BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pesatnya perkembangan yang terjadi dalam era pembangunan dewasa ini
menghendaki agar seluruh potensi nasional dapat dihimpun menjadi suatu kekuatan besar yang akan berhasil menggerakkan kekuatan yang lebih besar untuk mendorong bangsa dan masyarakat Indonesia mencapai cita-citanya, berkembang dan maju. Artinya bahwa pembangunan menuntut peran serta seluruh masyarakat secara aktif untuk berkembang dan maju, tanpa pengecualian antara pria dan wanita. Potensi kaum wanita sebagai salah satu unsur dalam menunjang pembangunan tidak dapat diasingkan lagi, baik perannya secara langsung maupun tidak langsung. Pada penelitian di sejumlah kawasan seperti yang dilaporkan Bank Dunia wanita mempunyai kontrol yang lebih besar pula terhadap penggunaan dana. Di Indonesia, kaum wanita memang terus di beri peluang makin besar untuk ikut serta dalam proses pembangunan. Namun di samping itu masyarakat sadar bahwa peranan perempuan dalam pembangunan tidak bisa di pisahkan dengan peranannnya sebagai ibu di dalam lingkungan keluarga, yakni sebagai ibu rumah tangga, fungsi ibu lebih dikaitkan dengan peran mereka sebagai pendamping suami pengasuh anak, sehingga penghargaan pada ibu lebih dikaitkan dengan peran ibu dalam keluarga. Jumlah wanita yang bekerja di sektor ekonomi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: status perkawinan, kesuburan, jumlah anak, umur 1|P a ge
anak, pendapatan suami, kesehatan dan masih banyak lagi faktor sosial ekonomi yang dapat berpengaruh , sehingga wanita dapat berpartisipasi pada lapangan pekerjaan. Wanita sebagai salah satu sumber daya manusia dipasar tenaga kerja terutama di Indonesia mempunyai kontribusi yang cukup besar, dalam arti bahwa jumlah wanita yang menawarkan dirinya untuk bekerja cukup besar. Partisipasi kaum wanita dalam berbagai kegiatan ekonomi telah meningkat secara berarti pada semua sektor, terutama kalangan wanita pekerja muda. Perkembangan demikian terjadi pada periode pertumbuhan ekonomi dan perubahan structural secara cepat, pasar kerja umumnya juga telah membaik. Kajian terhadap wanita setiap tahun semakin marak diperdebatkan agar wanita dapat merambah dunia yang lebih luas dari sebelumnya, sebab menurut anggapan sebagian orang wanita hanya cocok bekerja pada sektor domestik seperti mengasuh anak, memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya sedangkan untuk para laki-laki tugasnya adalah bekerja disektor publik seperti menjadi pegawai negeri, karyawan swasta, pengusaha, politikus dan lain sebagainya. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan yang paling menarik bagi wanita umumnya adalah sektor perdagangan, jasa, industri pengolahan (termasuk pengolahan pangan) dan perbankan. Hal ini di mungkinkan mengingat sektor-sektor tersebut merupakan bagian dari kegiatan ekonomi wanita karena mudah untuk dikerjakan dan segera dapat menghasilkan uang secara tunai (quick yielding activities).
2|P a ge
Pertambahan penduduk setiap tahunnya dan terjadi migrasi dari desa ke kota menyebabkan jumlah penawaran terhadap angkatan kerja meningkat, terutama angkatan kerja wanita. Masuknya angkatan kerja wanita ke berbagai sektor manandakan bahwa tidak ada batasan untuk bekerja bagi wanita. Banyak lapangan pekerjaan yang dulunya hanya di kerjakan oleh kaum lelaki sekarang sudah bisa dikerjakan oleh kaum wanita. Perubahan yang terjadi sekarang ini sebagai akibat dari perubahan lingkungan ekonomi sosial. Angkatan kerja di kota Makassar mengalami perkembangan dan pertumbuhan beberapa tahun belakangan ini. Perubahan penduduk yang secara lebih modern di anggap sebagai salah satu faktor pertumbuhan ekonomi. Secara teoritis, jumlah tenaga kerja yang lebih besar akan menambah jumlah produktif. Pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar ( Todaro, 1998). Apakah hal ini memberikan dampak positif atau negatif, akan tergantung pada system perekonomian yang bersangkutan untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tenaga kerja tambahan tersebut. Tabel 1.1 dibawah ini menunjukkan perubahan Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin Di kota Makassar tahun 2007-2009 Jenis Kelamin
2007
2008
2009
Laki- laki
333.011
348.473
363.310
Perempuan
193.982
216.663
237.286
Jumlah
526.993
565.136
600.596
Sumber : BPS Diolah 2009 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di kota makassar untuk wanita 193.982 jiwa pada tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008 juga 3|P a ge
meningkat 216.663 jiwa dan pada tahun 2009 mencapai 237.286 jiwa. Walau jumlah angkatan kerja wanita masih lebih kecil daripada laki-laki tapi ini setiap tahunnya angka ini tidak pernah turun bahkan selalu naik. Meningkatnya keterlibatan wanita dalam kegiatan ekonomi ditandai oleh dua proses. Pertama, peningkatan dalam “jumlah wanita” yang terlibat dalam pekerjaan diluar rumah tangga (Out door activity). Hal ini antara lain dapat dilihat dari kenaikan tingkat partisipasi wanita dari waktu ke waktu. Kedua, peningkatan dalam jumlah bidang “pekerjaan” yang dapat dimasuki oleh bidang
wanita. Bidang-
yang sebelumnya masih di dominasi oleh laki-laki berangsur-angsur
berubah atau bahkan di dominasi oleh wanita. Persoalan umum yang dihadapi oleh kebanyakan wanita terutama dalam kaitannya dengan lapangan pekerjaannya adalah sulitnya mendapatkan pekerjaan dengan tingkat pendapatan yang layak. Hal ini juga diperburuk dengan masih lemahnya kualitas SDM yang mengakibatkan posisi strategis wanita dalam sektor formal dan informal masih belum sesuai dengan harapan. Informasi di lapangan menunjukkan bahwa profil wanita perkotaan di sektor informal umumnya sebagai swakarya sebanyak 40%; disusul di tempat kedua sebagai pegawai sebanyak 30%; tenaga keluarga sebanyak 20% dan hanya 10% sebagai majikan. Sektor informal umumnya banyak menyerap tenaga kerja wanita yang kurang terampil, khususnya pada sektor perdagangan kota (Hidayat, 1986 dalam Nurpilihan, 2001). Anggapan sebagian orang yang seperti disebutkan diatas dijaman sekarang yang berada dalam suasana hidup global adalah kurang tepat sebab apa yang dikerjakan laki-laki adalah dapat juga dilakukan oleh wanita, hanya saja laki-laki
4|P a ge
kurang memberi ruang gerak yang luas terhadap wanita untuk memerankan aktifitasnya dalam segala sektor kehidupan. Bagi tenaga kerja wanita yang belum berkeluarga masalah yang timbul berbeda dengan yang sudah berkeluarga yang sifatnya lebih subyektif, meski secara umum dari kondisi objektif tidak ada perbedaan-perbedaan. Perhatian yang benar pemerintah dan masyarakat terhadap tenaga kerja wanita terlihat pada beberapa
peraturan-peraturan
yang
memberikan
kelonggaran-kelonggaran
maupun larangan-larangan yang menyangkut kedirian seseorang wanita secara umum seperti cuti hamil, kerja pada malam hari dan sebagainya. Menurut
Trisnawati (2003) mudah bagi wanita masuk kepasar kerja
dengan pendidikan yang cukup baik dan keterampilan yang lumayan, tapi bila sudah menikah, maka sulit baginya untuk mengisi peluang yang ada serta mendapatkan upah yang sesuai dengan yang diharapkannya. Disamping itu, juga di temukan sebagian besar wanita yang berpendidikan tinggi beranggapan bahwa bekerja diluar rumah (sektor public) mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan sektor domestic (sehingga dengan upah yang tidak sesuai dengan yang diharapkan tetap bekerja), karena ada urus pretise (gengsi) dan akan baik untuk kesejahteraan rumah tangga, sehingga banyak wanita berusaha untuk masuk ke pasar kerja dan bekerja di sektor public. Keputusan untuk memasuki pasar kerja yang harus di ambil oleh wanita nikah sangatlah kompleks, dimana keputusan tersebut sangat tergantung pada latar belakang individu dan juga pengaruh keluarga. Untuk memutuskan berapa banyak waktu yang akan dihabiskan untuk bekerja dan berapa banyak waktu yang digunakan untuk aktifitas dalam rumah tangga perhari, perminggu, atau
5|P a ge
perbulannya pilihan antara kedua aktivitas itu, merupakan pilihan yang terbuka bagi setiap individu untuk menghabiskan waktu mereka, bagaimana keputusan itu diambil yang disesuaikan terhadap perubahan kesempatan perlu untuk dipelajari. Ketika wanita masuk dalam wilayah kerja, secara umum biasanya terdorong untuk mencari nafkah karena tuntutan ekonomi keluarga. Saat penghasilan suami belum dapat mencukupi kebutuhan keluarga yang terus meningkat, dan tidak seimbang dengan pendapatan riil yang tidak ikut meningkat. Hal ini lebih banyak terjadi pada lapisan masyarakat bawah. Bisa dilihat bahwa kontribusi perempuan terhadap penghasilan keluarga dalam masyarakat lapisan bawah sangat tinggi (Asyiek, et.al, 1994). Hal ini diperkuat oleh pandangan Ware (1981) dalam Ken Suratiyah, et.al (1996) yang mengatakan bahwa ada dua alasan pokok yang melatarbelakangi keterlibatan perempuan dalam pasar kerja. Pertama, adalah keharusan, sebagai refleksi dari kondisi ekonomi rumah tangga yang rendah, sehingga bekerja untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga adalah sesuatu yang penting. Kedua, “memilih” untuk bekerja, sebagai refleksi dari kondisi sosial ekonomi pada tingkat menengah ke atas. Bekerja bukan sematamata diorientasikan untuk mencari tambahan dana untuk ekonomi keluarga tapi merupakan salah satu bentuk aktualisasi diri, mencari afiliasi diri dan wadah untuk sosialisasi. Wanita dalam keputusannya untuk berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja selain dipengaruhi oleh status perkawinan juga dipengaruhi oleh faktor pendapatan, tinggi rendahnya pendapatan suami, jumlah tanggungan keluarga, umur dan pendidikan wanita itu sendiri (Hastuti EL,2004 dalam Damayanti, 2011). . Selain itu, wanita jaman sekarang sudah mulai berpikir jauh kedepan
6|P a ge
mereka ini berusaha sendiri demi untuk mendapatkan penghasilan sendiri sehingga tidak terlalu tergantung pada pasangan mereka. Tingginya biaya hidup di kota-kota besar misalnya Makassar memaksa setiap wanita harus memutar otak untuk dapat membantu menopang kehidupan keluarga, jika kepala keluarga atau suami di anggap belum bisa memenuhi kebutuhan dengan Pendapatan yang kecil atau hilangnya pemasukan dari kepala keluarga memasak para wanita harus bisa berusaha agar memperoleh pendapatan dan sektor informal yang di anggapan paling mudah di masuki oleh wanita yang sudah menikah. Sebab begitu sulit untuk memperoleh pekerjaan yang lain diluar sektor informal dengan persyaratan yang begitu menyulitkan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sebagian angkatan kerja wanita di kota Makassar memilih sektor informal karena usia yang terlalu muda atau terlalu tua untuk masuk ke sektor formal, pendidikan formal yang rendah dan tidak adanya keterampilan atau pengalaman kerja. Dan sebagian besar angkatan kerja wanita di kota Makassar berasal dari keluarga miskin yang tidak pernah memilih pekerjaan asal mereka memperoleh pendapatan. Ada berbagai faktor yang menyebabkan wanita bekerja di luar rumah, dan masih banyak hal yang bisa di kembangkan dari wanita pekerja yang bisa di ambil manfaatnya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis terdorong untuk mengambil obyek penelitian mengenai angkatan kerja wanita dengan judul : „‟Analisis Penawaran Tenaga Kerja Wanita nikah sektor informal di Kota Makassar”
7|P a ge
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut: 1. Apakah pendapatan responden, pendidikan, umur, jumlah tanggungan mempunyai pengaruh terhadap penawaran tenaga kerja wanita menikah sektor informal di kota Makassar? 2. Apakah ada perbedaan
wanita yang memiliki pengalaman kerja
dibandingkan wanita yang tidak memiliki pengalaman kerja terhadap penawaran tenaga kerja wanita sektor informal di Kota Makassar? 1.3.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah 1. untuk
menganalisis
apakah
variabel-variabel
pendapatan,
pendidikan, dan jumlah tanggungan mempunyai pengaruh
umur, terhadap
penawaran tenaga kerja wanita menikah sektor informal di Kota Makassar. 2. Apakah ada perbedaan
wanita yang memiliki pengalaman kerja
dibandingkan wanita yang tidak memiliki pengalaman kerja terhadap penawaran tenaga kerja wanita sektor informal di Kota Makassar? 1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Memberikan sumbangan pada pengembangan teori ekonomi dibidang sumber daya manusia, khususnya masalah ketenagakerjaan waniata, yang pada saat
8|P a ge
ini banyak terjadi perubahan yang cukup fundamental dalam perspektif rumah tangga dan penggunaan waktu ganda, serta adanya perencanaan yang tepat bagi wanita dalam melakukan kegiatan pengembangan kariernya. 2.
