 9 8 17 15 26 24 13 8
Kendaraan Masuk
MC Truck Total (kend/jam) (kend/jam) smp/jam
2 6 18 27 18 22 5 8 3
12 14 27 26 34 182 124 86 113
0 2 1 16 11 6 8 2 3
13 25 41 81 67 148 103 67 72
LV (Kend/jam) Pribadi
24 38 13 24 13 3 2 3 1
MC Pick Up kend/jam
9 20 36 24 15 8 1 0 0
54 62 57 176 126 43 34 15 54
Truck kend/jam
1 14 12 19 3 0 1 0 0
Total smp/jam
62 110 96 165 96 33 22 11 28
Sumber : hasil survey Dari tabel 4.5. dapat diketahui jumlah maksimum kendaraan masuk/keluar PIOS. Kendaraan masuk maksimum/jam terjadi pada pukul 00.00-01.00 yaitu sebesar 165 smp/jam, dan kendaraan keluar terjadi pada pukul 02.00-03.00 yaitu sebesar 148 smp/jam. Dalam hal ini kondisi dari PIOS saat dilakukan survey kendaraan yang masuk/keluar PIOS saat itu PIOS baru terisi sekitar 35% dari kapasitas PIOS yang ada (sumber : bagian pemasaran PIOS). Rekapitulasi besarnya bangkitan berdasarkan data kendaraan dan luas efektif dari ke empat pasar tersebut adalah sebagai berikut:
2000
4000
6000
8000
10000
Grafik 4.1 Perbandingan kendaraan dan luas efektif Dari persamaan grafik 4.1 diatas kita dapat memprediksi besarnya bangkitan akibat Puspa Agro Tahap II sebagai berikut: Table 4.7 Luas Efektif Puspa Agro Tahap
Luas Efektif (m²) 8160 14820
Tahap II Tahap III
Sumber : pemasaran Puspa Agro Besarnya bangkitan adalah tahap II Y = 0.016 X + 47.78 Y = 0.016 × 8160 + 47.78 Y = 179 smp/jam Besarnya bangkitan tahap III Y = 0.016 × 14820 + 47.78 Y = 285 smp/jam 4.3.2
Pembebanan Kawasan Tahapan ini merupakan kombinasi pembebanan dari volume lalu lintas hasil dari bangkitan dan volume lalu lintas eksisting. Hasil dari pembebanan ini nantinya akan digunakan untuk menghitung kinerja persimpangan yang ditinjau. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 4.5.
J l. R a y a K le t e k W e s t J l. R a y a K le t e k E a s t
Table 4.6
Besarnya bangkitan berdasarkan data kendaraan dan luas efektif pasar
Nama Pasar Mangga Dua Surabaya Keputran Surabaya
Peneleh Surabaya PIOS
Luas Efektif (m²) 100% × 7500 100% × 8500 100% × 1300 35% × 12719
Bangkitan (smp/jam) 201
151
Jl. Sawunggaling
Waktu
21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-24.00 00.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00
y = 0.016x + 47.78 R² = 0.6
U
32 165
Untuk mengetahui besarnya bangkitan Puspa Agro Tahap II maka kita prediksi dengan persamaan linier yang ditampilkan dalam bentuk grafik 4.1.
Gambar 4.5 Arah pergerakan yang menuju dan meninggalkan Puspa Agro 4.3.2.1 Perhitungan pembebanan akibat tarikan Puspa Agro tahap II Dari data yang diperoleh dari survey wawancara 50 orang pengunjung Puspa Agro diketahui jumlah pengunjung yang melewati persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling dengan yang tidak memiliki perbandingan 74%
13
4.3.2.1
Perhitungan pembebanan akibat bangkitan Puspa Agro tahap II Dari gambar 4.5 dapat dilihat arus lalu lintas yang terkena pembebanan akibat Puspa Agro adalah Arus no 5 dan arus no 6. 1. Pembebanan lalu lintas pergerakan 5 Puncak pagi Besarnya pembebanan = 28% × 179 smp/jam = 51 smp/jam Puncak Siang Besarnya pembebanan = 28% × 179 smp/jam = 51 smp/jam 2. Pembebanan lalu lintas pergerakan 6 Puncak pagi Besarnya pembebanan = 46% × 179 smp/jam = 81 smp/jam Puncak Siang Besarnya pembebanan = 46% × 179 smp/jam = 81 smp/jam Dari hasil pembebanan akibat Puspa Agro tahap II diatas volume lalu lintas pada persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling dapat di tabelkan seperti tabel 4.9 di bawah ini:
