1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia merupakan Negara kesatuan yang menganut asas Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah, hal ini sesuai dengan pasal 18 UUD 1945, bahwa pembagian daerah atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahan yang ditetapkan UndangUndang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Penegasan tersebut kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana menurut Undang-Undang ini prinsip otonomi yang dianut adalah dengan memberikan kewenangan nyata, luas dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Dengan adanya otonomi, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggaraaan pemerintahan serta kewenangan dalam mengelola dan memanfaatkan potensi yang ada di daerahnya, serta menetapkan dan menyusun sendiri upaya-upaya untuk pengembangannya. Sehingga setiap daerah dituntut untuk dapat bersaing secara kompetitif untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengelola dan menggali serta mengembangkan potensi daerahnya khususnya pertanian, kelautan, industri dan pariwisata dengan tujuan terwujudnya
kondisi
peningkatan
kesejahteraan
dikalangan
masyarakat,
2
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Dan semua itu harus berdasarkan semangat desentralisasi dalam kerangka kehidupan yang demokratis dan good governance. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 16 Tahun 2004 tentang Pembentukan Dinas Daerah Kota Pontianak, maka dibentuklah Dinas Pariwisata Kebudayaan, Informasi dan Komunikasi Kota Pontianak sebagai salah satu lembaga tehnis yang merupakan gabungan dari Kantor Pariwisata, Kantor Informasi dan Komunikasi serta Bagian Kebudayaan yang ada di Dinas Pendidikan Kota Pontianak. Namun seiring dengan perkembangan organisasi pemerintahan maka sesuai dengan PP no. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2008
tentang
pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kota Pontianak, maka Dinas Pariwisata di Kota Pontianak berubah nomenklaturnya menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak, dimana untuk susunan organisasi, Tugas pokok organisasi dan tata kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak diatur di dalam Peraturan Walikota Pontianak Nomor 62 Tahun 2008. Lembaga ini dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang bertanggung jawab langsung kepada Walikota Pontianak. Pemerintah Kota Pontianak memiliki visi kedepan yaitu sebagai kota Khatulistiwa Berwawasan Lingkungan dan Terdepan dalam Pembangunan. lebih memposisikan dirinya sebagai fasilitator dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Salah satunya adalah peningkatan dalam bidang pariwisata dan kebudayaan.
Untuk
dapat
melaksanakan
dan
mewujudkan
peningkatan
3
kesejahteraan masyarakat tersebut, Pemerintah kota Pontianak mempunyai program, baik itu program jangka panjang, menengah, maupun tahunan. Karena pengembangan pariwisata menjadi suatu industrialisasi merupakan sebuah keharusan akan tetapi tidak hanya sebatas modernisasi serta tidak hanya dengan kerja sama dengan pihak swasta maupun kegiatan promosi kepariwisataan namun juga ke daerah lain. Urusan Kepariwisataan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Pontianak meliputi 20 urusan dan berlaku sejak Januari 2001 sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sehingga di dalam pelaksanaan rencana strategis Dinas Pariwisata Kebudayaan, Informasi dan Komunikasi Kota Pontianak merupakan kegiatan-kegiatan kelanjutan disamping melaksanakan agenda rutin dinas pemerintahan. Isu-isu strategis dalam pengembangan pariwisata adalah belum optimalnya pelibatan dan peran masyarakat, potensi dan posisi masyarakat lokal sebagai pelaku/subyek penting dalam pengembangan pariwisata masih belum terwujud secara nyata dan optimal; Belum optimalnya nilai manfaat pariwisata bagi masyarakat lokal, kedudukan masyarakat sebagai penerima manfaat dalam pengembangan pariwisata juga masih sering terabaikan dan belum mendapat manfaat secara memadai; Belum kuatnya komitmen sadar wisata di kalangan masyarakat,
sadar
wisata
sebagai
bentuk
komitmen
strategis
dalam
pengembangan pariwisata masih belum mengakar, dipahami dan disikapi secara konkret di masyarakat; Belum kuatnya komitmen sadarwisata di kalangan masyarakat, masih muncul ego sektoral dan kedaerahan dalam pengembangan
4
pariwisata, upaya pemberdayaan masyarakat masih menjadi sasaran sekunder upaya pengembangan belum terintegrasi “.1 Dari permasalahan di atas, penyusun ingin lebih jauh meneliti sejauh mana efektivitas kebijakan Pemerintah Kota dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak (Studi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Kota Pontianak di Kota Pontianak). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana efektivitas kebijakan Pemerintah Kota dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak? 2. Faktor-Faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penghambat kebijakan Pemerintah Kota dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak? C. Tujuan Penelitian Untuk menciptakan sebuah hasil yang maksimal dari penelitian dengan judul efektivitas kebijakan Pemerintah Kota dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak harus memiliki gambaran atau penjelasan yang jelas, adapun tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan efektivitas kebijakan Pemerintah Kota dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak.
