BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Yayasan sebenarnya telah dikenal cukup lama dengan berbagai bidang kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan, keagamaan dan kegiatan sosial lainnya yang belum tertangani oleh badan hukum lainnya. Namun demikian, keberadaan yayasan tersebut hanya berdasarkan pada kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi. Tidak terdapatnya aturan hukum yang secara khusus mengatur tentang yayasan ini mengakibatkan terjadinya berbagai penafsiran terkait misalnya status hukum, hakikat dan tujuan suatu yayasan serta aspek-aspek lain dalam pengelolaan yayasan. Yayasan di Indonesia setelah orde baru banyak didirikan oleh lembagalembaga atau instansi pemerintah baik pusat maupun daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya disebut BUMD) serta pihak swasta yang bergerak dalam banyak kegiatan bahkan ternyata telah berubah yang semula tujuan sosial mengarah ke tujuan komersil. Namun, pendirian yayasan oleh lembaga-lembaga pemerintah termasuk BUMN dan BUMD pada umumnya memanfaatkan fasilitas, baik dalam bentuk sarana, prasarana ataupun kewenangan publik yang melekat pada lembaga-lembaga pemerintah atau BUMN maupun BUMD tersebut yang diwakili oleh pejabat-pejabat sebagai pendiri yayasan. Demikian pula yayasan yang didirikan oleh swasta, khususnya yayasan yang bergerak dalam bidang
1
2
pendidikan telah berubah arah dari tujuan sosial ke arah komersil, sehingga aparat pajak mulai mengincar yayasan pendidikan sebagai wajib pajak yang merupakan salah satu target pemasukan pendapatan negara. Hal ini tidak sejalan dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar yayasan, pada pihak lain ada dugaan yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain dengan cara melawan hukum. 1 Dasar atau jiwa dari setiap pendirian yayasan hakekatnya bermotif sosial yaitu bertujuan membantu masyarakat. Fungsi sosial inilah yang seharusnya dominan dan dicantumkan dalam setiap akta pendirian yayasan. Walaupun pada hakekatnya yayasan ini tidak bertujuan untuk tidak mengejar keuntungan, tetapi karena banyaknya kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada yayasan, baik dari
proses
pendiriannya
yang sederhana,
maupun
secara keseluruhan
operasionalnya, menyebabkan banyak orang atau badan yang sengaja mendirikan yayasan. Padahal, pendirian yayasan ini hanya merupakan kedok untuk mendapatkan
kemudahan-kemudahan
atau
fasilitas-fasilitas
lain,
seperti
memperkaya diri organ, menimbun kekayaan pendiri serta untuk menghindari pajak. Dengan kata lain, banyak yayasan yang melakukan bisnis terselubung dengan dalih untuk mencapai tujuan yayasan. 2 Pengaturan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (selanjutnya disebut Undang-Undang Yayasan).
1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 54. 2 Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan Di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm. 6.
3
Dasar hukum tentang yayasan lainnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan (selanjutnya disebut PP No. 63 Tahun 2008). Dengan adanya pengaturan terhadap yayasan ini diharapkan dapat menertibkan yayasan yang semula didirikan oleh lembagalembaga pemerintah dan kemudian dipimpin oleh mantan tokoh-tokoh pemerintah, seperti mantan Presiden Soeharto yang diduga sebagai sarang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pengaturan terhadap yayasan ini juga ditujukan untuk melindungi kekayaan yayasan yang berasal dari sebagian harta kekayaan pendiri yang dialihkan. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan permasalahan tentang campur tangan pembina terhadap pengurus yayasan yang mengelola kekayaan. Memang dalam Undang-Undang Yayasan telah diatur juga peran dan fungsi dari pembina. Namun perlu diingat, bahwa pembina juga mempunyai wewenang untuk mengevaluasi kekayaan, hak dan kewajiban yayasan. Ada kemungkinan bila pengurus dalam mengelola kekayaan yayasan tidak memenuhi ‘kepentingan’ pembina (dan selaku pendiri), maka pengurus tersebut bisa diberhentikan oleh pembina. Dari uraian ini dapat diketahui bahwa masih ada peluang terjadinya bentrokan kepentingan antara pembina dan pengurus dalam mengelola kekayaan. 3 Undang-Undang Yayasan tidak membenarkan pengalihan atau pembagian harta kekayaan yayasan secara langsung atau tidak langsung kepada organ yayasan kecuali untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh organ. Hal ini bersifat kontradikif, mengingat pengelolaan yayasan diharapkan lebih profesional,
3
AB Susanto. et. al., Reformasi Yayasan (Jogjakarta: Andi , 2002), hlm. 125.