Tabel 4.9 Data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan setelah Puspa Agro tahap II beroperasi Titik
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Kendaraan / Jam MC LV HV Jam puncak pagi 5176 1322 346 537 152 27 4774 1415 289 1027 287 42 354 142 28 1234 379 43 Jam puncak Siang 2597 1149 301 242 82 9 2137 1136 296 370 200 41 160 146 40 588 227 59
4.4
Analisis Simpang setelah beroperasinya Puspa Agro tahap II Analisis simpang setelah beroperasinya Puspa Agro dihitung menggunakan program bantu KAJI. Pergerakan kendaraan pada persimpangan setelah Puspa Agro tahap II beroperasi adalah seperti gambar 4.6 dan 4.7. Hasil perhitungan ditabelkan pada tabel 4.10 (perhitungan kaji ada pada lampiran)
Jl. Raya Kletek West
Jl. Raya Kletek East
Jl. Sawunggaling
lewat persimpangan (46% dari timur dan 28% dari barat) dan 26% tidak melewati persimpangan. Tabel 4.8 Rekapitulasi Survey Wawancara SURVEY PENGUNJUNG RUTE LEWAT PERSIMPANGAN TIDAK BARAT TIMUR JUMLAH 14 23 13 Sumber : Hasil Survey Wawancara Dari gambar 4.5 dapat dilihat arus lalu lintas yang terkena pembebanan akibat Puspa Agro adalah Arus no 2 dan arus no 4. Yang nantinya hasil dari perhitungan ini akan dibebankan pada LV karena memiliki satuan yang sama. 1. Pembebanan lalu lintas pergerakan 2 Besarnya pembebanan = 28% × 179 smp/jam = 51 smp/jam 2. Pembebanan lalu lintas pergerakan 4 Puncak pagi Besarnya pembebanan = 46% × 179 smp/jam = 81 smp/jam Puncak Siang Besarnya pembebanan = 46% × 179 smp/jam = 81 smp/jam
U
Gambar 4.6 Pergerakan lalu lintas Fase I ( g = 60s, ig = 5s) pada simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling
14
Jl. Sawunggaling
J l. R a y a K le te k E a s t
Jl. Raya Kletek East Jl. Raya Kletek West
U
Gambar 4.7 Pergerakan lalu lintas Fase II ( g = 30s, ig = 5s) pada simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling Tabel 4.10 Analisis simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggalimg setelah Puspa Agro Tahap II beroperasi Volume Arah Kode Pendekat Pendekat
Kapasitas
Q
C
smp
smp
Gambar 4.8 Perubahan arus persimpangan akibat manajemen lalu lintas Tabel 4.11. Arus kendaraan pada persimpangan Titik
Derajat Tingkat KejenuhPelayanan an DS
LOS
1 2 3 4 5 6
PUNCAK PAGI (F1=60, F2=30) Selatan
(SL) Jl. Sawunggaling
931
696
1.338
Timur
(ES) Jl. Raya Kletek East lurus
3700
821
4.507
Timur
(EL) Jl. Raya Kletek East belok kiri
0
0
0
Barat
(WR) Jl. Raya Kletek West
4244
2417
1.756
F
1 2 3 4 5 6
PUNCAK SIANG (F1=60, F2=30) Selatan
(SL) Jl. Sawunggaling
651
674
0.966
Timur
(ES) Jl. Raya Kletek East lurus
2376
1790
1.327
Timur
(EL) Jl. Raya Kletek East belok kiri
0
0
0
Barat
(WR) Jl. Raya Kletek West
2770
2479
1.117
F
Dari tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa persimpangan pada Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling mengalami kemacetan. Karena persimpangan mengalami kemacetan maka diperlukan managemen lalu lintas supaya persimpangan tersebut dapat berfungsi dengan baik.
U
Jl. Sawunggaling
J l. R a y a K le te k W e s t
West dialihkan melalui U-Turn yang terletak di sebelah timur persimpangan. Dengan demikian pada persimpangan tersebut memiliki tipe pendekat terlindung pada semua ruas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.8 dan untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.11.