Di harapkan menjadi salah satu tambahan untuk pemerintah menetapkan kebijakan, pembinaan dan pengembangan tenaga kerja wanita di masa depan.
9|P a ge
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Sektor Informal Konsep sektor informal oleh Afrida (2003) dikemukan sebagai status hubungan kerja yang terdiri atas pekerja mandiri dengan bantuan tenaga lepas, dan pekerja keluarga tanpa bayaran. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sektor informal biasanya para ahli di gunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan yang berskala kecil, dengan alasan bahwa dalam hal ini di anggap sebagai manifestasi atau pernyataan dari pertumbuhan tenaga kerja di negara berkembang , di mana mereka yang memasuki kegiatan yang berskala kecil di kota-kota terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapaatn daripada memperoleh keuntungan. Seperti menurut (Squire : 1986) bahwa sektor informal bisa di artikan sebagai “mereka yang bekerja sendiri ataupun usaha yang mempunyai pekerja kurang dari lima orang”. Batasan lain di kemukakan oleh Sethurman (ILO : 1981) merumuskan definisi sektor informal sebagai berikut: “Sektor informal terdiri dari unit usaha berskala tinggi yang memproduksi serta mendistribusikan barang dan jasa dengan mempunyai tujuan poko menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing dan dalam usahanya itu di batasi oleh faktor modal dan keterampilan”.
10 | P a g e
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa kehadiran sektor informal dalam aktivitas ekonomi tidak semata-mata di sasarankan kepada peluang kesempatan investasi, melainkan juga dorongan untuk menciptakan kesempatan kerja bagi dirinya. Jadi dalam teori neoklasik permintaan terhadap komoditi atau jasa yang menggunakan tenaga kerja tersebut (employment as a deviced demand), maka di sektor informal penciptaan kesempatan kerja di dorong oleh penawaran jasa tenaga kerja sendiri (supply induced employment creation). Sektor informal dalam hal ini adalah seseorang yang bekerja dengan mengadakan sendiri pekerjaan dengan modal kecil, peralatan, perlengkapan, omzet penjualan di tanggung sendiri. Kegiatan tidak terikat waktu, tempat serta pendapatan yang tidak menentu. Pada umumnya tidak mempunyai tempat permanen, terpisah atau bahkan satu dengan tempat tinggalnya, tidak terikat oleh waktu, pekerja dan yang bekerja atas dasar kekeluargaan dan tidak terikat oelh peraturan-peraturan atau ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan umumnya dilakukan mereka sendiri untuk melayani masyarakat yang berpendapatan rendah. 2.2. Ciri-ciri Usaha Yang Tergolong Dalam Sektor Informal 1.
Kegiatan usaha pada umumnya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak orang dan sistem pembagian kerja yang tidak begitu ketat. Dengan demikian, dapat dilakukan oleh perorangan atau keluarga, atau usaha bersama antara beberapa orang atas kepercayaan tanpa perjanjian tertulis.
2.
Skala usaha relatif kecil, modal usaha, modal kerja, dan omzet penjualan pada umunya kecil serta dapat dilakukan secara bertahap. 11 | P a g e
3.
Usaha sektor informal umumnya tidak mempunyai izin usaha seperti halnya dalam bentuk firma atau perseroan terbatas.
4.
Untuk bekerja di sektor informal lebih mudah daripada di perusahaan formal. Seseorang dapat memulai dan melakukan sendiri usaha di sektor informal asal di ada keinginan dan kesediaan untuk bekerja. Seseorang relatif lebih mudah tergantung bekerja dengan orang lain di sektor informal, misalnya karena persahabatan atau hubungan keluarga, walaupun keikutsertaan seseorang tersebut mungkin tidak menambah hasil keseluruhan.
5.
Tingkat penghasilan di sektor informal umumnya rendah walaupun tingkat keuntungan kadang-kadang cukup tinggi, akan tetapi karena omzet relatif kecil, keuntungan absolut umumnya menjadi kecil.
6.
Keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil. Kebayakan usaha-usaha sektor informal berfungsi sebagai produsen atau penyalur kecil yang langsung melayani konsumen atau pemakai. Pendeknya jalur tersebut justru membuat resiko usaha menjadi relatif lebih besar dan sangat terpengaruh pada perubahan-perubahan yang terjadi pada konsumen.
7.
Usaha sektor informal sangat beraneka ragam seperti pedagang kaki lima, pedagang kecil, tukang loak, buruh bangunan, serta usaha-usaha rumah tangga seperti pembuat tempe, pembuat kue, pembuat es keliling, penjahit dan lain-lain.
Ciri-ciri lain pada sektor informal adalah dengan mudahnya menyerap tenaga kerja karena tidak mempunyai persyaratan penerimaan, seperti pendidikan formal 12 | P a g e
maupun informal serta modal yang besar. Untuk dikatakan bahwa sektor informal, baik secara informal maupun tidak langsung dapat memperbaiki kesejahteraan bagi kaum para ekonomi lemah dan juga dapt menambah distribusi pendapatan nasional. Pada umumnya pekerja-pekerja dalam sektor informal adalah sebagian besar para wanita yang sudah menikah. Mereka masuk ke sektor informal karena tuntutan keluarga yang begitu besar selain itu juga mereka berusaha membebaskan diri dari kemiskinan. Ketika wanita masuk dalam wilayah kerja, secara umum biasanya terdorong untuk mencari nafkah karena tuntutan ekonomi keluarga. Saat penghasilan suami belum dapat mencukupi kebutuhan keluarga yang terus meningkat, dan tidak seimbang dengan pendapatan riil yang tidak ikut meningkat. Hal ini lebih banyak terjadi pada lapisan masyarakat bawah. Bisa dilihat bahwa kontribusi perempuan terhadap penghasilan keluarga dalam masyarakat lapisan bawah sangat tinggi dan ini banyak terjadi di kota-kota besar di Indonesia. 2.3. Peran Sektor Informal Terhadap Pembangunan Ekonomi Berbicara mengenai peran sektor informal terhadap pembangunan ekonomi umumnya dan masalahnya ketenagakerjaan khususnya sangat ditentukan oleh sejauh mana tingkat perkembangan sektor informal itu sendiri dari masa ke masa. Semakin meningkat pertumbuhan sektor informal maka akan berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih luas dan pada gilirannya akan mengurangi jumlah angka pengangguaran. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya ikut mendorong dan menciptakan iklim yang kondusif bagi
13 | P a g e
perkembangan sektor informal itu sendiri, akan tetapi tidak menghambat hanya karena kepentingan individu semata. Dewasa ini pembangunan sektor informal mempunyai peran yang sangat penting terhadap pembangunan ekonomi bangsa ke depan. Dengan jumlah penduduk usia kerja yang sangat besar saat ini, dan tidak diimbangi dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia pada sektor formal, menyebabkan semakin tinggi pula jumlah angka pengangguran. Disini sektor informal dapat berperan untuk menyerap tenaga kerja yang tidak terserap pada sektor formal. Dalam kaitannya dengan hal tersebut di atas maka sektor informal mempunyai peran yang sangat penting untuk menghasilkan pendapatan bagi setiap orang atau individu yang terjun didalamnya. Dengan demikian sektor informal dapat menciptakan distribusi pendapatan bagi setiap pekerjanya dan dapat mencegah ketimpangan ekonomi antara golongan yang kaya dan yang miskin, dan pada akhirnya dapat menciptakan pemerataan ekonomi bagi setiap warga negara. 2.4. Partisipasi Tenaga Kerja Wanita Dalam Kegiatan Ekonomi Penyediaan kesempatan kerja bagi wanita menjadi begitu penting keberadaannya terutama wanita yang sudah menikah. Hal tersebut menjadi beralasan karena wanita khususnya mereka yang berasal dari keluarga miskin merupakan tenaga yang potensial bagi kesejahteraan keluarganya bahkan acap kali memberikan sumbangan yang besar bagi kelangsungan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat (Kartasasmita, 1996). Terdapat banyak hasil kajian empiris dan teoritis sebelumnya yang berkaitan dengan analisis peran wanita yang tampak menarik untuk dicermati
14 | P a g e
ulang. Salah satunya Timmer, Eccles dan O’Brien (dalam , Rahmatia 2004) mengemukakan bahwa ibu rumah tangga yang mempunyai anak dan sebagian masih “anak kecil, di bawah umur lima tahun” (balita) akan menggunakan waktunya lebih banyak untuk mengasuh anak dan melakukan pekerja lain dirumah, sehingga sedikit waktunya yang dapat di gunakan untuk bekerja di pasar atau beraktivitas pasar dan kaitannya dengan konsumsi dan cost of children. Masih dalam karangan yang sama, Grounau (1976) dalam studinya tentang wanita Israel, menemukan bahwa waktu yang ditarik dari pasar tidak cukup untuk mengimbangi tugas rumah tangga yang meningkat, sehingga dengan adanya anak-anak akan menurunkan waktu senggang bagi ibunya. 2.5. Penawaran Tenaga Kerja Masalah angkatan kerja, khususnya dari sisi penawaran tenaga kerja secara mikro, umumnya mengarah pada analisis individu (individual labor supply) mengenai keputusan yang diambil untuk bekerja dalam memilih sektor formal maupun sektor informal. Dalam teori formal penawaran tenaga kerja akan bersinggungan langsung dengan tingkat harga jasa, hal ini berarti bahwa jasa tenaga kerja yang disediakan ditentukan oleh harga jasa tersebut. Penawaran tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat disediakan oleh pemilik tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam jangka waktu tertentu. Dalam teori klasik sumberdaya manusia (pekerja) merupakan individu yang bebas mengambil keputusan untuk bekerja atau tidak. Bahkan pekerja juga bebas untuk menetapkan jumlah jam kerja yang diinginkannya. Teori ini didasarkan pada teori tentang konsumen, dimana setiap individu bertujuan untuk. Memaksimumkan kepuasan dengan kendala yang dihadapinya. 15 | P a g e
(Arthur Lewis. 1954) dengan model surplus of labornya memberikan tekanan kepada peranan jumlah penduduk. Dalam model ini diasumsikan terdapat penawaran tenaga kerja yang sangat elastis. Ini berarti para pengusaha dapat meningkatkan produksinya dengan mempekerjakan tenaga kerja yang lebih banyak tanpa harus menaikkan tingkat upahnya. Meningkatnya pendapatan yang dapat diperoleh oleh kaum pemilik modal akan mendorong investasi-investasi baru karena kelompok ini mempunyai hasrat menabung dan menanam modal (marginal propensity to save and invest) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kaum pekerja. Tingkat investasi yang tinggi pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Analisis employment berdasarkan model klasik mempunyai tiga hal yang menjadi ciri utama : Pertama, baik dalam fungsi penawaran maupun dalam fungsi permintaan tenaga kerja, upah rill yang merupakan hasil bagi upah nominal dengan harga barang dan jasa. Kedua, hubungan positif antara upah rill dengan jumlah tenaga kerja dalam fungsi penawaran tenaga kerja menunjukkan bahwa jumlah pekerja akan semakin tinggi seiring kenaikan upah rill. Ketiga, keseimbangan pasar tenaga kerja dalam jangka pendek ditentukan oleh sisi penawaran. Keseimbangan di pasar tenaga kerja terjadi pada saat permintaan tenaga kerja sama dengan penawaran tenaga kerja yang menghasilkan kondisi keseimbangan berupa jumlah orang yang bekerja (Fatmawati dan Retno, 2005) Menurut (G.S Becker.1976), Kepuasan individu bisa diperoleh melalui konsumsi atau menikmati waktu luang (leisure). Sedang kendala yang dihadapi individu adalah tingkat pendapatan dan waktu. Bekerja sebagai kontrofersi dari leisure menimbulkan penderitaan, sehingga orang hanya mau melakukan kalau 16 | P a g e
memperoleh kompensasi dalam bentuk pendapatan, sehingga solusi dari permasalahan individu ini adalah jumlah jam kerja yang ingin ditawarkan pada tingkat upah dan harga yang diinginkan. Menurut (Layard dan Walters.1978), menyebutkan bahwa keputusan individu untuk menambah atau mengurangi waktu luang dipengaruhi oleh tingkat upah dan pendapatan non kerja. Adapun tingkat produktivitas selalu berubahrubah sesuai dengan fase produksi dengan pola mula-mula naik mencapai puncak kemudian menurun.(dalam sholeh, 2006) Penawaran atau penyediaan tenaga kerja mengandung pengertian jumlah penduduk yang sedang dan siap untuk bekerja serta pengertian kualitas usaha kerja yang diberikan. Secara umum, penyediaan tenaga kerja di pengaruhi oleh beberapa factor seperti jumlah penduduk, jumlah tenaga kerja, jumlah jam kerja, pendidikan produktivitas dan lain-lain. Untuk pengaruh jumlah penduduk dan struktur umum semakin banyak penduduk dalam umur anak-anak, maka semakin kecil jumlah yang tergolong tenaga kerja. Kenyataan diatas, menunjukkan tidak semua tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja siap untuk bekerja, karena ada sebagian dari mereka masih bersekolah, mengurus rumah tangga dan tergolong lain-lain penerima pendapatan. Dengan kata lain, semakin jumlah orang bersekolah dan mengurus rumah tangga, semakin kecil penyediaan tenaga kerja. Jumlah yang siap kerja dan yang belum bersedia untuk bekerja, di pengaruhi oleh kondisi keluarga masing-masing, kondisi ekonomi dan sosial secara umum, dan kondisi pasar kerja itu sendiri. Penyediaan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh lamanya orang bekerja setiap minggu. Lama orang bekerja setiap minggu tidak sama, karena ada yang 17 | P a g e
