1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan utama ketiga setelah padi dan jagung. Komoditas kedelai saat ini tidak hanya diposisikan sebagai bahan pangan dan bahan baku industri pangan, tetapi juga ditempatkan sebagai bahan makanan sehat dan bahan baku industri non-pangan. Kedelai sebagai bahan pangan mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan serat yang paling baik. Dalam lemak kedelai terkandung beberapa fosfolipida penting, yaitu lesitin, sepalin dan lipositol. isoflavonoid
lebih
tinggi
dibanding
Kedelai memiliki kandungan
tanaman
bahan
pangan
lainnya
(Banaszkiewicz, 2011; Koswara, 2006). Proyeksi konsumsi kedelai menunjukkan bahwa total kebutuhan terus mengalami peningkatan yaitu 2,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton pada tahun 2025. Jika sasaran produktivitas rata-rata nasional 1,5 ton/ha bisa dicapai, maka kebutuhan areal tanam diperkirakan sebesar 1,81 juta ha pada tahun 2015 dan 2,24 juta ha pada tahun 2025 (Simatupang et al., 2005). Tantangannya adalah bagaimana mencapai areal tanam tersebut sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai tanaman palawija lainnya (Atman, 2009). Pengembangan kedelai di dalam negeri diarahkan melalui strategi peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Peningkatan produktivitas dicapai
dengan
penerapan
teknologi
yang
sesuai
(spesifik)
bagi
agroekologi/wilayah setempat (Simatupang et al., 2005). Di sisi lain masih
Universitas Sumatera Utara
2
banyak tanah di Indonesia belum dimanfaatkan akibat keterbatasan teknik budidaya. Tanah salin adalah salah satu lahan yang belum dimanfaatkan secara luas untuk kegiatan budidaya tanaman, hal ini disebabkan adanya efek toksik dan peningkatan
tekanan
pertumbuhan tanaman
osmotik
akar
yang
mengakibatkan
terganggunya
(Slinger dan Tenison, 2005). Masalah salinitas tidak
hanya dijumpai di daerah pasang surut saja tetapi juga di daerah-daerah kering yang
curah
hujan
evapotranspirasinya.
di
daerah
Secara
tersebut
agronomi,
lebih
strategi
sedikit untuk
dibandingkan menanggulangi
permasalahan pada lahan marjinal tersebut adalah memanfaatkan tanaman yang toleran terhadap cekaman salinitas (Utama et al., 2009). Upaya penggunaan varietas toleran salin hingga saat ini masih terkendala oleh terbatasnya ketersediaan varietas kedelai unggul berdaya hasil tinggi dan toleran salin. Sumbangan inovasi teknologi hasil penelitian berupa varietas unggul baru spesifik lokasi
merupakan andalan untuk meningkatkan produksi baik
melalui program peningkatan produktivitas maupun perluasan areal. Fokus penelitian melestarikan dan mendayagunakan plasma nutfah tanaman kedelai guna menopang kegiatan pemuliaan berkelanjutan dan produktif menghasilkan varietas unggul baru (Simatupang et al., 2005). Sumber ketahanan terhadap salinitas pada kedelai sampai saat ini sangat terbatas sehingga perbaikan untuk karakter tersebut dilakukan melalui metode seleksi berbagai varietas kedelai di lapangan. Metode ini telah digunakan untuk meningkatkan sifat resistensi pada beberapa jenis tanaman, baik cekaman biotik maupun abiotik (Mariska et al., 2004; Sutjahjo, 2006). Beberapa tanaman mengembangkan mekanisme untuk mengatasi cekaman tersebut di samping ada pula yang menjadi teradaptasi. Mayoritas tanaman Universitas Sumatera Utara
3
budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi atau sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen yang berkurang (Yuniati, 2004). Cekaman salinitas merupakan cekaman abiotik yang dapat mempengaruhi produktivitas dan kualitas tanaman. Pertumbuhan akar, batang dan luas daun berkurang karena ketidak seimbangan metabolik yang disebabkan keracunan ion Na dan Cl, cekaman osmotik, kekurangan hara dan cekaman oksidatif (Munns et al., 2006; Sembiring dan Gani, 2005). Cekaman salinitas meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman (Harjadi dan Yahya, 1988). Tanaman yang tercekam salinitas mengalami stres oksidatif yang mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis seperti transport elektron. Salah satu pendekatan untuk mendorong toleransi stres oksidatif yang akan meningkatkan substrat enzim pada tingkat sel adalah aplikasi asam askorbat. Asam askorbat merupakan metabolit utama yang penting pada tanaman yang berfungsi sebagai antioksidan, kofaktor enzim dan sebagai modulator sinyal sel dalam beragam proses fisiologis penting, termasuk biosintesis dinding sel, metabolit sekunder dan fitohormon, toleransi terhadap cekaman, photoprotection, pembelahan dan pertumbuhan sel (Wolucka et al., 2005). Stres oksidatif menginduksi konsentrasi ROS (Reactive Oxygen Spesies) yang lebih tinggi/menengah seperti superoksida (O2-), H2O2 dan radikal hidroksi, karena proses transportasi elektron terganggu di kloroplas, mitokondria, dan jalur fotorespirasi. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara source dan sink dalam metabolisme tanaman. Aplikasi asam askorbat diharapkan dapat mencegah/mengurangi aktivitas ROS yang terjadi akibat stres garam sehingga tanaman lebih toleran (Bohnert et al., 1995). Universitas Sumatera Utara
