BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan sebuah lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, 1 sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli). Setelah keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2013 sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU UMKM), KPPU mendapatkan tugas tambahan yaitu berupa pengawasan program kemitraan dengan UMKM untuk membantu kalangan UMKM khususnya menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA). Adanya Pengawasan Kemitraan ini menjadi angin segar bagi pebisnis UMKM yang ingin mengembangkan usahanya melalui kemitraan dengan pelaku Usaha Besar. Tugas tambahan KPPU ini pun juga menjadi tantangan besar di tengah proses revisi UU Antimonopoli yang saat ini telah bergulir di DPR. 2
1
Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 2 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Pengantar, KOMPETISI (Media Berkala KPPU) edisi 46 tahun 2014: UMKM dan Persaingan Usaha, hlm. 3
1
2
Tujuan pembentukan UU Antimonopoli sendiri adalah untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku Usaha Besar, pelaku Usaha Menengah, dan pelaku Usaha Kecil, mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.3 Secara umum, UU Antimonopoli mengatur larangan mengenai perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, serta posisi dominan dalam pasar. Namun, dalam Pasal 50 UU Antimonopoli mengatur adanya pengecualian berlakunya ketentuan UU tersebut, yang salah satu di antaranya adalah terhadap Usaha Kecil. 4 Pengecualian tersebut dapat diterima karena beberapa alasan yaitu:5 1. Dampak ekonomis. Ketika Usaha Kecil secara individu melakukan praktik sebagaimana yang dilarang dalam UU Antimonopoli diperkirakan tidak memiliki dampak ekonomis yang membahayakan bagi masyarakat luas. 2. Skala usaha. Batasan skala usaha yang ditetapkan dalam UU Antimonopoli dapat digunakan sebagai batas kapan sebuah perusahaan
3
Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 4 Pasal 50 huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 5 Mustafa Kamal Rokan, 2010, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktiknya di Indonesia) Cetakan Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 248
3
boleh melakukan praktik yang dilarang. Apabila Usaha Kecil melakukan praktik yang dilarang untuk membesarkannya menjadi Usaha Menengah, maka begitu dia menduduki kategori sebagai Usaha Menengah saat itu pula dia terlarang dari praktik sebagaimana diatur dalam UU Antimonopoli. 3. Keterbatasan kapasitas. Usaha berskala kecil diyakini tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk menguasai pasar, dengan demikian tidak ada dorongan dan insentif untuk melakukan praktik monopolisasi dalam rangka menguasai pasar, mengingat sebagian praktik yang dilarang hanya mungkin dilakukan dengan biaya yang besar. Terutama berkaitan dengan strategi untuk mematikan usaha lainnya. Sebagai ilustrasi tidaklah mungkin bagi usaha berskala kecil untuk dapat melakukan predatory pricing, karena boleh jadi hal itu justru mematikan usaha itu sendiri karena kehabisan dana untuk melakukan perang harga. 4. Jumlah pelaku. Jumlah pelaku usaha berskala kecil relatif sangat banyak, sehingga sangat sulit bagi usaha kecil untuk melakukan upaya penyatuan kekuatan seperti kartel menjadi kekuatan yang memonopoli. 5. Price taker. Posisi usaha berskala kecil yang berstatus sebagai price taker secara psikologis tidak memiliki ruang pilihan untuk mempengaruh pasar. Bagi usaha berskala kecil dan koperasi mungkin dapat menggunakan strategi
apa
saja
untuk
mengembangkan
bisnisnya
dalam
rangka
mengimbangi kekuatan usaha berskala lebih besar, akan tetapi melakukan
4
praktik yang secara umum semestinya dilarang karena tetap memiliki potensi yang merugikan masyarakat karena dapat berdampak buruk terutama bagi sesama Usaha Kecil dan koperasi. Beberapa praktik bisnis dalam kaitannya dengan pengecualian bagi Usaha Kecil dan koperasi yang perlu diwaspadai antara lain: 1. Usaha kecil seharusnya tidak diperbolehkan melakukan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menghilangkan persaingan atau mematikan Usaha Kecil lainnya. Mengingat dalam UU Antimonopoli pihak luar negeri tidak dikategorikan apakah sebagai Usaha Besar, Menengah, Kecil, maupun koperasi, jika pihak luar negeri dapat dikategorikan sebagai Usaha Besar dan Menengah, maka otomatis terkena ketentuan pelarangan sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut. 2. Beberapa
