BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lingkungan Hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta mahluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri. Pembentukan hukum nasional merupakan bagian dari proses untuk merealisasikan grand design atau rancangan besar untuk membangun suatu masyarakat dan kehidupan Indonesia baru sejak 1945. Blueprint dari rancangan besar tersebut diletakan dalam UUD 1945. Pembangunan hukum nasional hendaknya dapat menangkap proses dan kerja besar tersebut, yaitu usaha untuk melakukan transformasi nilai dari suatu tatanan kehidupan lama menjadi sesuatu yang baru. Upaya itu harus didukung kemauan politik dari pemerintah pusat, propinsi, juga pemerintah daerah sendiri dalam bentuk, kebijakan, fasilitas, dan dukungan lain. Suasana kondusif bagi tegaknya kewibawaan hukum nasional sebagai wadah hukum adat dan perda dalam kapasitas dan intensitas keberagaman, harus mendapat perhatian dan pengkonsolidasian yang menyeluruh. Tidak ada kesan lagi, hukum di Republik ini ditegakkan atas dasar kepentingan kekuasaan clan dikendalikan oleh tangan-tangan besi penguasa yang zalim. Sebaliknya, hukum
Universitas Sumatera Utara
yang ditegakkan harus hukum masyarakat yang selalu berpihak dan responsif terhadap kepentingan serta rasa keadilan masyarakat sebagai cermin hukum Tuhan di dunia. Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran clan perusakan lingkungan hidup akan merupakan beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya. Peraturan
perundang-undangan
formal
(tertulis)
lebih
dipandang
dapat
memberikan kepastian hukum tentang suatu hal dibandingkan dengan peraturan non formal. Peraturan perundang-undangan berfungsi menyederhanakan suatu keadaan yang dianggap kompleks, karena kaidahkaidah tertulis dapat menjadi patokan dalam rangka hidup bermasyarakat, baik hubungan antara anggota masyarakat dalam lingkup intern maupun lingkup internasional. Negara modern perlu melakukan upaya untuk mengatasi “gangguan” yang ditimbulkan kegiatan usaha terhadap warga dan masyarakat tempat kegiatan usaha tersebut berada. Hal ini penting karena beberapa alasan. Pertama, keberadaan pemerintah daerah terutama adalah untuk memberikan perlindungan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan umum bagi penduduknya. Apabila perusahaan yang akan didirikan memberikan pengaruh yang merugikan bagi kesehatan, keselamatan atau kesejahteraan umum, maka masyarakat berharap agar pejabat pemerintah yang telah mereka pilih tersebut dapat menangani masalah-masalah tersebut. Apabila para pejabat tidak menjalankan fungsi tersebut, maka
Universitas Sumatera Utara
masyarakat akan menggunakan hak pilih demokratis mereka untuk mengganti para pejabat tersebut dengan pejabat baru yang akan melindungi kepentingan mereka dengan lebih baik. Pemberian kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk menangani gangguan dan pebinaan dalam menggunakan kekuasaan tersebut merupakan salah satu unsur dalam menciptakan demokrasi yang stabil dan responsif. Kedua, suatu sistem yang jelas tentang perlindungan terhadap gangguan akan membantu meningkatkan stabilitas dan prediktabilitas bagi perusahaan. Sebagaian besar perusahaan menyadari bahwa kegiatan operasi mereka menimbulkan dampak hingga keluar batas tempat kegiatan mereka biasanya hal itu terjadi akibat meningkatnya arus lalu lintas pasokan, karyawan, dan produk, tetapi seringkali hal itu muncul dalam bentuk kebisingan, cahaya yang menyilaukan, getaran, potensi risiko terhadap keselamatan masyarakat atau meningkatnya permintaan akan utilitas dan layanan yang pasokannya tidak mencukupi. Walaupun banyak perusahaan berharap bahwa dampak tersebut dapat diabaikan, sebagian besar memahami bahwa pemerintah daerah berkewajiban untuk
menanganinya
dan
bahkan
menginginkan
suatu
sistem
yang
memungkinankan untuk memprediksi tanggapan pemerintah daerah. Guna membuat keputusan bisnis yang efisien, perusahaan perlu memahami secara terperinci apakah mereka harus tunduk kepada suatu peraturan yang baru (atau dibebaskan dari peraturan tersebut), jenis kegiatan bisnis seperti apa yang dapat didefinisikan sebagai suatu “gangguan” yang perlu ditangani, jenis
Universitas Sumatera Utara