bekerja penuh. Akan tetapi banyak juga orang yang bekerja hanya beberapa jam dalam seminggu atas keinginan dan pilihan sendiri atau karena terpaksa berhubung terbatasnya kesempatan untuk bekerja secara penuh. Oleh karena itu, analisis penawaran atau penyediaan tenaga kerja tidak cukup hanya dengan memperhatikan jumlah orang yang bekerja, akan tetapi perlu juga memperhatikan berapa jam setiap orang bekerja dalam seminggu. Penyediaan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh tingkat produktivitas kerja. Produktivitas kerja seseorang dipengaruhi oleh motivasi dari tiap-tiap individu, tingkat pendidikan dan latihan yang sudah diterima. Orang yang berpendidikan tinggi dan mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi juga. 2.5.1. Penawaran Tenaga Kerja dalam Jangka Pendek Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang disediakan suatu perekonomian tergantung pada (1) jumlah penduduk, (2) persentase jumlah penduduk yang memilih masuk angkatan kerja , (3) jumlah jam kerja yang di tawarkan oleh angkatan kerja. Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang di tawarkan tergantung pada upah pasar. Jadi, dengan segera kita dapat melihat bahwa penawaran tenaga kerja secara intern merupakan suatu gejala yang rumit. Dengan kata lain jumlah penduduk tertentu yang memilih masuk kedalam angkatan kerja maupun jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh para angkatan kerja , keduannya tergantung pada upah pasar. 2.5.2. Penawaran Tenaga Kerja dalam Jangka Panjang Jangka panjang merupakan konsep penyesuaian yang lebih lengkap terhadap perubahan-perubahan kendala. Jadi analisis jangka panjang tentang 18 | P a g e
penawaran tenaga kerja memperkenalkan kepada individu waktu yang di perlukan untuk melakukan penyesuaian yang lebih lengkap terhadap perubahan-perubahan partisipasi tenaga kerja. Meskipun tingkat partisipasi angkatan kerja pada keseluruhannya menunjukkan kecenderungan yang relatif konstan dari abad ini, namun terdapat pergeseran yang dramatik dalam soal umur dan komposisi jenis kelamin dalam angkatan kerja. Terutama terdapat penambahan yang besar dalam tingkat partisipasi angkatan kerja di kalangan wanita yang telah menikah dan penurunan dalam tingkat partisipasi kaum pekerja yang berusia lanjut, berusia anak-anak, dan berusia lebih muda. 2.6. Tenaga Kerja Di Indonesia pengertian tenaga kerja belum di temukan konsep yang seragam, namun secara umum tenaga kerja di artikan sebagai sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan Pasal A1 ayat 3 adalah : ”Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.” Sedangkan pengertian lain tenaga kerja adalah sejumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada pemecahan terhadap tenaga mereka dan jika mereka amu berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Sisyatmo : 1981). Adapun tenaga kerja di tinjau dari segi demografi di katakan bahwa setiap orang atau penduduk yang termasuk kelompok umum 10 tahun ke atas dikategorikan penduduk usia kerja, ini berarti mulai dari kelompok umur tersebut sudah di anggap mampu melaksanakan pekerjaan. Sedangkan ditinjau dari segi ekonomi tenaga kerja diartiakn seorang atau sejumlah orang 19 | P a g e
secara langsung turut memberikan pengorbanan yang berupa kemampuan tenaga atau pikirian dalam proses produksi, dan berhak menerima upah sebagai balas jasa dari benda dan jasa yang dihasilkan. Tujuan penggunaan tenaga kerja biasanya di wujudkan kalau tersedia unsur pokok. Yang pertama ialah adanya kesempatan kerja yang cukup banyak yang berproduktif dan memberikan imbalan banyak yang dapat diberikan semua oarang yang membutuhkannya. Sedangkan yang kedua adalah tenaga kerja mempunyai kemampuan dan semangat kerja yang cukup tinggi dan sebagai penghubung antara keduanya ialah mekanisme pasar yang memungkinkan terjadinya pertemuan dan transaksi diantara kedua belah pihak serta manajemen yang memungkinkan tenaga kerja dapat mengembangkan tenaga kerja secara lebih produktif dan semangat kerja yang tinggi dan memperoleh hak-hak yang layak. Tenaga kerja menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik kemampuan bekerja di ukur dengan usia (Simanjuntak: 1981). Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah semua orang yang telah memasuki umur 10 tahun ke atas tanpa batas umur yang maksimum. Hal ini di anut Indonesia yang tidak manganut batas umur yang maksimum. Alasannya adalah bahwa Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya sebagian penduduk Indonesia yang menerima tunjangan hari tua, 20 | P a g e
yaitu pegawai negeri dan sebagian pegawai swasta. Dari golongan inipun pendapatan yang mereka terima belum mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Oleh sebab itu, mereka telah mencapai usia pensiun biasanya masih harus bekerja. Dengan kata lain, sebagian penduduk dalam usia pensiun masih aktif dalam kegiatan ekonomi dan oleh sebab itu mereka tetap digolongkan sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penyediaan tenaga kerja dalam masyarakat adalah jumlah orang yang menawarkan jasanya untuk proses produksi. Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dalam masyarakat. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan tingkat upah. Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penyediaan dan permintaan tenaga kerja dapat juga dinamakan pasar kerja. Seseorang dalam pasar kerja berarti dia menawarkan jasanya untuk produksi, apakah ini sedang bekerja atau pekerjaan. Besarnya penempatan atau jumlah orang yang bekerja dipengaruhi oleh penyediaan dan permintaan masyarakat. 2.7. Angkatan Kerja Angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja penuh. Tenaga kerja ini adalah penduduk yang berusia antara 15 sampai 64 tahun (Suryana, 2000). 21 | P a g e
Angkatan kerja termasukl golongan yang aktif secara ekonomis. Golongan ini terdiri dari penduduk yang menawarkan kerjanya dan berhasil memperoleh (employed) dan penduduk yang menawarkan tenaga kerjanya ke pasar tenaga kerja tetapi belum berhasil memperolehnya (unemployed). Atas dasar di atas di anggap mewakili penawaran tenaga kerja. (Arfida, 2003) Angkatan kerja mempunyai dua fungsi utama dalam pembangunan, yaitu pertama sebagai sumber daya untuk menjalankan proses produksi dan distribusi barang-barang dan jasa. Kedua, sebagai sarana untuk mengembangkan pasar dari barang dan jasa itu sendiri. Kedua fungsi ini merupakan dua syarat utama bagi suksesnya pembangunan disuatu negara dan daerah. 2.7.1. Pekerja Pekerja (employment) adalah seorang yang melakukan pekerjaan dengan maksud untuk memperoleh penghasilan atau mempunyai pekerjaan tetapi cuti, sakit, mogok dan lain-lain termasuk pencacahan tidak bekerja tetapi dalam waktu enam bulan sebelum pencacahan bekerja sekurang-kurangnya dua bulan (Harun : 1985). Dengan kata lain pekerja adalah mereka atau seseorang yang melakukan kegiatan untuk memperoleh pendapatan, namun waktu kerja tidak penuh atau paling sedikit dua hari dalam seminggu atau sebulan karena cuti, sakit, mogok, dan lain-lain. Bilamana seseorang digolongkan sebagai pekerja atau bukan angkatan kerja, dengan demikian maka bekerja dan mengganggur tidak dapat dengan sepenuhnya menggambarkan, mencakup keadaan yang sebenarnya. Termasuk golongkan pekerja adalah : a. Mereka yang dalam seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan
22 | P a g e
atau keuntungan yang lamanya bekerja paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. b. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam tetapi mereka adalah : 1. Pekerja tetap, pegawai pemerintah / swasta yang saling tidak masuk kerja karena cuti, sakit, mogok, mangkir ataupun perusahaan menghentikan kegiatan sementara. 2. Petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu hujan untuk menggarap sawah. 3. Orang yang bekerja di bidang keahlian seperti dokter, dalang, dan lain-lain. Pencari kerja mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan, kemampuan, sikap pribadi yang berbeda. Di lain pihak setiap lowongan yang tersedia mempunyai sifat pekerjaan yang berlainan, pengusaha memerlukan pekerjaan dengan pendidikan, keterampilan, kemampuan bahkan mungkin dengan sikap yang berbeda-beda. Tidak semua pelamar akan cocok untuk suatu lowongan tertentu. Setiap pencari kerja mempunyai produktifitas yang berbeda dan harapanharapan mengenai tingkat upah dan lingkungan pekerjaan. Oleh sebab itu, tidak semua pencari kerja bersedia menerima pekerjaan dengan tingkat upah yang berlaku di suatu perusahaan. Sebaliknya tidak semua pengusaha mampu dan bersedia memperkerjakan seorang pelamar dengan tingkat upah dan harapan-harapan yang dikemukakan pelamar. Baik pengusaha maupun pekerja sama-sama mempunyai informasi yang terbatas mengenai hal-hal yang dimilikinya.
23 | P a g e
2.7.2. Pengangguran Dalam berbicara tentang tenaga kerja dan angkatan kerja, maka kita tidak terlepas dari pengangguran. Menurut (Benggolo : 1973) “Pengangguran adalah mereka yang mampu dan ingin bekerja tetapi tidak mampu (berhasil) mendapatkan pekerjaan yang cocok, atau dengan tegasnya pengangguran meliputi orang dalam batas usia kerja yang tidak mampu untuk mencari pekerjaan”. Setengah pengangguran (under employment) adalah perbedaan antara jumlah pekerjaan yang betul-betul dikerjakan oleh seseorang dalam pekerjaannya dengan jumlah pekerjaan yang secara normal mampu dan ingin dikerjakan (Papayungan : 1985). Dari uraian diatas , maka dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah merupakan hal yang tidak dapat dihindari sebab dimana-mana daerah terdapat pengangguran. Hal inilah yang menjadi masalah utama bagi negara-negara sedang berkembang
untuk
mencari
jalan
keluar
atas
pengangguran
tersebut.
Pengangguran adalah sebagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja, akan tetapi sementara berusaha mencari kesempatan kerja.
2.8.
Hubungan Antara Variabel Dependent Dengan Independent
2.8.1. Hubungan Penawaran Tenaga Kerja Dengan Pendapatan Sudarwan Danim (dalam Damayanti, 2011). menyatakan jumlah pekerja yang ditawarkan tergantung pada : 1.Besarnya penduduk, 2.Prosentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja, 3. Jam kerja yang ditawarkan oleh peserta angkatan kerja. 24 | P a g e
Ketiga komponen tersebut tergantung pada tingkat upah/pendapatan. Sumartoyo S.R (dalam Damayanti, 2011).menyatakan bahwa kenaikan upah wanita mempunyai efek substitusi dan pendapatan. Hal itu menaikkan harga waktu yang digunakan dalam produksi rumah tangga, akibatnya rumah tangga cenderung mengganti barang-barang pasar dengan waktu untuk memproduksi komoditi. Suatu kenaikan gaji istri juga merangsang rumah tangga untuk mengganti komoditi barang-barang intensif dengan komoditi waktu intensif dalam hal konsumsi. Kedua-duanya, baik penggantian produksi maupun konsumsi anggaran berlangsung sebagai akibat kenaikan gaji istri cenderung untuk mengurangi input waktu dalam produksi dan konsumsi rumah tangga serta cenderung menaikkan jumlah waktu yang digunakan istri untuk kegiatan pasar Kesulitan ekonomi memaksa kaum wanita dari kelas ekonomi rendah untuk ikut berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarganya dengan bekerja di luar sektor domestik. Keterlibatan wanita dalam pasar tenaga kerja didorong oleh pengaruh faktor keterdesakan/kesulitan ekonomi keluarga, selain adanya factor kesempatan kerja. (Nilakusmawati.2010) Pendapatan adalah penghasilan yang berbentuk uang maupun bahan bentuk lain yang dapat di uangkan dari hasil usaha yang dilakukan oleh seseorang. Pendapatan juga dapat mempengaruhi partisipasi kerja atau alokasi waktu seseorang. Secara teoritis terdapat hubungan antara erat antara jumlah jam kerja dan pendapatan, karena kenaikkan tingkat pendapatan akan menghasilkan harga waktu sehingga sebagian orang cenderung menambah jam kerja untuk 25 | P a g e
mendapatkan upah yang lebih besar. Pada sisi lain, bagi wanita dengan pendapatan yang tinggi cenderung akan mengurangi penggunaan alokasi waktu kegiatan kerja dan menambah waktu luangnya ( Ballante dan Jackson : 1990). Dalam ekonomi neo klasik (dalam Suparmoko, 2000) bahwa penyediaan atau penawaran tenaga kerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Sebaliknya permintaan terhadap tenaga kerja akan berkurang bila tingkat upah meningkat. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini:
Gambar 2.1 Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
Dengan asumsi bahwa semua pihak mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar kerja, maka teori neo klasik beranggapan bahwa jumlah penyediaan tenaga kerja selalu sama dengan permintaan. Keadaan pada saat penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan yang dinamakan titik ekuilibrium (titik E). Dalam hal penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan, tidak terjadi pengangguran.