Usaha
Kecil
semestinya
tidak
melakukan
upaya
persekongkolan (perjanjian tertutup, boikot, pembagian wilayah) untuk menciptakan barriers to entry, sehingga akan menghambat kesempatan tumbuhnya usaha-usaha kecil baru. Kenyataannya dalam suatu wilayah pasar tertentu dominasi Usaha Kecil yang satu terhadap Usaha Kecil yang lainnya bisa saja terjadi dan kekuatan mendominasi bisa saja dimanfaatkan meskipun tidak menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi masyarakat secara luas. Lebih jauh, usaha mikro dan usaha kecil yang dapat diberikan pengecualian sesuai ketentuan Pasal 50 huruf h UU Antimonopoli adalah
5
usaha yang berdiri sendiri secara organisasi dan manajemen, sehingga tidak termasuk usaha yang berbentuk cabang sebuah perusahaan menengah dan/atau besar dan anak sebuah perusahaan menengah dan/atau besar.6 Sebelum disahkannya UU UMKM, UMKM di Indonesia tidak mempunyai legal frame work dan kurang diberdayakan dengan baik oleh pemerintah meski kondisi UMKM sangat diandalkan. Kenyataan bahwa sektor UMKM yang mampu menyediakan 99,46 % lapangan pekerjaaan baru, namun kontribusinya baru 43,42 % dari seluruh nilai transaksi perekonomian Indonesia setiap tahunnya disebabkan karena banyaknya kelemahan, yang antara lain kurangnya koordinasi antara lembaga-lembaga yang memayungi UMKM, dimana data UMKM di masing-masing sektor tidak tersinergi termasuk advokasi dan pengawasannya masih berjalan sendiri-sendiri. Masalah lain yang mendera UMKM dengan citra wirausaha adalah kurangnya program UMKM dari pemerintah, sulitnya memulai usaha baru, kurangnya daya beli konsumen, persoalan pajak, tidak adanya dukungan pemerintah lokal, kebijakan yang kurang mendukung, kemampuan manajemen para pebisnis UMKM, kualitas produk yang kurang, minimnya sumber daya manusia yang berkualitas, tidak tahunya pebisnis UMKM tentang informasi pasar, pebisnis UMKM tidak punya kemampuan pemasaran, masih minimnya program pelatihan untuk mendukung kemampuan bersaing, kesulitan para pebisnis UMKM dalam mengakses kredit dari sisi kapasitas permodalan, dan
6
Penafsiran Pasal 50 huruf h, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 50 huruf h Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
6
UMKM di Indonesia banyak yang tidak bankable. Dari gambaran itu memperlihatkan walaupun ada Kementerian Koperasi dan Usaha, Kecil dan Menengah (UKM) tapi belum didukung oleh upaya yang lebih masif di dalam proses pemberdayaan UMKM. Pengembangan UMKM di Indonesia sangat membutuhkan fasilitasi dari berbagai sektor, Kementerian UKM mengurus penguatan kelembagaan dan SDM, Kementerian Perdagangan untuk pemasaran produk, Kementerian Perindustrian untuk dukungan teknologi industri dan kementerian teknis lainnya seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dimana masing-masing sektor ini memiliki binaan UMKM. Namun sinergi antarlembaga di Indonesia masih menjadi masalah sehingga sampai sekarang belum terlihat hasilnya. Selain advokasi dan pengawasannya yang berjalan sendiri-sendiri, aksesibilitas UMKM atas permodalan dan akses terhadap bunga murah dari Kementerian Koperasi dan UKM, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO) belum terlihat kinerjanya untuk membuka aksesibilitas di perbankan dan suku bunga murah di tingkat UMKM. Hal ini ditunjukan dari hasil kajian KPPU yang menyatakan bahwa bunga bank ditingkat UMKM antara 24-40 % yang artinya ada rentenir baru bagi para pebisnis UMKM.7 Dalam Pasal 1 angka 8 PP Nomor 17 Tahun 2013 menyebutkan KPPU adalah komisi sebagaimana dimaksud dalam UU Antimonopoli. 7
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Amanat Kemitraan Merupakan Anugerah dan Musibah bagi KPPU, KOMPETISI (Media Berkala KPPU) edisi 46 tahun 2014: UMKM dan Persaingan Usaha, hlm. 12-13
7