Kendaraan / Jam MC LV HV Jam puncak pagi 5176 1322 346 537 152 27 4774 1415 289 1027 287 42 354 142 28 1234 379 43 Jam puncak Siang 2597 1149 301 242 82 9 2137 1136 296 370 200 41 160 146 40 588 227 59
TOTAL smp/jam 2807 295 2746 547 249 682 2060 142 1948 327 230 421
Tabel 4.12. Hasil manajemen I simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggalimg setelah Puspa Agro II beroperasi Arah Kode Pendekat Pendekat
Derajat Juml. Panjang Tundaan Tundaan Tingkat Volume Kapasitas KejenuhKend. Antri Antrian Total Rata-rata Pelayanan an Q
C
smp
smp
DS
(NQ)
(QL)
(DxQ)
smp
meter
det
det/smp
LOS
PUNCAK PAGI (F1=60, F2=30)
4.5
Manajemen lalu lintas setelah beroperasinya Puspa Agro tahap II Seperti diketahui bahwa dengan beroperasinya Puspa Agro Tahap II persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling mengalami kemacetan. Untuk itu diperlukan manajemen lalu lintas. 4.5.1. Manajemen I Manajemen I ini berupa pelarangan belok kiri langsung dari arah Jalan Raya Kletek East dan kendaraan belok kanan dari arah Jalan Raya Kletek
Selatan Timur Barat
(S) Jl. Sawunggaling (RKES) Jl. Raya Kletek East (RKW) Jl. Raya Kletek West
931
696
1.338
150.17
1194
619350
665.2
3588
2689
1.334
651.91
1812
2629427
649.2
2807
2794
1.005
108.52
336
176265
62.79
F
PUNCAK SIANG (F1=60, F2=30) (S) Jl. Selatan Sawunggaling Timur Barat
(RKES) Jl. Raya Kletek East (RKW) Jl. Raya Kletek West
651
674
0.966
25.86
206
53004
81.42
2417
2707
0.893
61.42
170
61609
25.49
2202
2794
0.788
47.77
147
43450
19.73
D
15 Pengalihan arus belok kanan ke U-Turn yang berjarak 483 meter sebelah timur persimpangan mengakibatkan terjadinya weaving. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.9 dan untuk hasil perhitungannya pada tabel 4.12 Jl. Raya Kletek East
Jl. Raya Kletek West
Jl. Sawunggaling
U
perubahan pada pendekat simpang, serta pelebaran pada Jalan Raya Kletek sebelah selatan sebanyak 2 meter. 2. Perubahan waktu siklus fase 2 dari 30 detik dikurangi menjadi 20 detik. 3. Pemberlakuan belok kiri langsung pada ruas Jalan Raya Kletek East maupun Jalan Sawunggaling, dengan lebar pendekat 3 meter. 4. Arus belok kanan dari Jalan Raya Kletek West dialihkan pada U-Turn di sebelah timur persimpangan. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.13 dan tabel 4.14. sedangkan perhitungan menggunakan program bantu kaji dapat dilihat pada lampiran.
Gambar 4.9 Weaving akibat pengalihan arus manajemen I Tabel 4.13 Hasil perhitungan akibat weaving Arah
Volume
Kapasitas
(Q)
(C)
2891
4119
0,70
1921
4028
0.48
Kode Pendekat Pendekat
JALANRAYAKLETEK
DS
Weav 1
(A-C) Jl. Raya Kletek
Weav 2
(D-B) U-turn ke Jl. Sawunggaling
N-weav 1
(A-B) Jl. Raya Kletek ke Jl. Sawunggaling
N-weav 2
(D-C) U-turn ke Jl. Raya Kletek
JALAN SAWUNGGALING
Puncak Pagi
Puncak siang
Weav 1
(A-C) Jl. Raya Kletek
Weav 2
(D-B) U-turn ke Jl. Sawunggaling
N-weav 1 N-weav 2
(A-B) Jl. Raya Kletek ke Jl. Sawunggaling (D-C) U-turn ke Jl. Raya Kletek
Dengan melakukan manajemen seperti diatas persimpangan Jalan Raya Kletek – Jalan Sawunggaling tetap mengalami kemacetan, maka dari itu diperlukan manajen dengan merubah faktor yang lainnya.
