BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Kemiskinan merupakan masalah yang begitu kompleks. Hal ini
dikarenakan ketidakmampuan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan lainnya. Selain itu, kemiskinan juga menjadi salah satu faktor penghambat dalam proses pembangunan, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan menjadi program utama disetiap pemerintahan. Layaknya menjadi fokus utama, pemerintah melakukan berbagai macam upaya dalam menekan angka kemiskinan yang ada. Intervensi melalui kebijakan dilakukan secara bervariasi, baik berupa bantuan langsung secara tunai, bantuan fisik berupa barang, serta melalui pemberdayaan masyarakat. Bantuan-bantuan yang diberikan diharapkan mampu meningkatkan tarap hidup masyarakat miskin. Menurut Goudward dan Lange (1998:20) dalam Sukaton (2004) : dunia abad ke 20 telah memunculkan “paradoks kemiskinan”, yakni kemiskinan justru meningkat tajam ditengah masyarakat kaya. Karena itu menurut mereka meskipun secara relatif kesejahteraan global meningkat, akan tetapi disparitas antara masyarakat miskin dengan kaya semakin tinggi. Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan daerah otonom baru yang dibentuk pada tahun 2008, dimana daerahnya terdiri dari gugusan pulau kecil dan 1
2
besar. Kondisi daerah kepulauan mengharuskan sebagian besar masyarakat bermukim dikawasan pesisir, pada umumnya mereka menggantungkan hidupnya dari hasil laut sebagai nelayan. Nelayan merupakan mata pencaharian utama bagi masyarakat di daerah ini. Meskipun sebagian besar masyarakat Anambas bekerja sebagai nelayan, akan tetapi sebagian lainnya mempunyai pekerjaan yang bervariasi, diantaranya bekerja sebagai petani, pedagang dan tukang kayu. Kondisi ekonomi seperti itu, membuat mereka hanya mampu untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat Anambas tidak mampu untuk menyediakan rumah yang layak huni. Dilihat dari Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 1999 tentang kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun berdiri sendiri, rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan kesehatan, keselamatan dan kenyamanan. Selanjutnya Silas (2008) mengatakan : rumah disebut layak bila memenuhi aspek sehat, aman, terjamin, dapat dicapai dan mampu dibayar, termasuk kebutuhan dasar, bebas dikriminasi dan kepastian kepemilikannya. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Anambas jumlah penduduk miskin di daerah ini menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir (lihat tabel 1.1). Dari 7 (tujuh) Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau terdapat 2 (dua) Kabupaten yang persentase penduduk miskinnya naik yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas dan Karimun. Kenaikan yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Anambas sebanyak 0,3 %, sedangkan Kabupaten Karimun menunjukkan kenaikan sebesar 0,32 %.
3
Tabel. 1.1 Persentase Penduduk Miskin dan Jumlah Penduduk Per Kabupaten Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011-2013 per September Kabupaten/Kota
2011 Persentase Jumlah Penduduk Penduduk Miskin (*) (%) 5.93 216.146 6.04 145.057 4.06 70.423 12.98 87.026
Karimun Bintan Natuna Lingga Kepulauan 3.95 Anambas Kota Batam 6.11 Kota Tanjungpinang 10.52 Ket : (*) Hasil Proyeksi Sumber : BPS Kab. Kep. Anambas
2012 Persentase Penduduk Miskin (%)
Jumlah Penduduk (*)
