1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi salah satu penyebab kematian utama di bidang kanker kepala leher, sehingga angka ketahanan hidup rendah dan prognosis penderita buruk. Etiologi KNF sangat kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan lingkungan (Brennan, 2006). Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya KNF sehingga kekerapan cukup tinggi terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia (Her, 2001). KNF merupakan kanker yang sering terjadi di Indonesia dan menempati peringkat ke empat setelah kanker leher rahim, kanker payudara, kanker kulit dan merupakan kanker yang paling sering terjadi di bagian kepala leher. Penyakit ini 100% terkait dengan EBV, terutama tipe undifferentiated carcinoma. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher adalah KNF, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), tumor ganas rongga mulut, tonsil, tiroid dan hipofaring dalam presentase yang lebih rendah (Roezin dan Adham, 2007).
1
2
Berdasarkan data Patologi Anatomi angka kejadian KNF di Indonesia adalah 4,7 per 100.000 penduduk, di mana angka ini merupakan data resmi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Lutan dkk, 2003). Diagnosis dini sangat menentukan prognosis penderita. Hal ini sulit dicapai karena anatomi nasofaring tersembunyi dan berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak maupun leher. Diagnosis dini KNF, merupakan KNF dengan stadium I atau II, dimana pada stadium ini belum terjadi metastasis regional. Hal ini sangat sulit dicapai baik di Indonesia maupun di luar negeri. Metastasis merupakan penyebab kematian (90%) dari semua kanker, dan menimbulkan gejala klinis yang berbeda. Metastasis menunjukkan proses yang terkoordinasi, memiliki tahapan-tahapan yang meliputi pemisahan sel dari tumor primer untuk berkembang menjadi lesi baru di organ jauh. Metastasis merupakan hasil dari pengaruh yang kompleks dari perubahan adhesi antar sel, motilitas dan migrasi sel (Chew, 2003). Pertumbuhan tumor yang cepat menyebabkan KNF memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menginvasi daerah yang berdekatan, bermetastasis ke limfonodi regional dan organ jauh. Lebih dari 60% pasien KNF yang datang didiagnosis dengan metastasis. Apabila telah terjadi metastasis maka prognosis penyakit menjadi jelek dan menyebabkan tingkat kegagalan terapi yang tinggi (Nakayana dkk., 2011). Diagnosis pasti memerlukan biopsi lesi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan radiologi dibutuhkan untuk menentukan stadium penyakit. Pemeriksaan radiologi yang lebih baik untuk KNF adalah CT-Scan (Computed Tomography Scaning) dengan kontras dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Adanya
3
enhancement pada regio tersebut dapat dicurigai adanya suatu proses keganasan. Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang perluasan dan keterlibatan intrakranial. CT-Scan pada bone setting dapat menunjukkan adanya erosi tulang. Faktor-faktor ini penting untuk menentukan stadium penyakit (Jeyakumar dkk., 2006). Masalah yang dihadapi dalam penanganan KNF adalah bahwa sebagian besar penderita datang pada stadium lanjut, dan sebagian lagi datang dengan keadaan umum yang jelek. Diagnosis dini seringkali sulit dilakukan karena gejala yang tidak khas dan pemeriksaan nasofaring yang sulit dilakukan. Selain itu KNF dikenal sebagai tumor ganas yang berpotensi tinggi untuk mengadakan metastasis regional maupun jauh, sehingga menyebabkan penatalaksanaan KNF belum memberikan hasil yang memuaskan (Jeyakumar dkk., 2006). Radioterapi merupakan pengobatan terpilih dalam penatalaksanaan KNF. Radioterapi merupakan pilihan utama dalam pengobatan KNF kasus baru dan belum mengalami metastasis. Apabila KNF sudah bermetastasis, maka penggunaan kemoterapi menunjukan respon yang tinggi (King dkk., 2006). Kemajuan dalam bidang ilmu biologi molekuler telah menghasilkan pemahaman yang lebih baik terhadap marker biologi yang mungkin mempunyai nilai prognostik dan prediktif untuk penderita KNF (Brennan, 2006). Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sintesis prostaglandin meningkat pada sel tumor dan jaringan kanker. Berbagai penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang erat antara progresivitas pertumbuhan sel kanker dengan kelainan tingkat molekuler, yang
