BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ketertarikan fisik merupakan perhatian utama individu. Dalam hal
apapun, penampilan dapat menentukan suatu kesan tersendiri. Kelman dalam
Tarjono
(2003)
melalui
penelitiannya
membuktikan
bahwa
ketertarikan fisik merupakan salah satu dimensi penting yang cukup mempengaruhi receiver dalam upaya penyampaian suatu pesan. Bahkan DeShields Jr, et al. dalam Tarjono (2003) menyatakan bahwa ketertarikan fisik memiliki hubungan signifikan dengan tujuan pembelian konsumen. Sama halnya dengan hubungan negosiasi antara produsen dan konsumen. Namun, tidak semua individu memperhatikan penampilan saat bernegosiasi, padahal ketertarikan fisik merupakan salah satu unsur yang menunjukkan profesionalisme bernegosiasi. Ketertarikan fisik diasumsikan penting
karena
menunjukkan
penghargaan
tinggi
terhadap
suatu
pertemuan berorientasi bisnis (Mitchell, 2001). Hal ini menjadi penting pada saat individu berinteraksi satu sama lain dalam orientasi bisnis, terutama bila negosiasi bisnis terjadi antar budaya yang berbeda. Salah satunya bila negosiasi bisnis dilakukan antara produsen selaku pemasok yaitu petani lokal dengan supermarket. Pemasok pada supermarket terdiri dari berbagai individu dengan latar belakang budaya dan karakteristik yang berbeda-beda sehingga tidak semuanya memiliki persepsi bahwa appearance adalah penting.
Ketertarikan fisik merupakan bagian dari suatu budaya, terbatasnya pengetahuan para pemasok akan pentingnya memahami budaya saat melakukan bisnis menjadi salah satu kendala bernegosiasi. Kurangnya pemahaman ini menjadikan penampilan tidak dijadikan sebagai salah satu perhatian dalam bernegosiasi. Situasi ini dapat menimbulkan adanya perbedaan
persepsi,
pihak
supermarket
dengan
mengacu
pada
budayanya akan merasa bahwa pertemuan negosiasi kurang dihargai sehingga kesan pertama tidak tertangkap baik. Hal inilah yang terjadi pada supermarket XYZ, yang merupakan salah satu supermarket yang sudah
dikenal
oleh
masyarakat
pada
umumnya.
Melalui
proses
wawancara dengan pihak supermarket XYZ, diperoleh suatu informasi bahwa para pemasok sayuran segar yang didominasi oleh petani lokal memang tidak mementingkan penampilan, saat awal berkunjung juga saat melakukan negoisasi. Padahal saat para pemasok berhadapan untuk melakukan negosiasi bisnis dengan sejumlah supermarket dengan kebiasaan yang berbeda, terjadilah Lintas budaya. Lintas budaya adalah perbandingan antara keyakinan dan sikap dari budaya yang berbeda-beda dengan keyakinan dan sikap budaya lain (Mitchell, 2001). Lintas budaya, pada dasarnya lumrah terjadi walaupun kurang mendapatkan perhatian karena adanya faktor-faktor yang diantaranya kurangnya pemahaman akan hal ini. Pada negosiasi antara pihak kelompok tani dengan anggotanya selaku pemasok produk pertanian dengan pihak supermarket, lintas budaya terjadi karena adanya perbedaan budaya antara keduanya. Pada dasarnya ada dua macam
2
budaya yang cukup melekat pada masyarakat Indonesia yaitu budaya individualisme dan budaya kolektivisme (Mitchell,2001). Ini berpengaruh saat kedua budaya bertemu untuk bernegosiasi. Budaya kolektivisme cenderung menyetujui kesepakatan yang dibuat walaupun ada hal yang kurang dapat diterima. Sebaliknya dengan budaya individualisme cenderung menawarkan kesepakatan secara transparan sesuai dengan semua keinginannya. Perbedaan ini dapat menjadi suatu penghambat bagi negosiasi lintas budaya antara keduanya ini. Masalah ini juga yang terjadi pada hubungan jalinan kerjasama antara pihak supermarket dengan pemasok. Pemasok, berdasarkan pengakuannya seringkali merasa adanya ketidakpuasan pada proses negosiasi yang berlangsung, namun tidak menyampaikannya pada pihak supermarket. Para petani desa yang tergabung dalam kelompok tani memiliki karakteristik yang berbeda dengan petani modern. Adapun karakteristik petani desa yaitu pengetahuan dan modal yang terbatas, kurangnya pemahaman terhadap teknologi dan pentingnya standar mutu suatu produk walaupun para petani desa ini kemudian tergabung atau dikelola oleh petani pengumpul dalam pendistribusiannya ke tempat tertentu. Sebaliknya, karakteristik petani modern yaitu memiliki pengetahuan dan modal yang cukup, memahami pentingnya pengaplikasian teknologi dan pentingnya
standar
mutu
yang
tetap
(Salikin,2003).
Perbedaan
karakteristik ini menyebabkan petani modern memperoleh keunggulan dibandingkan dengan petani desa (www.sinarharapan.co.id: 1 Juli 2005).
