BAB I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Penelitian
Islam merupakan salah satu agama terbesar di dunia. Ajaran Agama Islam sudah dibawa sejak Nabi Adam As diturunkan ke dunia sebagai manusia pertama yang diciptakan Allah, satu-satunya Tuhan yang disembah oleh umat Islam. Ajaran Agama Islam kemudian diteruskan oleh para Nabi yang satu persatu diutus Allah untuk menyampaikan ajaran Islam kepada manusia. Terdapat 25 Nabi dan Rasul yang diutus Allah untuk menyampaikan ajaran Agama Islam kepada bangsa yang berbeda-beda. Sampai akhirnya diutuslah Rasulullah Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul terakhir untuk menyampaikan ajaran Agama Islam kepada seluruh bangsa, menyempurnakan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi dan Rasul sebelumnya. Nabi Muhammad Saw memulai dakwahnya di Kota Makkah, Jazirah Arab, yang merupakan kota kelahirannya. Semenjak beliau dan para pengikutnya mendapat banyak tekanan dan ancaman kekerasan, Allah mengutus beliau untuk hijrah (berpindah) ke kota Yatsrib yang kemudian diubah namanya oleh Nabi Saw menjadi Madinah Al Munawarah. Di kota inilah ajaran Agama Islam semakin tumbuh dan berkembang. Beliau memulai dakwahnya dengan membangun sebuah masjid yang dikenal dengan nama Masjid Nabawi (Masjid Kenabian). Masjid Nabawi dan Madinah merupakan dua hal yang tidak bisa dilepaskan dari titik awal peradaban Islam. Dari Kota Madinahlah peradaban Islam mulai tumbuh dan mengokohkan eksistensinya. Setelah sekian lamanya berdakwah di Kota Makkah dengan berbagai penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy, akhirnya Rasulullah Saw pun memutuskan untuk hijrah ke Madinah yang dulu bernama Yatsrib. Dipilihnya Yatsrib sebagai tempat hijrah bukanlah suatu hal yang kebetulan belaka, namun merupakan isyarat hikmah ilahiyah1 yang datang dari Allah Swt. Tak disangka, Rasulullah Saw yang di Kota Makkah dicaci dan dimaki, ternyata mendapat perlakuan bak raja ketika di Madinah. Rasulullah Saw dan kaum Muhajirin (umat Muslimin yang hijrah dari Makkah) diterima dengan sangat baik oleh kaum Anshar (umat Muslimin dari Madinah).
1
Informasi ini didapat dari hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad yang isinya sebagai berikut. Rasulullah Saw pernah berkata, “Sesungguhnya aku telah melihat negeri tempat kalian hijrah, yang mempunyai pohon-pohon kurma dan terletak diantara dua kampung (Dua kampung maksudnya adalah Suku Aus dan Khazraj)
1
Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah Saw ketika pertama kali menginjakkan kaki di Kota Madinah adalah membangun masjid. Beliau membeli sebidang tanah dari dua orang anak yatim dan kemudian membangun masjid bersama sahabat Muhajirin dan Anshar. Apa yang dilakukan oleh Rasul Saw bukan hanya membangun secara fisik, namun beliau sedang meletakkan dasar pondasi bagi peradaban Islam. Rasul Saw sedang membuat sebuah bangunan yang nantinya menjadi wadah bagi umat Islam dalam beragama. Tidak hanya fungsi tempat ibadah saja, namun juga sebagai tempat pendidikan, sosial, kebudayaan, kemiliteran, sampai pada aktivitas kenegaraan. Masjid Nabawi merupakan salah satu dari tiga masjid utama umat Islam dimana shalat di masjid tersebut diganjar dengan pahala seribu kali lipat pahala shalat di masjid biasa. Dalam Kitab Shahih Bukhari disebutkan hadits dari Abu Hurairah r.a., beliau mengatakan bahwa Nabi Saw bersabda, “Tidak boleh dilakukan perjalanan (untuk mencari berkah) kecuali ke tiga masjid yaitu Masjidil Haram (di Makkah), Masjid Nabawi (di Madinah), dan Masjidil Aqsha (di Palestina).” Dan