Kemudian dalam Pasal 31 secara eksplisit mengatur bahwa KPPU melakukan pengawasan pelaksanaan Kemitraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan dapat berkoordinasi dengan instansi terkait, serta ketentuan mengenai tata cara pengawasan, termasuk bentuk penegakan hukumnya, diatur dengan Peraturan KPPU. Misi KPPU untuk menegakkan keadilan terhadap penyalahgunaan posisi tawar (abuse of bargaining position) akan fokus terhadap perlindungan UMKM atas penguasaan Usaha Besar sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan. Adanya pelanggaran kemitraan mendasarkan kepada inisiatif KPPU, laporan dari UMKM yang dirugikan, atau laporan dari pihak mana pun yang dibuat secara tertulis dengan melampirkan bukti atau informasi yang relevan. Selanjutnya, KPPU akan melaksanakan pemeriksaan awal dan jika ditemukan pelanggaran, KPPU dapat menyampaikan peringatan tertulis kepada pelaku usaha yang melanggar untuk melakukan penyesuaian. Apabila pelaku usaha tersebut tidak mengindahkan peringatan KPPU sebanyak tiga kali berturutturut, maka KPPU akan melanjutkan pada pemeriksaan lanjutan. Aturan tersebut juga mengatur bahwa KPPU dapat menjatuhkan denda, putusan, dan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang terbukti melanggar. 8 Dalam rangka persiapan implementasi PP Nomor 17 Tahun 2013 tersebut, pada tanggal 5 Februari 2013, bertempat di Kantor Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur, KPPU Kantor Perwakilan Daerah (KPD)
8
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, KPPU dan Undang-Undang UMKM: Suatu Penjelasan Singkat, KOMPETISI (Media Berkala KPPU) edisi 46 tahun 2014: UMKM dan Persaingan Usaha, hlm. 11
8
Surabaya telah melakukan koordinasi terbatas dengan jajaran pimpinan Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur. KPD Surabaya menegaskan pentingnya sinergi KPPU dengan Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur untuk mengawal implementasi PP Nomor 17 Tahun 2013 dalam kerangka pemberdayaan UMKM, upaya peningkatan, perlindungan, dan kepastian UMKM, dan guna mengefektifkan fungsi pengawasan pelaksanaan kemitraan yang dilakukan oleh KPPU. Terlebih lagi Provinsi Jawa Timur memiliki kurang lebih 6,8 juta UMKM, 30.400 Koperasi dimana 12.000 diantaranya merupakan Koperasi Wanita. Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi
Jawa
Timur
mengharapkan
KPPU
terus
berperan dalam
meningkatkan daya saing Koperasi dan UMKM di Jawa Timur. Guna mendukung Pengawasan Kemitraan yang dilakukan KPPU, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur berencana melakukan pendataan kemitraan-kemitraan yang ada antara Pelaku Usaha Besar dengan Koperasi atau UKM di Jawa Timur. 9 Untuk itu juga diperlukan sinergi dengan Dinas Koperasi dan UMKM lain yang ada di kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Timur, khususnya Kota Surabaya sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur yang dalam kurun waktu empat tahun terakhir telah memiliki sekitar 230.000 UMKM. Beberapa produk UMKM Surabaya kini sudah melakukan ekspor ke sejumlah negara seperti Yaman, Arab Saudi, dan negara
9
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, http://www.kppu.go.id/id/blog/2014/02/dinas-koperasi-danumkm-jawa-timur-kawal-implementasi-pp-no-17-tahun-2013/, dipos pada bulan Februari 2014 dan diakses pada tanggal 12 Oktober 2015 pukul 18.40 WIB
9
tetangga diantaranya Singapura serta Malaysia.10 Pemerintah Kota Surabaya sendiri pun telah melakukan persiapan untuk menghadapi MEA sejak 2010 dengan meluncurkan program "Pahlawan Ekonomi" dengan bekerja sama dengan swasta termasuk PT HM Sampoerna Tbk, melakukan pembinaan dan pemberian modal kepada ribuan pengusaha UMKM Kota Surabaya. Pembinaan UMKM selain modal, juga antara lain menyiapkan perizinan, pengajuan hak paten, kualitas produk dan produk higienis sesuai standar Badan POM dan Dinas Kesehatan setempat, serta sistem penjualan produk secara online.11 Pelaksanaan tugas Pengawasan Kemitraan yang sudah mulai dilaksanakan oleh KPPU ini ternyata membutuhkan begitu banyak hal, dimulai dari berkoordinasi dengan instansi teknis terkait, menyiapkan peraturan KPPU tentang tata cara pengawasan dan penegakan hukumnya, rencana penambahan direktorat kemitraan di KPPU (hal ini masih menunggu kebijakan dukungan anggaran dan sumber daya manusia untuk menyiapkan program capacity building untuk sumber daya manusia di KPPU dan pengembangan kelembagaan yang secara khusus) karena saat ini belum ada direktorat atau unit khusus untuk menangani kemitraan dan masih akan dilaksanakan di Direktorat Pengkajian, Kebijakan dan Advokasi, 12 prosedur penanganan khusus seperti advokasi dan edukasi bagi UMKM mengenai 10