26 | P a g e
Pada kenyataannya, titik ekuilibrium itu tidak pernah tercapai karena informasi tidak pernah sempurna dan hambatan-hambatan institusional selalu ada. Upah yang berlaku (Wi) pada umumnya lebih besar dari upah ekuilibrium (We). Sedangkan pada tingkat upah Wi, jumlah penyediaan tenaga adalah Ls sedang permintaan hanya sebesar Ld. Selisih antara Ls dan Ld merupakan jumlah pengangguran. Tiap-tiap negara memberikan pengertian yang berbeda mengenai definisi bekerja dan menganggur, dan definisi itu dapat berubah menurut waktu. Dalam suatu usaha apapun peran tenaga kerja sangat diperlukan sebagai suatu alat penggerak dari suatu roda usaha. Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan pendapatan dari usaha tersebut, semakin tinggi permintaan maka akan semakin besar tenaga kerja yang dibutuhkan dengan demikian maka cukup efektif pemakaian tenaga kerja tersebut. Secara teoritis, apabila upah meningkat dengan asumsi jam kerja yang sama, maka pendapatan akan bertambah. Sehingga kita akan menjumpai ibu rumah tangga yang bekerja merasa tidak perlu lagi membantu suami untuk mencari nafkah, akibatnya tingkat partisipasi angkatan kerja akan berkurang, dengan demikian supply tenaga kerja yang efektif akan berkurang. Keadaan perekonomian dapat mendesak seseorang untuk bekerja memenuhi kebutuhannya, misalnya dalam satu keluarga harus bekerja semua apabila pendapatan suami tidak mencukupi kebutuhan keluarga, atau seorang mahasiswa yang tamat tidak mau bekerja karena perekonomian orang tua 27 | P a g e
sangat memadai, atau seorang istri tidak perlu bekerja karena perekonomian suami sudah mencukupi. Besarnya pengaruh perubahan tingkat upah terhadap perubahan waktu luang (dan waktu kerja) sangat tergantung pada besarnya efek pendapatan dan efek subsitusi. Peningkatan jam kerja, apabila efek subsitusi lebih dominant dibandingkan dengan efek pendapatan. Sebaliknya, apabila efek pendapatan lebih dominant dibandingkan dengan efek subsitusi, maka induvidu berupaya untuk mengurangi waktu kerja dan menikmati lebih banyak waktu luang. Dengan demikian, apabila efek pendapatn lebih besar dibandingkan efek substitusi maka akan terjadi backward bending labor supply curve. Supply atau penawaran tenaga kerja adalah suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenagakerja. Seperti halnya penawaran, demand atau permintaan tenagakerja juga merupakan suatu hubungan antara upah dan jumlah tenagakerja. Motif perusahaan mempekerjakan seseorang adalah untuk membantu memproduksi barang atau jasa yang akan dijual kepada konsumennya. Besaran permintaan perusahaan terhadap tenagakerja tergantung pada besaran permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksi perusahaan itu. Oleh karenanya, permintaan terhadap tenagakerja merupakan permintaan turunan (derived demand). 2.8.2. Hubungan Penawaran Tenaga Kerja Dengan umur Penduduk Indonesia termasuk dalam struktur umur muda, ini dapat dilihat
dari bentuk piramida penduduk Indonesia. Meskipun pertambahan
penduduk dapat ditekan tetapi penawaran tenaga kerja semakin tinggi karena 28 | P a g e
semakin banyaknya penduduk yang memasuki usia kerja, dengan demikian penawaran tenaga kerja juga akan bertambah. Umur mempunyai hubungan terhadap responsibilitas seseorang akan penawaran tenaga kerjanya. Semakin meningkat umur seseorang semakin besar penawaran tenaga kerja kerjanya. Selama masih dalam usia produktif, karena semakin tinggi usia seseorang semakin besar tanggung jawab yang harus ditanggung. Meskipun pada titik tertentu penawaran akan menurun seiring dengan usia yang makin bertambah tua (Payaman J S. 1998). 2.8.3. Hubungan Penawaran Tenaga Kerja Dengan Pendidikan Tingkat pendidikan mencakup pendidikan lingkungan keluarga, melalui pendidikan formal dan berbagai lembaga pendidikan, melalui perbuatan, belajar dari pengalaman dan melalui berbagai pengaruh sosial serta lingkungan hidup.Pengertian pendidikan bila dikaitkan dengan penyiapan tenaga kerja menurut (Umar Tirtarahardja dan La Sulo 1994), “Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja”. Sebagaimana dikemukakan oleh (Soedarmayanti: 2001) bahwa melalaui pendidikan, seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berpikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan dikemudian hari. Pasar tenaga kerja dapat digolongkan menjadi pasar tenaga kerja terdidik dan pasar tenaga kerja tidak terdidik. Menurut (Simanjuntak .1998), kedua bentuk pasar tenagakerja tersebut berbeda dalam beberapa hal. Pertama, tenaga 29 | P a g e
terdidik pada umumnya mempunyai produktivitas kerja lebih tinggi daripada yang tidak terdidik. Produktivitas pekerja pada dasarnya tercermin dalam tingkat upah dan penghasilan pekerja, yaitu berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Kedua, dari segi waktu, supply tenagakerja terdidik haruslah melalui proses pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, elastisitas supply tenaga kerja terdidik biasanya lebih kecil daripada elastisitas supply tenagakerja tidak terdidik. Ketiga, dalam proses pengisian lowongan, pengusaha memerlukan lebih banyak waktu untuk menyeleksi tenagakerja terdidik daripada tenagakerja tidak terdidik (Siregar dan Sukwika.2001). Menurut Damayanti (2011) kesempatan yang lebih terbuka pada wanita untuk melanjutkan pendidikannya membawa konsekuensi untuk tidak segera memasuki jenjang perkawinan. Pada gilirannya dengan semakin tinggi pendidikan akan semakin besar partisipasinya dalam angkatan kerja. Pendidikan yang diperoleh wanita juga akan memperkuat persiapannya untuk memasuki kehidupan keluarga yang sejahtera. Pendidikan dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Karena, pendidikan dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi, mempunyai pola pikir dan cara bertindak yang modern. Sumber daya manusia seperti inilah yang diharapkan mampu menggerakkan roda pembangunan ke depan. Salah satu upaya
dalam
mewujudkan
relevansi
pendidikan
dengan
kebutuhan
pembangunan ini dikenal dengan kebijakan link and match. Kebijakan ini bertujuan untuk mengoptimalkan dan mengefisienkan sumber daya manusia dengan sistem pendidikan. Semakin selaras struktur tenaga kerja yang
30 | P a g e
disediakan oleh sistem pendidikan dengan struktur lapangan kerja maka semakin efisienlah sistem pendidikan yang ada. Karena dalam pengalokasian sumber daya manusia akan diserap oleh lapangan kerja (Setiawan.2010). 2.8.4. Hubungan Penawaran Tenaga Kerja Dengan Tanggungan Hubungan jumlah tanggungan seseorang dengan penawaran tenaga kerja jelas sangat berhubungan sebab jika jumlah tanggungan keluarga besar maka jumlah penawaran tenaga kerja juga bertambah. Tetapi, jumlah anak atau anggota keluarga lainnya yang dimiliki oleh pekerja berhubungan erat dengan pengeluaran yang harus di tanggung oleh tenaga kerja. Temuan (Becker.1985) memperlihatkan bahwa wanita bekerja yang berkeluarga dan mempunyai anak diduga kurang mempunyai semangat dan kerja intensitas kerja untuk bekerja lebih keras dikarenakan pertimbangan tanggungjawab keluarga lebih utama. Temuan dari ( Li dan Currie.1999) memperlihatkan bahwa pada struktur keluarga, dimana wanita bersuami dan mempunyai anak, wanita karier mendapatkan gangguan pekerjaan. Banyak peneliti mengkaji topik tentang pekerjaan dan keluarga, terutama tentang wanita dengan mengevaluasi peran menonjolnya (role salience Honeycutt & Rosen, 1997). Peran menonjol (role salience) terutama dengan menguji komitmen
dan
value
terkait
dengan
pekerjaan
dan
peran
dalam
keluarga.dengan menguji komitmen dan value terkait dengan pekerjaan dan peran dalam keluarga.kerja.
31 | P a g e
2.8.5. Hubungan Penawaran Tenaga Kerja Dengan Pengalaman Kerja Pengalaman kerja juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi perusahaan. Masa kerja yang cukup lama juga akan membentuk pola kerja yang efektif. Dengan adanya pengalaman kerja dari karyawan dipandang mampu melaksanakan pekerjaan atau cepat menyesuaikan dengan pekerjaannya, sekaligus tanggung jawab yang telah diberikan padanya. Dengan kata lain semakin sering berpengalaman menyelesaikan tugas yang sama. Sutomo (dalam Setiawan, 2010)Diperkirakan bahwa dengan pengalaman kerja lebih mudah mencari kerja lebih sanggup untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai, selain itu pengalaman kerja menggambarkan pengetahuan pasar kerja. Dengan memiliki pengalaman kerja didukung tingkat pendidikan yang tinggi, maka tenaga kerja akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. 2.9.
Hasil Studi Empiris Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, Rahmat Akbar tahun 2008 tentang “Penawaran Tenaga Kerja Wanita Migran Kasus Kabupaten Lombok Tengah Propinsi Nusa Tenggara Barat”. Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Lombok Tengah yang memiliki penduduk dengan kondisi rata-rata pendidikan usia kerja hanya pendidikan dasar, harapan hidup yang rendah dan daya beli rendah. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik dengan variabel tetap adalah keputusan berangkat dan tidak berangkat, sedangkan variabel tidak
32 | P a g e
tetapnya adalah usia, status pernikahan, tingkat pendidikan,
pendapatan dan
jumlah tanggungan. Dari Hasil penelitian menunjukkan penawaran tenaga kerja akan terus berlangsung karena tidak adanya peluang kerja di daerah asal. Tingkat pendapatan yang rendah, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan rendah serta kesulitan memperoleh pekerjaan dengan tingkat upah yang memadai mendorong para wanita untuk berangkat berulang kali menjadi tenaga kerja wanita. Khairani Indah tahun 2010 tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja wanita di Kota Binjai” Besarnya tingkat penawaran wanita untuk bekerja di pasar kerja dipengaruhi oleh faktor umum yakni tingkat kemiskinan ekonomi, serta keterbatasan suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Ketergantungan hidup pada pihak laki-laki yang tidak memadai mendorong kaum wanita untuk menawarkan dirinya di pasar kerja.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja wanita di pasar tenaga kerja yang meliputi umur,
tingkat
pendidikan,
keberadaan
anak/tanggungan,
status
diri,
pendapatan/gaji wanita dan pendapatan/ gaji keluarga. Hasil empiris dari penelitian ini menggambarkan bahwa umur, pendidikan, status diri, dan pendapatan keluarga tidak significan mempengaruhi penawaran tenaga kerja wanita, sedangkan jumlah anak/tanggungan, dan pendapatan/gaji wanita signifikan berpengaruh secara nyata terhadap penawaran tenaga kerja wanita..
