BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor properti. Pada umumnya banyak masyarakat yang tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti karena harganya yang cenderung selalu naik. Harga properti cenderung naik karena harga tanah yang hampir tidak pernah turun. Ketersediaan (supply) tanah bersifat tetap sedangkan permintaan (demand) cenderung akan selalu bertambah besar, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta bertambahnya kebutuhan manusia akan tempat tinggal, perkantoran, pusat perbelanjaan, taman hiburan, dan lain-lain. Pertumbuhan sektor properti sangat sensitif terhadap indikator makro ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar rupiah. Proyek pembangunan properti ini juga mencetak banyak lapangan pekerjaan dan menggerakkan berbagai industri lainnya. Sektor ini dipercaya oleh banyak negara sebagai obat mujarab untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi negara. Sektor ini juga menjadi indikator penting untuk menganalisis kesehatan ekonomi suatu negara, karena merupakan sektor pertama yang memberi sinyal sedang jatuh atau sedang bangunnya perekonomian sebuah negara (Santoso, 2005). Secara mengejutkan sektor ini pula yang telah menghantarkan Amerika Serikat terjangkit krisis finansial yang hingga kini masih dalam masa penyembuhan. Pada tahun 2007, pemerintah Amerika Serikat memberikan ruang lebih kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan kredit
1
2
perumahan dari perbankan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memaksa perusahaan pembiayaan perumahan untuk meningkatkan porsi kredit bagi kaum papa (ekonomi lemah) Amerika yang sebenarnya tak layak mendapatkan kredit. Sayangnya, mekanisme ini tidak berhasil dikelola dengan baik, sehingga banyak ketidakdisiplinan dalam penyaluran kredit. Pelaku pasar yang terlalu percaya diri membuat aliran dana kredit besar-besaran mengalir begitu saja bahkan kepada para kreditor yang memiliki catatan kredit buruk. Situasi tersebut memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime mortgage). Ditambah lagi, lembaga pembiayaan sektor properti Amerika juga meminjam dana jangka pendek dari lembaga keuangan dengan jaminan surat utang (subprime mortgage securities) yang dijual kepada lembaga-lembaga investasi di berbagai negara. Padahal, surat utang tersebut tidak ditopang dengan jaminan debitur yang memiliki kemampuan membayar kredit perumahan yang baik. Banyaknya tunggakan kredit properti di Amerika Serikat menyebabkan perusahaan pembiayaan tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada lembagalembaga keuangan. Hal ini mempengaruhi likuiditas pasar modal dan sistem perbankan, sehingga berimbas kepada negara-negara lainnya di dunia. Negara lain yang terimbas oleh hal ini terutama adalah negara-negara yang menginvestasikan dananya melalui instrumen lembaga keuangan Amerika dan negara-negara yang perekonomiannya ditopang oleh ekspor seperti Cina, Jepang, Korea, serta negaranegara ASEAN lainnya termasuk Indonesia. Dampak langsung yang signifikan ini memberikan efek domino yang menyebabkan terjadinya krisis global dunia (www.bappenas.go.id, Oktober 2012).
3
Di Indonesia, sejak krisis ekonomi tahun 1998 banyak perusahaan pengembang mengalami kesulitan karena memiliki hutang yang didominasi oleh dolar Amerika dalam jumlah yang besar. Hutang ini merupakan hutang yang telah dipinjam pada saat sebelum krisis ekonomi guna membiayai pembangunan properti. Namun, krisis ekonomi menyebabkan bunga kredit melambung tinggi bahkan hingga mencapai 50% sehingga pengembang mengalami kesulitan untuk membayar cicilan kreditnya. Keputusan penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk diperhatikan, karena semakin besar hutang yang digunakan perusahaan akan semakin memperbesar resiko bisnis yang dihadapi. Seperti dapat kita lihat pada kedua gambar grafik berikut ini.