1
Ukus Kuswara.2005. "Peningkatan Sadar Wisata Dalam Pengembangan Pariwisata Indonesia". Diakses pada Tanggal 19 Februari 2008 Dari http//www.myindonesia. info/filedata/1468_5 54 BahanPemberdayaanMasyarakat.pdf.2005
5
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penghambat Pemerintah Kota dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian tentunya penyusun akan mengharapkan beberapa manfaat dari hasil penelitian yang telah dilakukan baik secara akademis maupun praktis yang diantaranya sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis Diharapkan akan mampu memberikan masukan dan referensi bagi jurusan ilmu pemerintahan. Khususnya pada lembaga Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Kota Pontianak. 2. Manfaat Praktis a. Melalui penelitian ini bisa mengkaji, memahami, dan memberi pengetahuan bagi penyusun dan menjadi tolak ukur serta evaluasi bagi kebijakan Pemerintah Kota dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak b. Dalam rangka memenuhi dan melengkapi sebagian syarat dan tugas sebagaimana ketentuan Universitas dan Fakultas untuk mendapatkan derajad kesarjanaan. E. Definisi Konseptual. Konsep yang ada pada judul penelitian perlu dibatasi pengertiannya, hal ini dilakukan untuk menghindari meluasnya konsep penyusun dengan pembaca. Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas maka yang menjadi
6
fokus penelitian ini adalah ”Efektivitas kebijakan Pemerintah Kota dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak”. Konsep yang akan diuraikan antara lain : 1. Efektivitas Menurut Gibson (1996:30) pengertian efektivitas adalah: Penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu, kelompok, dan organisasi. Makin dekat prestasi mereka terhadap prestasi yang diharapkan (standar), maka makin lebih efektif dalam menilai mereka. Dari pengertian tersebut di atas
dari
sudut
pandang
kinerja
keorganisasian
maka
dapat
diidentifikasikan tiga tingkatan analisis yaitu: (1) individu, (2) kelompok, (3) organisasi. Ketiga tingkatan analisis tersebut sejalan dengan ketiga tingkatan tanggung jawab manajerial yaitu
bahwa para manajer
bertanggung jawab atas efektivitas individu, kelompok dan organisasi.2 2. Pemerintah Daerah Dalam Undang-undang otonomi daerah No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah dijelaskan bahwa yang dimaksud pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dengan UUD 1945.3 3. Industri pariwisata
2
Gibson, James L., John M. Ivancevich dan James H. Donnely Jr. 1996. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. (Terjemahan) Edisi Delapan. Jakarta:Binarupa Aksara 3 UU Otonomi Daerah No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 2
7
Pariwisata sebagai industri atau lebih dikenal dengan istilah "Industri Pariwisata" belum dijumpai batasan pengertiannya dalam peraturan perundangan di Indonesia. Namun demikian para ahli kepariwisataan telah merumuskan pengertian tentang industri pariwisata. misalnya menurut Karyono, industri pariwisata adalah keseluruhan rangkaian dan usaha menjual barang dan jasa yang diperlukan wisatawan, selama ia melakukan perjalanan wisata sampai kembali ketempat asalnya. Sedangkan menurut Soekadijo, industri pariwisata dalam pengertian yang lain ialah industri yang berupa seluruh kegiatan pariwisata yang utuh sebagai lokasi wisata yang dapat dinikmati oleh masyarakat.4 Pariwisata adalah konsep umum yang definisinya terus berubah, pariwisata dapat dilihat sebagai suatu kegiatan bisnis yang berhubungan dengan penyediaan barang atau jasa bagi wisatawan dan menyangkut setiap pengeluaran oleh atau untuk wisatawan atau pengunjung dalam perjalanan.5 F. Definisi Operasional Definisi Operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan dapat diamati. Secara tidak langsung definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data yang cocok digunakan atau mengacu pada bagaimana mengukur suatu variable. 6 Dengan demikian definisi operasional
