BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang sangat strategis. Peran yang sangat strategis dari bank karena sebagai badan usaha, karena lembaga perbankan tersebut mempunyai fungsi sebagai perantara keuangan masyarakat yang berkelebihan dana dan masyarakat yang berkekurangan dana. 1 Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, menempati peran yang cukup penting, sebab lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan-perusahaan,
lembaga pemerintah,
swasta maupun
perorangan
menyimpan dananya dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan melalui perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank melayani
kebutuhan
pembiayaan
serta
melancarkan
mekanisme
sistem
pembiayaan bagi semua sektor perekonomian. 2 Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
diubah
dengan
Undang-undang
Nomor
10
Tahun
1998,
menyebutkan bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Makna asas demokrasi ekonomi yang dimaksud dalam Pasal 2 ini adalah demokrasi ekonomi 1
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Kesatu,Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 121. 2 Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, Cetakan I, Jakarta : STIE Perbanas Gramedia, 1988, hlm. 11.
1
Universitas Sumatera Utara
2
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945. Demokrasi ekonomi diatur dalam Pasal 33 UUD 1945, yaitu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluragaan. Perbankan dalam menjalankan usahanya terdapat prinsip kehati-hatian yang megharuskan bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik. Prinsip kehatihatian (prudential principle) dalam sistem perbankan digunakan sebagai perlindungan secara tidak langsung oleh pihak bank terhadap kepentingankepentingan nasabah penyimpan dan simpananya di bank. Prinsip ini digunakan untuk mencegah timbulnya risiko-risiko kerugian dari suatu kebijakan dan kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Prinsip kehati-hatian merupakan suatu upaya dan tindakan pencegahan bersifat internal oleh bank yang bersangkutan. Begitu juga dalam aktivitas sekuritisasi aset, sangat diperlukan prinsip kehatihatian dalam pelaksanaanya. Bank dalam menjalankan usahanya juga menghadapi berbagai risiko. Salah satunya adalah risiko kredit yaitu risiko yang timbul akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya. Risiko ini pada dasarnya dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan, treasury, investasi, dan pembiayaan perdagangan. Untuk memitigasi risiko kredit, pada umumnya bank menempuh berbagai upaya antara lain dalam bentuk setoran jaminan, asuransi, atau agunan. Sejalan dengan perkembangan usaha, kompleksitas transaksi, dan jenis risiko, terdapat teknik mitigasi risiko kredit lain yang telah dikenal sesuai
Universitas Sumatera Utara
3
dengan standar praktek internasional (best international practices) yaitu sekuritisasi aset. 3 Sekuritiasasi aset menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, merupakan tranformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset keuangan dari kreditur asal dan penerbit Efek Beragun Aset (EBA). Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/2005 menyebutkan bahwa sekerutisasi aset merupakan penerbitan surat berharga berupa Efek Beragun Aset (EBA) oleh penerbit EBA yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari pemilik piutang asal (originator) yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualanEfek Beragun Aset (EBA) kepada pemodal. Sekuritisasi aset dimulai dengan proses penjualan piutang oleh originator kepada suatu lembaga yang akan melakukan penawaran umum efek (issuer) dalam bentuk efek beragun aset. Dalam proses penjualan piutang ini, investor sama sekali tidak memiliki informasi komprehensif yang dapat dipergunakan untuk memastikan bahwa piutang-piutang yang dialihkan melalui proses jual beli tersebut akan dibayar oleh debitur piutang tepat pada waktunya. Prospektus yang diterbitkan oleh issuer sepenuhnya bersumber dari originator. Untuk melindungi kepentingan investor terhadap kemungkinan penjualan piutang-piutang yang tebang pilih, dimana piutang yang bagus tetap dipertahankan dalam portofolio originator dan piutang yang kurang bagus dijual kepada investor maka dilakukanlah
proses
pemeringkatan
piutang-piutang
oleh
lembaga
pemeringkat.Lembaga pemeringkat inilah yang akan menentukan rating dari 3
Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset, PBI No.7/4/2005, LN No. 14 tahun 2005, TLN NO. 4473, penjelasan umum.