Sumber : IDX Statistics (2006-2011), data diolah Gambar 1.1 Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan Properti Indonesia
4
Sumber : Berita Properti BI (2011), data diolah Gambar 1.2. Indikator Ekonomi Indonesia
Dari kedua gambar diatas terlihat bahwa kondisi perekonomian Indonesia secara makro sangat mempengaruhi sektor properti. Tunggakan hutang dalam jumlah yang besar menurunkan kinerja keuangan perusahaan, yang kemudian berdampak pada respon investor di pasar modal, sehingga mempengaruhi harga pasar saham termasuk pasar saham sektor properti. Hal ini menggambarkan betapa sangat sensitifnya sektor properti terhadap indikator makro ekonomi. Krisis ekonomi pada tahun 1998 membuat pasar saham properti jatuh, dan titik terendahnya adalah pada tahun 2002. Pada tahun 2003, pergerakan pasar saham properti Indonesia mulai bangkit kembali dan kemudian mencapai angka tertinggi pada tahun 2007. Namun, pada tahun 2008 angka inflasi juga ikut melambung tinggi, sehingga mengakibatkan harga saham kembali jatuh cukup dalam. Tingginya angka inflasi di Indonesia di tahun tersebut merupakan dampak
5
dari krisis keuangan global yang berawal dari runtuhnya perekonomian di Amerika Serikat. Keruntuhan perekonomian Amerika Serikat menyebabkan macetnya sistem keuangan dunia sehingga berdampak pada merosotnya aktivitas ekonomi dan volume perdagangan dunia. Hal ini pada akhirnya memicu terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia (www.bappenas.go.id, Oktober 2012). Meskipun demikian, kekuatan perekonomian Indonesia dinilai cukup mampu melawan krisis, sehingga sektor properti tidak begitu terguncang dan mampu segera bangkit kembali. Hal ini dapat dilihat dari reaksi pergerakan indeks sektor properti setelah terpuruk di tahun 2008, tetapi segera terus bergerak naik pada tahun 2009, 2010 dan 2011. Kecenderungan indeks yang segera naik ini terjadi karena sektor makro ekonomi Indonesia saat itu cukup mendukung. Tahun 2009 BI memutuskan untuk menurunkan BI rate hingga mencapai 6,5%. Penurunan ini tentunya cukup mendongkrak sektor properti, sehingga meski terpuruk dari tahun-tahun sebelumnya, tingkat pertumbuhan investasi properti di Indonesia pada tahun 2008 masih tercatat sebagai yang tertinggi di Asia Tenggara, yakni 13,4% (www.kompas.com, Oktober 2012). Posisi pasar properti di Indonesia cukup menjanjikan juga karena ditopang oleh perekonomian yang terus tumbuh positif. Potensi sektor properti di Indonesia sangat menjanjikan dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Harga properti di Indonesia termasuk yang paling murah dibandingkan dengan negara-negara lainnya, sementara imbal hasilnya sangat besar. Disisi lain, tingginya demand (permintaan) atas ketersediaan bangunan masih jauh lebih banyak dibanding supply (penawaran) yang disediakan oleh pengembang properti.
6
Kecenderungan ini membuat sektor properti di Indonesia, dan beberapa negara Asia lainnya seperti China, India, dan Singapura, memiliki prospek dan ekspektasi pasar tersendiri di Asia. Keunikan ini menjadi salah satu alasan yang membuat negara-negara Asia tersebut tidak terlalu terkena imbas dari krisis ekonomi global (www.bi.go.id, September 2012). Pada tahun 2011, pembicaraan mengenai bubble property di Indonesia mulai mengemuka dan masih menjadi kekhawatiran yang hangat dibicarakan oleh para pelaku properti hingga saat ini. Hal ini mengemuka ketika Menteri Keuangan, Agus Martowardoyo pada Berita Properti Bank Indonesia meminta pelaku sektor properti untuk mewaspadai terjadinya bubble property di Indonesia (www.bi.go.id, diakses September 2012). Bubble property adalah keadaan terjadinya kenaikan harga-harga properti secara tidak wajar dan terus menerus. Pecahnya kondisi bubble property akan menjadikan harga-harga properti jatuh. Terjadinya over supply menjadikan pasar jenuh dan penyaluran kredit yang terlalu masif, tidak tercapainya target inflasi dan akan diikuti dengan ambruknya ekonomi secara menyeluruh sehingga akan beresiko menimbulkan resesi ekonomi nasional. Dalam teori ekonomi, hutang adalah bagian dari struktur modal. Kondisi sektor properti sebagaimana dipaparkan diatas, menunjukkan bahwa struktur modal secara langsung sangat berpengaruh terhadap besarnya resiko keuangan yang akan ditanggung dikemudian hari. Resiko keuangan tersebut meliputi kemungkinan
ketidakmampuan
perusahaan
untuk
membayar
kewajiban-
kewajibannya dan kemungkinan tidak tercapainya laba yang ditargetkan perusahaan.