pada hadits yang lain dalam kitab yang sama Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi Saw bersabda, “Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) ini lebih baik daripada seribu shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram.” Masjid Nabawi sebagai masjid pertama yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw diantara tiga masjid utama umat Islam sudah selayaknya menjadi rujukan bagi pembangunan masjid-masjid setelahnya. Mengingat sumber hukum Islam kedua setelah Al Quran adalah Hadits, maka dapat dikatakan bahwa konsep-konsep dan hukum-hukum yang tertuang dalam pembangunan Masjid Nabawi juga merupakan bagian dari Hadits itu sendiri. Dimana umat Islam di seluruh dunia perlu mengkaji dan memperhatikan bagaimana Nabi Saw membangun Masjid Nabawi, menggunakannya, dan memperlakukannya. Sehingga ruh dan semangat Islam yang telah ditancapkan Nabi Saw dalam pembangunan Masjid Nabawi dapat juga diaplikasikan dalam pembangunan masjid-masjid masa kini. Tidak sedikit masjid-masjid masa kini yang justru melenceng dari semangat Masjid Nabawi. Masjid masa kini yang kian megah justru mereduksi aktivitasaktivitas yang justru di masa Nabi Saw merupakan aktivitas-aktivitas harian di Masjid Nabawi. Sebagai upaya menjaga kebersihan, masjid masa kini dengan mudahnya menempel tulisan ‘dilarang makan’, ‘dilarang tidur’, dan berbagai bentuk larangan lainnya. Padahal aktivitas tidur dan makan merupakan aktivitas harian yang dilakukan 2
Nabi Saw dan para Shahabat di dalam Masjid Nabawi, bahkan ada beberapa Shahabat (Ahlussuffah) yang diperbolehkan Nabi Saw untuk tinggal menetap di dalam Masjid Nabawi. Selain itu, sebagai upaya menjaga keamanan, pintu-pintu masjid masa kini dikunci rapat tepat setelah shalat Isya, bahkan ada yang tiap selesai shalat wajib. Padahal Masjid Nabawi setelah shalat Isya justru semakin ramai. Ramai dengan aktivitas ibadah Nabi Saw dan para Shahabat. Mengkaji Masjid Nabawi pada masa Nabi Muhammad Saw menjadi sangat penting jika melihat fakta yang terjadi di masjid masa kini. Mengkaji lebih dalam arsitektur Masjid Nabawi terutama dalam hal bentuk dan ruang merupakan salah satu usaha untuk mengembalikan fungsi masjid pada tempatnya.
1.1.1. Awal Mula Pembangunan Masjid Nabawi Sebelum sampai di pusat Kota Madinah, beliau singgah dan menetap di Quba selama empat hari dan mendirikan masjid disana. Ini adalah masjid pertama kali yang dibangun oleh Rasulullah Saw. Setelah singgah di Quba, Rasulullah Saw melanjutkan perjalanan ke dalam Kota Madinah. Beliau sampai di Kota Madinah dan singgah di Bani An Najjar pada hari Jumat tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 1 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 27 September 622 Masehi (Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, 1414 Hijriyah). Waktu itu Unta Rasullah Saw yang beliau naiki berhenti dan menderum di hamparan tanah di depan rumah Abu Ayyub, maka beliau bersabda, “Disinilah tempat singgah, insya’Allah.” Maka beliaupun menetap di rumah Abu Ayyub2. Tempat dimana unta Rasulullah Saw berhenti tersebut merupakan sebuah mirbad (tempat pengeringan kurma) milik dua orang anak yatim dari Bani Najjar, yang masih termasuk paman-paman beliau (An Nadwi, 2001). Kemudian Rasulullah Saw memanggil kedua anak yatim pemilik tempat pengeringan kurma tersebut. beliau menanyakan harga tanahnya bermaksud ingin membelinya dan kemudian menjadikannya sebagai masjid. Menanggapi pertanyaan Rasulullah Saw itu, mereka berkata, “Justru kami telah menghibahkannya untukmu wahai Rasulullah Saw.”
