BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember penderita DBD di 34 provinsi Indonesia sebanyak 71.668 orang dan 641 meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2013, yakni 112.511 orang dan meninggal dunia sebanyak 871 penderita. Penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia dengan jumlah penderita dan penyebaran semakin luas dan bertambah seiring dengan peningkatan pertumbuhan dan kepadatan penduduk (KemenKes, 2010). Vektor DBD adalah nyamuk A. aegypti betina. Nyamuk
A. aegypti
termasuk serangga dengan siklus hidup lengkap, yaitu dimulai dari telur menjadi larva, larva menjadi pupa kemudian nyamuk dewasa. Nyamuk A. aegypti mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi dalam mempertahankan hidupnya dan bertelur dalam habitat kecil yang kurang nutrisi dan suhu yang kurang optimum (Yulidar, 2014). Strategi pemerintah dalam melakukan pengendalian vektor DBD mulai dengan cara kimiawi, biologi, pemberantasan sarang nyamuk (PSN),
dan
pengendalian vektor terpadu (Dirjen P2PL, 2011). Salah satu upaya yang dilakukan dalam pengendalian dan pengontrolan vektor melalui 3M, penggunaan
1
2
insektisida dan larvasida. Berbagai cara terus dikembangkan dari tanaman yang mempunyai potensi larvasida dan ovisida. Penggunaan
insektisida
dalam
memberantas
serangga
harus
dipertimbangkan berbagai faktor yaitu spesies serangga yang dituju, stadium serangga mulai dari telur, larva atau nyamuk dewasa kemudian lingkungan dari air, udara dan tanah. Sehingga dapat dipilih jenis insektisida yang tepat dan dilakukan pemberantasan dengan cara dan metode yang benar (Wahyuhidayah, 2010). Pemberantasan nyamuk A. aegypti dengan cara penyemprotan (fogging) merupakan upaya terakhir. Menurut Aryana (2013) pencegahan dengan fogging dapat membunuh nyamuk dewasa bukan membunuh telur ataupun larva. Fogging menggunakan malation 4% bercampur dengan solar hanya dapat membunuh nyamuk dewasa pada radius 100-200 meter dan efektif 1-2 hari, sedangkan siklus perkembangbiakan telur menjadi dewasa membutuhkan waktu 12 hari. Pelaksanaan fogging kadang mengabaikan pemberitahuan sehingga masyarakat tidak mengetahui atau belum siap, akibatnya tidak seluruh tempat bisa disemprot, disamping tentu saja nilai dosis tidak tepat atau cuaca yang tidak baik, maka kemungkinan besar nyamuk yang disemprot tidak akan mati seluruhnya yang akan dapat menimbulkan kekebalan atau resistensi perubahan perilaku nyamuk A. aegypti. Selain fogging, masyarakat juga menggunakan abate ke dalam bak air. Tetapi, air yang ditaburi abate berbau kurang sedap dan dalam jangka panjang dapat menyababkan karsinogenik, hal ini merupakan salah satu kelemahan
3
formulasi abate (Susanna et al, 2003). Apabila penggunaan insektisida kimiawi dalam jangka panjang tidak bisa diabaikan, maka dapat menimbulkan dampak kontaminasi residu pestisida dalam air, terutama air minum (Ndione, 2007). Saat ini keberadaan bentuk telur masih kurang teridentifikasi, karena bentuknya sangat kecil. Bentuk yang sering terlihat di lingkungan adalah bentuk larva atau pupa. Hal-hal yang berpengaruh dalam penetasan telur aedes adalah suhu, pH air, cahaya, kelembaban dan daya fertilitas telur itu sendiri (Yulidar, 2014). Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan usaha mendapatkan insektisida alternatif yang alami dan terurai di alam, serta aman bagi lingkungan, karena residunya mudah hilang. Kriteria insektisida yang baik selain aman, selektif, mudah didegradasi juga harus ekonomis. Insektisida yang dapat disimpan lama tanpa mengalami penurunan efektivitas akan memiliki nilai ekonomis (Jayanto, 2013). Penelitian menggunakan tanaman yang mengandung insektisida alami salah satunya yaitu tumbuhan srikaya (Annona squamosa L.). Menurut Mulyani (2013) dari hasil uji metabolit sekunder daun srikaya terdapat flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid, steroid, alkaloid, dan kumarin. Hastuti (2008) meneliti bahwa saponin dapat menghambat bahkan membunuh larva nyamuk sehingga saponin dapat diketahui memiliki daya insektisida. Saponin merupakan senyawa aktif yang dapat menimbulkan busa. Saponin dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah, mempunyai rasa pahit dan menurunkan tegangan permukaan sehingga merusak membran sel,
4
mengganggu proses metabolisme serangga, hal ini juga dalam Lisqorina (2014) memperkuat studi bahwa mekanisme saponin masuk ke dalam tubuh larva dengan cara inhibisi terhadap enzim protease yang mengakibatkan penurunan asupan nutrisi oleh larva dan membentuk kompleks dengan protein, saponin juga sebagai entomotoxicity yang dapat menghambat perkembangan telur menjadi larva (Ulfah, 2009). Hal ini juga diperkuat oleh Agustiningsih (2010) senyawa alkaloid adalah senyawa yang bersifat racun dalam menghambat sistem pencernaan serta mempengaruhi sistem saraf larva dan menurut Astuti (2008) flavonoid juga berperan dalam proses penghambatan perubahan telur mejadi larva. Tumbuhan srikaya dan sirsak merupakan satu genus yaitu Annona, kandungan kimia daun sirsak (Annona muricata L.) adalah steroid/terpenoid, flavonoid, kumarin dan alkaloid (Adri, 2013), karena kandungan kimia daun srikaya dengan daun sirsak sama, kemungkinan daun srikaya juga mempunyai potensi sebagai insektisida. Daun sirsak dapat membunuh larva nyamuk A. aegypti, dengan kematian larva LC50 didapatkan konsentrasi 368,96 ppm dengan waktu pendedahan 24 jam (Kusnatin, et al, 2007). Sedangkan ekstrak biji srikaya (Annona squamasa Linn) mempunyai daya bunuh terhadap kematian larva A. aegypti dengan LD50 pada dosis 503,230 ppm dan LD90 pada dosis 876,205 ppm setelah 24 jam pengamatan (Adam, 2005). Penelitian ini menggunakan metode maserasi, kelebihan menggunakan ekstraksi dengan metode maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang sederhana. Zat aktif yang di ekstrak cenderung tidak rusak karena pada suhu kamar (Istiqomah, 2013).
5
1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah ekstrak daun srikaya memiliki daya bunuh terhadap telur dan larva A. aegypti? 2. Berapakah LC50 dan LC90 ekstrak daun srikaya terhadap telur dan larva A. aegypti ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun srikaya dalam membunuh telur dan larva A. aegypti 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui LC50 dan LC90 ekstrak daun terhadap telur A. aegypti. 2. Untuk mengetahui LC50 dan LC90 ekstrak daun srikaya terhadap kematian larva instar I, II, III dan IV A. aegypti.
1.5 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Pengembangan Teoritis Sebagai referensi penelitian yang berkaitan dengan ovisida dan larvasida dalam metode pencegahan DBD yang efektif. 1.4.2 Manfaat pengembangan praktis Masyarakat maupun pemegang program DBD di puskesmas dapat memanfaatkannya karena daun srikaya mudah didapatkan dan ekonomis.