7
Disinilah muncul dilema bagi para investor bidang properti. Prospek investasi properti di Indonesia yang semakin menggairahkan juga sekaligus perlu diwaspadai.
Disatu sisi, bisnis properti semakin menunjukkan perkembangan
yang sangat pesat. Fundamental ekonomi domestik yang membaik, demand yang terus meningkat, dan didukung oleh sumber pembiayaan yang semakin berkembang serta kebijakaan pemerintah yang kondusif diperkirakan mampu mendorong perkembangan industri properti Indonesia. Di lain sisi, pada kenyataannya perkembangan yang pesat ini dapat memberikan resiko negatif. Belajar dari pengalaman Amerika Serikat, jangan sampai terjadi kepercayaan diri yang berlebihan (overconfident) yang justru akan memberikan dampak negatif berupa runtuhnya perekonomian negara. Jadi, diperlukan suatu landasan yang cukup kuat untuk dijadikan pedoman dalam berinvestasi dengan aman. Kekuatan dan keakuratan analisis yang dilakukan investor mempengaruhi besar kecilnya keuntungan yang akan diterima. Kekuatan analisis ini akan memberikan informasi kepada investor, mengenai waktu yang paling tepat untuk membeli saham tertentu dan kapan harus menjual kembali saham tersebut ke pasar. Saham merupakan salah satu sekuritas diantara sekuritas-sekuritas lainnya yang mempunyai tingkat resiko tinggi. Resiko tinggi tercermin dari ketidakpastian return yang akan diterima oleh investor di masa datang. Hal ini sejalan dengan definisi investasi menurut Sharpe dalam Tandelilin (2010), bahwa investasi merupakan komitmen dana dengan jumlah yang pasti untuk mendapatkan return yang tidak pasti di masa depan.
8
Damodaran (1997) mengemukakan bahwa gambaran terbesar dari manajemen keuangan perusahaan terdiri dari keputusan investasi, pendanaan dan deviden, yang semuanya ada dibawah pengawasan pembuat keputusan di dalam perusahaan yang dibatasi oleh kendala-kendala resiko pasar dan kondisi ekonomi. Keputusan
keuangan
tersebut
akan
mempengaruhi
nilai
perusahaan.
Memaksimalkan nilai perusahaan juga sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Sehingga persepsi investor terhadap perusahaan, sering dikaitkan dengan nilai perusahaan. Konsep pendekatan fundamental menggunakan dasar dari hasil laporan keuangan perusahaan dan perkembangan harga saham di pasar bursa efek. Dasar pertimbangannya adalah faktor-faktor internal dari perusahaan, terutama profitabilitas perusahaan, deviden, struktur modal, potensi pertumbuhan dan prospek perusahaan di masa mendatang yang menunjukkan kinerja perusahaan yang mempengaruhi harga saham, dimana harga saham mewakili nilai perusahaan (Tandelilin, 2010). Ada dua aspek yang melekat dalam suatu investasi, yaitu tingkat pengembalian (return) yang diharapkan dan resiko tidak tercapainya return yang diharapkan. Resiko yang tinggi pada saham berhubungan dengan resiko pasar yang menjadi bagian dari ekonomi makro, seperti inflasi, suku bunga, resesi ekonomi, gejolak politik, dan lain sebagainya serta industri dan karakteristik perusahaan. Hal lain yang dapat digunakan oleh investor untuk melihat kinerja perusahaan adalah struktur modal (leverage) dan profitabilitas. Profitabilias
9
adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan aset dan modal saham tertentu. Sedangkan struktur modal menggambarkan seluruh aset perusahaan dan resiko keuangan yang akan menjadi beban perusahaan di masa mendatang yang pada akhirnya akan mempengaruhi return saham. Perusahaan yang menggunakan struktur hutang yang tinggi untuk membiayai investasinya dinilai mempunyai resiko. Akibatnya investor memilih untuk memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Resiko yang tinggi cenderung menurunkan harga saham, tetapi jika diikuti dengan meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan justru akan menyebabkan harga saham cenderung naik. Dewasa ini, para investor masih kerap melihat keterkaitan analisis fundamental