2
Diceritakan dalam Kitab Sirah Nabawiyah karya Abul Hasan ‘Ali Al Hasani An Nadwi bahwa Rasulullah Saw beristirahat di lantai bawah rumah Abu Ayyub. Kemudian Abu Ayyyub merasa tidak enak dan meminta Rasulullah Saw untuk berada di lantai atas, sedangkan Abu Ayyub dan keluarganya di lantai bawah. Menanggapi permintaan itu, Rasulullah Saw bersabda, “Wahai Abu Ayyub!, sesungguhnya yang lebih nyaman bagi kami, bagi orang-orang yang bersama kami, dan bagi orang yang akan menemui kami, adalah tinggal di lantai bawah.”
3
Namun Rasulullah Saw menolak untuk menerimanya sebagai hibah dari mereka dan memutuskan untuk tetap membayar tanahnya dengan harga yang pantas. Kemudian beliau membelinya dan membangun masjid di tanah tersebut3. Tanpa ragu-ragu, Nabi Saw dan para Shahabat memulai pembangunan Masjid Nabawi. Nabi Saw ikut mengerjakannya, bukan sekedar memberi komando atau mengerjakan sesuatu yang sekiranya beliau sukai, tetapi beliau ikut bekerja sebagaimana layaknya orang lain. Beliau menggali tanah, mengangkutnya ke tempat lain dan mengaduknya (Sirah Ibnu Hisyam dalam Fanani,2008). Beliau ikut memindahkan batu bata dan bebatuan seraya bersabda, “Ya Allah, tidak ada kehidupan yang lebih baik kecuali kehidupan akhirat. Maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.” Beliau juga bersabda, “Para pekerja ini bukanlah para pekerja Khaibar. Ini adalah pemilik yang paling baik dan paling suci.” Perkataan Rasulullah Saw ini semakin memompa semangat para sahabat dalam bekerja, hingga salah seorang diantara mereka berkata, “Jika kita duduk saja sedangkan Rasulullah Saw bekerja, itu adalah tindakan orang yang tersesat.”4 Dalam pembangunan masjid tersebut bukannya tanpa halangan, ternyata di tanah tersebut terdapat kuburan orang-orang musyrik, puing-puing reruntuhan bangunan, pohon kurma, dan sebuah pohon lain. Maka beliau memerintahkan para sahabat untuk menggali kuburan-kuburan tersebut, meratakan puing-puing reruntuhan bangunan, dan memotong pohon-pohon yang mengganggu (Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, 1414 Hijriyah). Tahap selanjutnya, beliau menetapkan arah kiblat ke Baitul Maqdis di Jerussalem. Kemudian bagian masjid yang pertama kali dibangun adalah dua pinggiran pintunya. Pintu ini dibangun tepat dimana unta Rasulullah Saw berhenti dan menderum pada saat beliau tiba pertama kali di Madinah (Abul Hasan ‘Ali Al Hasani An Nadwi, 2001). Tahap selanjutnya beliau dan para sahabat membangun dinding dari batu bata yang disusun dengan lumpur tanah, atapnya dari daun kurma, tiangnya dari batang pohon, dan lantainya dibuat menghampar dari pasir dan kerikil-kerikil kecil. Menurut informasi dari Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, kedalaman pondasi 3
cerita ini diambil dari Hadits yang ditakhrij oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya sub : Maqdamun Nabi wa Ash Habini ilal Madinah (no. 3933) dan oleh Imam Muslim (no. 523) , serta Abu Dawud (no. 454) dan lainnya, dengan sanad Hadits dari Anas bin Malik dalam kitab Sirah Nabawiyah karya Abul Hasan ‘Ali Al Hasani An Nadwi. 4 Kisah ini dikutip dari Kitab Sirah Nabawiyah (sebuah kitab terjemahan dari kitab yang berjudul Rahiqul Makhtum, Bathsun Fis Sirah An Nabawiyah Ala Shahibina Afdhalish Shalati Was Salam karya Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury.