4
Di Kecamatan Percut Sei Tuan ada sekitar 700 hektar lebih areal yang dikategorikan telah terintrusi air laut. Informasi yang diperoleh dari petani setempat kedelai yang pernah ditanam setelah padi sawah pada lokasi ini tidak pernah berproduksi. Penelitian pendahuluan di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang telah dilakukan pada dua periode yaitu pada musim hujan dan kemarau dengan melakukan seleksi terhadap 20 varietas kedelai. Hasil penelitian menunjukkan ada 5 varitas yang mampu berproduksi pada lahan salin yaitu varietas Grobogan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray dan Detam 2 namun produksi masih sangat rendah. Penurunan produksi akibat cekaman salinitas jika dibandingkan produksi kedelai pada kondisi optimum mencapai 36,56% - 91,56% tergantung dari varietas kedelai. Penurunan produksi kedelai diduga disebabkan cekaman osmotik, cekaman oksidatif, keracunan ion, dan kekurangan hara. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi cekaman salinitas pada kedelai adalah dengan inokulasi fungi mikoriza arbuskular (FMA). Aplikasi FMA dapat mengatasi cekaman salinitas melalui berbagai mekanisme seperti meningkatkan serapan hara, menghasilkan hormon pertumbuhan tanaman, serta merubah sifat fisiologi dan biokimia tanaman inang. Inokulasi FMA juga dapat meningkatkan proses fisiologi tanaman inang seperti peningkatan kapasitas absorpsi unsur hara oleh tanaman dengan peningkatan tekanan hidrolik akar dan mempertahankan tekanan osmotik dan komposisi karbohidrat (Evelin et al., 2009). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa simbiosis antara FMA dengan tanaman pada kondisi salin dapat memperbaiki pertumbuhan dan toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas termasuk tanaman kedelai (Ghorbanli et al., 2004; Sharifi et al., 2007; Giri et al., 2007; Borde et al., 2010). Meskipun telah diketahui bahwa peranan FMA dalam pertumbuhan tanaman pada kondisi salin Universitas Sumatera Utara
5
sangat penting, namun potensi FMA asal tanah salin belum dipelajari secara lengkap. Hal ini ditunjukkan oleh hampir semua penelitian pemanfaatan FMA pada kondisi salin menggunakan FMA yang berasal dari tanah tidak salin. Perbedaan jenis dan asal FMA akan mempengaruhi kemampuan FMA untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman pada kondisi salin. Dengan demikian diduga pada kondisi salin FMA asal tanah salin lebih efektif daripada FMA asal tanah tidak salin (Delvian, 2003). Produksi kedelai yang dibudidayakan diharapkan akan meningkat bila telah diperoleh genotipa kedelai tahan salinitas, aplikasi asam askorbat dan inokulasi
FMA untuk mengatasi berbagai cekaman salinitas pada budidaya
kedelai.
1.2. Perumusan Masalah Upaya peningkatan produksi kedelai nasional
melalui perluasan areal
penanaman di lahan marjinal seperti di lahan salin masih menghadapi berbagai permasalahan terkait toksisitas ion Na dan Cl, ketersediaan hara yang rendah, cekaman osmotik dan stres oksidatif.
Selain itu dibutuhkan teknik budidaya
pertanian yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman yang terpapar cekaman salinitas. Penggunaan varietas kedelai toleran salinitas merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kedelai tetapi sampai saat ini belum banyak informasi mengenai varietas kedelai toleran salinitas berdaya hasil tinggi untuk dibudidayakan di lahan salin. Produksi kedelai di lahan salin juga dapat ditingkatkan dengan penggunaan teknik budidaya yang dapat membantu tanaman untuk mengatasi cekaman salinitas, seperti penggunaan asam askorbat dan inokulasi fungi mikoriza arbuskular indigenous. Aplikasi asam askorbat diharapkan dapat meningkatkan Universitas Sumatera Utara
6
ketahanan tanaman terhadap stres oksidatif yang diakibatkan cekaman salinitas, sedangkan fungi mikoriza arbuskular indigenous dapat berperan meningkatkan produksi kedelai melalui mekanisme peningkatan serapan hara dan air serta menjaga tekanan osmotik.
1.3. Tujuan Penelitian 2.
Meningkatkan ketahanan genotipa kedelai terhadap cekaman salinitas melalui seleksi adaptasi bertahap.
3.
Mengatasi cekaman salinitas melalui aplikasi asam askorbat.
4.
Mendapatkan isolat FMA yang efektif untuk dikembangkan dan dimanfaatkan pada lahan salin.
5.
Meningkatkan produksi kedelai tahan salinitas melalui aplikasi asam askorbat dan inokulasi FMA.
1.4. Manfaat Penelitian 2.
Diperoleh genotipa kedelai tahan terhadap cekaman salinitas.
3.
Diperoleh isolat FMA yang efektif untuk mengatasi cekaman salinitas pada tanaman kedelai.
4.
Diperoleh dosis dan waktu aplikasi asam askorbat yang tepat untuk meningkatkan ketahanan kedelai terhadap cekaman salinitas.
Universitas Sumatera Utara