BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Perusahaan milik negara yang diberikan
mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dengan prinsip pengelolaan hutan lestari baik dari segi ekonomi, ekologi, dan Sosial. Dalam pengelolaan hutan, Perum Perhutani menghasilkan produk kayu dan non kayu. Produk kayu utama yang dikelola adalah Jati, Hal ini dapat dilihat dari luas kelas perusahaan jati sebesar 52 % dari Total luas hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani yaitu seluas 2.426.206 Ha (Sukmananto, 2014). Kebutuhan kayu meningkat setiap tahun, sedangkan pasokan yang dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu dunia diperkirakan sekitar 3,4 milyar m3/tahun dengan hampir setengahnya digunakan untuk bahan bakar dan industri kayu. Tahun 2040 diprediksi kebutuhan kayu dunia untuk industri akan meningkat dari yang saat ini 1,5 milyar m3 menjadi sekitar 2,5 milyar m3/tahun (Lelu-Walter et al., 2013). Salah satu jenis kayu yang diminati oleh masyarakat adalah kayu jati. Tanaman jati banyak diminati oleh masyarakat karena jati menghasilkan kayu yang sangat berharga dan dapat dipakai untuk memenuhi berbagai keperluan karena mempunyai kelas awet yang tinggi, dimensinya stabil, dekoratif dan
1
2
mudah dikerjakan. Oleh karena itu di pulau Jawa jati sangat disukai oleh masyarakat untuk bahan membuat rumah, mebel, alat-alat pertanian, dan lain-lain (Simon, 2006). Selain keawetan dan kekuatannya, jati juga dikenal sebagai kayu artistik. Walaupun harganya tinggi, jati tetap banyak dicari. Ini terbukti dari kebutuhan jati per tahun yang terus meningkat. Kebutuhan kayu jati dalam negeri sampai saat ini belum terpenuhi semua. Dari kebutuhan sebesar 2,5 juta m3 per tahun baru dapat dipenuhi oleh Perum Perhutani sebesar 0,75 juta m3 per tahun sehingga masih ada kekurangan sekitar 1,75 juta m3 (Sumarna, 2005). Belum terpenuhinya kebutuhan kayu jati dengan pasokan yang tersedia dikarenakan produktivitas hutan tanaman jati yang menurun dari tahun ke tahun karena struktur tegakan yang didominasi oleh kelas umur muda, padahal tanaman jati konvensional memiliki pertumbuhan yang lambat dan daur yang panjang yaitu 80 tahun. Untuk memenuhi permintaan kayu jati, maka Perum Perhutani mengembangkan tanaman jati dengan daur tebang yang lebih singkat dari jati konvensional melalui pemuliaan pohon. Menurut Naiem (2005) pemuliaan pohon ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk melalui perpaduan genetik, silvikultur yang tepat dalam kegiatan pengelolaan hutan. Jati produksi Perhutani yang dikembangkan melalui pemuliaan pohon tersebut dikenal dengan nama Jati Plus Perhutani (JPP) dengan masa daur 20 tahun. Kelebihan Jati Plus Perhutani (JPP) dari jati konvensional antara lain adaptif di berbagai tempat tumbuh karena berasal dari proses seleksi sangat ketat. JPP dapat tumbuh lebih cepat dari jati biasa, baik di lahan kurus maupun lahan subur, tingkat keseragaman
3
tinggi, batang relatif lurus dan silindris serta mempunyai nilai ekonomis tinggi (Perum Perhutani, 2012). JPP dikembangkan melalui dua cara perbanyakan yaitu vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan generatif dengan menggunakan biji JPP asal kebun benih klonal (KBK). Tanaman JPP saat ini telah ditanam pada lahan seluas 190.000 ha. Terlebih lagi Perhutani berencana melakukan penanaman JPP sebesar 70 % dari lahan Perhutani yang ada (Perum Perhutani, 2012). Meskipun akan dilakukan penanaman berskala besar, tetapi refrensi mengenai Jati Plus Perhutani masih terbatas. Dalam rangka penyediaan refrensi mengenai Jati Plus Perhutani maka perlu dilakukan penelitian mengenai pertumbuhannya. Dinamika tegakan selama pengelolaan ditunjukan oleh perkembangan struktur tegakan sebagai akibat proses pertumbuhan dan perlakuan-perlakuan yang dikenakan terhadap pohon-pohon dalam tegakan. Dinamika tegakan dapat dilihat dari pertumbuhan batang, tinggi pohon, maupun perkembangan tajuk pohon (Anonim, 1993). Tajuk pohon mempunyai peran penting dalam produktivitas pohon, karena tajuk adalah tempat berlangsungnya proses fisiologis, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi, yang mengarah ke pertumbuhan dan perkembangan pohon. Dalam kombinasi dengan jumlah energi radiasi matahari. Energi matahari yang terserap dari ujung tajuk hingga seluruh daun pembentuk tajuk akan menghasilkan volume tajuk (Wang dan Jarvis, 1990). Energi yang diserap secara langsung mempengaruhi pertumbuhan pohon dan dinamika pertumbuhan.