4
kurang lebih tiga hasta. Bersamaan dengan itu, beliau juga membangun beberapa rumah di samping masjid (dindingnya berhimpitan dengan masjid). Dindingnya terbuat dari susunan batu bata, atapnya dari daun kurma yang disangga oleh beberapa batang pohon. Menurut informasi dari Abul Hasan ‘Ali Al Hasani An Nadwi, selama pembangunan Masjid Nabawi, beliau tinggal di rumah Abu Ayyub selama tujuh bulan5 dan ketika masjid dan rumah Nabi Saw selesai dibangun, beliau langsung pindah ke rumah barunya. Jika melihat informasi tersebut, maka bisa dikatakan kalau pembangunan Masjid Nabawi memakan waktu sekitar tujuh bulan. Menurut Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury dalam Kitab Rahiqul Makhtum, Masjid yang dibangun Nabi Saw ini bukan hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, namun juga memiliki fungsi lain, yakni : 1. Berfungsi sebagai sekolahan bagi orang-orang muslim untuk menerima pengajaran Islam dan bimbingan-bimbingannya. 2. Berfungsi sebagai balai pertemuan dan tempat untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan6 dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa jahiliyah7. 3. Berfungsi sebagai tempat untuk mengatur segala urusan dan sekaligus sebagai gedung parlemen untuk bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan. 4. Berfungsi sebagai tempat tinggal orang-orang Muhajirin8 yang miskin, yang datang ke Madinah tanpa memiliki harta, tidak mempunyai kerabat dan masih bujangan atau belum berkeluarga. Sehingga, dengan dibangunnya Masjid Nabawi ini, Rasulullah Saw telah memulai membangun peradaban Islam. Dimulai dari menentukan titik pusat peribadatan dan dakwah Islam, yakni di halaman rumah Rasulullah Saw yang sederhana dan terbuka. 5
Dikutip dari kitab Sirah Sirah Nabawiyah karya Abul Hasan ‘Ali Al Hasani An Nadwi. Beliau mengutip dari Kitab Sirah Ibnu Katsir, II : 279. Ini adalah dalam periwayatan AL Waqidi pada Thabaqat Ibnu Sa’ad. Juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar dalam Kitab Fathul Bari. Ibnu Ishaq mengatakan : “Rasulullah Saw menetap di Madinah sejak kedatangannya pada bulan Rabiul Awwal hingga bulan Shafar tahun yang sama, hingga beliau membangun masjid dan tempat-tempat tinggalnya disana. Beliau tingal di rumah Abu Ayyub selama lebih dari sepuluh bulan.” 6 Kabilah merupakan sebutan untuk suku bangsa atau kaum yang berasal dari satu ayah (KBBI www.yufid.com) 7 Jahiliyah memiliki erti kebodohan atau kemunduran. 8 Muhajirin, sebutan bagi kaum muslim Makkah yang ikut berhijrah ke Madinah.
5
1.1.2. Karakteristik Visual Masjid Nabawi Kuno Pada dasarnya masjid ini adalah halaman rumah Nabi Saw yang dikelilingi oleh dinding sederhana. Ruang dalam masjidnya kosong, tidak ada perabotan, hiasan, dan taman. Berdasarkan informasi dari Program Pemugaran Masjid Nabawi oleh Raja Fahd, masjid ini hanya berukuran 805 m2 pada awal dibangunnya oleh Nabi Saw (Fanani, 2008). Bentuk denahnya bujur sangkar dengan kiblat mengarah ke Baitul Maqdis9 di Jerussalem10 (lihat gambar 1). Dengan kata lain, dinding kiblat berada pada batas halaman di bagian utara. Ruang di selatan dinding inilah yang kemudian dipakai oleh Nabi Saw dan para shahabat sebagai tempat shalat. Ruang ini kemudian disebut sebagai zulla. Sementara di bagian dinding anti kiblat (kiblat Jerussalem) dijadikan shuffah (Fanani, 2008). Pada dinding sebelah timur (sebelah kanan arah kiblat Jerussalem) didirikan dua buah bilik istri Nabi Saw. Mengutip Kitab Fiqush Shirah karya Muhammad Al Ghazali (1993), Fanani (2008) memberi informasi awal pendirian serta ukuran denah masjid sebagaimana berikut ini. “Setelah urusan selesai (maksudnya adalah urusan ganti rugi tanah) Rasulullah Saw lalu menyuruh agar pohon-pohon kurma itu secepatnya ditebang dan kuburan yang terdapat di tanah itu dibongkar. Pohon-pohon