33 | P a g e
Penelitian yang dilakukan oleh Agus Darjanto tahun 2007 tentang “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Wanita Analisis ”. Penelitian ini meliputi Industri Kecil Bordir Di Kecamatan Bangil – Jawa Timur. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja wanita pada industri kecil bordir di Kecamatan Bangil dan menganalisis seberapa besar pengaruh masing-masing variabel terhadap produktivitas tenaga kerja wanita. Wirawan (2003) meneliti tentang Analisis Variabel-variabel yang Mempengaruhi Tingkat Penawaran Angkatan Kerja Wanita di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalimantan Selatan. Variabel yang digunakan adalah variabel umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan upah. Hasil pembahasan diketahui bahwa seluruh variabel signifikan mempengaruhi partisipasi angkatan kerja wanita di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalimantan Selatan. Variabel yang paling kuat mempengaruhi partisipasi angkatan kerja wanita adalah tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga sedangkan usia pengaruhnya kurang signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Ariska Damayanti tahun 2011 tentang Analisis Penawaran Tenaga Kerja Wanita Menikah Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Kasus 30 Responden Wanita Menikah di Kota Semarang). Dengan variabel menunjukkan bahwa variabel independen yaitu upah, pendapatan suami, jumlah tanggungan keluarga, umur, dan pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran tenaga kerja wanita. Pendapatan suami mempunyai pengaruh paling besar terhadap penawaran tenaga kerja wanita menikah. 34 | P a g e
Satrio Ade setiawan tahun 2010 tentang Pengaruh Umur, Pendidikan, Pendapatan, Pengalaman Kerja dan Jenis Kelamin Terhadap Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik di Kota Magelang. Dengan variabel independen umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan. Jenis kelamin berpengaruh negatif dan signifikan terhadap lama mencari kerja. Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Sa’id Tumanggor dan Sulaiman Efendi tahun 2009 mengenai Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Wanita Di Kota Medan. Dengan menganalisis faktor umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, keberadaan anak/tanggungan, jumlah anggota keluarga, pendapatan kepala keluarga serta pendapatan wanita itu sendiri terhadap partisipasi angkatan kerja wanita di Kota Medan. Dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang signifikan pengaruhnya terhadap tingkat partisipasi angkatan kerja wanita di Kota Medan adalah pendapatan sendiri, pendapatan keluarga dan jumlah pembantu. Variabel yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap tingkat partisipasi angkatan kerja wanita di Kota medan adalah umur, jumlah tanggungan/ anak, pendidikan, status diri dan motivasi. 2.10.
Kerangka Konseptual
Kerangka pikir pada penelitian ini, merupakan proses analisis ekonomi ketenaga kerjaan, yaitu menganalisis penawaran tenaga
kerja wanita yang
mempunyai banyak kendala, terutama wanita perkotaan. Bagi wanita untuk berpartisipasi di pasar kerja, sangatlah kompleks permasalahannya.
35 | P a g e
Salah satu permasalahan di atas yang mempengaruhi tingkah laku penawaran tenaga kerja wanita antara lain: adanya nilai-nilai ekonomi yang selama ini terjadi, sehingga memutuskan untuk bekerja. Meningkatnya tenaga kerja wanita pada beberapa tahun terakhir karena tuntutan ekonomi keluarga. Keputusan wanita untuk bekerja di pasar kerja sebagai alternative terbaik yang di pilihnya. Penawaran tenaga kerja wanita dalam hal ini adalah jumlah jam kerja terhadap factor-faktor yang mempengaruhinya seperti pendapatan, pendidikan, umur, Jumlah Tanggungan, pengalaman kerja yang menyebabkan wanita masuk di pasar kerja. Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Pendapatan
Umur Pendidikan
Penawaran Tenaga Kerja (Jam Kerja)
Jumlah Tanggungan Pengalaman Kerja
36 | P a g e
2.11.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan kajian teoritis yang ada, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Di duga pendapatan,
pendidikan dan jumlah tanggungan berpengaruh
positif terhadap penawaran angkatan
kerja wanita nikah
di kota
Makassar. Sedangkan umur berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja wanita menikah sektor informal di kota Makassar. 2. Di duga bahwa ada perbedaan yang signifikan antara wanita menikah yang memiliki pengalaman kerja dengan wanita yang tidak memiliki pengalaman kerja di pasar kerja.
37 | P a g e
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini akan dilakukan di wilayah Kota Makassar Propinsi Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut dipilih karena melihat peningkatan terhadap penawaran tenaga kerja wanita di sektor informal khususnya tenaga wanita yang sudah menikah dimana sebagai dari mereka bekerja di sektor informal tersebar di seluruh wilayah kota Makassar. 3.2. Populasi dan jumlah sampel Populasi (Universe) adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Adapun yang menjadi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja wanita menikah sektor informal di Kota Makassar. Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui teknik acak sederhana (random sampling), yang diusahakan secara proporsional yaitu dengan cara mewawancarai tenaga kerja wanita yang bekerja di sektor informal yang bersedia untuk dijadikan nara sumber. Penentuan sampel menggunakan metode slovin dan diperoleh jumlah responden yang diambil sebagai sampel adalah sebanyak 100 responden.
38 | P a g e
3.3. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari data primer dan data sekunder, dengan perincian sebagai berikut : 1. Data Primer Dilakukan secara langsung dilapangan dengan melakukan wawancara dan memberikan kuesioner kepada narasumber mengenai aktivitas pelaku tenaga kerja wanita sektor informal di Kota Makassar. 2. Data Sekunder Data sekunder dalam hal ini Pengumpulan data ini diperoleh dari instansiinstansi yang terkait seperti dari Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian, dan Dinas Ketenagakerjaan Di Kota Makassar dengan melakukan studi kepustakaan terhadap data-data yang dipublikasikan secara resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan dengan penelitian.. 3.4. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam membuktikan hipotesis ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian kepustakaan (Library Research) Yaitu suatu bentuk penelitian yang menggunakan sarana kepustakaan dengan menelaah bahasan teoritis dari berbagai buku-buku, buletin, artikel-artikel, dan karya ilmiah yang berhubungan dengan penulisan. 2. Penelitian lapangan (Field research)
39 | P a g e
Yaitu suatu penelitian yang dilakukan langsung ke lapangan, dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mewawancarai langsung para wanita yang bekerja di Kota Makassar. 3.5. Model Analisis Data Analisis data merupakan proses penyerderhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestaikan. Metode yang dipilih untuk menganalisis data harus sesuai dengan pola penelitian dan variable yang akan diteliti. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif, yaitu mendeskripsikan suatu permasalahan dan menganalisis dan data dan hal-hal yang berhubungan dengan angka-angka atau rumus-rumus perhitungan yang digunakan untuk menganalisis masalah yang sedang diteliti. Untuk menganalisis hubungan antara variabel dependen dan independent, maka pengelolaan data dilakukan dengan metode analisis dengan model Ordinary Least Square (OLS). Metode OLS digunakan untuk memperoleh estimasi parameter dalam menganalisis pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Metode OLS dipilih karena merupakan salah satu metode sederhana dengan analisis regresi yang kuat dan populer, dengan asumsi-asumsi tertentu (Gujarati, 1997). Model persamaan yang menghubungkan antara variabel dependent dengan independent yang dimaksud adalah:
40 | P a g e
Y = f (X1, X2, X3, X4, D1) Model Stochastik (struktural) Untuk mengukur elastisitasnya, maka persamaan diatas di ubah kedalam betuk persamaan linear sebagai berikut: Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 +β5D5 + µ Di mana: Y = Penawaran Tenaga Kerja (jam kerja) X1 = Pendapatan Responden (Rupiah) X2 = Pendidikan (Tahun) X3 = Umur (Orang) X4 = Jumlah Tanggungan (Orang) D5 = Pengalaman Kerja Dummy Variabel, dimana: Sudah pernah bekerja sebelumnya = 1 Belum pernah bekerja sebelumnya = 0 µ =
Error tern
β1,β2,β3, β4 = koefisinsi parameter, β0= Konstanta
41 | P a g e
3.6. Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) Untuk mengetahui tingkat signifikansi dari masing-masing koefisien regresi variabel independen (variable bebas) terhadap variabel dependen (variable terikat) maka penulis menggunakan uji statistik diantaranya : 1.
Analisis Koefisien Determinasi (R-Square / R2)
Berdasarkan hasil regresi berganda, maka selanjutnya dapat dianalisis koefisien determinasinya (R) yaitu koefisien determinasi parsial untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel independent (pendapatan, umur, pendidikan, jumlah tanggungan dan pengalaman kerja) terhadap variabel dependent (penawaran tenaga kerja). Dikatakan signifikansi jika nilai t_hitung lebih besar pada t_tabel. 2.
Analisis Uji Keseluruhan (F-Test)
Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independent secara signifikan terhadap variabel dependen. Di mana jika
>
, maka
ditolak atau variabel independen secara bersama-sama dapat menerangkan pengaruhnya terhadap variable dependen. Sebaliknya jika maka
,
diterima atau variable independen secara bersama-sama tidak memiliki
pengaruh terhadap variabel dependen (tidak signifikan) dengan kata lain perubahan yang terjadi pada variabel terikat tidak dapat dijelaskan oleh perubahan variabel independen.
42 | P a g e
3.
Analisis Uji Parsial (t-Test)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Dengan kata lain untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independent dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel dependent secara nyata. Di mana jika
erarti
ditolak dan
diterima (signifikan) yang berarti variabel independen mempengaruhi variabel dependen yakni pendapatan dan jika
diterima dan
ditolak
(tidak signifikan) berarti variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen. Uji t digunakan untuk membuat keputusan apakah hipotesis terbukti atau tidak. 3.7.
Batasan Variabel Operasional Sehubungan dengan metode analisis yang digunakan pengujian hipotesis
maka digunakan batasan variabel yang digunakan dalam masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tenaga kerja : penduduk yang secara ekonomi terlibat pada aktivitas ekonomi . 2. Penawaran tenaga kerja: jumlah jam kerja yang ditawarkan atau disediakan
oleh
para
pekerja
dalam
kegiatan
ekonomi
selama
jam/minggu. 3. Pendapatan : penghasilan atau upah yang di peroleh pekerja selama seminggu . (Rupiah) 43 | P a g e
4. Umur : responden yang berusia 15 tahun ke atas.(Tahun) 5. Pendidikan : Lama sekolah responden di pendidikan formal (Tahun) 6. Tanggungan Keluarga: jumlah anggota keluarga yang ditanggung oleh responden.(Orang) 7. Pengalaman Kerja: untuk mengetahui apa wanita tersebut sudah pernah bekerja sebelumnya atau tidak sebelum mendapatkan perkerjaan yang sekarang.
44 | P a g e
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Berdasarkan letak astronominya Kota Makassar secara administratif merupakan Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan yang terletak di pantai barat pada koordinat 119 24’17’38” dan 5’14’49” Lintang sebalatan. Berdasarkan letak administratif, kota Makassarterletak di bagian barat pulau Sulawesi yang berbatasan antara lain : 1. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa 2. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Maros 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar Wilayah ini secara administratif terdiri dari 14 kecamatan meliputi 143 kelurahan dengan luas 175,77 km2. Secara morfologi Kota Makassar terletak di daerah pantai memanjang pada bagian barat dan utara kota yang salah satu nya berpotensi perikanan. Pada dataran rendah mulai dari tepi utara sebelah barat dan melebar kearah timur sejauh lebih dari 20km, memanjang dari selatan keutara merupakan
daerah
pengembangan
pemukiman,
perkotoan,
perkantoran,
pendidikan dan pengembangan kawasan industri. Kota makassar merupakan kota pesisir yang keadaan wilayahnya datar.
45 | P a g e
4.2. Keadaan Penduduk Tabel 4.1 menunjukkan laju pertumbuhan penduduk di Propinsi Sulawesi Selatan untuk wilayah Kota Makassar selama periode 2000 – 2009. Laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Selatan dari tahun 2000 sebesar 6.937.252 jiwa dan tahun 2009 sebesar 8.032.551 jiwa dengan laju pertumbuhan 2,15 persen sedangkan untuk wilayah kota Makassar tahun 2000 sebesar 1.193.434 jiwa dan pada tahun 2009 sebesar 1.272.349 jiwa dengan laju pertumbuhan 2,06 persen. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Makassar Dan Sulawesi Selatan, Tahun 2000 Dan 2009
Penduduk Daerah
2000
2009
persentase
Sulawesi Selatan
6.937.252
8.032.551
2,15%
Makassar
1.193.434
1.272.349
2,06%
Sumber : Sunsenas dan Makassar Dalam Angka
Laju pertumbuhan penduduk di Kota Makassar antara lain dipengaruhi oleh posisinya sebagai Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan, disamping itu secara geografis kota Makassar berada pada posisi yang strategis sebagai pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia yang berimplikasi pada derasnya arus urbanisasi, maupun migrsi masuk dari kabupaten/kota lainnya dan propinsi lain dari luar Sulawesi Selatan Dan Kota Makassar.