4
tetapi organ yayasan tidak boleh diberi gaji ataupun upah yang berasal dari kekayaan yang dimiliki serta hasil kegiatan usaha oleh yayasan terutama digunakan untuk menjalankan kegiatan operasional yayasan. Kekayaan yayasan digunakan untuk membayar berbagai macam biaya operasional yang terjadi, tidak termasuk biaya-biaya yang harus dibayar untuk keperluan pembina, pengurus dan pengawas dalam rangka menjalankan yayasan. Hal tersebut merupakan salah satu upaya melindungi yayasan dari tindakan-tindakan pembagian dan pengalihan harta kekayaan yayasan. Yayasan yang memiliki kegiatan komersial (bisnis), maka pendapatan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan kegiatan bisnis tersebut perlu dicatat secara terpisah. Bahkan yayasan dapat membentuk badan usaha tersendiri yang mengelola kegiatan bisnis dari yayasan. Kegiatan usaha dari badan usaha yang dimiliki oleh yayasan dapat mencakup, antara lain, kesenian dan budaya, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Kegiatan komersial tersebut sebaiknya diserahkan kepada orang yang memiliki kompetensi dan kapabilitas untuk mengelolanya, sehingga tidak dirangkap oleh pembina, pengurus dan pengawas yayasan. 4 Keuntungan dari kegiatan komersial ini akan menjadi sumber (tambahan) penerimaan kas bagi yayasan, akan tetapi keuntungan ini tidak boleh dibagikan kepada pembina, pengurus dan pengawas. Hal ini bertentangan dengan kebiasaan pengurus yayasan di masa lalu, seringkali hasil keuntungan ini menjadi milik pribadi pengurus dan dapat menjadi obyek sengketa. Menurut Panggabean, di
4
AB Susanto. et. al., Op.Cit., hlm. 130-131.
5
masa lalu bahkan akta pendirian yayasan seringkali dijadikan alasan untuk mengalihkan harta kekayaan yayasan kepada para pengurus (dan anak keturunannya). 5 Umumnya bentuk-bentuk badan usaha yang dijalankan yayasan adalah sekolah-sekolah, rumah sakit, panti-panti sosial, dan rumah ibadah. Pengelolaan dan manajemen yang baik dari pengurus yayasan adalah faktor yang paling menetukan berhasilnya suatu yayasan dalam mencapai maksud dan tujuannya. Dalam menjalankan bentuk-bentuk badan usaha tersebut, yayasan harus memiliki harta kekayaan yang memadai. Oleh karena itu dengan berhasil atau tidaknya bentuk-bentuk badan usaha yayasan tersebut maka dapat berdampak bagi para simpatisan yang menyumbangkan sebagian hartanya untuk yayasan tersebut. Sumbangan-sumbangan yang didapat yayasan baik dari orang perorang, Negara, maupun pihak swasta dapat meningkatkan kinerja organ yayasan dalam mengelola yayasan tersebut. Ada yayasan yang semula mempunyai kegiatan yang nirlaba, bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan berubah menjadi profit motif (unsur keuntungan) karena besarnya keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan badan usahanya. Ada juga yayasan yang masih tetap eksis dengan maksud dan tujuannya yang nirlaba. Biasanya yayasan-yayasan yang demikian adalah suatu yayasan yang dimiliki oleh suatu perkumpulan atau badan keagamaan misalnya pada organisasi Islam, badan gereja.