Enciety.co, http://www.enciety.co/risma-terkejut-pertumbuhan-jumlah-umkm-surabaya/, dipos pada tanggal 14 September 2014 dan diakses pada tanggal 12 Oktober 2015 pukul 18.54 WIB 11 Antara News, http://www.antaranews.com/berita/516387/tri-rismaharini-optimistis-surabayamampu-hadapi-mea, dipos tanggal 5 September 2015 dan diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 20.14 WIB 12 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Amanat Kemitraan Merupakan Anugerah dan Musibah bagi KPPU, op. cit., hlm. 14
10
keberadaan lembaga yang mendampingi dalam memperjuangkan hak-haknya, penyusunan System Operational Procedure (SOP) di kalangan internal, dan menyusun kerangka kerja sama dengan kementerian teknis yaitu Kementerian Koperasi dan UMKM yang diharapkan bisa selesai tahun 2014.13 Serangkaian kegiatan yang telah terkonsep dengan baik tersebut diharapkan juga dalam pelaksanaannya akan berjalan efektif dan efisien agar dapat mencapai tujuan untuk pemberdayaan UMKM, mengingat MEA 2015 sudah makin dekat dan posisi UMKM di Indonesia yang memegang peranan besar bagi perekonomian negara sehingga harus terus ditingkatkan kontribusinya, khususnya di Kota Surabaya yang mengklaim sudah siap untuk menghadapi MEA. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan adanya Penelitian mengenai pelaksanaan Pengawasan Kemitraan yang dilakukan oleh KPPU kemudian terhadap pemberdayaan UMKM Kota Surabaya menganalisis kendala dan hambatan dalam pelaksanaan pengawasan tersebut yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk penulisan hukum, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, yang diberi judul: Pelaksanaan Pengawasan Kemitraan
Oleh
Komisi
Pengawas
Persaingan
Usaha
Sebagai
Implementasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17
13
Republika, http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/ritel/14/03/31/n3alqx-kppu-bantu-umkmmenghadapai-pasar-bebas-2015, dipos pada tanggal 31 Maret 2014 dan diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 21.30 WIB
11
Tahun 2013 Terhadap Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kota Surabaya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, Penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan Pengawasan Kemitraan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kota Surabaya? 2. Apa saja kendala dan hambatan dalam pelaksanaan Pengawasan Kemitraan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha? C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya Penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Subyektif Untuk memperoleh data dan bahan-bahan yang berguna dalam penyusunan penulisan hukum sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Obyektif Tujuan obyektif penulisan ini sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas yaitu sebagai berikut: a.
Untuk mengetahui pelaksanaan Pengawasan Kemitraan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kota Surabaya.
12
b. Untuk mengetahui kendala dan hambatan dalam pelaksanaan Pengawasan Kemitraan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
D. Manfaat Penelitian Penulis berkeyakinan bahwa Penelitian ini memiliki manfaat dan kegunaan teoritis dan praktis. Adapun manfaat Penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan
sumbangsih
pemikiran
yang
bermanfaat
bagi
pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya di bidang hukum persaingan usaha, dari segi pengawasan dan penegakan hukum larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta dari segi peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dan untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. b. Mengetahui pelaksanaan Pengawasan Kemitraan yang dilakukan oleh KPPU sebagai implementasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 terhadap pemberdayaan UMKM Kota Surabaya.