46 | P a g e
4.3. Penyebaran Penduduk Penyebaran penduduk di suatu wilayah merupakan salah satu sumber daya yang di miliki yang harus diberdayakan demi penigkatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Komposisi penduduk kota Makassar dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan Di Kota Makassar Tahun 2008-2009 Penduduk No
Kecamatan
Laju Pertumbuhan Penduduk 2008 – 2009
2008 54.616
2009 55.431
Biringkanaya Tamalanrea
60.394 152.197 142.958 82.907 28.637 35.011 61.809 48.382 134.548 134.548 99.008 128.731 89.143
61.294 154.464 145.090 84.143 29.064 35.533 62.731 49.103 136.555 136.555 100.484 130.651 90.473
0,45 2,08 1,62 0,54 0,51 0,45 1,09 1,21 1,94 1,09 2,98 3,57 1,15
Jumlah Total
1.253.656
1.272.349
1,93
1.
Mariso
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Mamajang Tamalate Rappocini Makassar Ujung Pandang Wajo Bontoala Ujung Tanah Tallo Panakkukang Manggala
0,93
Sumber : Makassar Dalam Angka 2010
Tabel 4.2 terlihat bahwa komposisi penduduk Kota Makassar pada tahun 2008 – 2009 tercatat dari 1.253.656 menjadi 1.272.349 jiwa atau sekitar 1,93 persen yang tersebar pada 14 kecamatan. Dengan peningkatan persentase pertumbuhan penduduk terbanyak adalah Biringkanaya dengan rata-rata sekitar 47 | P a g e
3,57 persen, di ikuti dengan Kecamatan Manggala dengan rata-rata 2,98 persen, dan Tamalate dengan rata-rata 2,08 persen. Besarnya persentase jumlah penduduk dalam 2 tahun terakhir pada ketiga kecamatan menunjukkan adanya penyebaran penduduk pada daerah baru dan tersedianya lahan untuk di huni oleh masyarakat. Sebaliknya kecamatan Wajo dan Kecamatan Mamajang relatif sama laju pertumbuhan penduduknya yaitu sekitar 0,45 persen. Hal ini mungkin disebabkan karena daya dukung hunian yang sempit dan padat yang tidak memungkinkan pengembangan.
Ada
mungkin
ada
sebagian
wilayah
yang
mengalami
pertumbuhan penduduk yang kecil karena merupakan pusat perkantoran, pembelanjaan, pelabuhan, bandar udara, industri dan jasa. 4.4. Keadaan Angkatan Kerja Sesuai dengan data sakernas, jumlah penduduk usia kerja selama tiga tahun terakhir (2007- 2009) cenderung mengalami peningkatan yakni dari 945.263 orang pada tahun 2007 menjadi 967.356 orang pada tahun 2008 dan 986.279 orang pada tahun 2009. Jika dilihat menurut jenis kelamin, komposisi penduduk usia kerja dengan jenis kelamin perempuan lebih besar dari pada laki-laki, yang masing-masing 473.242 orang atau sekitar 50,06 persen pada tahun 2007, meningkat menjadi 491.145 orang atau sekitar 51,08 persen pada tahun 2008, dan 502.619 orang atau sekitar 50,96 persen pada tahun 2009. 4.5. Kondisi Geografis Lokasi Penelitian 4.5.1. Kecamatan Tamalate ( Kelurahan Maccini Sombala) Kecamatan tamalate terdiri atas 10 kelurahan antara lain kelurahan bongaya, kelurahan Balang Baru, kelurahan Baronang, kelurahan Manuruki, keluruhan Maccini Sombala, kelurahan Parang Tambung, kelurahan Pa’baeng 48 | P a g e
Baeng dan kelurahan Maradekaya. Kecamatan tamalate ini merupakan yang mempunyai jumlah penduduk yang paling banyak di bandingkan kecamatan lainnya. Dari sepuluh kelurahan di ambil satu sampel kelurahan yang mewakili yakni kelurahan Maccini Sombala Kelurahan Maccini Sombala yang memiliki luas area 2.04 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 16.322 jiwa sehingga kepadatan daerah bisa mencapai 8.001/km2. Yang terdiri dari 9 RW dan 70 RT sehingga daerah bisa dikatakan padat penduduk. Walaupun sebagian penduduk daerah tersebut berasal dari daerah lain atau imigrasi tapi meraka tetap bisa hidup berdampingan dengan penduduk sekitar. Banyak di antara penduduk sekitar terutama wanita yang bekerja di sektor informal seperti pedagang, penjahit, karyawan konveksi, salon, tukang cuci, dan pembantu rumah tangga yang sebagian dari mereka adalah wanita yang berusia produktif. Pendapatan suami yang tidak mencukupi membuat sebagian wanita terpaksa untuk bekerja demi kebutuhan hari-hari. Terbatasnya lahan kosong untuk mengembangan aktivitas dan penghijauan membuat berbagai macam masalah timbul yaitu saluran drainase yang tersumbat oleh sampah, kanal atau drainase
yang tercemar, masih
terdapat jalan tanah, ruas jalan yang terlalu sempit serta jalan raya yang digunakan sebagai sarana bermain anak tidak ada lahan yang tersedia untuk tempat bermain.
49 | P a g e
4.5.2. Kecamatan Mariso (Kelurahan Matoangin) Kecamatan Mariso
terdiri dari 9 kelurahan yang antara lain
keluarahan Bontorannu, Kelurahan Tamarunang, Kelurahan Mattoangin, Kelurahan Kampung buyang, Kelurahan Mariso, Keluarahan Lette, Kelurahan Mario, Kelurahan Panambungan, Kelurahan Kunjung Mae. Dengan jumlah penduduk kecamatan Mariso 54.616 jiwa. Dari sembilan kelurahan diambil satu sampel pada kelurahan Matoangin karena di kelurahan Mattoangin hampir sebagian besar dari tenaga kerja wanita khususnya tenaga kerja wanita menikah itu bekerja di sektor informal. Kelurahan Matoangin merupakan kelurahan yang memiliki rumah tangga sebanyak 1.002 kepala keluarga dengan jumlah penduduk sekitar 22.300 jiwa. Walaupun sudah termasuk dalam wilayah yang kota dan sekitarnya banyak dibangun perumahan-perumahan mewah tapi masih banyak terdapat penduduk miskin sekitarnya, meski keberadaan mereka selalu saja dipinggirkan. Untuk daerah perumahan tidak ada masalah soal drainase saluran, ruas jalan raya yang cukup luas, fasilitas olah raga, taman bermain dan penghijauan yang sudah sangat cukup, sedang untuk daerah pemukiman kumuhnya masih sama pada kelurahan yang sama kehidupan mereka jauh dari layak.
Berbagai masalah timbul antara lain ruas jalan yang sempit,
saluran drainae yang kecil dan tersumbat, tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang dekat dengan rumah warga sehingga setiap saat mungkin merasa bau dari sampah dan ancaman penyakit setiap saat dapat mengamcam mereka.
50 | P a g e
Sebagian besar penduduk kelurahan Matoangin berasal dari luar daerah dan mereka kadang yang merupakan warga imigran yang menempati kawasan kumuh yang bermata pencaharian sebagai pengusaha, pegawai, wiraswasta, tukang batu, tukang becak, pemulung, pembantu rumah tangga, supir yang menempati rumah kontrak atau pemukiman liar sebagai tempat bernaung selama hidup di Makassar. Sehingga terjadi kepadatan penduduk baik yang memenuhi kawasan kumuh dan perumahan.
51 | P a g e
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden Sektor Informal 5.1.1
Responden Menurut Jam kerja Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis maka
berikut ini jika dilihat dari jam kerja angkatan kerja wanita nikah sektor informal di kota Makassar bahwa jumlah responden terbanyak bekerja pada antara 35 – 64 jam perminggu yakni sebesar 53 persen, responden yang bekerja antara 65 – 84 jam sebanyak 33 persen, selanjutnya responden yang bekerja antara 5 – 34 jam perminggu sebanyak 12 orang, dan responden yang bekerja 85 – 104 jam perminggu sebanyak 2 persen. Dalam tabel berikut ini tergambar alokasi waktu bekerja dari responden. Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Jam Kerja Sektor Informal Di Kota Makassar Jam Kerja
Jumlah
Persentase
5-34 jam
12
12
35-64 jam
53
53
65-84 jam
33
33
85-104 jam
2
2
Jumlah
100
100
(Jam/Minggu)
Sumber Data Primer di olah 2011
Fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa wanita bekerja cenderung menggunakan lebih banyak waktunya untuk mencari nafkah. 52 | P a g e
Dengan beragam alasan seperti kebutuhan hidup, agar punya pegangan sendiri dalam artian tidak tergantung sama suami, sebagai pengganti kepala keluarga saat suami tidak bekerja atau sudah meninggal, atau untuk sekedar pekerjaan sampingan agar tidak merasa jenuh di rumah. 5.1.2
Responden Menurut Pendapatan 1. Pendapatan Responden Pendapatan wanita di sektor informal bervariasi, sehingga pendapatan
tersebut kemudian digolongkan kedalam beberapa kelompok pendapatan. Terlihat bahwa jumlah responden yang memiliki pendapatan antara Rp. 50.000,- – Rp. 600.000,- perminggu adalah sebesar 75 persen. Sedangkan responden yang memiliki pendapatan sebesar Rp. 650.000,- - 1.200.000,sebanyak 18 persen dan responden yang memiliki pendapatan sebesar Rp. 1.250.000,- - Rp. 2.200.000,- sebanyak 7 persen. Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Rata-Rata Pendapatan Yang Diperoleh Sektor Informal Di Kota Makassar Pendapatan Responden
Jumlah (Orang)
Persentase
50.000 – 600.000
75
75
650.000 – 1.200.000
18
18
1.250.000 – 2.200.000
7
7
Jumlah
100
100
(Minggu)
Sumber : Data Primer Di Olah 2011.
Kondisi ini mencerminkan bahwa, para responden pada umumnya memilih sektor informal sebagai salah satu bidang yang ditekuni karena selain 53 | P a g e
sektor informal tidak membutuhkan banyak persyaratan, juga karena pendapatan yang diterima dapat membantu membiayai pemenuhan ekonomi rumah tangga. 2. Pendapatan Kepala Keluarga/Suami Pendapatan kepala keluarga/suami perminggu sebagian besar antara Rp. 50.000,- - Rp. 600.000,- perminggu dalam penelitian ini sebesar 82 persen, sedangkan untuk kelompok pendapatan antara Rp. 650.000,- - Rp 1.200.000 perminggu mencapai 12 persen, dan pendapatan keluarga/suami antara Rp. 1.250.000,- - Rp. 2.200.000,- perminggu hanya sebesar 6 persen. Tabel 5.3. Distribusi Rata-Rata Pendapatan Kepala Keluarga/Suami Sektor Informal Di Kota Makassar Pendapatan KK/Suami
Jumlah (Orang)
Persentase
50.000 – 600.000
82
82
650.000 – 1.200.000
12
12
1.250.000 – 2.200.000
6
6
Jumlah
100
100
(Minggu)
Sumber : Data Primer Di Olah 2011.