kurma yang telah ditebang itu lalu diluruskan dan disejajarkan (maksudnya dijajarkan) sebagai kiblat masjid itu. Ketika itu kiblat masih menuju arah Baitul Maqdis. Mulai dari tempat kiblat hingga bagian belakang dari masjid itu panjangnya kurang lebih 100 dzira’ (hasta), demikian sisi samping kanan dan kirinya. Fondasi sisi samping kanan dan kiri berasal dari batu yang tanahnya digali sedalam tiga hasta. Kemudian diatasnya dipasangi bata. Masjid tersebut selesai dalam bentuk yang amat sederhana. Lantainya dari kerikil dan pasir, atasnya (maksudnya bagian atap) terbuat dari pelepah kurma dan tiang-tiangnya terdiri dari batang pohon tersebut. Bisa jadi bila turun hujan, tanahnya akan berubah menjadi lumpur dan menarik selera anjing untuk mondar-mandir di tempat tersebut.” Informasi dari Kitab Fiqush Shirah karya Ghazali diatas menunjukkan bahwa denah masjid berukuran bujur sangkar dengan panjang sisinya sekitar 100 hasta dengan dinding yang terbuat dari jajaran batang kurma. Informasi tersebut didapat Ghazali dari Hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad11 dari
9
Baitul Maqdis, nama lain dari Masjidil Aqsha. Jerussalem, Ibu Kota Palestina 11 Bagian hadits yang paling awal. Berisi informasi mengenai siapa yang pertama kali mendengar hadits tersebut dari Rasulullah Saw. Disamping sanad, sebuah hadits juga terdiri dari matan (isi hadits) dan rawi (yang meriwayatkan hadits) 10
6
Annas ra12. Ghazali juga menerangkan bahwa keberadaan dinding yang mengelilingi masjid tersebut kemungkinan besar berfungsi sebagai pelindung terhadap ganguan hewan liar (seperti anjing) disamping tentunya sebagai tanda batas kepemilikan atas tanah tersebut. Informasi dari Ghazali tersebut juga dikuatkan oleh catatan Ibnu Rusteh yang dikutip oleh Achmad Fanani dalam bukunya Arsitektur Masjid, dimana beliau menyatakan bahwa dinding yang didirikan juga polos telanjang seperti keadaan halamannya. Dindingnya dibuat dari bata tanah liat yang dikeringkan sinar matahari. Dinding yang mengelilingi halaman rumah Nabi Saw tersebut tidak serta merta dibuat menerus tanpa celah. Di beberapa tempat dibuka sebagai akses sirkulasi orangorang yang ingin berkunjung ke bilik Nabi Saw. Pintu masuknya dibuat sederhana tanpa pintu penutup. Tidak ada ornamen-ornamen yang menghiasinya. Ketika kiblat masih mengarah ke Baitul Maqdis, Jerussalem, masjid ini hanya memiliki dua pintu. Kedua pintu tersebut terletak di dinding sebelah timur dan barat dengan posisi berdekatan dengan dinding kiblat (sebelah utara). Namun setelah kiblat berganti kearah Baitullah13, Makkah al Mukarramah, pintu ini dibuat di tiga tempat yang berbeda. Masing-masing sebuah di dinding timur, barat, dan utara. Dua pintu di dinding timur dan barat merupakan pintu yang sama ketika kiblat masih mengarah ke Baitul Maqdis, Jerussalem. Sedangkan satu pintu dibuat tepat di tengah-tengah dinding utara (dinding yang berdekatan dengan shuffah). Masjid ini pada dasarnya tidak beratap, namun pada bagian zulla-nya kemudian diberi atap sederhana selebar dua barisan tiang batang kurma. Atapnya terbuat dari anyaman daun kurma sederhana dan tidak dirancang kedap air (Fanani, 2008). Bisa dibayangkan ketika hujan turun, lantai masjid menjadi becek oleh genangan air. Mungkin inilah alasan mengapa Rasulullah Saw menjamak14 dua shalat ketika terjadi hujan deras. Atap pada bagian ini sempat dibongkar ketika terjadi pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram. Selain di bagian zulla, atap juga dibuat di bagian shuffah. Atapnya pun sederhana selebar sebaris batang kurma. Atap ini dibuat untuk tempat berteduh dan tinggal para sahabat Nabi Saw yang fakir. Bahan yang digunakan pada atap ini sama seperti yang digunakan pada atap zulla, yakni anyaman daun kurma yang tidak dirancang kedap air.