2013 Persentase Jumlah Penduduk Penduduk Miskin (*) (%) 6.69 220.882 6.23 149.120 3.78 72.527 14.03 87.867
6.37 6.29 4.25 14.15
218.475 147.212 71.454 87.482
38.210
4.17
38.833
4.47
39.374
1.000.661 191.287
5.89 11.03
1.047.534 194.099
5.20 10.40
1.094.623 196.980
Kenaikan angka kemiskinan ini diakibatkan oleh pola hidup masyarakat Anambas tidak mencukupi standar yang dipakai oleh Badan Pusat Statistik. Standart yang dipakai BPS bahwa dalam satu hari masyarakat harus terpenuhi 2.100 kalori, sementara masyarakat Anambas tidak pernah menghiraukan masalah makanan yang bergizi, yang terpenting adalah bagaimana bisa makan (BPS Kab. Kep. Anambas). Meskipun Pemerintah Daerah mempunyai komitmen dalam pengentasan kemiskinan akan tetapi masyarakat miskin terus meningkat. Upaya pemerintah dalam mengentas kemiskinan tercermin dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Kebijakan-kebijakan tersebut didasari oleh Peraturan Gubernur nomor 1 Tahun 2012 tentang Program Pengentasan Kemiskinan Kepulauan Riau. Program-program tersebut tertuang pada BAB III Program dan Kegiatan Pasal 4 diantaranya :
4
a) Program pemenuhan hak-hak dasar penduduk miskin terdiri dari 5 (lima) kegiatan, yaitu : 1. Pemberian tambahan balita/anak sekolah bagi penduduk miskin/desa tertinggal; 2. Perawatan kasus gizi buruk/gizi kurang bagi penduduk miskin/desa tertinggal; 3. Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin/desa tertinggal melalui jaminan kesehatan daerah (Jamkesda); 4. Pembangunan/rehabilitasi posyandu, pustu dan puskesdes; dan 5. Pemberian beasiswa bagi siswa SLTA dari keluarga miskin. b) Program rumah layak huni terdiri dari 3 (tiga) kegiatan, yaitu : 1. Rehabilitasi rumah tidak layak huni termasuk fasilitas jamban keluarga; 2. Penyediaan sarana lingkungan dan sumber air bersih penduduk miskin/desa tertinggal; 3. Penyediaan listrik rumah penduduk miskin/desa tertinggal; c) Program pembinaan unit usaha penduduk miskin/desa tertinggal terdiri dari 3 (tiga) kegiatan, yaitu : 1. Kegiatan menumbuhkembangkan kelompok usaha bersama, koperasi, usaha mikro dan usaha kecil diutamakan ibu-ibu/perempuan pada penduduk miskin/desa tertinggal; 2. Kegiatan menumbuhkembangkanusaha nelayan, pembudidaya ikan dan keluarga pengolah hasil perikanan serta motorisasi perikanan tangkap penduduk miskin/desa tertinggal; dan 3. Kegiatan menumbuhkembangkan usaha pertanian bagi penduduk miskin/desa tertinggal. Diantara berbagai program itu, program Rumah Layak Huni (RLH) menjadi program unggulan Provinsi Kepulauan Riau. Program ini difokuskan pada kegiatan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat di Provinsi ini tidak memiliki hunian yang layak atau sehat. Selaras dengan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi, Kabupaten Kepulauan Anambas memfokuskan program pengentasan kemiskinan
5
pada kegiatan Rehabilitasi RTLH. Keseriusan Pemerintah Kabupaten terlihat dari pelaksanaan program yang telah dilaksanakan selama 4 (empat) tahun terakhir. Menurut data Dinas Sosial Kabupaten Kepulauan Anambas jumlah penerima bantuan rehabilitasi RTLH selama 4 (empat) tahun sebanyak 2.381 rumah (lihat Tabel 1.2). Berdasarkan tabel tersebut jumlah penerima terbanyak terletak di Kecamatan Palmatak dengan jumlah penerima sebanyak 656 rumah. Sedangkan, kecamatan yang paling sedikit menerima bantuan adalah Kecamatan Jemaja sebanyak 184 rumah.