Pendapatan kepala keluarga/suami dalam penelitian ini dihitung melalui rata-rata pendapatan yang diperoleh dari jenis pekerjaan utama kepala keluarga/suami. Definisi ini kembali dipertegas sebab untuk menghitung secara riel pendapatan riel pendapatan kepala keluarga sangatlah sulit. Hal ini karena
54 | P a g e
mayoritas kepala keluarga/suami bekerja disektor informal dengan perolehan pendapatan yang tidak menentu (kadang ada dan kadang tidak ada). sehingga untuk mentotalkan pendapatan responden beserta anggota keluarga lainnya adalah sebagai berikut: Tabel 5.4. Distribusi Total Pendapatan Responden dan Pendapatan Keluarga/Suami Sektor Informal Di Kota Makassar Persentase
Total Pendapatan
Total
≤ Rp. 650.000,-
≤ 25 % 4
26 – 50 % 32
51 – 75 % 10
≥ 76 % 1
47
Rp. 650.001, - Rp. 1.200.000,-
0
20
10
2
32
Rp. 1.200.001, - Rp. 2.200.000,-
1
5
7
3
16
≥ Rp. 2.200.000
0
2
3
0
5
Jumlah
5
49
40
6
100
Sumber : Data Primer Diolah 2011
Dari tabel 5.4. Pengaruh pendapatan responden terhadap total pendapatan dari keluarga kurang dari Rp. 650.000,- dengan persentase kurang dari 26 persen sampai 50 persen sebanyak 32 orang, sedangkan total pendapatan sebesar Rp. 1.200.001 sampai Rp. 2.200.000 sebanyak 20 orang, dan sisanya lebih dari Rp. 2.200.000,- sebanyak 3 orang. Responden Menurut Umur Pada umumnya angkatan kerja yang berusia tua mempunyai tenaga fisik yang relatif kecil dan terbatas, sebaliknya tenaga kerja yang berusia muda mempunyai kemampuan fisik yang kuat. Namun tenaga kerja yang berusia muda dan umumnya tidak atau belum berpengalaman dan mempunyai tanggung jawab
55 | P a g e
juga kemauan kerja yang relatif rendah, dibandingkan tenaga kerja yang berusia relatif tua. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa responden pada usia 35 – 44 menempati urutan tertinggi yakni sebesar 50 persen, selanjutnya pada kelompok usia antara 25 – 34 tahun yakni sebesar 28 persen. Kemudian kelompok usia antara 45 – 55 tahun yakni sebesar 16 persen, kelompok usia 15 – 24 tahun sebanyak 4 persen, dan kelompok usia 55 tahun ke atas yakni sebesar 2 persen. Mengenai keadaan usia responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5. 5. Distribusi Responden Menurut Tingkat Umur Sektor Informal Di Kota Makassar Umur (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase
15 – 24
4
4
25 – 34
28
28
35 – 44
50
50
45 – 55
16
16
55 keatas
2
2
Jumlah
100
100
Sumber: Data Primer Di olah 2011
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada umumnya wanita bekerja yang bergerak di sektor informal adalah wanita dengan usia yaitu antara 35 – 44 tahun. Fakta ini menjelaskan bahwa secara umum, keterlibatan wanita dalam dunia kerja khususnya pada sektor informal meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Hal ini disebabkan karena, makin bertambah usia wanita makin bertambah pula kebutuhannya akan bekerja, dengan beragam alasan seperti pendapatan berkurang setelah suami di PHK atau pensiun, jumlah 56 | P a g e
tanggungan yang begitu besar atau hanya ingin menghabiskan waktu agar tidak jenuh di rumah. Keadaan seperti ini terjadi, karena pada dasarnya pekerjaan pada sektor informal itu sendiri tidak membutuhkan tenaga fisik yang berat, hingga meski berusia tua pekerjaan ini masih bisa dilakukan. 5.1.4. Responden Menurut Pendidikan Peningkatan pendidikan kaum wanita menyebabkan kaum wanita memiliki peluang untuk bersaing dengan kaum laki-laki dalam memilih suatu pekerjaan. Peningkatan pendidikan pula menyebabkan kaum wanita memiliki peran dalam pembangunan maupun membantu perekonomian keluarga. Tabel 5.6. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan sektor Informal Di Kota Makassar Pendidikan
Jumlah (Orang)
Persentase
SD
48
48
SMP
29
29
SMA
22
22
Lainnya
1
1
Jumlah
100
100
Sumber : Data Primer Di Olah 2011
Tabel di atas terlihat bahwa pendidikan digunakan dalam penelitian ini cukup bervariasi. Tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) yaitu 48 responden atau 48 persen, sekolah menengah pertama (SMP) yaitu 29 responden atau 29 persen, sekolah menengah atas (SMA) yaitu 22 responden atau 22 persen, dan Strata Satu (S1) yaitu 1 responden atau 1 persen.
57 | P a g e
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja wanita pada sektor informal sangat rendah. Mungkin ini juga salah satu faktor kenapa angkatan kerja wanita lebih banyak memilih bekerja sektor informal karena di sektor informal tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi. 5.1.4. Responden Menurut Jumlah Tanggungan Berdasarkan hasil penelitian, responden yang memiliki jumlah tanggungan 1 -2 orang atau 30 persen sedangkan yang memiliki jumlah jumlah tanggungan 3 – 4 orang atau 47 persen, selanjutnya yang memiliki jumlah tanggungan 5 – 6 orang atau 12 persen dan yang memiliki jumlah tanggungan lebih dari 7 orang atau 11 persen. Gambaran lebih lengkap tentang jumlah jumlah tanggungan responden ditunjukkan pada tabel 6.6 berikut ini: Tabel 5.7. Distribusi Responden Menurut Jumlah tanggungan Sektor Informal Di Kota Makassar Jumlah Tanggungan
Orang
Persentase
1–2 3–4 5–6 7+
30 47 12 11
30 47 12 11
Jumlah
100
100
Sumber : Data Primer Di Olah 2011
Dari data dapat dipahami bahwa jumlah responden paling banyak memiliki jumlah tanggungan 3-4 orang yaitu sekitar 47 persen dan jumlah responden yang paling sedikit memiliki jumlah tanggungan lebih dari 7. Sehingga dari kondisi ini dapat di asumsikan bahwa salah satu faktor atau motivasi utama wanita bekerja di sektor informal adalah karena adanya 58 | P a g e
tuntutan tanggungan jawab yang begitu tinggi terhadap keluarga. Sebab wanita juga mempunyai kontribusi atau bagian untuk memberikan nafkah kepada keluarga apalagi jika jumlah tanggungan yang begitu besar yang tidak seimbang dengan pendapatan suami. 5.1.5. Pengalaman Kerja Responden Klasifikasi pengalaman kerja membagi dua kategori yaitu punya pengalaman kerja dan tidak punya pengalaman kerja. Dengan hasil klasifikasi terbesar sebagian besar tidak mempunyai pengalaman kerja 59 persen. Selanjutnya punya pengalaman kerja 41 persen. Tabel 5.8. Distribusi Responden Menurut Pengalaman Kerja Sektor Informal Di Kota Makassar Pengalaman kerja
Jumlah (Orang)
Persentase
Pernah Bekerja
41
41
Tidak Pernah Bekerja
59
59
Jumlah
100
100
Sumber: Data Primer Di Olah 2011
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar responden yang bekerja disektor informal tidak punya pengalaman kerja. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah sehingga sangat sulit mencari kerja di sektor formal.
59 | P a g e
5.1.6. Jenis Pekerjaan Responden Klasifikasi jenis pekerjaan ini menjadi dua kategori yaitu wanita yang bekerja di dalam rumah dan wanita yang bekerja diluar rumah. Berdasarkan hasil klafikasi membuktikan bahwa sebagian besar wanita itu bekerja diluar rumah yaitu sebanyak 52 persen dan sisinya sebanyak 48 persen bekerja di dalam rumah. Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan Responden Sektor Informal Di Kota Makassar
Jenis Pekerjaan
Jumlah (Orang)
Persentase
Di Dalam Rumah
48
48
Di Luar Rumah
52
52
Jumlah
100
100
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar responden yang bekerja disektor informal bekerja di luar rumah. Karena itu sebagian dari mereka yang bekerja di luar terkendala oleh modal untuk memciptakan pekerjaan di dalam rumah rumah dan para wanita yang bekerja di luar mengganggap bahwa lebih besar pendapatan yang akan mereka dan peluang untuk memperoleh pekerjaan lebih dari satu dibandingkan mereka bekerja didalam rumah.
60 | P a g e
5.2. Hasil Analisis Regresi Penawaran Angkatan Kerja Wanita Nikah Sektor Informal di Kota Makassar Hasil analisis regresi Penawaran Angkatan Kerja Wanita Nikah Sektor Informal di Kota Makassar dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut :
Tabel 5. 9 . Rekapitulasi Data Hasil Regresi linier Berganda
Variabel
Koefisien . regresi
t-hitung
Prob/sig
Constanta (C)
26,755
3,543
0,001
Pendapatan (X1)
2.347730824801411
7,697
0,000
Umur (X2)
-,216
-1,410
0,162
Pendidikan (X3)
,775
1,476
0,143
Jumlah Tanggungan (X4)
3,535
3,163
0,002
Pengalaman Kerja (D1)
1,551
0,603
0,548
F-Hitung
= 31,341
Standar
= 11,489
R
= 0,791
prob. F- hitung
= 0,000
Adjusted R Square
= 0,605
N
= 100
R Squere
= 0,625
Sumber : Data Primer Diolah 2011
Berdasarkan pada tabel 5.9, maka dapat diketahui konstanta dan koefiensi regresi linier berganda setiap vaiabel sehingga dapat dibentuk suatu persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 26,755 + 2.347730824801411 X1– 0,216 X2 + 0,775 X3 + 3,535 X4 + 1,551 D1
Sesuai dengan hipotesis yang dikemukan, regresi diatas menunjukkan bahwa koefiesien regresi β0 = 26,755, apabila pendapatan, umur, pendidikan,
61 | P a g e
jumlah tanggungan dan pengalaman kerja konstan maka jam kerja tenaga kerja wanita sebesar 26,755 jam/minggu. Sementara itu, R = 0,791 hal ini menunjukkan bahwa faktor pendapatan, umur, pendidikan, jumlah tanggungan dan pengalaman kerja berpengaruh cukup kuat terhadap penawaran tenaga kerja wanita. Koefisien Determinasi (R2) dari hasil olahan data adalah 0,62. Hasil ini menunjukkan bahwa dari keseluruhan variabel independen yang diteliti yaitu: pendapatan, usia pekerja, pendidikan, jumlah tanggungan dan pengalaman kerja dapat menjelaskan variabel dependen (penawaran angkatan kerja/minggu) sebesar 62% sedangkan sisanya sebesar 38 % dipengaruh oelh variabel lain di luar model. Ini menunjukkan bahawa analisis yang digunakan cukup layak. Untuk mengetahui tingkat signifikasi dari variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan, maka digunkan Uji-F. Berdasarkan pada tabel 4.10. diperoleh nilai F hitung sebesar 31,341 lebih besar dari F tabel pada taraf kepercayaan yaitu sebesar 2,31 ( F hitung > F tabel) dengan tingkat probabilitas 0,000 (signifikasi). Karena probabilitas jauh lebih kecil dari α = 0,05, maka diputuskan bahwa Ho ditolak H1 di terima, dengan demikian maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi jumlah penawaran angkatan kerja wanita nikah sektor informal di kota makassar atau dapat dikatakan bahwa pendapatan, usia wanita, pendidikan, jumlah tanggungan, dan pengalaman kerja secara bersama-sama atau simultan berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap penawaran angkatan kerja wanita nikah disektor informal di kota makassar.
62 | P a g e
Uji Statistic Pendapatan Responden pengaruh positif terhadap jam kerjanya di sektor informal dapat ditunjukkan oleh nilai koefisien pendapatan sebesar 2.3477, yang artinya bahwa setiap peningkatan pendapatan responden sebesar Rp. 1 maka akan menambah jam kerja sektor informal sebesar 2.3477 jam/minggu dengan asumsi variabel lain konstan. Dengan kata lain, naik pendapatan akan menjadi indikasi untuk menambah jumlah jam kerja di sektor informal. Hasil penelitian ini Hal ini sesuai dengan penelitian yang oleh Indah Khairan bahwa pendapatan wanita signifikan berpengaruh secara nyata dan positif terhadap penawaran tenaga kerja wanita. Berdasarkan uji t untuk menunjukkan bahwa variabel pendapatan responden
berpengaruh
menunjukkan pendapatan
secara
signifikan.