Universitas Sumatera Utara
4
piutang-piutang yang dijual originator ini. Informasi yang terkait dengan hasil pemeringkatan kemudian disampaikan investor melalui prospektus yang diterbitkan, sehingga investor dapat menilai kelayakan dari harga-harga efek yang ditawarkan beserta risiko-risiko yang ada. Kelayakan suatu kredit bank maupun lembaga keuangan non-bank umumnya diberikan berdasarkan prinsip pemberian kredit sehat yaitu penilaian faktor 5-C yang terdiri dari character (karakter, watak); capacity (kapasitas, kemampuan, kompetensi); capital (modal); conditions (kondisi); dan collateral (jaminan) dari debitor. Di pihak kreditor setiap kebijakan pemberian kredit dilandasi prinsip kehati-hatian (prudential) dalam mengambil keputusan, keamanan (safety) atas pengembalian kreditnya dan keuntungan (profitability) yang diperhitungkan atas kredit yang dikucurkan. Untuk memperoleh manfaat sekuritisasi aset tersebut, maka perlu dilakukan pengaturan terhadap prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset sebagai dasar dan panduan sehingga bank dapat melaksanakan aktivitas sekuritisasi aset secara efektif. Adapun pada tahun 2005 berdasarkan landasan tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 7/4/PBI/2005 yang mengatur tentang Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset. Sebuah kasus terjadi pada tahun 2001,bahwa KPR masih dibawah Rp20 triliun, namun pada akhir tahun 2008 menembus angka Rp122 triliun (perhitungan compounded annual growth rate telah tumbuh sekitar 30 persen). Pertumbuhan kredit di Bank Swasta 41 persen per tahun, dan peranannya mencapai 46 persen dari total KPR di Indonesia. LDR (Loan to Deposit Ratio) juga meningkat dari 38
Universitas Sumatera Utara
5
persen pada 2003 menjadi 75 persen pada Desember 2008. Sebagian Bank, terutama Bank Swasta, memiliki LDR hingga 80-90 persen. Hal ini menyebabkan risiko maturity mismatch. Salah satu cara untuk menciptakan likuiditas Bank adalah dengan sekuritisasi. Proses Sekuritisasi Aset diterapkan Prinsip Kehati hatian karena dalam kelangsungan usaha Bank juga tergantung dari efektivitas dan kemampuan Bank dalam mengelola resiko kredit atau meminimalkan potensi kerugian dalam mengelola aset, dan apabila dalam aktivitas sekuritisasi aset dilakukan tanpa memenuhi prinsip kehati-hatian maka Bank akan menghadapi resiko yang lebih besar. Dalam Pasar Modal Indonesia, wahana sekuritisasi tersebut berupa Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) yang diatur berdasarkan Peraturan Bapepam No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities), sesuai Surat Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-28/PM/2003 tanggal 21 Juli 2003. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis akan menguraikan secara lengkap dan cermat dalam sebuah skripsi yang berjudul : Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
Universitas Sumatera Utara
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang dimuat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Sekuritisasi Aset di Indonesia ? 2. Bagaimana Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Perbankan ? 3. Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum ditinjau dari Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui tentang sekuritisasi aset di Indonesia b. Untuk mengetahui tentang penerapan prinsip kehati-hatian dalam perbankan di Indonesia secara umum c. Untuk mengetahui bentuk penerapan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum apabila ditinjau dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995. 2. Manfaat Penulisan Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan skripsi ini adalah: a. Secara teoritis tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu
Universitas Sumatera Utara
7
hukum pada umumnya, perkembangan hukum ekonomi dan khususnya di bidang penerapan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset pada bank umum. b. Secara praktis uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan secara khusus bagi penulis dan secara umum bagi masyarakat tentang penerapan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset pada bank umum dan juga sebagai bahan kajian untuk para akademisi dan peneliti lainnya yang ingin Universitas Sumatera Utara mengadakan penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset pada bank umum yang mempunyai tujuan untuk meminimalisir resiko yang akan dihadapi bank. D. Keaslian Penulisan Sepanjang pengamatan dan penelusuran yang telah dilakukan, belum ada penelitian tentangPenerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal sesuai dengan judul skripsi ini. Telah dilakukan juga pemeriksaan judul skripsi tersebut kepada Arsip Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi Fakultas Hukum USU, yang menyatakan bahwa”Tidak Ada Judul yang Sama”. Maka berdasarkan hal itu wajarlah bila penelitian terhadap judul skripsi tersebut tetap dilanjutkan. Diadakan juga penelusuran mengenai berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan belum ada yang pernah mengangkat