4
Menurut Brown (1971) dalam Daniel et al., (1987) bahwa perilaku percabangan dan bentuk tajuk pohon yang diakibatkannya juga dipengaruhi oleh umur dan faktor lingkungan. Di kehutanan potensi ukuran dan bentuk tajuk pohon mempunyai kaitan penting dengan faktor-faktor seperti jarak tanam permulaan, kontrol kualitas kayu glondong, keperluan untuk pemeliharaan antara (Daniel et al., 1987). Tajuk pohon dapat dimanfaatkan untuk mengukur kerapatan tegakan (Daniel et al., 1987). Kerapatan tegakan akan menentukan ketersediaan ruang tumbuh yang cukup bagi pertumbuhan pohon. Kerapatan Masing-masing pohon dalam suatu tegakan mempunyai ruang tumbuh yang terbatas yang dibatasi oleh pohon di sekitarnya. Keterbatasan tersebut antara lain dalam mendapatkan cahaya matahari maupun air dan unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan. Kondisi tersebut yang memacu terjadinya kompetisis antar pohon. Menurut Sumadi (2011), sejalan dengan waktu, kerapatan harus dikurangi untuk menyediakan ruang tumbuh bagi perkembangan tajuk dan daerah perakaran serta untuk memacu pertumbuhan lateral (diameter). Studi dinamika tegakan hutan tanaman dilihat dari diameter dan tinggi pohon sudah banyak dilakukan. Namun, studi mengenai model volume tajuk dalam hal ini JPP asal KBK (Kebun Benih Klon) di KPH Madiun nampaknya belum banyak dilakukan. Padahal studi mengenai model volume tajuk tegakan sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui kerapatan tegakan. Dari kerapatan tegakan dapat dijadikan indikator ketersediaan ruang tumbuh tegakan. Pengukuran tajuk secara langsung di lapangan sulit dilakukan, membutuhkan
5
banyak waktu dan mahal (Bechtold et al., 2002). Oleh sebab itu dibutuhkan studi penyusunan model tajuk pada JPP asal KBK dengan benar dan studi untuk menentukan volume tajuk JPP dalam rangka pembuatan data base yang digunakan untuk perencanaan pengelolaan tanaman JPP asal KBK (Kebun Benih Klon) pada tiap umur.
1.2.
Rumusan Masalah Bentuk
dan
ukuran
tajuk
pohon
mengalami
pertumbuhan
dan
perkembangan yang berbeda berdasarkan umur. Tajuk pohon dapat memberikan gambaran mengenai potensi pertumbuhan dan perkembangan pohon. Tajuk juga dapat bermanfaat untuk menentukan tingkat kompetisi tajuk, penentuan jarak tanam dan pengaturan ruang tumbuh yang optimal bagi pohon. Selain itu, pengukuran tajuk secara langsung di lapangan sulit dilakukan, dan membutuhkan banyak waktu. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini akan menjawab pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana model tajuk JPP asal KBK pada umur 6 sampai 13 tahun? 2. Berapakah volume tajuk JPP asal KBK pada umur 6 sampai 13 tahun?
6
1.3.
Tujuan Penelitian 1. Menyusun model volume tajuk JPP asal KBK pada umur 6 sampai 13 tahun dalam bentuk persamaan. 2. Menentukan taksiran volume tajuk JPP asal KBK pada umur 6 sampai 13 tahun.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat secara akademis dan
praktis. Manfaat akademis yaitu menambah kajian pustaka dan literatur mengenai tajuk pohon Jati Plus Perhutani (JPP) dalam pengamatan dinamika tegakan. Sedangkan secara praktis yaitu dapat digunakan untuk memprediksi bentuk, ukuran tajuk JPP asal KBK pada berbagai umur, serta sebagai informasi dalam menentukan tindakan-tindakan silvikultur seperti kebutuhan ruang tumbuh, pemangkasan tajuk, penjarangan, pengaturan jarak tanam.