5
Ibid., hlm. 131.
6
Pendiri dan para penyumbang yayasan harus benar-benar memahami bahwa kekayaan pribadinya yang telah diserahkannya kepada yayasan harus dipisahkan dari kekayaan pribadinya yang dinyatakannya dalam “Surat Pernyataan Pemisahaan Harta Kekayaan” hal ini diatur pada Pasal 7 PP Nomor 63 Tahun 2008. Pemisahan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PP Nomor 63 Tahun 2008 harus disertai surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan yang dipisahkan yang artinya bahwa harta kekayaan yang diperoleh tidak dengan cara melawan hukum. Kekayaan tersebut harus dipakai untuk mewujudkan tujuan yayasan yang mulia. Dilihat dari teori kekayaan, teori ini mengungkapkan tentang keterikatan kekayaan sebuah badan hukum dengan tujuan dan maksud tertentu dari badan hukum yang bersangkutan. Teori ini menetapkan bahwa kekayaan haruslah dipisahkan dari pemiliknya dan digunakan untuk pendirian sebuah badan hukum. Dan karena yayasan adalah badan hukum oleh sebab itu tujuan dari pendirian yayasan adalah masyarakat, maka yayasan menjadi milik masyarakat sehingga kekayaannya pun harus digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka pembahasan permasalahan akan dititikberatkan pada pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan. Atas dasar itulah, skripsi ini dibatasi ruang lingkup kajian permasalahan sebagai berikut :
7
1. Bagaimana pengelolaan yayasan oleh organ yayasan menurut Undang-Undang Yayasan? 2. Bagaimana pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan? 3. Bagaimana akibat hukum dari pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan yayasan oleh organ yayasan menurut Undang-Undang Yayasan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dari pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Yayasan. Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan skripsi ini adalah : 1. Manfaat teoritis Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan hukum ekonomi dan khususnya di bidang badan hukum yayasan dalam pengelolaan yang dilakukan oleh organ yayasan.
8
2. Manfaat praktis Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat tentang hukum yayasan sehingga pendirian yayasan tidak hanya berkedok sebagai badan hukum dan juga tidak hanya bertujuan untuk memperkaya organ yayasan saja. Hal ini dimaksudkan agar registrasi yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktik perbuatan hukum yang dilakukan yayasan yang dapat merugikan yayasan.
D. Keaslian Penulisan Sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul “Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004”, untuk mengetahui orisinalitas penulisan, terlebih dahulu dilakukan penulusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 11 Desember 2014 menyatakan bahwa “Tidak ada judul yang sama” dan tidak terlihat adanya keterkaitan. Surat tersebut dijadikan dasar bagi bapak Ramli Siregar (Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara) untuk menerima judul yang diajukan oleh penulis, karena substansi yang terdapat
9
dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat dilingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penelusuran berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran telah dilakukan dan tidak ditemukan penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004” belum pernah ada penelitian dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Sekalipun ada, hal tersebut adalah diluar pengetahuan. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran pribadi yang didasarkan pada pengertianpengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Penelitian ini disebut asli sesuai dengan asas keilmuan
yaitu
jujur,
rasional,
objektif
dan
terbuka
serta
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka Undang-Undang Yayasan mengatakan bahwa yayasan merupakan badan hukum terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan hal ini terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan. Sedangkan badan hukum adalah subyek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang diberikan hak dan
10
kewajiban seperti manusia pribadi. 6 Selanjutnya yang dimaksud dengan subyek hukum adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban diantaranya manusia (natuurlijke person) dan badan hukum (rechtpersoon). 7 Apabila disimak uraian di atas maka ada beberapa unsur yang dapat dikatakan sebagai yayasan: 1. Yayasan adalah badan hukum Undang-Undang Yayasan menyebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Badan Hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum dan memang diperlukan keberadaannya sehingga disebut legal entity. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah adanya akta pendirian yayasan yang dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Pengaturan ini diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Yayasan. 2. Terdiri atas kekayaan yang dipisahkan Pemisahan kekayaan merupakan syarat yang mutlak untuk suatu badan hukum, walaupun cara dan akibat pemisahan ini tidak sama untuk setiap badan hukum. Adanya harta kekayaan ini dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan merupakan sumber dari segala hubungan hukum. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan. Kemudian Pasal 26 ayat (1) Undang6