Universitas Sumatera Utara
8
topik tersebut. Maka Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Penerapan
Prinsip Kehati-Hatian dalam Aktivitas
Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal” belum pernah ada penelitian dilakukan dalam topik dan permasalahan Universitas Sumatera Utara yang sama. Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban. E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Prinsip Kehati-hatian Pasal 4 ayat 1 Uundang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar menyatakan bahwa prinsip kehati-hatian merupakan salah satu upaya untuk meminimalkan risiko usaha dalam pengelolaan bank, baik melalui ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maupun ketentuan intern bank yang bersangkutan. Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa perbankan Indonesia dalam melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehatihatian. Dalam Pasal 29 ayat 2, 3, dan 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992
Universitas Sumatera Utara
9
tentang Perbankan ditegaskan pentingnya prinsip kehati-hatian diterapkan. Pasal 29 ayat (2) mengemukakan bahwa: “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehatihatian.” Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apa pun bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehatihatian. Ini mengandung arti, bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasaberdasarkan peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
sehingga
dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. 4 Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 29 ayat (3) terkandung arti perlunya diterapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka penyaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada nasabah debitur. Ketentuan tersebut mengemukakan bahwa: “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank.” Ketentuan Pasal 29 ayat (2) dan (3) di atas tentu berhubungan erat dengan ketentuan Pasal 29 ayat (4), karena bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah dari risiko-risiko kerugian yang mungkin terjadi dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank yang bersangkutan. Adapun ketentuan
4
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet ke-5, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009, hlm. 147.
Universitas Sumatera Utara
10
tersebut
menyatakan
menyediakan
bahwa “Untuk
informasi
mengenai
kepentingan
kemungkinan
nasabah, terjadi
bank
resiko
wajib
kerugian
sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.” 2. Pengertian Sekuritisasi Aset Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sekuritas mempunyai pengertian sebagai bukti uang atau bukti penyertaan modal, misalnya saham; obligasi; wesel; sertifikat; dan deposito. Dari pengertian mengenai sekuritas tersebut, sekuritisasi dapat didefinisikan sebagai suatu transaksi yang bertujuan untuk menghimpun dana dengan cara mengalihkan sejumlah kredit-yang tidak likuid menjadi sekuritas dan kemudian dapat diperdagangkan. 5 Menurut Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005 tentang Perusahaan Sekunder Perumahan, pengertian sekuritisasi dalam pasal 1 huruf 14 adalah Transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset keuangan dari kreditor asal dan penerbitan efek beragun aset. 6 Adapun pengertian sekuritisasi aset menurut Peraturan Bank Indonesia No. 7/4/PBI/2005, dalam pasal 1 butir 2 adalah penerbitan surat berharga oleh penerbit efek beragun aset yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari kreditor asal yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualan efek beragun aset kepada pemodal. 7
5
DR. Adler Haymans Manurung dan Eko Surya Lesmana Nasution, Investasi Sekuritisasi Aset: Mudah Himpun Dana Triliyunan Rupiah, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2007, hlm 10. 6 Peraturan Presiden tentang Perusahaan Sekunder Perumahan, Perpres No. 19 Tahun 2005, LN No. 21 tahun 2005, TLN NO. 4479, pasal 1 huruf 14. 7 Peraturan Bank Indonesia, Op.Cit., pasal 1 butir 2.