13
2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis Penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam menambah pengetahuan Penulis mengenai Pengawasan Kemitraan sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 dikaitkan dengan kondisi UMKM di Kota Surabaya. Selain itu, Penelitian ini juga dapat bermanfaat Penulis dalam meningkatkan sikap kritis terhadap perkembangan hukum yang terjadi baik secara teoritis maupun praktis, khususnya mengenai hukum persaingan usaha. b. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi
pemerintah terhadap permasalahan-permasalahan yang akan ditemui khususnya dalam bidang persaingan usaha dan pengawasan kemitraan yang dilakukan oleh KPPU selaku komisi pengawas penegakan hukum persaingan usaha, yang kemudian dapat ditindaklajuti dengan pembentukan atau pembenahan peraturan yang ada, dengan harapan agar dapat lebih memberikan perlindungan hukum bagi seluruh pihak khususnya UMKM di Indonesia dan mewujudkan penegakan hukum persaingan usaha yang lebih efektif dan efisien sehingga dapat menanggulangi konflik maupun potensi permasalahan yang mungkin terjadi.
14
c. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta memberikan pendapat kepada masyarakat baik yang sudah maupun akan membangun UMKM, serta masyarakat pada umumnya yang memerlukan informasi baik mengenai Pengawasan Kemitraan KPPU dalam
memberikan
implementasi
perlindungan
peraturan
yang
hukum
ada
kepada
mengenai
UMKM,
UMKM,
dan
perlindungan hukum persaingan usaha yang dilaksanakan oleh KPPU. d. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum persaingan usaha. Penulisan ini juga diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai Pengawasan Kemitraan KPPU sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 yang kemudian dikaitkan kondisi UMKM di Kota Surabaya. Dalam jangka panjang, penulisan ini diharapkan
dapat
memberikan
alternatif,
solusi,
maupun
kesepahaman mengenai Pengawasan Kemitraan KPPU terhadap perkembangan UMKM di Indonesia. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh Penulis, tidak ada penulisan hukum dengan judul “Pelaksanaan Pengawasan
15
Kemitraan
Oleh
Komisi
Pengawas
Persaingan
Usaha
Sebagai
Implementasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Terhadap Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kota Surabaya”. Namun, sejauh penelusuran tersebut, Penulis menemukan
beberapa
penulisan
yang
memiliki
relevansi
dengan
permasalahan yang dibahas dalam penulisan hukum ini. Akan tetapi, terdapat perbedaan mendasar dari penulisan-penulisan tersebut dengan apa yang Penulis teliti dan bahas dalam Penelitian ini, baik dari segi judul, rumusan masalah, objek kajian maupun waktu. Adapun penulisan yang memiliki relevansi dimaksud antara lain: “Perlindungan Hukum bagi Pelaku Usaha Kecil terhadap Perkembangan Pasar Retail di Kabupaten Sleman Yogyakarta (Tinjauan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat)” oleh Askurullah dalam bentuk tesis pada tahun 2012 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Apabila dibandingkan, penulisan hukum yang dilakukan oleh Penulis berbeda dengan penulisan di atas. Penulisan di atas yang menjadi objek Penelitiannya adalah pelaku Usaha Kecil dalam kaitannya dengan perkembangan pasar retail di Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan mengangkat rumusan masalah: 1. Apakah ketentuan UU Antimonopoli telah melindungi pelaku Usaha Kecil? 2. Bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap perkembangan pasar retail di Kabupaten Sleman Yogyakarta?
16
Setelah dibandingkan dengan penulisan di atas, dalam penulisan hukum ini objek yang diteliti oleh Penulis adalah lebih menekankan kepada Pengawasan Kemitraan yang dilakukan KPPU terhadap UMKM berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 terhadap pemberdayaan UMKM di Kota Surabaya, dengan rumusan masalah: 1. Bagaimana pelaksanaan Pengawasan Kemitraan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kota Surabaya? 2. Apa saja kendala dan hambatan dalam pelaksanaan Pengawasan Kemitraan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha? Dengan demikian, dapat ditemukan secara jelas letak perbedaan antara penulisan hukum ini dengan penulisan yang telah ada sebelumnya. Penulisan hukum ini dilakukan dengan dasar itikad baik dan dilakukan sendiri oleh Penulis, dari mengumpulkan informasi, data, hingga melakukan Penelitian langsung guna mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan hukum ini. Jika terdapat Penelitian yang serupa di luar pengetahuan penulis, hal tersebut bukan merupakan suatu kesengajaan, namun diharapkan Penelitian ini dapat menambah informasi dari Penelitian yang telah ada sebelumnya sehingga dapat memperkaya khasanah pengetahuan serta penulisan hukum yang bersifat akademis.