BAB I PENDAHULUAN Dalam pendahuluan ini akan terbagi menjadi empat subbab. Masingmasing subbab akan membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Berikut akan dijelaskan secara terperinci pada subbabsubbab pada bab ini.
1.1
Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan
otonomi
daerah
dalam
kesatuan
sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara. Daerah mampu melaksanakan otonomi berarti mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Adanya otonomi daerah membedakan pajak menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak daerah menjadi salah satu komponen dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan perubahan Undang-Undang No.34 Tahun 2000, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sejak ditetapkannya
1
2
Undang undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah kini mempunyai tambahan jenis Pajak Daerah yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Perbedaan jenis pajak daerah sebelum dan sesudah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 disajikan pada Lampiran 1. PBB-P2 yang awalnya merupakan Pajak Pusat, kini pengelolaannya dialihkan ke Pemerintah Daerah. Pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke seluruh pemerintahan kabupaten/kota diilaksanakan paling lambat 1 Januari 2014 dengan tahapan yang dimulai sejak tahun 2011. Sejak PBB-P2 menjadi pajak daerah, 100% realisasi PBB-P2 menjadi hak pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan saat dikelola oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten/Kota memperoleh pembagian sebesar 64,8%. Oleh karena itu, pengalihan PBB-P2 diharapkan mampu meningkatkan jumlah PAD. Di Provinsi Bali, pengalihan PBB-P2 mulai dilakukan tahun 2013 yang diawali oleh empat Kabupaten/Kota, sedangkan lima Kabupaten lainnya melakukan pengalihan di tahun 2014. Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten yang melakukan pengalihan PBB-P2 tahun 2013 dengan kontribusi PBB-P2 yang besar bagi Pajak Daerah. Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Bali yang sumber PAD bergantung pada sektor pajak daerah. Pengalihan PBB-P2 menambah pajak daerah sebesar 17,43% pada tahun 2013 dan 15,84% pada tahun 2014. Peningkatan PAD sejak dialihkannya PBB-P2 sebagai pajak daerah dapat dilihat pada Tabel 1.1.
3
Tabel 1.1. Perbandingan realisasi Pajak Daerah Kabupaten Tabanan sebelum dan sesudah PBB-P2 menjadi Pajak Daerah Jenis Pajak 2012 2013 2014 Daerah Realisasi (%) Realisasi (%) Realisasi % (Rp) (Rp) Pajak Hotel 11,27 M 22,45 15,21 M 17,13 16,79 M 17,6 Pajak Restoran 6,30 M 12,55 9,92M 11,18 11,38 M 11,93 Pajak Hiburan 1,37 M 2,73 0,38 M 0,43 0,67 M 0,70 Pajak Reklame 1,59 M 3,17 1,52 M 1,71 1,51 M 1,58 Pajak 9,99 M 19,9 12,13 M 13,67 14,78 M 15,49 Penerangan Jalan Pajak Parkir 0,02 M 0,04 0,04 M 0,05 0,05 M 0,05 Pajak Air 1,11 M 2,21 1,91 M 2,15 1,71 M 1,79 Tanah Pajak Bumi 0 15,47 M 17,43 15,11 M 15,84 dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Bea Perolehan 18,56 M 36,96 43,19 M 48,65 33,42 M 35,02 Hak atas Tanah dan Bangunan Jumlah 50,21 M 88,77 M 95,42 M Sumber: Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan, 2015 Realisasi PBB-P2 pada tahun 2013 dan 2014 pada Tabel 1.1 terdiri dari realisasi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) tahun berjalan dan piutang PBB-P2 tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan potensi penerimaan PBB-P2, realisasi yang dicapai tahun 2013 dan 2014 tergolong rendah. Perbandingan antara SPPT yang diterbitkan dan realisasi dapat dilihat pada Tabel 1.2.
4
Tabel 1.2. Perbandingan Potensi dan Realisasi PBB-P2 Kabupaten Tabanan Ketetapan Realisasi Persentase (%) Tahun
Jumlah
Total
Jumlah
Total
Jumlah
Total
SPPT
Tagihan
SPPT
Pembayaran
SPPT
Pembayaran
2013
262.876
18,70 M
147.061
11,97 M
55,94
64,00
2014
264.680
20,46 M
134.831
12,52 M
50,94
61,20
Sumber: Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan, 2015 Berdasarkan Tabel 1.2, dapat dilihat bahwa SPPT yang diterbitkan di awal tahun 2013 hanya dapat direalisasikan sebesar 55,94 persen sepanjang tahun 2013 sedangkan SPPT yang diterbitkan di awal tahun 2014 hanya dapat direalisasikan 50,94 persen sepanjang tahun 2014. Hal ini merupakan masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan. Rendahnya realisasi yang dibandingkan
pajak
terhutang
yang
ditetapkan
menyebabkan
tingginya
penambahan piutang setiap tahunnya. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Tabanan, piutang pajak daerah per 31 Desember 2014 mengalami peningkatan sebesar 16,29 persen dari Rp 48.899.196.115,65 menjadi Rp 58.025.512.684,23. Tingginya piutang pajak daerah Kabupaten Tabanan dikarenakan tingginya piutang PBB-P2. Perbandingan antara piutang PBB-P2 dan pajak daerah lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.3.
5
Tabel 1.3 Piutang Pajak Daerah Kabupaten Tabanan Keterangan Per 31 Des 2014 Per 31 Des 2013 Piutang (Rp)
Piutang (Rp)
Piutang Pajak Hotel
1,829 M
0,492 M
Piutang Pajak Restoran
1,705 M
0,561 M
Piutang Pajak Hiburan
0,005 M
0,155 M
Piutang Pajak Air Tanah
0,111 M
0,071 M
Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2)
54,375 M
48,619 M
Jumlah 58,026 M 49,899 M Sumber: Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan, 2015 Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa PBB-P2 memiliki jumlah piutang tertinggi dibandingkan pajak daerah lainnya. Tingginya penambahan piutang PBB-P2 yang diakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak mengurangi kinerja Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan sebagai pengelola Pajak Daerah. Pembayaran pajak merupakan dilema sosial karena sering terjadi pertentangan antara kepentingan individual dengan kolektif (Holler et al. 2008). Rendahnya penerimaan pajak disebabkan oleh rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran PBB-P2. Hasil studi empiris menunjukkan bahwa penerimaan pajak ditentukan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak. Astri dan Vinola (2009) memberikan bukti empiris bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak. Rendahnya tingkat
6
kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan. Seftiawan (2009) menemukan bahwa pelayanan perpajakan berpengaruh karena dengan pemberian pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak maka Wajib Pajak akan senantiasa memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak akan membuat Wajib Pajak merasa senang
dan
dimudahkan
serta
terbantu dalam
penyelesaian
kewajiban
perpajakannya, hal ini juga berlaku untuk PBB-P2. Wajib pajak cenderung tidak patuh karena tidak adanya insentif langsung dari negara berupa kualitas pelayanan publik yang sebanding dengan pembayaran pajaknya (Manurung, 2013; Feld dan Frey, 2002). Pelayanan yang optimal diharapkan mampu memberikan persepsi kualitas pelayanan yang baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran PBB-P2. Hasil penelitian kualitas pelayanan pada kepatuhan wajib pajak dari beberapa peneliti menunjukkan kontroversi hasil. Penelitian Widiastusi (2014) menghasilkan pelayanan pajak mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk patuh terhadap perpajakan. Sementara itu, penelitian Pratama (2012) menunjukkan bahwa pelayanan kantor pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Faktor
lain yang
terkait
dengan kepatuhan wajib pajak dalam
membayar PBB-P2 adalah sanksi perpajakan. Dalam rangka peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-P2, Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan menegakkan sanksi perpajakan berupa
7
denda bagi wajib pajak PBB-P2 yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan dalam jangka waktu yang ditetapkan. Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, sanksi perpajakan merupakan alat untuk mencegah wajib pajak melanggar peraturan pajak dimana sanksi perpajakan bisa dituruti/ditaati/dipatuhi oleh wajib pajak (Mardiasmo,2009:47). Wajib pajak akan taat terhadap aturan pajak jika denda pajaknya tinggi (Allingham dan Sandmo, 1972). Sanksi perpajakan yang diterapkan oleh Dinas Pendapatan dan Pesedahan Agung Kabupaten Tabanan adalah pengenaan denda sebesar 2% per bulan setiap keterlambatan pembayaran pajak dengan denda maksimal adalah 24 bulan. Sanksi perpajakan PBB-P2 di Kabupaten Tabanan diatur dalam Pasal 20 Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 Tahun 2012. Pengenaan sanksi perpajakan pada dasarnya digunakan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. Meskipun demikian, masih banyak terdapat wajib pajak yang lalai dengan kewajibannya dalam membayar pajak. Hal ini dapat dilihat dari jumlah SPPT tahun 2014 yang dibayar sebelum jatuh tempo hanya sejumlah 130.423 dari total SPPT yang diterbitkan sejumlah 264.680. Koentarto (2011) menemukan penegakkan sanksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kepatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Penegakan sanksi yang adil akan dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak dan mendorongnya untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Penelitian yang sama juga dihasilkan dari penelitian yang dilakukan oleh Palil (2010) dan Nicoleta (2011) yaitu sanksi perpajakan berpengaruh positif
8
terhadap kepatuhan membayar pajak. Namun, hasil penelitian yang berbeda ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan oleh Kolodziej (2010) yaitu pengetahuan atas sanksi perpajakan menghasilkan hubungan negatif terhadap tax behavior. Penelitian Widiastuti (2014) menghasilkan pengetahuan atas sanksi pajak tidak berpengaruh pada perilaku wajib pajak untuk patuh terhadap perpajakan. Adanya perbedaan hasil penelitian kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak menunjukkan kemungkinan adanya faktor lain dalam pengaruh kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan pada kepatuhan wajib pajak. Dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel locus of control sebagai variabel pemoderasi. Orientasi locus of control adalah keyakinan tentang hasil berupa tindakan yang dilakukan tergantung dari apa yang kita lakukan (orientasi kontrol internal) atau peristiwa di luar kontrol pribadi (orientasi kontrol eksternal). Kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan akan memiliki pengaruh yang lebih kecil apabila wajib pajak memiliki locus of control internal. Sebaliknya, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan akan memiliki pengaruh yang lebih besar apabila wajib pajak memiliki locus of control eksternal. Hal ini dikarenakan tindakan atau keputusan wajib pajak dengan locus of control eksternal akan lebih mudah dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana “Locus of Control Memoderasi Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ”
9
2.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan? 2) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan? 3) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama bagi Wajib Pajak yang memiliki locus of control eksternal? 4) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama bagi Wajib Pajak yang memiliki locus of control eksternal?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 2) Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
10
3) Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama untuk Wajib Pajak yang memiliki locus of control eksternal. 4) Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutama untuk Wajib Pajak yang memiliki locus of control eksternal.
1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang teori atribusi dalam mempengaruhi kepatuhan wajib pajak serta dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan dalam mengambil kebijakan menyangkut keuangan daerah serta kinerja ekonomi dalam rangka meningkatkan pajak daerah melalui peningkatan penerimaan PBB-P2.