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 29. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 117. 7
11
Undang Yayasan juga mengatakan, bahwa kekayaan yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang dan barang. Sejalan dengan itu Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan, bahwa pendiri yayasan memisahkan sebagian harta kekayaannya sebagai kekayaan awal yayasan. Adanya hak hidup bagi suatu badan hukum, seperti halnya juga dengan yayasan, tergantung dari adanya hubungan-hubungan hukum. Kekayaan yang dipisahkan itulah yang menimbulkan hubungan-hubungan hukum antara yayasan dengan pihak luar. Pemisahan kekayaan diartikan sebagai melepaskan sesuatu kekayaan dalam bentuk uang dan barang dari kepemilikan orang yang mendirikan yayasan, sehingga menjadi milik dari yayasan itu sendiri. Barang itu dapat diganti, dipertukarkan atau dipindahtangankan dengan cara lain, asal saja menguntungkan bagi yayasan, kecuali jika peraturan yayasan tidak mengizinkannya. 8 3. Untuk mencapai tujuan dibidang sosial, keagamaan, kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota Umumnya jika suatu badan hukum, maka niscaya badan yang bersangkutan mempunyai anggota. Lazimnya badan itu diadakan dengan tujuan untuk menghimpun sejumlah orang-orang yang dijadikan anggota dari badan yang bersangkutan. Tetapi, khusus pada yayasan tidak dikenal adanya anggota. Dalam Wet op Stichting yang di Belanda mengatur mengenai yayasan (stichting) tidak dikenal pula adanya anggota. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan dengan
8
Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 29.
12
tegas mengatakan bahwa yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota. 9 Yayasan harus mempunyai tujuan sejak pendiriannya. Dalam hal ini Undang-Undang yayasan, telah membatasi dengan ketat mengenai tujuan dari yayasan sedemikian rupa sehingga yayasan tidak dapat disalahgunakan. Sebagaimana Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan, ditentukan bahwa yayasan diperuntukkan untuk tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Demikian yayasan hanyalah dapat mempunyai tujuan di tiga sektor ini. 10 Yayasan dalam melakukan kegiatannya sangat bergantung pada organnya. Organ yayasan sebagai wakil dari yayasan dalam melakukan segala perbuatan yang dilakukan yayasan dan sesuai dengan porsinya berstatus organ. Organ yayasan terdiri atas pembina, pengurus dan pengawas. 1. Pembina Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh Undang-Undang Yayasan atau anggaran dasar. Dengan ketentuan tersebut, kewenangan itu harus dilakukan oleh pembina itu sendiri, karena tidak mungkin dapat diserahkan oleh organ yayasan yang lain. Seperti wewenang yang diberikan Undang-Undang Yayasan untuk mengangkat dan memberhentikan anggota pengurus dan pengawas. Selaku organ tertinggi memiliki kewenangan untuk menilai hasil pekerjaan pengurus dan pengawas setiap tahun, hal ini tampak dalam laporan tahunan yang ditandatangani 9
Rudhi Prasetya, Yayasan Dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm.
9. 10
Ibid., hlm. 10.
13
oleh pengurus dan pengawas, kemudian disahkan dalam rapat embina. Rapat Pembina dapat saja menolak pengesahan jika laporan tersebut isinya tidak benar. 11 Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun. Dalam rapat tahunan, pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan yayasan untuk tahun yang akan datang. Hal ini dimaksudkan agar organ pembina akan benar-benar melakukan pembinaan atau memberikan
keputusan-keputusan
atau
kebijakan-kebijakan
yang
dapat
memajukan maupun mengembangkan yayasan. 2. Pengurus Pengurus adalah organ yang melaksanakan kepengurusan suatu yayasan. Peranan pengurus sangat dominan pada suatu organisasi. Pengurus menempati kedudukan sentral dalam mengendalikan yayasan dan hal ini memberikan tanggung jawab yang besar, baik hubungan hukum di dalam maupun di luar pengadilan. Guna menjalankan kegiatan pengurus, maka organ pengurus terbagi atas ketua, sekretaris dan bendahara. Oleh karena pengurus diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan yayasan, maka pengurus bertanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan. 12 Kewenangan pengurus juga dibatasi dalam hal-hal yang mengikat yayasan sebagai penjamin hutang, pengalihan atau pembagian kekayaan yayasan, atau pembebanan atas kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain. Jika pengurus 11
Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.