Gambar 4.10. Perubahan dimensi persimpangan akibat manajemen lalu lintas Volume arus lalu lintas persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling pada saat Puspa Agro Tahap I telah beroperasi untuk manajemen II adalah sebagai berikut: JALAN RAYA KLETEK
Manajemen II Melihat perhitungan dari manajemen I diatas, kemacetan terjadi pada kedua fase, dengan demikian tidak bisa di manajemen menggunakan perubahan siklus fase. Karena apabila salah satu dikurangi lama waktu hijaunya maka akan terjadi kemacetan. Begitu juga bila lama waktu hijau ditambah maka cycle time mengalami peningkatan, sehingga panjang antrian pada ruas yang lain akan bertambah pula. Maka dari itu kemungkinan manajemen berupa pelebaran jalan, dengan pelebaran jalan pada ruas Jalan Sawunggaling dan perubahan waktu siklus. Perubahan itu berupa: 1. Jalan Sawunggaling yang merupakan jalan dengan tipe 2/2UD dengan lebar tiap lajur 3,5 meter sekarang menjadi 4/2D dengan lebar tiap arah 7 meter dengan sedikit
JALAN SAWUNGGALING
4.5.2
Gambar 4.11. Pergerakan lalu lintas Fase I ( g = 72s, ig = 5s) pada simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling
16
Jl. Raya Kletek East
JALAN RAYA KLETEK
Jl. Raya Kletek West
JALAN SAWUNGGALING
Jl. Sawunggaling
U
Gambar 4.13 Weaving akibat pengalihan arus manajemen II
Gambar 4.12. Pergerakan lalu lintas Fase II ( g = 30s, ig = 5s) pada simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling Tabel 4.14. Hasil manajemen II simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggalimg setelah Puspa Agro II beroperasi Arah Pendek Kode Pendekat at
Deraj Panja Tunda Tunda Tingkat Juml. an ng VolumKapasi at an Pelaya e tas Kejen Kend. Antri Antria RataTotal nan uh-an n rata Q
C
smp
smp
DS
(NQ)
(QL) (DxQ)
smp
meter
det
Selatan
(SR) Jl. Sawunggaling – Jl. 682 Raya Kletek East
0
0
0.000
0.00
0
905
0.754
16.95
69
2746 3104 0.885
59.06
182 52405 19.08
Timur
(ES) Jl. Raya Kletek East
Timur
(EL) Jl. Raya Kletek East – Jl Sawunggaling
0.000
0.00
Barat
(WR) Jl. Raya Kletek West 3102 3492 0.888
66.81
0
0
0
0
6.00
27938 40.97
0
207 58582 18.89
(F1=60, F2=20) 0
0.000
0.00
0
0.465
9.13
37
14651 34.80
1948 3104 0.628
28.25
87
21588 11.08
Timur
(ES) Jl. Raya Kletek East
Timur
(EL) Jl. Raya Kletek East – Jl Sawunggaling
0.000
0.00
0
Barat
(WR) Jl. Raya Kletek West 2202 3492 0.631
32.01
98
0
0
0
0
Pendekat
(Q)
(C)
2891
4119
0,70
1921
4028
0.48
DS
Puncak Pagi
Weav 1
(A-C) Jl. Raya Kletek
Weav 2
(D-B) U-turn ke Jl. Sawunggaling
N-weav 1
(A-B) Jl. Raya Kletek ke Jl. Sawunggaling
N-weav 2
(D-C) U-turn ke Jl. Raya Kletek Puncak siang
Weav 1
(A-C) Jl. Raya Kletek
Weav 2
(D-B) U-turn ke Jl. Sawunggaling
N-weav 1
(A-B) Jl. Raya Kletek ke Jl. Sawunggaling
N-weav 2
(D-C) U-turn ke Jl. Raya Kletek
Dari tabel 4.14 dan tabel 4.15 diatas dapat diketahui bahwa persimpangan pada Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling setelah mengalami manejemen berupa pelebaran dan perubahan siklus sekarang memiliki nilai DS < 1, yang berarti persimpangan tersebut belum mengalami kemacetan.
6.00
905
Kapasitas
C
PUNCAK SIANG
(SL) Jl. Sawunggaling – Jl. 0 Selatan Raya Kletek West (SR) Jl. Sawunggaling – Jl. 421 Selatan Raya Kletek East
Volume Kode Pendekat
det/s mp
(F1=60, F2=20) (SL) Jl. Sawunggaling – Jl. Raya Kletek West
Arah
LOS
PUNCAK PAGI
Selatan
Tabel 4.15 Hasil perhitungan akibat weaving
6.00
B
6.00
24407 11.00
Pengalihan arus belok kanan ke U-Turn yang berjarak 483 meter sebelah timur persimpangan mengakibatkan terjadinya weaving. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.13 dan untuk hasil perhitungannya pada tabel 4.14