4
Dahliana Hasan. 2008"Pendapatan Asli Daerah Dari Industri Pariwisata dalam Menunjang Otonomi Daerah" Diakses pada tanggal 12 September 2008 Dari www. wisatamelayu-com 5 Kusmayadi, dan Endor Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 66 Tim dosen bahasa Indonesia UMM, 2003. Bahasa Indonesia untuk karangan ilmiah, UMM Press, Malang, Halaman 207
8
merupakan penetapan dari indikator-indikator yang akan di pelajari dan di analisa, sehingga nantinya dapat di peroleh gambaran yang jelas, diantaranya: 1. Efektivitas kebijakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Kota Pontianak dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak. a. Kualitas Sumber Daya Manusia b. Pengembangan sarana dan prasarana pendukung pariwisata c. Usaha Promosi wisata di Kota Pontianak d. Pelibatan masyarakat dalam penyusunan perencanaan skala lokal dalam upaya mengembangkan wisata di Kota Pontianak 2. Faktor-faktor pendorong dan penghambat kebijakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak. a. Partisipasi masyarakat dalam upaya mengembangkan wisata b. Kinerja Pemerintah Kota dalam pengembangan industri pariwisata c. Pendanaan dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak
G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, dengan alasan agar dapat menggali informasi yang mendalam mengenai industri pariwisata. Metode deskriptif sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti berdasarkan faktafakta yang ada, sehingga tujuan dari metode deskriptif adalah untuk
9
menggambarkan tentang suatu masyarakat atau kelompok tertentu atau gambaram tentang gejala sosial. 7 Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan alasan bahwa dalam penelitian ini berupaya menggali data, yaitu data berupa pandangan responden dalam bentuk cerita rinci atau asli. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati8. Kemudian responden bersama peneliti memberikan penafsiran, sehingga dapat memunculkan suatu temuan dan memberikan informasi tentang kinerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Kota Pontianak dalam pengembangan industri pariwisata. 2. Subyek Penelitian Peneliti telah menetapkan para informan penelitian yang dipandang dapat memberikan tentang kinerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Kota Pontianak dalam pengembangan industri pariwisata, subyek penelitian diantaranya adalah : a. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (1 orang) b. Seksi Pengembangan dan Pelestarian Seni (1 orang) c. Seksi Jasa Pariwisata (1 orang) d. Seksi Promosi Wisata (1 orang) e. Masyarakat di lingkungan Pariwisata (6 orang) 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi serta data-data yang diperlukan oleh peneliti untuk 7 8
Soehartono, Irawan. 2002. Metode penelitian sosial. Bandung: hlm:35 Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Bandung: Rosdakarya
10
menunjang penelitian ini. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Kota Pontianak, dengan pertimbangan kemudahan akses informasi data dan subyek utama penelitian dilakukan. 4. Sumber Data a. Data Primer Data primer adalah salah satu sumber data yang diperoleh secara langsung peneliti dari nara sumber yang dapat dipercaya dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan judul peneliti. Data primer dalam penelitian ini seperti orang (pejabat) yang terlibat langsung didalamnya, yaitu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder tersebut adalah dokumen-dokumen resmi, koran-koran maupun internet atau televisi, perundang-undangan yang berhubungan dan berkaitan dengan penelitian ini serta masyarakat umum yang juga menjadi bagian penting dalam penelitian ini. 5. Teknik Pengumpulan Data Pada dasarnya penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data mengenai masalah yang menjadi obyek penelitian, maka diperlukan alat pengambilan data sesuai permasalahan yang diteliti, sebab kualitas data ditentukan oleh alat pengumpulan data. Pengumpulan data ini bertujuan untuk mengumpulkan atau memperoleh data yang ada dilapangan secara akurat dan sesuai dengan fakta yang ada dilapangan, agar dapat memecahkan permasalahan yang ada dalam penelitian