75-76. 12
R. Murjiyanto, Badan Hukum Yayasan (Aspek Pendirian dan Tanggung Jawab) (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2011), hlm. 31.
14
melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama yayasan, anggaran dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari pembina dan/atau pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit. Oleh sebab itu pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan dan menjalankan yayasan dengan etikad baik. 13 3. Pengawas Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Jadi dapat diartikan bahwa perlu ada suatu mekanisme di mana pengurus dalam menjalankan kegiatannya terkontrol hingga pengurus tidak bertindak sewenangwenang dan/atau merugikan yayasan. Dalam hubungan ini perlu adanya pengawas, sebagai organ pengontrol pengurus dimana pengaturan ini diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Yayasan. Jika organ pengawas mengetahui pengangkatan, pemberhentian dan penggantian pengurus tidak sesuai dengan anggaran dasar dapat mengajukan permohonan pembatalan demi kepentingan yayasan. 14
F. Metode Penelitian Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus dilakukan secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah 13 14
Ibid., hlm 33. Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 90.
15
menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu dilakukan. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut : 1. Spesifikasi penelitian Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. 15 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 16 Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan relevan terhadap asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini, sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau membuat teori baru. Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asasasas hukum, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. 2. Sumber data Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder
15
adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13. 16 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 118.
16
sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain. 17 Data sekunder berfungsi untuk mencari data awal/informasi, mendapatkan batasan/definisi/arti suatu istilah. Data sekunder yang dipakai adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer, yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maupun yang diterbitkan oleh negara lain dan badan-badan Internasional. Dalam penelitian ini, adapun undang-undang yang digunakan antara lain : Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Selain itu, ada Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan. b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian,
laporan-laporan,
makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik. c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
17
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 41.
17
3. Teknik pengumpulan data Penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Research) dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu internet untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan. Metode Library Research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan (studi pustaka) dengan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang berhubungan dengan judul skripsi “Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo UndangUndang Nomor 28 Tahun 2004.” 4. Analisis data Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan : a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan dengan
permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini;
b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas;
18
c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan; dan d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu
kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan
dan tulisan.
G. Sistematika Penulisan Pembahasan dalam skripsi diuraikan secara sistematis untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini mengemukakan tentang latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan, yang semuanya berkaitan dengan pembagian kekayaan yayasan oleh organ yayasan.
BAB II
PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN Bab ini membahas mengenai tinjauan umum tentang yayasan, mulai dari bahasan tentang keberadaan yayasan menurut UndangUndang Yayasan Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor
19
28 tahun 2004, pengelolaan yayasan oleh organ yayasan, pertanggungjawaban organ yayasan dalam pengelolaan yayasan. BAB III
PEMBAGIAN KEKAYAAN YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 Bab ini membahas pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 yang terbagi atas kekayaan yayasan, pengalihan harta kekayaan yayasan, pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan.
BAB IV
AKIBAT HUKUM DARI PEMBAGIAN KEKAYAAN YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG YAYASAN NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 Bab ini membahas tentang akibat hukum dari pembagian kekayaan yayasan kepada organ yayasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 yang terdri atas penggugatan terhadap yayasan dalam pembagian harta kekayaan yayasan, sanksi pidana dalam pembagian harta kekayaan yayasan, dan perubahan kepemilikan harta kekayaan yayasan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini mengemukakan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi yayasan dan orang-orang yang membacanya.