Universitas Sumatera Utara
11
Menurut pengertian PBI tersebut, sekuritisasi adalah suatu kegiatan sekuritisasi penerbitan surat berharga, yang dimulai dengan kegiatan pengalihan suatu aset keuangan dari originator, yaitu piutang-piutang yang dijamin dengan hak agunan (Peraturan Presiden No. 19 tahun 2005 pasal 1 huruf 2) oleh suatu lembaga yang disebut dengan nama issuer, yang diakhiri dengan penjualan surat berharga yang dapat diperdagangkan dan diterbitkan oleh issuer tersebut kepada investor. Hasil penjualan surat berharga itulah yang dipergunakan untuk membeli putang-piutang milik originator, sebagai dasar terjadinya peralihan hak milik dari piutang-piutang tersebut dari originator kepada issuer. 8 Dari kesemua pengertian di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan sekuritisasi adalah : 9 a. Suatu proses melikuidkan aset-aset yang tidak likuid menjadi likuid; b. Proses tersebut dilakukan dengan cara melepaskan pemilikan atas asetaset yang tidak likuid tersebut; c. Pelepasan aset tersebut dilakukan melalui jual beli atau suatu bentuk pengalihan hak milik dari aset tersebut (legal assignment); d. Pelepasan aset tersebut melibatkan suatu institusi yang independen, yang terlepas dari perusahaan yang bermaksud untuk melikuidkan asetnya tersebut, yang akan menerbitkan EBA tersebut;
8
Gunawan Widjaja dan E. Paramitha Sapardan, Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal: Asset Securitization (Pelaksanaan SMF di Indonesia), Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 12. 9 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
12
e. Aset-aset yang tidak likuid tersebut kemudian dijadikan sebagai jaminan atau agunan (collateral) dalam rangka penerbitan surat berharga (pasar uang atau pasar modal); f. Untuk melindungi kepentingan investor, aset-aset yang menjadi jaminan bagi penerbitan surat berharga (pasar uang dan pasar modal) diletakkan dalam keadaan yang terpisah dari pengelola aset tersebut (termasuk pemilik aset semula). F. Metode Penelitian Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu dilakukan. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut : 1. Spesifikasi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan pada peraturan-peraturan tertulis. Penelitian hukum yang dilakukan dengan metode ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 10Penelitian perpustakaan demikian dapat dikatakan pula sebagai lawan dari penelitian empiris (penelitian lapangan). 11Dalam penelitian ini, adapun undang-undang yang digunakan antara lain : Undang-undang Nomor 7 tahun 1992,Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
10
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 118. 11 Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Bandung : Alfabeta, 2013, hlm. 51.
Universitas Sumatera Utara
13
Tentang Pasar Modal, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/2005 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subyektif (hak dan kewajiban). Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif ini menggunakan pendekatan yuridis. Metode ini digunakan agar dapat mengerti dan memahami gejala yang diteliti.12 2. Data Penelitian Penelitian hukum normatif didukung oleh data primer menggunakan jenis data sekunder (secondarydata). Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain. 13Data sekunder
berfungsi
untuk
mencari
data
awal/informasi,
mendapatkan
batasan/definisi/arti suatu istilah. data sekunder yang dipakai adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, antara lain : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, 12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI-Press, 2007, hlm. 21. Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis,Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 41. 13
Universitas Sumatera Utara
14
3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, 4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, 5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/2005, 6) Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modaldan Lembaga Keuangan Nomor : KEP- 493/BL/2008. b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya yang diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik. c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjukpetunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia, dan bahanbahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini. 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Research). Metode Library Research adalah mempelajari sumbersumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.
Universitas Sumatera Utara
15
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan (studi pustaka). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dari sumber ini dengan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi “Penerapan
Prinsip Kehati-Hatian dalam
Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal ”. 4. Analisis data Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder,biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisis data yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan : a.
Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini;
b.
Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas;
c.
Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan;
Universitas Sumatera Utara
16
d.
Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.
G. SistematikaPenulisan Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain.Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab I merupakan bab pendahuluan, dimana pada bab ini dikemukakan apa yang menjadi latar belakang penulisan skripsi, rumusan permasalahan sebagai topik yang akan dibahas secara mendalam, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian yang digunakan serta sistematika penulisan skripsi. Bab II merupakan bab pembahasan mengenai sekuritisasi aset di Indonesia.Pada bab ini akan membahas mengenai Dasar hukum sekuritisasi aset, mekanisme sekuritisasi aset, jenis-jenis aset yang dapat disekuritisasi, kriteria dan struktur sekuritisasi aset, dan pihak yang terlibat dalam sekuritisasi aset. Bab III merupakan bab pembahasan mengenai penerapan prinsip kehatihatian pada perbankan, dimana pada bab ini akan dibahas mengenai, prinsip kehati- hatian dalam perbankan, pemberian kredit sebagai salah satu usaha bank
Universitas Sumatera Utara
17
dalam menjalankan sistem perbankan dan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Bab IV merupakan bab pembahasan riset mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum ditinjau dari Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dimana dalam bab ini akan membahas mengenai perlunya prinsip kehati-hatian dalam lembaga pembiayaan, Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dan Efek Beragun Aset (EBA) sebagai wahana sekuritisasi aset dan penerapan prinsip kehati-hatian dalam sekuritisasi aset bagi bank umum ditinjau dari Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Bab V merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran, dimana pada bab terakhir ini akan dikemukakan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi perbankan dan orang-orang yang membacanya.
Universitas Sumatera Utara