3
Entry barriers supermarket yang sangat tinggi selain kenyataan bahwa supermarket memiliki bargaining position yang tinggi membuat pemasok cenderung harus memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah Service Quality (ServQual). ServQual yang terdiri dari tangible, reliable, responsive, assurance, dan empathy (Parasuraman,1991) menjadi jaminan kepercayaan terhadap kemampuan petani dalam memenuhi kesepakatan yang telah dibuat. ServQual yang tidak sesuai dengan kesepakatan akan berakibat kurang baik bagi pemasok, di antaranya adanya keluhan yang dapat menyebabkan pihak supermarket menjadi kurang percaya terhadap kualitas yang dihasilkan pemasok tersebut. Ini pun berpengaruh terhadap tingkat pembelian dari pihak supermarket terhadap pemasok, apabila ServQual yang diberikan tidak sesuai dengan kesepakatan awal maka ada kemungkinan pihak supermarket akan beralih kepada pemasok lain. Sensitivitas harga juga menjadi bagian lain yang dipengaruhi oleh ServQual tersebut. Apabila kualitas yang diberikan sesuai dengan kesepakatan maka sensitivitas harga tidak akan terlalu menjadi masalah. Kesemuanya ini akan berpengaruh terhadap minat untuk terus menjalin kerjasama antara pemasok dengan pihak supermarket tersebut. Hal ini pada kenyataannya terjadi di supermarket XYZ, keterlambatan produk tiba di tempat serta kualitas dan kuantitas yang kurang sesuai dengan perjanjian menjadi keluhan utama dari supermarket XYZ. Supermarket XYZ merasakan bahwa pemasok belum memberikan pelayanan yang
4
sepenuhnya baik dari segi produk maupun hubungan kerjasama yang terjalin antara keduanya. Penelitian ini akan melihat bagaimana hubungan serta pengaruh antara lintas budaya, ketertarikan fisik terhadap keputusan pihak supermarket dalam bernegosiasi untuk membuat kesepakatan dengan petani untuk kelangsungan masing-masing pihak. Apakah keduanya memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keputusan bisnis yang akan dibuat. Penelitian ini diharapkan akan memberikan jawaban yang ilmiah atas keraguan-keraguan yang muncul tersebut.
1.2
Rumusan Masalah Untuk menjamin kelangsungan ketersediaan komoditi pertanian,
pihak supermarket, dalam penelitian ini adalah PT. XYZ, Tbk menjalin kerjasama dengan petani yang tergabung dalam kelompok tani Mandiri. Dalam jalinan kerjasama tersebut secara teoritis disebutkan bahwa ketertarikan fisik sebagai salah satu yang mendukung keputusan dalam bernegosiasi, seperti yang terjadi pada PT. XYZ, Tbk. Hal ini dikarenakan perbedaan pemahaman akan pengetahuan yang tercermin dalam penampilan individu dalam menjalin kerjasama. Hal ini dapat menimbulkan sesuatu yang baru dalam hubungan kerjasama yang terjalin yaitu yang disebut dengan lintas budaya
di mana lintas budaya ini tidak
diperhitungkan sebelumnya secara seksama dalam menjalin kerjasama tersebut.
5
Selain itu, entry barriers untuk para petani lokal dapat memasuki area supermarket, dalam hal ini adalah supermarket XYZ, sebagai pemasok
sayuran
segar
termasuk
cukup
tinggi
terkait
dengan
kesinambungan penyediaan produk sayuran segar. Unsur pelayanan yang diberikan kepada supermarket merupakan salah satu yang penting namun unsur tersebut tampaknya belum mampu diberikan sesuai harapan pihak supermarket. Serta mampu atau tidaknya entry barriers supermarket itu ditembus dengan memperhitungkan variabel ketertarikan fisik pemasok saat bernegosiasi dengan pihak supermarket. Permasalahan ini juga ditemukan pada hubungan kerjasama antara petani sebagai pemasok dengan PT. XYZ, Tbk sebagai konsumen. Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan bahwa daya tarik fisik memiliki hubungan yang signifikan dengan tujuan pembelian konsumen (DeShields Jr, et al. dalam Tarjono, 2003). Oleh karenanya, penelitian ini akan berusaha untuk menjawab secara ilmiah adanya kemungkinan tersebut.
1.3
Identifikasi Masalah
1. Apakah ketertarikan fisik berhubungan dengan standar penerimaan serta kesepakatan antara pemasok dengan pihak supermarket ? 2. Apakah lintas budaya antara pemasok sayuran segar dengan pihak supermarket berhubungan dengan dilakukannya negosiasi ? 3. Apakah standar penerimaan (Service Quality) berhubungan dengan minat terhadap pemasok ?
6
4. Apakah variabel gender berhubungan dengan minat dalam kerjasama antara pihak supermarket dengan pemasok ?
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis terdapatnya hubungan antara ketertarikan fisik dengan standar penerimaan serta kesepakatan pemasok dengan pihak supermarket XYZ. 2. Menganalisis terdapatnya hubungan lintas budaya antara budaya pemasok dengan budaya supermarket dengan negosiasi antara keduanya. 3. Menguji kemungkinan adanya hubungan antara standar penerimaan dengan minat supermarket XYZ terhadap pemasok. 4. Menganalisis kemungkinan adanya hubungan antara gender dengan minat pihak supermarket XYZ untuk bekerjasama dengan pemasok.
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi
kalangan akademis maupun masyarakat. Adapun manfaat penelitian ini bagi kalangan akademis adalah: 1. Mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dalam memecahkan masalah manajemen yang ditemui. 2. Mengasah kemampuan berpikir dalam menghadapi kondisi yang sebenarnya.
7
Manfaat penelitian ini bagi masyarakat, yaitu: 1. Memperoleh informasi khususnya bagi masyarakat yang akan terjun sebagai pemasok komoditi pertanian bagi supermarket. 2. Memberikan pandangan baru berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran ilmiahnya. 3. Meluruskan pandangan-pandangan yang mungkin keliru.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada beberapa kelompok tani di lokasi
yang telah ditentukan. Penelitian ini hanya dibatasi pada permasalahan mengenai hubungan antara ketertarikan fisik, lintas budaya, yang berhubungan dengan standar penerimaan dalam transaksi bisnis yang dilakukan antara pemasok sayuran segar dengan pihak supermarket XYZ.
8