4.6
Analisis Peramalan Lalu Lintas dengan Adanya Pembangunan PUSPA AGRO Tahap III 4.6.1 Pertumbuhan Kendaraan Faktor sosial dan ekonomi serta tata guna lahan pada lokasi studi dalam tahun sekarang maupun yang akan datang, akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan lalu lintas pada tahun rencana. Penentuan faktor pertumbuhan lalu lintas untuk tiap – tiap kendaraan diasumsikan sama dengan pertumbuhan jumlah penduduk, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Pendapatan Domestik Regional Bruto Perkapita ( PDRBP). Pertumbuhan kendaraan jenis bus dan angkutan umum diasumsikan ekivalen dengan pertumbuhan jumlah penduduk, karena fungsi dari bus dan angkutan ialah memindahkan penduduk dari satu tempat ke tempat lain, sehingga apabila jumlah
17 penduduk meningkat maka jumlah bus dan angkutan umum juga akan bertambah banyak. Pertumbuhan kendaraan jenis truk diasumsikan ekivalen dengan pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), karena PDRB mencerminkan tingkat perekonomian suatu daerah. Apabila suatu daerah mempunyai tingkat perekonomian yang tinggi maka produksi yang dihasilkan oleh daerah tersebut juga akan tinggi, sehingga untuk mengangkut hasil – hasil produksinya diperlukan sarana pengangkutan yaitu dengan menggunakan truk. Maka dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tingi tingkat perekonomian suatu daerah akan semakin banyak diperlukan truk untuk mengangkut hasil – hasil produksi menuju daerah pemasaran. Pertumbuhan Kendaraan jenis kendaraan pribadi diekivalenkan sama dengan pertumbuhan Pendapatan domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita, karena PDRBP ini mencerminkan pendapatan rata – rata perorangan pada suatu daerah. Tingginya tingkat perekonomian seseorang menunjukkan kamampuan orang tersebut untuk membeli kendaraan pribadi atau kendaraan penumpang. Pada persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling ini menggunakan data Propinsi Jawa Timur, hal ini dikarenakan Jl. Raya Kletek merupakan jalan Propinsi dan juga Puspa Agro direncanakan sebagai pasar induk Propinsi Jawa Timur. Sehingga pengunjungnya tidak berasal dari Surabaya ataupun Sidoarjo saja. 4.6.1.1 Pertumbuhan Kendaraan Pribadi Untuk mengetahui volume lalu lintas yang akan melewati persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling di masa yang akan datang, maka perlu dilakukan peramalan (forecasting) terlebih dahulu. Untuk melakukan peramalan pertumbuhan kendaraan pribadi digunakan regresi linier (liniar regression). Peramalan pertumbuhan kendaraan pribadi dipengaruhi oleh pertumbuhan PDRBP. Contoh Perhitungan Dengan Menggunakan Excel adalah sebagai Berikut: Tabel 4.16. PDRBP Jawa Timur Tahun PDRB Per Kapita 2002 302114.7 2003 342382.3 2004 384558.5 2005 427158.8 2006 503305.6 Sumber : BPS Jatim
PDRBP 600000 y = 48,715.83x - 97,234,619.34 R² = 0.98
500000 400000 300000 200000 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Grafik 4.2. Pertumbuhan PDRBP Dari persamaan hasil regresi linier diatas yaitu: Y = 48.715,83X – 97.234.619,34 maka pertumbuhan PDRBP pada tahun rencana akan diperoleh seperti tabel 4.13. Tabel 4.17. PDRBP Jawa Timur Tahun rencana Tahun PDRB Per Kapita 2010 684198.96 2011 732914.79 Pertumbuhan PDRBP tahun 2010 ke 2011 sebesar X = (732914,79-684198,96)/ 732914,79 = 0.07 Jadi pertumbuhan kendaraan pribadi sebesar 0,07 4.6.1.2 Pertumbuhan Kendaraan Umum Peramalan pertumbuhan kendaraan umum dipengaruhi oleh pertumbuhan PDRB. Contoh Perhitungan Dengan Menggunakan Excel adalah sebagai Berikut: Tabel 4.18. Penduduk Jawa Timur Tahun Penduduk 1971 25516999 1980 29188852 1990 32503991 1995 33844002 2000 34783640 2010 37476011 Sumber : BPS Jatim