keuangan dan resiko sistematis dalam keputusan investasinya. Oleh karena itu, banyak bermunculan penelitian mengenai pengaruh fundamental keuangan dan resiko sistematis terhadap nilai perusahaan. Namun, seberapa besar pengaruh faktor fundamental tersebut dapat mempengaruhi nilai resikonya belum banyak diteliti. Pendapat umum mengatakan bahwa resiko sistematis hanya dipengaruhi oleh variabel makro atau kondisi pasar, tetapi informasi fundamental pada dasarnya lebih menggambarkan resiko dan return yang akan diterima investor di masa yang akan datang terutama struktur modal dan profitabilitas. Indikator ekonomi Inflasi dan suku bunga menjadi perhatian besar investor dibidang Real estate dan properti. Sehingga kedua indikator ekonomi ini menjadi perhatian besar investor dibidang Real estate dan properti.
10
Penelitian ini akan melihat nilai resiko (potensi kerugian) dari beban inflasi dan beban suku bunga yang merupakan bagian dari resiko sistematis. Nilai resiko menggambarkan sensitivitas return perusahaan terhadap perubahan pasar. Artinya setiap perusahaan memiliki sensitivitas yang berbeda untuk setiap perubahan pasar, sehingga memiliki potensi kerugian yang berbeda-beda pula. Berdasarkan latar belakang teoritis dan beberapa fenomena yang telah terjadi, penulis tertarik untuk meneliti hubungan antar variabel tersebut. Penelitian ini akan menganalisis pengaruh faktor fundamental perusahaan yaitu struktur modal dan profitabilitas, terhadap nilai resiko dan nilai perusahaan pada perusahaan-perusahaan real estate dan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 hingga tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas perusahaan? 2. Apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai resiko? 3. Apakah profitabilitas perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia?
11
4. Apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan? 5. Apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan melalui nilai resiko?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh secara langsung terhadap profitabilitas? 2. Mendeskripsikan apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh secara langsung terhadap nilai resiko? 3. Mendeskripsikan apakah profitabilitas perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh secara langsung terhadap nilai perusahaan? 4. Mendeskripsikan apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh secara langsung terhadap nilai perusahaan? 5. Mendeskripsikan apakah struktur modal perusahaan real estate dan properti di Bursa Efek Indonesia berpengaruh terhadap nilai perusahaan melalui nilai resiko?
12
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat pada berbagai bidang, diantaranya: 1. Sebagai referensi untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dalam memahami hubungan struktur modal perusahaan, profitabilitas, resiko sistematis, nilai resiko dan nilai perusahaan pada perusahaan real estate and properti di Bursa Efek Indonesia. 2. Sebagai referensi dalam menambah perbendaharaan penelitian akademisi di bidang Manajemen Keuangan khususnya Manajemen Investasi di pasar modal, dan referensi peneliti selanjutnya pada permasalahan atau subjek yang sama. 3. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan real estate dan properti untuk meningkatkan daya tarik atas keuntungan (return) sahamnya dengan menyajikan informasi yang relevan, lengkap, akurat, dan tepat waktu bagi investor khususnya informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. 4. Sebagai pedoman bagi para investor khususnya dan masyarakat umumnya, dalam memberikan informasi yang lebih lengkap, dan jelas mengenai faktor fundamental, resiko sistematis dan nilai resiko (potensi kerugian) terhadap saham properti di Bursa Efek Indonesia, sehingga dapat mempertimbangkan
pengambilan
keputusan
menginvestasikan dananya di pasar modal.
yang
akurat
dalam