Tabel. 1.2 Jumlah Penerima Bantuan Rehabilitasi RTLH Tahun 2011-2014 per Kecamatan Realisasi Rehabilitasi RTLH per Tahun 2011 2012 2013 2014 1 Siantan 7 150 81 101 2 Jemaja 110 68 111 133 3 Palmatak 112 132 168 244 4 Siantan Selatan 85 64 57 106 5 Siantan Timur 17 82 72 79 6 Jemaja Timur 38 48 42 56 7 Siantan Tengah 6 62 69 81 Total 375 606 600 800 Sumber : Dinas Sosial Kab. Kep. Anambas, 2014 No
Kecamatan
Jumlah 339 422 656 312 250 184 218 2.381
Secara umum, pelaksanaan program ini bisa dikatakan sukses. Kesuksesan itu dilihat dari media cetak domestik yang memuat beberapa keberhasilan yang telah dicapai oleh pemerintah daerah. Salah satunya adalah pemberitaan yang dimuat oleh Koran Haluan Kepri pada tanggal 06 September 2014, dimana berita itu mengatakan bahwa 2 (dua) Desa di Kabupaten ini terbebas dari RTLH. Dua desa tersebut adalah Desa Lingai dan Desa Telagak Kecil.
6
Keberhasilan yang dicapai oleh pemerintah dalam mengubah rumah yang tidak layak menjadi layak huni, dipertegaskan lagi oleh pernyataan salah satu pejabat tinggi Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera). Pernyataan tersebut dilansir oleh media cetak lokal Batampos tertanggal 08 Oktober 2014. Pemberitaan tersebut mengatakan pemerintah pusat kecewa terhadap realisasi pelaksanaan RTLH yang dilakukan di Provinsi ini (Kepri). Hal ini dikarenakan ada 2 (dua) Kabupaten/Kota yang tidak melaksanakan program ini secara serius atau melanggar kesepakatan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Selanjutnya, pejabat tinggi Kemenpar tersebut, memuji Kabupaten/Kota yang berhasil merealisasikan kebijakan ini. Menurutnya hanya Kabupaten Anambas dan Kota Batam dalam pelaksanaannya yang sesuai target awal. Di sisi lain, pelaksanaan program ini bukan tanpa masalah, berbeda dengan pemberitaan diatas, koran Melayupos pada tanggal 17 Juli 2014 mengeluarkan pemberitaan tentang telah terjadinya jual beli rumah pasca menerima bantuan rehabilitasi RTLH. Menurut media cetak ini terindikasi telah terjadinya jual beli rumah bantuan dari pemerintah di Kecamatan Jemaja. Selain berita tentang rumah yang diperjualbelikan oleh penerima bantuan, kritik terhadap pelaksanaan program ini juga pernah disampaikan salah satu LSM yang ada di daerah ini. LSM yang menamakan dirinya Government Specialist DFW-Indonesia, menyampaikan kritiknya kepada pemerintah melewati media cetak Batam Today pada tanggal 09 Oktober 2012. Menurut mereka, dalam proses pengentasan kemiskinan belum nampak keterpaduan lintas sektor baik
7
pemerintah, private sector maupun dunia usaha. Program dan kegiatan masih dilakukan secara sporadic tanpa alat ukur yang jelas tentang pencapaian hasil dan dampaknya. Pernyataan dari LSM tersebut, seakan terjawab berdasarkan statement Wakil Bupati Kepulauan Anambas beberapa waktu silam. Seperti yang disampaikan oleh Haluan Kepri tertanggal 28 Februari 2014. Didalam media cetak tersebut Wakil Bupati membeberkan kekacauan data kemiskinan yang dimiliki oleh Anambas. Selaku Wakil Bupati yang sekaligus dimandatkan sebagai Ketua Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Kepulauan Anambas, ia menyampaikan kekecewaannya terhadap ketidakvalidan data yang dimiliki sebagai dasar pemberian bantuan. Dalam kajian kebijakan publik, informasi-informasi yang relevan menjadi data penting dalam merumuskan kebijakan. Salah satu informasi yang penting adalah data awal sasaran kebijakan, banyak kebijakan gagal atau tidak tepat sasaran dikarenakan ketidakvalidan data yang dimiliki. Oleh sebab itu, kesalahan dalam pengimplementasian terjadi, bukan dikarenakan kesalahan yang dilakukan oleh implementor, akan tetapi dikarenakan kesalahan dalam perumusan kebijakan. Menurut Edward, persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang mereka lakukan (Winarno:2012). Dengan kondisi daerah yang terdiri dari gugusan pulau, hendaknya setiap kebijakan yang diterapkan perlu dilakukan evaluasi. Dengan adanya evaluasi
8
kebijakan
diharapkan
mampu
untuk
memberikan
solusi-solusi
terhadap
permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan. Berdasarkan hasil laporan kegiatan rehabilitasi RTLH dari tahun 2011-2013, peneliti membaca permasalahan yang terjadi hampir sama dari tahun ke tahun. Seharusnya didalam pelaksanaannya permasalahan yang terjadi ditahun lalu harus bisa di atasi pada tahun berikutnya, sehingga ada perbaikan didalam pelaksanaannya. Meskipun terjadi permasalahan ditahun berikutnya, diharapkan permasalahan tersebut merupakan masalah baru dan bukan masalah yang sama. Selain itu, setiap pelaksanaan program yang dijalankan selalu diadakan kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev). Kegiatan monev tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten saja, akan tetapi juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. Diadakannya monev diharapkan mampu melihat masalahmasalah yang terjadi dilapangan dan melaporkan hasil dari kegiatan tersebut. Kenyataannya kegiatan monev hanya mencatat realisasi dari program tersebut, bukan memberikan solusi dari permasalahan yang terjadi dilapangan. Sehingga, sangat sering terjadi permasalahan-permasalahan yang sama disetiap tahunnya. Winarno (2013) mengatakan evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik meraih hasil yang diinginkan. Sering terjadi, kebijakan publik gagal meraih maksud atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pentingnya evaluasi kebijakan adalah untuk mengetahui ketimpangan yang terjadi antara harapan pemerintah dengan realita dilapangan. Oleh sebab itu, setelah 4
9
(empat) tahun berjalannya program ini, hendaknya kebijakan ini dilakukan evaluasi. Hingga akhir tahun 2014 belum pernah dilaksanakan evaluasi kebijakan terhadap program rehabilitasi RTLH. Pihak Kabupaten maupun Provinsi hanya melakukan monev saja dan tidak menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki kebijakan yang telah ada. Oleh karenanya, evaluasi kebijakan selayaknya dilakukan agar mampu menilai sejauh mana dampak yang ditimbulkan dari kebijakan ini. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, menurut peneliti perlu kiranya untuk dilakukan evaluasi agar dapat mengetahui seberapa efektifkah program rehabilitasi RTLH terhadap kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan Evaluasi Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Di Kabupaten Kepualuan Anambas Provinsi Kepulauan Riau. 1.2
Rumusan Masalah Untuk memenuhi sistematika perencanaan penelitian, masalah – masalah
diatas perlu diuraikan dan dijelaskan dalam bentuk pernyataan yang spesifik untuk menemukan pokok masalah dalam penelitian yang di fokuskan pada Evaluasi Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni Di Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau.
10
Berdasarkan pernyataan tersebut peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah keberhasilan program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau? 1.3
Tujuan Penelitian Sesuai rumusan masalah diatas, penelitian ini memiliki tujuan : 1. Untuk mengetahui capaian dari program rehabilitasi RTLH di Kabupaten Kepulauan Anambas. 2. Untuk
mengidentifikasi
keberhasilan/kegagalan
faktor-faktor
program
yang
rehabilitasi
menjadi
RTLH
di
penyebab Kabupaten
Kepulauan Anambas. 1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
akademis maupun praktis. 1. Aspek Akademis Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau masukan bagi mengembangkan kajian ilmu sosial khususnya Administrasi Publik untuk memahami studi evaluasi kebijakan publik pada program pengentasan kemiskinan.
11
2. Aspek Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihakpihak terkait khususnya kepada pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Anambas dalam pelaksanaan program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) atau Pengentasan Kemiskinan.