penanganan seperti apa yang diperlukan, siapa yang bertanggung jawab untuk mengkaji dampak yang timbul, berapa besar biaya yang akan dibebankan (dan dasar perhitungan) dan berapa lama hal ini akan berlangsung. Di negara modern di seluruh dunia, perusahaan semakin menerima bahwa mereka bertanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka, mereka hanya mempermasalahkan apakah peraturan tersebut objektif, dikenal sebelumnya dan diterapkan secara adil terhadap mereka dan pesaing mereka. Indonesia mempunyai sejarah panjang dalam menangani gangguan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha. Pada awal tahun 1926, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan Undang-Undang Gangguan dalam Lembaran Negara (Staatsblad) nomor 226 dan kemudian mengubah undang-undang tersebut melalui Lembaran Negara tahun 1940 nomor 450. Perundang-undangan aslinya berjudul Undang-Undang Gangguan (“Hinderordonnantie”) dan izin yang dikeluarkannya dikenal dengan nama ”Izin H.O”. Setelah kemerdekaan, sistem ini dikenal sebagai “Undang-Undang Gangguan”. 50 tahun kemudian, jauh setelah kemerdekaan Indonesia, Menteri dalam Negeri menerbitkan Peraturan No. 7 tahun 1993 tentang Izin Gedung dan Izin Gangguan bagi Perusahaan-Perusahaan di bidang Industri yang kemudian mengubah pendekatan nasional terhadap isu-isu tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, izin yang bersifat wajib tersebut disebut sebagai “Disturbance Permits” dan “Nuisance Permits”, dan kedua istilah tersebut ditemukan pada dokumen-dokumen yang saya teliti.
Universitas Sumatera Utara
Izin dalam arti luas adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Sedangkan izin dalam arti sempit adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuanya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak selurunya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya. Mengenai perizinan, ranah Hukum administrasi Negara yang mengaturnya, karena hukum ini mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara. Hukum Administrasi Negara belajar tentang perizinan karena izin merupakan suatu hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Izin harus dimohonkan terlebih dahulu dari orang yang bersangkutan kepada pemerintah melalui prosedur yang telah ditentukan melalui peraturan perundang-undangan. Arti kata “orang” disini, adalah orang dalam arti sebenarnya ataupun orang dalam arti atrificial person yang berbentuk badan hukum. Peraturan perundang-undangan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 adalah: a. Provinsi b. Kabupaten/Kota Pembentukan hubungan antara masyarakat dan pemerintah salah satunya adalah melalui interaksi yang terjalin dalam pelayanan publik yang dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
alat adminstrasi negara dalam melakukan pelayanan kaitan dengan pelayanan izin. Hubungan dalam bentuk pelayanan yang diberikan ini, dapat menjadi tolak ukur dalam menilai baik buruknya suatu bentuk pelayanan. Apabila masyarakat merasa dilayani dengan baik, maka terdapat nilai kepuasan tersendiri yang bisa menciptakan hubungan yang harmonis antara pemerintah dengan rakyatnya. Tetapi sebaliknya, apabila masyarakat merasa didzolimi dalam mendapatkan pelayanan yang baik, maka masyarakat akan merasa tidak nyaman dan hilang kepercayaan terhadap kinerja aparat/alat adminstrasi negara, sehingga bisa membuat hubungan antara masyarakat dan pemerintah buruk Upaya merealisasi negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan bernegara maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana bentuk masyarakat hukum untuk mencapai keadilan. Berkaitan dengan hal tersebut perlu adanya pembentukan peraturan dimana harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan. Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan Adapun tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret yang dihadapi. Meskipun demikian, secara umum dapatlah disebutkan sebagai berikut : 1. Keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu. 2. Mencegah bahaya bagi lingkungan. 3. Keinginan melindungi objek-objek tertentu. 4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit.
Universitas Sumatera Utara
5. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas, dimana pengurus harus
memenuhi syarat tertentu.