Penduduk 40000000 35000000 30000000 25000000
y = 302,603.71x - 570,265,067.12 R² = 0.99
20000000 1960 1970 1980 1990 2000 2010 2020
Grafik 4.3. Pertumbuhan Penduduk
18 Dari persamaan hasil regresi linier diatas yaitu: Y = 302.603,71X – 570.265.067,12 maka pertumbuhan Penduduk pada tahun rencana akan diperoleh seperti tabel 4.15. Tabel 4.19 Penduduk Jawa Timur Tahun rencana Tahun Penduduk 2010 37476011 2011 38270994 Pertumbuhan Penduduk tahun 2010 ke 2011 sebesar X = (38270994-37476011)/ 38270994 = 0.02 Jadi pertumbuhan kendaraan umum sebesar 0,02 4.6.1.3 Pertumbuhan Kendaraan Angkutan Barang Peramalan pertumbuhan kendaraan angkutan barang dipengaruhi oleh pertumbuhan PDRB. Contoh Perhitungan Dengan Menggunakan Excel adalah sebagai Berikut: Tabel 4.20 PDRB Jawa Timur Tahun PDRB 2004 341065251 2005 403392351 2006 470627494 2007 534919333 2008 621581955 Sumber : BPS Jatim 800000000
PDRB
600000000 400000000 y = 69,256,038.99x 138,453,296,937.00 0 R² = 1.00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
200000000
Grafik 4.4. Pertumbuhan PDRB Dari persamaan hasil regresi linier diatas yaitu: Y = 69.256.038,99X – 138.453.296.937,19 maka pertumbuhan PDRB pada tahun rencana akan diperoleh seperti tabel 4.18. Tabel 4.21 PDRB Jawa Timur Tahun rencana Tahun PDRB 2010 751341433 2011 820597472 Pertumbuhan PDRB tahun 2010 ke 2011 sebesar X = (820597472-751341433)/820597472 = 0.08 Jadi pertumbuhan kendaraan angkutan barang sebesar 0,08
4.5.1.4 Pertumbuhan Kendaraan Tahun 2011 Dari faktor pertumbuhan yang diperoleh pada perhitungan di atas maka akan dapat diketahui besarnya volume lalu lintas pada tahun 2011. Contoh perhitungan volume lalu lintas tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 4.22 Data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling tahun 2010 Titik
Sepeda motor
1 2 3 4 5 6
5176 537 4774 1027 354 1234
1 2 3 4 5 6
2597 242 2137 370 160 588
Kendaraan / Jam Pick Pribadi Umum up Jam puncak pagi 907 86 329 50 6 45 961 95 359 121 30 55 50 8 33 196 31 71
Jam puncak Siang 671 78 16 2 650 73 52 22 40 8 67 23
400 13 413 45 47 56
Truck
Bus
262 27 225 42 28 43
80 0 64 0 0 0
231 9 236 41 40 59
70 0 60 0 0 0
Sumber : hasil survey Volume sepeda motor pada titik 1 jam puncak pagi pada tahun 2010 adalah sebesar 5176 sedangkan sepeda motor termasuk dalam kendaraan pribadi sehingga faktor pertumbuhannya sebesar 0,07 atau sebesar 7%. Jadi jumlah sepeda motor pada titik 1 jam puncak pagi pada tahun 2011 sebesar: Jumlah pada tahun rencanan = jumlah sekarang ditambah dengan jumlah sekarang dikalikan dengan faktor pertumbuhan, mak diperoleh sebagai berikut 5176 + (5176×0,07) = 5539 kendaraan/jam Untuk mengetahui volume lalu lintas keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.20. Tabel 4.23 Data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling tahun 2011 Kendaraan / Jam
Titik
MC
1 2 3 4 5 6
5538 575 5108 1099 379 1320
Pribadi
970 54 1028 129 54 210
Umum Pick up Jam puncak pagi
88 355 6 49 97 388 31 59 8 36 32 77 Jam puncak Siang 1 2779 718 80 432 2 259 17 2 14 3 2287 696 74 446 4 396 56 22 49 5 171 43 8 51 6 629 72 23 60 Sumber : hasil analisis
TOTAL
Truck
Bus
smp
287 29 243 45 30 46
82 0 65 0 0 0
2986 260 2935 498 212 642
249 10 255 44 43 64
71 0 61 0 0 0
2203 98 2084 263 192 364
19 4.6.2
Pembebanan Kawasan Tahapan ini merupakan kombinasi pembebanan dari volume lalu lintas hasil dari bangkitan dan volume lalu lintas rencana tahun 2011.