11
ini. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Wawancara (interview) Wawancara adalah pembicaraan dengan maksud tertentu. Pembicaraan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Maksud
mengadakan
wawancara,
seperti
ditegaskan oleh Lincoln dan Guba, antara lain: mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh
orang
lain,
baik
manusia
maupun
bukan manusia
(triangulasi); dan memverifikasi mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti. Dengan adanya wawancara ini diharapkan tidak terjadi perbedaan pengertian antara peneliti dengan responden, serta teknik ini digunakan untuk memperoleh data primer dari subyek peneliti secara langsung.9 Dalam peneliti ini wawancara hanya diajukan pertanyaan-pertanyaan secara bebas dan leluasa tanpa terkait dengan susunan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Tetapi tetap terpusat pada satu pokok masalah
9
Ibid: 186
yaitu
Efektivitas
kebijakan
Pemerintah
Kota
dalam
12
pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak. Keadaan demikian ini memungkinkan wawancara berlangsung secara luwes, arahnya bisa berlangsung secara lebih terbuka, sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih lengkap dan pembicara tidak terlalu terpaku dan pada akhirnya menjemukan kedua belah pihak. 2) Observasi Observasi adalah suatu usaha untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang standart. Observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.10 3) Dokumentasi Metode dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial untuk menelusuri data histories.11 Selain itu, dikatakan juga bahwa dokumentasi juga dapat dikategorikan peneliti sebagai sumber data sekundar atau pendukung. 6. Teknik Analisis Data (SWOT) Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara
10
Ardani, Tristiadi A. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia Bungin, M. Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana 11
13
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).12 Dengan demikian untuk menganalisis efektivitas kebijakan Pemerintah Kota dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam pengembangan industri pariwisata di Kota Pontianak harus menganalisis faktor-faktor strategis pariwisata (kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model ini sangat populer untuk analisia situasi adalah analisis SWOT. Berikut ini matrik analisis SWOT yang diperlihatkan oleh Rangkuti:13 Gambar 1 Matrik Analisis SWOT
EKSTERNAL OPPORTUNITY
TREATHS
INTERNAL STRENGTH
Comparative Advantage
Mobilization
WEAKNESS
Divestment/Investment
Damage Control
a. Kekuatan (strenght), mencerminkan suatu kondisi yang dimiliki oleh organisasi yang dapat membuat segala sesuatu yang potensial menjadi suatu kekayaan atau kekuatan merupakan sumber daya potensial yang dapat diberdayakan untuk mewujudkan segala sesuatu yang diinginkan.
12
Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Hlm:5 13 Ibid
14
b. Kelemahan (weakness), merupakan kondisi-kondisi tertentu yang dipandang sebagai ketidakberdayaan organisasi dalam mengembangkan kinerja sebaik-baiknya dalam rangka mencapai tujuan. c. Peluang (opportunity), merupakan segala sesuatu yang mungkin dapat diterobos atau diraih oleh potensi kinerja-kinerja organisasi. d. Ancaman (treath), merupakan kondisi yang memiliki potensial tinggi untuk
menghancurkan
kondisi
organisasi
selaras
ketidakberdayaan untuk menghadapi atau memecahkannya.
dengan