Pemerintahan daerah dalam mengurus kewenangannya mengeluarkan kebijakan berbentuk Perda, keputusan kepala daerah, dan peraturan lainnya. Salah satu bentuk perwujudan kewenangan tersebut adalah perizinan. Perizinan sebagai bentuk ketetapan merupakan tindakan sepihak dari administrasi negara. Contoh atribusi yang memberikan kewenangan kepada administrasi negara adalah Pasal 157 UU No.12/2008, yang menentukan sumber pendapatan daerah: 1. Hasil pajak daerah 2.
Hasil retribusi daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain dan Pendapatan Asli Daerah yang sah 5. Dana perimbangan 6. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Dengan mengacu pada pembahasan di atas, maka dapat kita pahami bahwa izin merupakan hal konkret yang harus di utamakan dalam sebuah pendirian badan usaha, khususnya di bidang restoran. Pada penelitian ini pembahasan hanya dibatasi pada perihal prosedur izin gangguan restoran di Kota Medan. Undangundang yang mengatur
mengenai izin gangguan adalah Undang-Undang
Gangguan (Hazard Ordonantie/H.O.) Stbl. 1926 Nomor 226 Jo. Stbl.1940 Nomor 14 dan Nomor 450 tentang Izin Gangguan. Namun secara lebih khusus, Pemprov Kota Medan telah menerapkan Perda Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Retribusi Izin Gangguan. Izin Gangguan (H.O.) sebenarnya berfokus pada kegiatan usaha
Universitas Sumatera Utara
yang berbahaya/bersifat menganggu yang telah di integrasikan ke dalam perizinan usaha standar, namun apabila di hubungkan dengan Pemerintahan Kota Medan sendiri, Izin Gangguan diterapkan untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka pembahasan dalam skripsi yang berjudul Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah Ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara adalah : 1. Bagaimana Pedoman Penetapan Izin ? 2. Bagaimana Mekanisme Peraturan Undang-Undang Yang Mengatur Tentang Izin Gangguan Didaerah ? 3. Bagaimana Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2009 tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah ditinjau dari perspektif hukum administrasi Negara ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan penjabaran dalam latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui Pedoman Penetapan Izin.
Universitas Sumatera Utara
b. Untuk mengetahui Mekanisme Peraturan Undang-Undang Yang Mengatur Tentang Izin Gangguan Didaerah. c. Untuk mengetahui Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2009 tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah ditinjau dari perspektif hukum administrasi Negara 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat secara teoritis yaitu merupakan suatu studi dibidang hukum perizinan terutama dalam masalah Izin Gangguan dimana penulis berharap penelitian ini dapat memberikan gambaran secara jelas dan mendetail mengenai implementasi peraturan menteri dalam negeri No. 27 TAHUN 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara b. Secara praktis diharapkan pula penelitian ini dapat berguna bagi peneliti berikutnya, bagi civitas akademika Universitas Sumatera Utara, serta bagi masyarakat yang khususnya berkecimpung di dunia industri. Manfaat secara umum yaitu sebagai syarat-syarat yang telah ditentukan dalam kurikulum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam mencapai gelar Sarjana Hukum
D. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul “Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara” Berdasarkan penelusuran
Universitas Sumatera Utara
kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan, ada beberapa judul yang hampir sama dengan judul diatas antara lain : Nufaris Elisa (2012) Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Pelayanan Publik Bidang Perizinan Di Kabupaten Deli Serdang permasalahan dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Pelayanan Publik Bidang Perizinan Sebagai Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Di Kabupaten Deli Serdang, Kepuasan Pelayanan Publik Bidang Perizinan Di Kabupaten Deli Serdang dan Kendala-Kendala Dalam Pelaksanaan Pelayanan Publik Bidang Perizinan Di Kabupaten Deli Serdang Sheila Pebry Novalina Sinaga (2013) Prosedur Izin Gangguan Terhadap Restoran Di Kota Medan Berdasarkan Perda No. 22 tahun 2002 tentang Retribusi Izin Gangguan, permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengaturan izin gangguan, Bagaimana Mekanisme peraturan undang-undang yang mengatur tentang izin gangguan dan perpanjangan izin gangguan restoran di Kota Medan dan Bagaimana pengawasan dan sanksi izin gangguan. oleh karena itu penulisan ini asli. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat penulis bertanggungjawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Negara Hukum Terdapat dua tradisi besar gagasan Negara Hukum di dunia, yaitu Negara Hukum dalam tradisi Eropa Kontinental yang disebut Rechtsstaat dan Negara Hukum dalam tradisi Anglo Saxon yang disebut dengan Rule of Law.Frederich
Universitas Sumatera Utara
Julius Stahl mengungkapkan setidaknya terdapat empat unsur dari rechstaat, yaitu: 1 1. Jaminan terhadap Hak Asasi Manusia 2. Adanya pembagian kekuasaan 3. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan 4. adanya peradilan administrasi Negara yang berdiri sendiri (independent) Kemudian A.V. Dicey mengemukakan unsur-unsur rule of law adalah sebagai berikut: 2 1. Supremasi absolut atau predominasi dari aturan-aturan hukum untuk menentang dan meniadakan kesewenang-wenangan, dan kewenangan bebas yang begitu luas dari pemerintah; 2. Persamaan di hadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court ini berarti tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat maupun warga negara biasa berkewajiban untuk mentaati hokum yang sama. 3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekwensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan, singkatnya prinsipprinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan parlemen sedemikian diperluas sehingga membatasi posisi crown dan pejabatpejabatnya.