4
merupakan akumulasi dari lesi genetik yang sangat kompleks (Cho, 2007). Akumulasi lesi genetik tersebut antara lain berupa aktivitas gen pemicu pertumbuhan tumor (protoonkogen), tidak adanya aktivitas gen penghambat tumor dan gen pengendali apoptosis (programmed cell death) (Widiastuti dkk., 2001). Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sintesis prostaglandin meningkat pada sel tumor dan jaringan kanker. Peningkatan nilai prostaglandin telah dideteksi pada kanker di berbagai lokasi anatomi, termasuk kepala dan leher, dan peran metabolit tersebut dalam pertumbuhan tumor serta metastasis telah dapat dipastikan. Cyclooxygenase (COX) merupakan enzim pada jalur biosintetik dari prostaglandin (PG), tromboksan dan prostasiklin dari asam arakhidonat. Terdapat dua bentuk COX yaitu COX-1 berfungsi sebagai housekeeping gen pada hampir semua jaringan normal, dan COX-2 terangsang selama proses radang dan neoplasma (Choy dan Milas, 2003). Penelitian Tan dan Putti (2005), menyatakan bahwa ekspresi COX-2 sangat sering terlihat pada epitel nasofaring dari sel normal yang progresif, dysplasia dan karsinoma. Di samping itu juga terdapat hubungan ekspresi COX-2 dan prognosis buruk pada stadium lanjut KNF tipe undifferentiated carcinoma. Ekspresi seluler COX-2 meningkat di atas nilai normal pada stadium awal karsinogenesis dan melalui perkembangan tumor serta pertumbuhan invasif tumor (Tan dan Putti, 2005). Prostaglandin yang berasal dari COX-2 berperan dalam karsinogenesis, inflamasi, supresi respon imun, inhibisi apoptosis, angiogenesis, invasi sel tumor dan metastasis (Choy dan Milas, 2003). Ekspresi COX-2 ditemukan
5
meningkat sekitar 60% pada pasien KNF stadium IV dan juga pada KNF yang mengalami metastasis (Chen dkk., 2005). Penelitian mengenai marker biologi yang mempunyai nilai prognosis dan prediksi untuk penderita KNF belum banyak dilakukan, sehingga masih belum banyak data yang bisa menyatakan bahwa COX-2 mempunyai nilai prognosis dan nilai prediksi pada KNF. Dengan pemeriksaan IHK protein COX-2 yang berperan pada tumorgenesis KNF tipe undifferentiated carcinoma maka adalah hal yang penting untuk strategi penatalaksanaan penderita KNF.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: apakah terdapat hubungan ekspresi COX-2 dengan stadium klinis KNF tipe undifferentiated carcinoma ?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Membuktikan adanya hubungan antara ekspresi COX-2 dengan stadium klinis KNF tipe undifferentiated carcinoma. 2. Membuktikan proporsi ekspresi COX-2 pada stadium klinis KNF tipe Undifferentiated carcinoma
6
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat teori Dapat menambah pengetahuan dan informasi mengenai hubungan ekspresi COX-2 dengan stadium klinis KNF tipe undifferentiated carcinoma.
1.4.2
Manfaat aplikatif Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam mendukung pengembangan dan pemahaman marker biologi serta pemanfaatan ekspresi COX-2 sebagai faktor prediktif untuk penderita KNF.
1.4.3
Manfaat bagi institusi Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam penatalaksanaan KNF serta mendukung pengembangan pemanfaatan penghambat COX-2 sebagai terapi tambahan pada penderita KNF.
1.4.4
Manfaat bagi masyarakat Peningkatan kualitas hidup pada penderita KNF dengan mengetahui secara dini prognosis penderita KNF.
1.4.5
Manfaat bagi pengembangan ilmu dan penelitian Memberikan informasi kepada klinisi mengenai gambaran ekspresi COX-2 seiring progresivitas tumor sehingga penanganan KNF menjadi lebih tepat serta sebagai rujukan penelitian berikutnya.