Jl. Raya Kletek W est
Jl. Raya Kletek East
Jl. Sawunggaling
U
Gambar 4.14. Arah pergerakan kendaraan pada persimpangan yang terpengaruh oleh Puspa Agro 4.6.2.1. Perhitungan pembebanan akibat tarikan Puspa Agro Dari gambar 4.14. dapat dilihat arus lalu lintas yang terkena pembebanan akibat tarikan Puspa Agro adalah Arus no 2 dan arus no 4. 3. Pembebanan lalu lintas pergerakan 2 Puncak pagi Besarnya pembebanan = 28% × 285 smp/jam = 80 smp/jam Arus lalu lintas = 260 + 80 = 340 smp/jam Puncak Siang Besarnya pembebanan = 28% × 285 smp/jam = 80 smp/jam Arus lalu lintas = 98 + 80 = 178 smp/jam 4. Pembebanan lalu lintas pergerakan 4 Puncak pagi Besarnya pembebanan = 46% × 285 smp/jam = 132 smp/jam Arus lalu lintas = 498 + 132 = 630 smp/jam Puncak Siang Besarnya pembebanan = 46% × 285 smp/jam = 132 smp/jam Arus lalu lintas = 263 + 132 = 395 smp/jam 4.6.2.2. Perhitungan pembebanan akibat bangkitan Puspa Agro tahap III Dari gambar 4.14. dapat dilihat arus lalu lintas yang terkena pembebanan akibat bangkitan Puspa Agro adalah Arus no 5 dan arus no 6. 1. Pembebanan lalu lintas pergerakan 5 Puncak pagi Besarnya pembebanan = 28% × 285 smp/jam = 80 smp/jam
Arus lalu lintas
= 212 + 80 = 292 smp/jam
Puncak Siang Besarnya pembebanan
= 28% × 285 smp/jam = 80 smp/jam Arus lalu lintas = 192 + 80 = 272 smp/jam 2. Pembebanan lalu lintas pergerakan 6 Puncak pagi Besarnya pembebanan = 46% × 285 smp/jam = 132 smp/jam Arus lalu lintas = 642 + 132 = 774 smp/jam Puncak Siang Besarnya pembebanan = 46% × 285 smp/jam = 132 smp/jam Arus lalu lintas = 364 + 132 = 496 smp/jam Dari hasil pembebanan akibat Puspa Agro tahap II diatas volume lalu lintas pada persimpangan Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling dapat di tabelkan seperti tabel 4.24. Tabel 4.24. Data jumlah kendaraan yang melintasi persimpangan setelah Puspa Agro tahap III beroperasi Titik
Total smp/jam Puncak Pagi
1 2 3 4 5 6
2986 340 2935 630 292 774 Puncak Siang
1 2 3 4 5 6
4.7.
2203 148 2084 395 272 496
Analisis Simpang setelah beroperasinya Puspa Agro tahap III Analisis simpang setelah beroperasinya Puspa Agro dihitung menggunakan program bantu KAJI. Pola pergerakan dan fase persimpangan dapat dilihat pada gambar 4.15. dan 4.16 dan wwaving pada gambar 4.17. Hasil perhitungan ditabelkan pada tabel 4.25 dan 4.26. (perhitungan kaji ada pada lampiran 9)
20
J A L A N R A Y A K L ET E K
persimpangan mengakibatkan terjadinya weaving. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.17 dan untuk hasil perhitungannya pada tabel 4.12
Jl. Raya Kletek East JALAN SAWUNGGALING
Jl. Raya Kletek West
Jl. Sawunggaling
U
Gambar 4.15. Pergerakan lalu lintas Fase I ( g = 75s, ig = 5s) pada simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling
Gambar 4.17 Weaving akibat pengalihan arus JA L A N R A Y A K L ETE K
Tabel 4.26 Hasil perhitungan akibat weaving Arah Pendekat
Kode Pendekat
Volume (Q)
Kapasitas (C)
DS
3145
4126
0.76
2116
4117
0.51
JALAN SAWUNGGALING
Puncak Pagi
Tabel 4.25 Analisis simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggalimg setelah Puspa Agro tahap III beroperasi Arah Kode Pendekat Pendekat
Kapasit Derajat as Kejenuhan
Q
C
smp
smp
DS
(A-C) Jl. Raya Kletek
Weav 2 N-weav 1
(D-B) U-turn ke Jl. Sawunggaling (A-B) Jl. Raya Kletek ke Jl. Sawunggaling
N-weav 2
(D-C) U-turn ke Jl. Raya Kletek
Weav 1 Weav 2 N-weav 1 N-weav 2
(A-C) Jl. Raya Kletek (D-B) U-turn ke Jl. Sawunggaling (A-B) Jl. Raya Kletek ke Jl. Sawunggaling (D-C) U-turn ke Jl. Raya Kletek
Puncak siang
Gambar 4.16. Pergerakan lalu lintas Fase II ( g = 25s, ig = 5s) pada simpang Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling
Volume
Weav 1
Dari tabel 4.25 dan tabel 4.26 diatas dapat diketahui bahwa persimpangan pada Jl. Raya Kletek – Jl. Sawunggaling belum mengalami kemacetan pada pagi hari maupun siang hari (DS<1). Maka hasil manajemen pada tahap II masih dapat digunakan pada saat Puspa Agro Tahap III beroperasi.