1
Adi Sulistiyono, Negara Hukum: Kekuasaan, Konsep, dan Paradigma Moral, Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press) Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah, Cetakan ke I, 2007, hal 32 2 Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah studi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembaentukan Peradilan Administrasi, Peradaban, hal 75
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ketentuan UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”, sehingga tidak diragukan lagi bahwa Indonesia adalah sebagai negara hukum karena secara tegas ditetapkan dalam bentuk norma hukum tertinggi. namun selama ini seringkali konsep negara hukum disamakan begitu saja dengan konsep rechtstaat dan konsep the rule of law. Hal ini dapat dimaklumi karena bangsa Indonesia mengenal istilah negara hukum melalui konsep rechtstaat yang pernah diberlakukan
Belanda
pada
masa
pendudukannya
di
Indonesia,
pada
perkembangan selanjutnya terutama sejak perjuangan menumbangkan apa yang dalam periodisasi politik disebut perjuangan menumbangkan orde lama Negara hukum begitu saja diganti dengan the rule of law. 3 Indonesia seyogianya tidak begitu saja mengalihkan konsep the rule of law atau konsep rechstaat sebagai Jiwa dan isi dari negara hukum Indonesia, karena pada dasarnya Indonesia telah memiliki konsep negara hukumnya sendiri, yaitu negara hukum Pancasila. Hal ini dapat dilihat dalam hubungannya dengan Alenia ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social, maka (untuk mencapai tujuan negara tersebut) disusunlah Kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu UUD Negara Indonesia yang
3
Ibid. hal 66-67
Universitas Sumatera Utara
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila. Mencermati bunyi dari Alenia ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 di atas dapat ditarik benang merah bahwa sebenarnya konsep negara hukum Indonesia merupakan perpaduan tiga unsur yaitu Pancasila, hukum nasional dan tujuan negara. Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan utuh. Pancasila merupakan dasar pembentukan hukum nasional. Hukum nasional disusun sebagai sarana untuk mencapai tujuan negara. Tidak ada artinya hukum nasional disusun apabila tidak mampu mengantarkan bangsa Indonesia mencapai kehidupan yang sejahtera dan bahagia dalam naungan ridha Illahi. 4 Adapun unsur-unsur negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila menurut Sri Soemantri Martosoewignjo adalah sebagai berikut: 5 a. Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara; b. Adanya pembagian kekuasaan negara; c. Bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya pemerintah harus selalu berdasarkan atas hukum yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis; d. Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya merdeka.
4
Sudjito bin Atmoredjo, Negara Hukum dalam Perspektif Pancasil, dalam Kongres Pancasila kerjasama dengan Mahkamah Konstitusi RI dan Gadjah Mada, Balai Senat UGM, Yogyakarta, 30, 31, dan 1 Juni 2009. 5 Sri Soemantri Martosoewignjo, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, hal 11.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan unsur-unsur minimal yang harus dimiliki oleh negara hukum berdasarkan pandangan Bagir Manan adalah sebagai berikut: 6 a. Semua tindakan harus berdasarkan atas hokum b. Ada ketentuan yang menjamin hak-hak dasar dan hak-hak lainnya c. Adanya kelembagaan yang bebas untuk menilai perbuatan penguasa terhadap masyarakat (badan peradilan yang bebas); d. Ada pembagian kekuasaan. Dari unsur-unsur negara hukum yang diuraikan di atas, terdapat dua unsure yang bertalian erat dengan usulan penelitian ini, yaitu unsur semua tindakan harus berdasar hukum dan unsur adanya pengakuan terhadap jaminan hak asasi manusia. Unsur semua tindakan harus berdasarkan atas hukum memiliki arti bahwa setiap tindakan penyelenggara negara serta warga negara harus dilakukan berdasarkan dan di dalam koridor hukum, maka konsekuensinya hukum harus dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dengan kata lain setiap orang warga negara Indonesia harus patuh dan tunduk pada norma hukum yang berlaku. Terkait dengan hal tersebut maka dalam pengusahaan pariwisata alam khususnya pengusahaan pondok wisata yang akan dilaksanakan pada kawasan taman wisata alam hendaknya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia sebagai salah satu unsur Negara hukum telah dipenuhi oleh negara Indonesia. Jaminan hak asasi manusia
6
I Made Arya Utama, Hukum Lingkungan, Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan Untuk Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka Sutra, Bandung.2007, hal 12
Universitas Sumatera Utara
tersebut dimuat dalam berbagai instrument yuridis, salah satu bentuk jaminan hak asasi manusia adalah diaturnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hal tersebut diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Salah satu cara untuk mewujudkan hak tersebut adalah dengan mengintegrasikan pertimbangan kelestarian lingkungan dalam setiap izin dari suatu kegiatan dan/atau usaha yang akan diselenggarakan.
2. Penegakan Hukum Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep tentang keadilan, kebenaran dan kemanfaatan sosial dan sebagainya. Kandungan hukum itu bersifat abstrak. Menurut Satjipto Rahardjo sebagaimana di kutip oleh Ridwan H.R, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. 7 Masalah penegakan hukum merupakan masalah universal. Tiap Negara mengalaminya masing-masing, dengan falsafah dan caranya sendiri-sendiri, berusaha mewujudkan tegaknya hukum di dalam masyarakat. Tindakan tegas dengan kekerasan, ketatnya penjagaan, hukuman berat, tidak selalu menjamin tegaknya hukum. Apabila masyarakat yang bersangkutan tidak memahami
7
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Cetakan Kedua, Yogyakarta, 2003,
hal.229
Universitas Sumatera Utara
hakekat hukum yang menjadi pedoman akan menghambat hukum dan disiplin hukum. 8 Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidahkaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
nilai
tahap
akhir,
untuk
menciptakan,
memelihara,
dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih konkret. 9 Kegiatan penegakan hukum pertama-tama ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Dalam rangka usaha ini maka akan dimantapkan sistem koordinasi serta penyerasian tugas-tugas antara instansi penegak hukum. Usaha menegakan hukum juga meliputi kegiatan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada hukum dan penegak-penegaknya. 10 Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound, maka La Favre menyatakan, bahwa pada hakikatnya diskresi berada di antara hukum dan moral (etika dalam arti sempit). Atas dasar uraian tersebut dapatlah dikatakan, bahwa gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara “tritunggal” 8
Soedjono, Penegakan Hukum dalam Sistem Pertahanan Sipil, Karya Nusantara,Bandung, Bandung, 1978, hal.1 9 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 2 10 Ibid. hal 3
Universitas Sumatera Utara
nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup. 11 Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hokum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu, ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Perlu dicatat, bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, apabila pelaksanaan perundang-undangan atau keputusankeputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup. Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi penegakkan hukum: 12 1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hokum 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hokum 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan
11
Ibid. hal 9 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal.4-5
12
Universitas Sumatera Utara
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan karsa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Sudikno Mertokusumo, dalam menegakan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan, yaitu: 13 1. Kepastian hukum (Rechtssicherheit); Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. 2. Kemanfaatan (Zweckmassigkeit); Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakan timbul keresahan di dalam masyarakat. 3. Keadilan (Gerechtigkeit) Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Tegoeh Soejono, bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan penegakan hukum adalah peranan dari penegak hukum untuk mencermati kasus 13
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Cetakan Kedua, Yogyakarta, 2005, hal.1.
Universitas Sumatera Utara
posisi dengan segala kaitannya termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kasus. Upaya tersebut membutuhkan suatu kecermatan yang terkait pada ketentuan perundang-undangan yang dilanggarnya. Apakah memang ada tindakan yang dikualifikasikan melanggar peraturan perundangundangan tertentu dan kalau benar sejauh mana. Dalam pelaksanaan tersebut tentunya harus dilakukan penafsiran / interpretasi yang cukup mendalam dan karenanya diperlukan adanya dedikasi, kejujuran dan kinerja yang tinggi. 14
2. Penegakan Hukum Perizinan Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintahan dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai upaya represif. Di samping itu, yang terpenting adalah bahwa pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat. Sarana penegakan hukum itu di samping pengawasan adalah sanksi. Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan. Sangsi biasanya diletakkan pada bagian akhir setiap peraturan yang dalam bahasa latin dapat disebut in cauda venenum, artinya di ujung suatu kaidah hukum terdapat sanksi. 15
14
Tegoeh Soejono, Penegakan Hukum di Indonesia, Prestasi Pustaka, Cetakan Pertama, Jakarta, 2006, hal.136-137 15 Ibid, hal.233
Universitas Sumatera Utara
Arti sanksi adalah reaksi tentang tingkah laku, dibolehkan atau tidak dibolehkan atau reaksi terhadap pelanggaran norma, menjaga keseimbanganya dalam kehidupan masyarakat. 16 Dalam Hukum Adminisrasi Negara dikenal beberapa macam sanksi, yaitu : 17 a. Bestururdwang; b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan; c. Pengenaan denda administrative d. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom). Dwangsom dapat duraikan sebagai tindakan-tindakan yang nyata dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau (bila masih) melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan undang-undang. 18 Penarikan kembali suatu keputusan (ketetapan) yang menguntungkan. Pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu. Penarikan kembali ketetapan yang menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam ketetapan itu oleh organ pemerintahan. 19 Pengenaan denda adminsitratif dimaksudkan untuk menambah hukuman yang pasti, terutama denda administrasi yang terdapat dalam hukum pajak. Pembuat undang-undang dapat memberikan wewenang kepada organ pemerintah
16
A.W Widjaja, Etika Administrasi Negara, Bumi Aksara, Cetakan Kedua, Jakarta, 1999,
hal.21 17
Philipus M. Hadjon, et.all, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,1993, hal.245 18 Ibid, hal.246 19 Ridwan HR, Op.Cit, hlm.243
Universitas Sumatera Utara
untuk menjatuhkan hukuman yang berupa denda terhadap seseorang yang telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan. 20 Pengenaan uang paksa dalam hukum admninistrasi dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan. 21 Kegunaan sanksi adalah sebagai berikut : 22 a. Pengukuhan perbuatan secara norma b. Alat pemaksa bertindak sesuai dengan norma c. Untuk menghukum perbuatan/tindakan diangap tidak sesuai dengan norma d. Merupakan ancaman hukuman terhadap pelanggaran norma.
3. Hukum terhadap Perizinan Pemerintah
menggunakan
izin
sebagai
sarana
yuridis
untuk
mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan. Sementara itu Ridwan HR, dengan merangkum serangkaian pendapat para sarjana menyimpulkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada
20
Ibid, hal.247-248 Ibid, hal. 246 22 A.W Widjaja, Etika Administrasi Negara, Bumi Aksara, Cetakan Kedua, Jakarta, 1999, 21
hal.21
Universitas Sumatera Utara
peristiwa
konkret
menurut
prosedur
dan
persyaratan
tertentu.
Dengan
mendasarkan pengertian seperti itu, maka unsur dalam perizinan meliputi instrumen yuridis, peraturan perundang-undangan, organ pemerintah, peristiwa konkret, prosedur dan persyaratan. Sebagai sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka izin dapat
digunakan
untuk
tujuan-tujuan
tertentu
berupa
keinginan
untuk
mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu, mencega bahaya bagi lingkungan, keinginan melindungi obyek-obyek tertentu, hendak membagi bendabenda yang sedikit, dan juga dapat ditujukan untuk pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas tertentu. 23 Seperti diketahui dari luas wilayah yang begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, maka pemekaran daerah dilakukan. Sebagai konsekuensi dari asas desentralisasi, maka berbagai urusan pemerintahan diserahkan ke daerah menjadi urusan daerah. Penyerahan kewenangan dalam kerangka desentralisasi tersebut dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan efisiensi dan efektivitas penanganan masalah, optimalisasi peran lokal, sekaligus akomodasi terhadap keanekaragaman daerah. Dengan kenyataan yang demikian maka penanganan terhadap masalah perizinan pun juga menjadi salah satu yang didistribusi, tidak hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat akan tetapi juga menjadi kewenangan pemerintah daerah.
23
Ateng Syafrudin, 1994. Butir-butir Bahan Telaahan Tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak Untuk Indonesia, dalam Paulus Efendi Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 64
Universitas Sumatera Utara
Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, pemerintah yang sedang membangun memiliki beberapa fungsi yakni:56 memimpin warga masyarakat (leading), mengemudikan pemerintahan (governing), memberi petunjuk (instructing), menghimpun potensi (gathering), menggerakkan potensi (actuating),
memberikan
arah
(directing),
mengkoordinasi
kegiatan
(coordinating), memberi kesempatan dan kemudahan (facilitating), memantau dan menilai
(evaluating),
(supporting),
membina
mengawasi (developing),
(controlling), melayani
menunjang/mendukung (servicing),
mendorong
(motivating) dan melindungi (protecting). Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut pemerintah membuat perencanaan (het plan) baik untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Perencanaan yang dibuat oleh pemerintah tersebut seringkali digunakan sebagai pedoman bagi kegiatan masyarakat maupun pemerintah sendiri. Instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan masyarakat seperti itu antara lain menggunakan sarana perizinan. Izin dapat pula pemerintah mengendalikan dan mengontrol kegiatan masyarakat. Hal seperti itu misalnya nampak dalam hal anggota masyarakat sebagai pemegang izin diwajibkan untuk mendaftar ulang ataupun mengajukan perpanjangan izinnya untuk setiap periode tertentu. Dalam hal seperti itu setiap kali pendaftaran ulang atau perpanjangan dilakukan, maka akan dilihat pula dampak dari kegiatan yang diizinkan. Apabila kegiatan itu memberikan dampak positif bagi masyarakat di sekitarnya maupun bagi pemerintah sendiri, atau setidak-tidaknya tidak menimbulkan kerugian dan dampak negatif bagi pihak lain,
Universitas Sumatera Utara
maka perpanjangan atau pendaftaran dapat dilayani. Hal tersebut penting untuk diperhatikan, mengingat dalam Hukum Ekonomi, asas pengawasan publik dan asas campur tangan terhadap kegiatan ekonomi merupakan bagian dari asas utama dari Hukum Ekonomi. 24 Izin dapat dipandang sebagai perdoman dan sekaligus jaminan bagi kegiatan usaha mereka. Masalah perizinan dewasa ini sering dikeluhkan oleh masyarakat luas. Tak jarang terdengar keluhan para investor yang mengatakan rumit dan panjangnya proses pengurusan perizinan. Hal yang seperti itu tentu perlu diantisipasi antara lain dengan mengadakan koordinasi dengan instansiinstansi terkait, sehingga birokrasi-birokrasi yang tidak begitu penting dapat ditiadakan untuk kemudian disatukan dalam bagian lainnya. Memang ada yang memandang izin sebenarnya dapat dikatakan sebagai sebuah insentif bagi kegiatan usaha, di mana dengan adanya berbagai kemudahan untuk pengurusan perizinan maka akan memberikan rangsangan bagi pengusaha untuk memulai investasi. Akan tetapi sebenarnya mengenai insentif itu sendiri tidak selamanya mendesak bagi dunia usaha. Perizinan
yang
digunakan
oleh
pemerintah
sebagai
instrument
mengintervensi kegiatan masyarakat, dilaksanakan oleh sejumlah instansi terkait. Dalam rangka penanganan kegiatan usaha, maka yang selama ini banyak diberikan peran adalah Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan. Di dalam prsoes mewujudkan visi pembangunan industri dan perdagangan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan mengemban misi meningkatkan 24