Hasil
signifikasi
responden, Dari hasil regresi
pengujian
mempunyai nilai
koefiesien thitung 7, 697 > 1,661, dengan nilai signifikasi 0,001 maka keputusan adalah Ho ditolak H1 diterima. Karena nilai signifikasi lebih kecil dengan taraf nyata (sig < α = 0,05) hal ini berarti bahwa variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (penawaran). Pengaruh usia responden terhadap penawaran angkatan kerja di sektor informal ditunjukkan oleh nilai koefisien usia wanita sebesar -0,216 yang artinya bahwa setiap peningkatan usia wanita sebesar 1 tahun maka jam kerja akan menurun sebesar 0,216 jam/minggu dengan asumsi variabel lainnya konstan. Di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tumanggor dan Sulaiman Efendi yang menyatakan bahwa semakin tinggi umur wanita maka akan semakin sedikit waktu yang digunakan untuk berpartisipasi dalam bekerja dan berpengaruh 63 | P a g e
negatif dalam faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi angkatan kerja wanita di kota Medan. Semakin tua , maka akan mengurangi jam kerjanya. Dalam penelitian ini umur berpengaruh negatif terhadap penawaran angkatan kerja Hasil signifikasi pengujian menunjukkan umur Dari hasil regresi mempunyai nilai koefiesien t hitung -1,410 < 1,661, dengan nilai signifikasi -0,162 maka keputusan adalah Ho diterima H1 ditolak . Karena nilai signifikasi lebih kecil dengan taraf nyata (sig < α = 0,05) hal ini berarti bahwa variabel independen berpengaruh tidak nyata terhadap variabel dependen (penawaran). Ini menunjukkan bahwa
wanita menikah yang berusia sudah tidak
produktif cenderung mengurangi jam kerja di luar rumah untuk mencari nafkah. Dan ini juga di dukung oleh pernyataan Payaman Simanjuntak yang menyatakan bahwa pada titik tertentu penawaran akan menurun seiring dengan usia yang semakin bertambah. Di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Tumanggor dan Sulaiman Efendi yang menyatakan bahwa semakin tinggi umur wanita maka akan semakin berkurangt
waktu yang digunakan untuk berpartisipasi dalam
bekerja. Hal ini sesuai fakta yang terjadi di lapangan bahwa tidak ada batasan umur wanita untuk menambah dan mengurangi jam kerja, Namun dilihat dari segi tingkat produktifitas angkatan kerja wanita yang berusia 65 tahun keatas memiliki tingkat produktifitas rendah sehingga penawaran angkatan kerja untuk usia yang lebih tua atau tidak produktif akan rendah dibandingkan dengan angkatan kerja yang berusia produktif. Usia produktif dalam penelitian ini adalah usia 35 – 44 tahun. Besarnya pengaruh pendidikan responden terhadap penawaran tenaga kerja di sektor informal ditunjukkan oleh nilai koefisien pendidikan wanita 64 | P a g e
sebesar 0,775, yang artinya bahwa setiap peningkatan pendidikan wanita sebesar 1 tahun pendidikan, maka akan meningkatkan penawaran angkatan kerja sebesar 0,775 jam/minggu dengan asumsi variabel lain tetap. Akan menambah jam kerjanya sebesar 0,775jam/minggu Dalam penelitian ini pendidikan berpengaruh positif terhadap penawaran angkatan kerja Hasil signifikasi pengujian menunjukkan pendidkan Dari hasil regresi mempunyai nilai koefiesien t hitung 1,476 < 1,661, dengan nilai signifikasi 0,143 maka keputusan adalah H1 di tolak Ho di terima . Karena nilai signifikasi lebih kecil dengan taraf nyata (sig < α = 0,05) hal ini berarti bahwa variabel independen berpengaruh tidak nyata terhadap variabel dependen (penawaran). Penelitian yang dilakukan oleh Sa’ir Tumanggor dan Sulaiman Efendi yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi akan semakin memberikan peluang kepada tenaga kerja wanita untuk bekerja walaupun jumlahnya sedikit. Dan seperti yang dikemukan oleh Damayanti yakni pada gilirannya
dengan
semakin
tingginya
pendidikan
akan
semakin
besar
partisipasinya dalam tenaga kerja. Karena pendidikan yang diperoleh di anggap juga akan memperkuat persiapan untuk memasuki kehidupan keluarga yang lebih sejahtera. Namun dalam penelitian ini, tinggi rendahnya pendidikan bukan menjadi masalah terhadap jam kerja, justru wanita yang berpendidikan rendah yang memiliki jam kerja lebih banyak karena semakin banyak yang bisa mereka lakukan untuk bekerja atau melakukan penawaran maka semakin gampang mereka untuk masuk atau melakukan penawaran di sektor informal. Itu sebabnya banyak sebagian wanita lebih memilih untuk masuk ke sektor informal di
65 | P a g e
bandingkan ke sektor formal karena pendidikan bukan batasan untuk mereka memperoleh pekerjaan. Kemudian besarnya
pengaruh jumlah tanggungan responden terhadap
penawaran angkatan kerja di sektor informal ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi jumlah tanggungan wanita sebesar 3,535, peningkatan
yang artinya bahwa setiap
jumlah tanggungan wanita sebesar 1 orang, maka akan
mempengaruhi jumlah jam kerja wanita nikah sektor informal sebesar 3,535 jam/minggu dengan asumsi variabel lainnya konstan. Di dukung oleh temuan (Becker.1985) memperlihatkan bahwa wanita bekerja yang berkeluarga anak dan tanggungan diduga mempunyai semangat dan kerja intensitas kerja untuk bekerja lebih keras dikarenakan pertimbangan tanggung jawab keluarga lebih utama. Dalam penelitian ini jumlah tanggungan berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja Hasil signifikasi pengujian menunjukkan pendapatan total, Dari hasil regresi mempunyai nilai koefiesien t hitung 3,163 > 1,661, dengan nilai signifikasi 0,002 maka keputusan adalah Ho di tolak H1 diterima . Karena nilai signifikasi lebih kecil dengan taraf nyata (sig < α = 0,05) hal ini berarti bahwa variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (jam kerja). Pengalaman kerja memiliki besar koefien regresi variabel sebesar 1,551. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan jam kerja antara tenaga kerja wanita yang memiliki pengalaman kerja dengan wanita yang tidak memiliki pengalaman kerja sebesar 1,551 dengan asumsi variabel lainnya konstan.
66 | P a g e
Dalam penelitian ini
berpengaruh pengalaman kerja positif terhadap
penawaran angkatan kerja. Hasil signifikasi pengujian menunjukkan pengalaman kerja , Dari hasil regresi mempunyai nilai koefiesien t hitung 0,603 < 1,661, dengan nilai signifikasi 0,543 maka keputusan adalah Ho di terima H1 ditolak . Karena nilai signifikasi lebih besar dengan taraf nyata (sig < α = 0,05) hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan jumlah jam kerja pada angkatan kerja wanita di sektor informal baik yang memiliki pengalaman kerja maupun yang tidak memiliki pengalaman kerja. Karena kebanyakan wanita yang bekerja di sektor informal tidak mempunyai pengalaman kerja. Itu sebabnya, banyak wanita yang lebih memilih masuk di sektor informal dibanding di sektor formal. Hal ini disebabkan karena pengalaman kerja dalam sektor informal tidak terlalu diperhitungkan, dimana pengalaman kerja hanya dapat dilihat dari sisi bagaimana angkatan kerja wanita menggunakan skill dalam pekerjaannya. Bekerja disektor informal tidak membutuhkan pengalaman kerja, sebab sektor informal merupakan pilihan. karena tingkat pendidikan yang rendah sehingga mereka tidak dapat bekerja disektor formal.
67 | P a g e
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
mengenai
penagruh pendapatan responden, umur, pendidikan, jumlah tanggungan dan pengalaman kerja terhadap Penawaran Angkatan Kerja Wanita Menikah Sektor Informal di Kota Makassar. Adapun kesimpulan yang bisa di ambil adalah sebagai berikut : 1. Variabel Pendapatan Responden (X1) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Jam Kerja (Y) Penawaran Angkatan Kerja Wanita Menikah Sektor Informal Di Kota Makassar . 2. Variabel umur (X2) memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap jam kerja (Y) Penawaran Angkatan Kerja Wanita Menikah Sektor Informal Di Kota Makassar . 3. Variabel pendidikan (X3) memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap jam kerja (Y) Penawaran Angkatan Kerja Wanita Menikah Sektor Informal Di Kota . 4. Variabel jumlah tanggungan (X1) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Jam Kerja (Y) Penawaran Angkatan Kerja Wanita Menikah Sektor Informal Di Kota Makassar . 5. Variabel pengalaman kerja (D1) menunjukkan tidak ada perbedaan secara nyata jam kerja antara angkatan kerja wanita yang memiliki pengalaman kerja dengan yang tidak memiliki pengalaman kerja. 68 | P a g e
6. Secara simultan, variabel pendapatan (X1), Umur (X2), Pendidikan (X3), Jumlah Tanggungan (X4) dan Pengalaman Kerja (D1) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap variabel terikat (Y) yaitu penawaran angkatan kerja wanita. 7. Variabel-variabel bebas yaitu pendapatan (X1), Umur (X2), Pendidikan (X3), Jumlah Tanggungan (X4) dan Pengalaman Kerja (D1) secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel-variabel terikat atau jam kerja sebesar 62 %. Sedangkan sisanya sebesar 38 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam estimasi model.
6.2. Saran Dari analisis yang diperoleh peneliti ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut : 1.
Sebaiknya pemerintah lebih memperbaiki masalah pendidikan masyarakat terutama untuk masyarakat golongan menengah ke bawah sehingga kedepannya kualitas pendidikan akan lebih baik secara menyeluruh ke semua golongan masyarakat.
2.
Perlunya menanamkan jiwa kewirausahaan bagi kelompok angkatan kerja wanita yang tidak semua terserap oleh pasar kerja karena keterampilan yang mereka punya akan bisa mereka pakai di pasar kerja
sehingga memberikan implikasi kewirausahaan yang akan
terus dikembangkan akan menjadi solusi dalam menciptakan pekerjaan, yang lebih kreatif dan inovatif dimasa depan.
69 | P a g e
3.
Adanya pemberian kemudahan kepada tenaga kerja wanita yang sudah menikah untuk juga dapat masuk ke pasar kerja, karena terkadang ada perusahaan dan sektor formal tidak mau menerima wanita yang sudah menikah untuk masuk ke dalam perusahaan atau kantor dengan alasan dan pertimbangan bahwa tenaga kerja wanita yang sudah menikah dianggap kurang profesional baik dari jumlah curahan jam kerja maupun biaya tambahan yang harus ditanggung oleh perusahaan. Sehingga terkadang terjadi diskriminasi pada wanita yang sudah menikah untuk masuk ke sektor formal.
4.
Di sarankan kepada peneliti selanjutnya agar mempertimbangkan menggunakan variabel yang pengaruhnya tidak signifikan tersebut kedalam model penelitiannya.
70 | P a g e
BAB VI DAFTAR PUSTAKA Adi setiawan, Satrio. 2010. Pengaruh Umur, Pendidikan, Pengalaman Kerja, dan Jenis Kelamin Terhadap Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik Di Kota Magelang. Universitas Diponegoro. Semarang Aditya Arif. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kontribusi Ibu Bekerja terhadap Pendapatan keluarga. Malang. skripsi Agus Darjanto. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Wanita. Surabaya. Becker. G.S. 1985. “Human Capital, Effort, and The Sexual Division of Labor”.Journal of Labor Economic, Vol. 3. Bellante, Don dan Jackson, Mark. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta BPS 2007-2010 . Keadaan Angkatan Kerja Di Kota Makassar. Makassar BR, Arfida. 2003. Ekonomi Sumberdaya Manusia. Penerbit : Ghalia Indonesia. Jakarta Damayanti. Ariska, 2011, Analisis Penawaran Tenaga Kerja Wanita Menikah Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Kasus 30 Responden Wanita Menikah di Kota Semarang). Universitas Diponegoro. Semarang . Fatmawati. Dan Fitrianti Retno.2005. analisis Penawaran Tenaga Kerja Sektor Informal Perkotaan di Makassar, SULSEL. Jurnal Gujarati, Damodar N., 1988. Basic Econometrics. McGraw-Hill, International Edition, 2nd Wdition. Ken Suratiyah et al. 1996. Dilema Wanita, antara Industri Rumah Tangga dan Aktivitas Domestik. Yogyakarta: Aditya Media Lewis, W.A. 1954..Economic Development with Unlimited Supplies of Labour; Manchester: The Manchester School. Nilakusmawati, Desak Putu Eka. 2010. Kajian Aktivitas Ekonomi Pelaku Sektor Informal Di Kota Denpasar (Studi Kasus Wanita Pedagang Canang Sari). Bali. Nurpilihan, 2001. Laporan Kegiatan Special Initiative for Women Unemployment (SIWU) di Kecamatan Cibiru, Kotamadya Bandung. Proyek Kerjasama Jurusan Teknologi Pertanian Unpad dengan Dept. 71 | P a g e
Kimpraswil dalam Mengatasi Masalah Pengangguran Wanita di Perkotaan. Kurniawan, Rahmat Akbar. 2008. Penawaran Tenaga Kerja Wanita Migran Kasus Kabupaten Lombok Tengah Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Siregar, Hermanto dan Sukwika, Tatan. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja Dan Implikasi Kebijakannya Terhadap Sektor Pertanian Di Kabupaten Bogor. Siregar, Mustauli. 2004. Kontribusi Usaha Warung Makanan Dalam Ekonomi Rumah Tangga Di Desa Objek Wisata Karang Anyer Kabupaten Simalungun. Jurnal Sholeh, maimun. 2006. Permintaan Dan Penawaran Tenaga Kerja Serta Upah:Teori Serta Beberapa Potretnya Di Indonesia. Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Sukirno, Sadono. 2003, Pengantar Teori Mikroekonomi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suparmoko, M dan Irawan,1981, Ekonomi Pembangunan, Edisi Ketiga, Cetakan Kedua, Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Todaro, M.P. 2000. Economic Development in the Third World. Seventh Edition. PearsonEducation Limitied, New York. Tumanggor Sa’id dan Effendi Sulaiman . 2009. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Wanita Di Kota Medan. FKIP UMSU. Trisnawati. 2003. “Diskriminasi Upah Pekerja Pribumi dan Non Pribumu di Sektor Industri dan Jasa di Sumatera Selatan” Tesis pada PPS Unsri. Rahmatia, 2004, Pola dan Efesiensi Konsumsi Wanita Pekerja Perkotaan SulSel Suatu Model Ekonomi Rumah Tangga Untuk Efek Human Capital Dan Social Capital Terhadap Efisiensi Konsumen. Disertasi PPS Universitas Hasanuddin. Makassar Payaman J Simanjuntak, 1985, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, BPFE UI, Jakarta. Payaman. J. S. 1998, Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, Penerbit: LPEF-UI. Jakarta
72 | P a g e
Wirawan. 2003. Analisis Variabel-variabel yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Wanita di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalimantan Selatan. Zannatos, T. dan Zafiris. 1994. Growth Adjusment and the Labour Market, Effect on Women Workers Paper Presented at 4 th Conference of the International Association for Feminist. Economics Universite, Francoise, Tabelis, Tours France, july 5-7
73 | P a g e