12
Radhiyallahu ‘anhu. Dalam bahasa Indonesia berarti Allah meridhainya. Nama lain dari Ka’bah 14 Menjamak, menggabungkan dua shalat dalam satu waktu. Maghrib dengan Isya, Duhur dengan Asar. 13
7
Bilik Nabi Saw
Tempat Tinggal Ahlussuffah
Ruang Shalat Berjamaah
Gambar 1 Masjid Nabawi dengan Kiblat Baitul Maqdis Jerussalem Sumber : Buku Arsitektur Masjid Karya Ir. Achmad Fanani
Mengutip penjelasan dalam Kitab Hayatu Muhammad karya Haekal, Fanani (2008) menjelaskan pula bahwa Masjid Nabawi merupakan sebuah ruangan terbuka yang luas tanpa penerangan bila malam hari tiba. Ketika shalat isya, para shahabat menerangi masjid dengan membakar jerami. Keadaan ini berlangsung selama Sembilan tahun. Kemudian dipergunakan lampu-lampu pada batang kurma penopang atap masjid. Tidak hanya bagian dindingnya saja yang sederhana namun lantai masjid ini pun dibuat dengan sederhana. Hanya berupa tanah terbuka tanpa penutup lantai. Sehingga ketika para sahabat duduk-duduk, debu tanah pasti menempel di bajunya. Informasi ini dikuatkan oleh sebuah kisah yang dialami Ali bin Abi Thalib15. Suatu kali Ali bin Abi Thalib tertidur di lantai masjid dan kemudian dibangunkan oleh Nabi Saw. Ketika bangun, terlihat debu tanah (turab) tertempel di kepalanya. Oleh karenanya, Nabi Saw memberi panggilan Ali sebagai Abu Turab (Syari’ati, 1996 dalam Fanani, 2008).
15
Ali bin Abi Thalib adalah seorang pemuda dari Makkah yang merupakan saudara sepupu sekaligus menantu Nabi Saw. Beliau menjadi menantu setelah menikahi putri Nabi Saw yang bernama Fatimah. Ali bin Abi Thalib ini kemudian menjadi Khalifah keempat.
8
1.2.
Rumusan Masalah Penelitian
Dari uraian latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : a. Bagaimana konsep tata ruang Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw? b. Mengapa tata ruang Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw memiliki konsep seperti itu?
Bagaimana bentuk dan ruang Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw
Sudah terdapat beberapa penelitian yang mengungkap bentuk dan ruang Masjid Nabawi pada Masa Nabi Saw
Bagaimana sejarah perkembangan arsitektur Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw
Sudah terdapat beberapa penelitian yang mengungkap perkembangan arsitektur Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw
Pertanyaan Penelitian tentang Arsitektur Masjid Nabawi Kuno Bagaimana konsep tata ruang Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw?
Mengapa tata ruang Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw memiliki konsep seperti itu?
Gambar 2 Rumusan Masalah Penelitian Sumber : Interpretasi Peneliti
9
1.3.
Batasan Penelitian
Penelitian tentang Masjid Nabawi ini dibatasi pada masa Nabi Saw. Yakni dimulai pada awal pembangunannya sampai akhir hayat Nabi Saw (622-632 M). Rentang waktu tersebut dipilih karena menurut peneliti keadaan Masjid Nabawi pada rentang waktu tersebut masih asli16. Sedangkan sepeninggal Nabi Saw, Masjid Nabawi sudah mengalami perubahan-perubahan yang kemungkinan Nabi Saw sendiri tidak menyukai perubahan tersebut.
Gambar 3 Batasan Obyek Penelitian (pada masa Nabi Muhammad Saw) Sumber : Interpretasi Peneliti
1.4.
Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi konsep tata ruang Masjid Nabawi Kuno. Yakni pada masa awal dibangunnya oleh Rasulullah Saw sampai pada akhir hayat beliau.
1.5.
Manfaat Penelitian
Bagi ilmu pengetahuan, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi sumber inspirasi konsep baru pada masa-masa yang akan datang, dalam bidang Arsitektur Islam khususnya Arsitektur Masjid. Serta memberikan pemahaman lebih mendalam tentang konsep bentuk dan ruang masjid yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Bagi Arsitek, Perencana, dan Perancang, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
16
sebagai
bahan
referensi,
acuan,
maupun
pertimbangan
dalam
Masih asli rancangan Rasulullah Saw.
10
merencanakan dan merancang bangunan masjid maupun bangunan bernuansa Islami lainnya (lihat gambar 4).
Hasil Penelitian : Penelitian tentang Arsitektur Masjid Nabawi Kuno :
•Penelitian fisik menghasilkan penemuanpenemuan tentang tata ruang Masjid Nabawi dan perubahan bentuknya dari waktu ke waktu. •Penelitian non fisik menguak konsep tata ruang Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw
•Penelitian Fisik (sesuatu yang nampak dari Arsitektur Masjid Nabawi Kuno) •Penelitian Non Fisik (sesuatu yang tidak tampak yang berada di balik Arsitektur Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw)
Terciptalah rancangan-rancangan masjid yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw
Disarikan dalam suatu susunan konsep-konsep penting yang akan menjadi cetak biru perancangan masjid
Digunakan dalam menyusun guideline dalam perancangan masjid saat ini dan menghindari kesalahan perancangan masjid masa kini
Gambar 4 Manfaat Penelitian Sumber : Interpretasi Peneliti
1.6.
Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai Arsitektur Masjid Nabawi sudah banyak dilakukan, namun penelitian-penelitian tersebut baru sebatas penelitian bentuk dan ruang secara fisik. Beberapa contoh penelitian yang telah dilakukan sudah merujuk pada ukuran dari Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw. Sebagai contoh adalah penelitian oleh Caetani yang dikutip Rivoria dalam bukunya Moslem Architecture, menyatakan bahwa panjang rusuk Masjid Nabawi kuno pada tahun 623 M adalah 100 cubites17 dengan ukuran dinding setinggi 7 cubites atau sekitar 3,1 m (Rivoria, 1918 dalam Fanani, 2008). Penelitian lain juga dilakukan oleh Sauvaget yang dikutip Henri Stierlin dalam bukunya Islam, Early Architecture from Baghdad to Cordoba, menyatakan bahwa panjang rusuk bujur sangkar halaman masjid rumah Nabi Saw ini pada tahun 630 M
17
Cubites adalah satuan ukuran panjang model Romawi yang setara dengan hasta. 1 cubites setara dengan 4,44 cm.
11
adalah 50 meter (Stierlin, 1996, dalam Fanani, 2008). Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Ghazali dalam Buku Fiqush Shirah. Beliau menyatakan bahwa panjang rusuk Masjid Nabawi kuno adalah 100 hasta (Fanani, 2008). Penelitian lain yang mengarah pada bentuk fisik Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw juga telah dilakukan oleh Cresswell. Cresswell bahkan telah membuat sketsa rekonstruksi Masjid Nabawi pada masa Nabi Saw beserta penggambaran pembagian ruang dan fungsinya (lihat gambar 5).
Gambar 5 Sketsa Rekonstruksi Masjid Nabawi Kuno oleh Cresswell Sumber : Buku Islamic Architecture Karya Robert Hillenbrand dalam Buku Arsitektur Masjid Karya Achmad Fanani.
Demikian pula yang terdapat dalam paparan informasi dari Program Pembangunan Raja Fahd untuk Masjid Nabawi (lihat gambar 6). Informasi tersebut juga memberikan sketsa Masjid Nabawi Kuno untuk menunjukkan sejarah perkembangannya.
Gambar 6 Sketsa Masjid Nabawi Kuno Sumber : Paparan Informasi Program Pembangunan Raja Fahd untuk Masjid Nabawi dalam Buku Arsitektur Masjid Karya Achmad Fanani
12