Redjeki Hartono, 1995. Perspektif Hukum Bisnis pada Era Teknologi. Pidato Pengukuhan Peresmian Jabatan Guru Besar di dalam Hukum Dagang pada Fakultas Hukum Diponegoro, Semarang, hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
kegiatan industri dan perdagangan barang serta jasa yang ditunjang oleh penciptaan ilkim bisnis yang kondusif untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan memperhatikan aspek otonomi daerah, persaingan sehat, perlindungan konsumen dan pemberdayaan sistem ekonomi kerakyatan.59 Untuk melakukan kegiatan usaha di bidang perindustrian, maka pelaku kegiatan u saha mesti mendapatkan Izin Usaha Industri. Akan tetapi kegiatan usaha tidak selalu dalam bidang industri, apalagi semata-mata dalam hubungannya dengan manufaktur yang memproduksi sesuatu, melainkan juga dalam hubungannya dengan masalah perdagangan. Untuk mendapatkan Izin Usaha Industri pun juga dapat disyaratkan adanya jenis izin-izin yang lain. Yang diperlukan sebagai persyaratan dalam pengajuan permohonan izin Usaha Industri, misalnya Izin Mendirikan Bangunan, Izin Lokasi, Izin Ganggugan, dan juga AMDAL/UKL/UPL. Sementara itu untuk kegiatan usaha sendiri, memang dibedakan ke dalam jenis usaha yang diizinkan. F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundangundangan yang ada dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan.
Universitas Sumatera Utara
1. Sumber Data Sumber Data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini dibagi adalah data sekunder yang terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum yakni : 25 a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat Bahan hukum primer yang digunakan adalah : norma-norma Pancasila, UndangUndang Dasar 1945 yang sudah di amandemen, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum sekunder yaitu berupa literatur-literatur. 26 c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 27 Bahan hukum tersier yang digunakan adalah: Kamus bahasa Indonesia, internet. 2. Teknik Pengumpulan data Penulisan ini dilakukan dengan :
25
Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. V, IND-HILLCO, Jakarta, 2001, hal. 13. 26 Ibid 27 Ibid
Universitas Sumatera Utara
a. Studi pustaka yaitu dengan cara membaca buku dan mempelajari literatur yang diolah dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan masing-masing pokok bahasannya. b. Studi lapangan yaitu penulis melakukan penelitian secara langsung di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dengan pengamatan langsung dan mengadakan wawancara kepada pihak yang berwenang di instansi tersebut. 3. Analisis Data Analisi data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisa bahan hukum deduktif, artinya perumusan analisa dari hal yang umum yakni mengenai syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam perizinan gangguan; menuju hal yang khusus yakni pendaftaran dengan memenuhi syarat-syarat yang berlaku ke Badan Pelayanan dan Perizinan Kota Medan
G. Sistematika Penulisan Berikut ini adalah sistematika penulisan skripsi yang terdiri dari lima bab yaitu: BAB I
PENDAHULUAN Pada bagian ini akan membahas tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan
Universitas Sumatera Utara
BAB II
PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN Pada bagian ini akan membahas tentang Pengertian Perizinan, Sifat Izin, Fungsi Pemberian Izin, Tujuan Pemberian Izin dan Format dan Substansi Izin
BAB III
MEKANISME PERATURAN UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR TENTANG IZIN GANGGUAN DIDAERAH Pada bab ini akan membahas tentang Pengertian Izin Gangguan, Mekanisme yang Mengatur Penerbitan Izin Gangguan dan Mekanisme Perpanjangan izin Gangguan di Kota Medan
BAB IV
IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN
GANGGUAN
DI
DAERAH
DITINJAU
DARI
PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Pada bab ini akan membahas tentang Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2007 Pedoman Penetapan Izin Gangguan, Pengawasan izin Gangguan dan Sanksi-sanksi Pelanggaran Izin Gangguan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran terhadap hasil analisis yang dilakukan. Kesimpulan merupakan intisari dari pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat
Universitas Sumatera Utara
menambah pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terlibat dalam peraturan menteri dan peraturan daerah yang ada di Kota Medan
Universitas Sumatera Utara