Juml. Tundaa Panjang Tundaan Tingkat Kend. n RataAntrian Total Pelayanan Antri rata (NQ)
(QL)
(DxQ)
smp
meter
det
det/smp
LOS
0.00
0
0
6.00
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
PUNCAK PAGI
5.1
(F1=60, F2=20) Selatan
(SL) Jl. Sawunggaling – Jl. Raya Kletek West
Selatan
(SR) Jl.Sawunggaling – Jl. Raya Kletek East
Timur
(ES) Jl. Raya Kletek East
Timur Barat
(EL) Jl. Raya Kletek East – Jl Sawunggaling (WR) Jl. Raya Kletek West
0
0
0.000
774
905
0.855
2095
83
36442
47.08
2935
3104
0.946
73.68
227
75894
25.86
0
0
0.000
0.00
0
0
6.00
3326
3492
0.952
84.55
262
87299
26.25
C
PUNCAK SIANG (F1=60, F2=20) (SL) Jl. Sawunggaling – Selatan Jl. Raya Kletek West
0
0
0.000
0.00
0
0
6.00
Selatan
(SR) Jl. Sawunggaling – Jl. Raya Kletek East
496
905
0.548
11.09
43
17762
35.81
Timur
(ES) Jl. Raya Kletek East
2084
3104
0.671
31.09
98
24724
11.86
0
0
0.000
0.00
0
0
6.00
2351
2351
0.673
36.08
111
27806
11.83
Timur Barat
(EL) Jl. Raya Kletek East – Jl Sawunggaling (WR) Jl. Raya Kletek West
yang
B
Pengalihan arus belok kanan ke U-Turn berjarak 483 meter sebelah timur
Kesimpulan Setelah dilakukan analisa dan perhitungan maka Tugas Akhir ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Persimpangan Jalan Raya Kletek – Jalan Sawunggaling memiliki pola pergerakan seperti gambar 5.1 dengan volume kendaraan yang terjadi pada pagi hari sebesar: Titik 1 = 2807 smp Titik 2 = 244 smp Titik 3 = 2746 smp Titik 4 = 466 smp Titik 5 = 198 smp Titik 6 = 601 smp
21
J l. R a y a K le t e k W e s t J l. R a y a K le te k E a s t
DAFTAR PUSTAKA
Jl. Sawunggaling
Direktorat Jenderal Bina Marga, (1997), Manual Kajian Lalu Lintas Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. U
. Gambar 5.1 Pola pergerakan persimpangan Jl. Raya Kletek – Jalan Sawunggaling 2. Kinerja persimpangan sebelum adanya Puspa Agro memiliki DS sebesar 3.719 pada pendekat Jl. Raya Kletek East Lurus, hal ini disebabkan terjadinya konflik antara kendaraan yang lurus dan belok kanan dari arah Jl. Raya Kletek West. 3. Kinerja persimpangan setelah Puspa Agro tahap II beroperasi memiliki DS sebesar 4.507 dan setelah mengalami manajemen II berupa pelebaran jalan pada Jalan Sawunggaling yang semula 2/2UD menjadi 4/2D serta perubahan waktu siklus memiliki DS sebagai berikut: Puncak Pagi • Raya Kletek West DS = 0,888 • Raya Kletek East DS = 0,885 • Sawunggaling DS = 0,754 Puncak Siang • Raya Kletek West DS = 0,465 • Raya Kletek East DS = 0,628 • Sawunggaling DS = 0,631 4. Pada saat Puspa Agro Tahap III beroperasi kinerja persimpangan antara Jalan Raya Kletek – Jalan Sawunggaling dengan kondisi geometrik dan siklus tetap seperti manajemen II adalah sebagai berikut: Puncak Pagi • Raya Kletek West DS = 0,952 • Raya Kletek East DS = 0,946 • Sawunggaling DS = 0,855 Puncak Siang • Raya Kletek West DS = 0,673 • Raya Kletek East DS = 0,671 • Sawunggaling DS = 0,548 5.2
Saran Diperlukan studi lanjutan untuk tahun-tahun berikutnya, mengingat pada prediksi Pasar Induk Agrobisnis beroperasi kapasitas Persimpangan Jalan Raya Kletek – Jalan Sawunggaling DS nya sudah mendekati 1.
Khisty, C. J. dan Lall, B. K. (2003). Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi. Jilid 1. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. Kurniawan, Narko. (2010). Manajemen Lalu Lintas Akibat Adanya Pasar Induk Osowilangun (PIOS). Tugas Akhir. Jurusan S-1 Teknik Sipil ITS, Surabaya. Miro, Fidel , S.E, MSTr. 2005. Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana, dan Praktisi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Sudjana, Prof. Dr. 1996. Metode Statistika edisi Ke-6. Penerbit Tarsito. Bandung. Tamin, O. Z. (2000). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung.