BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pro kontra tentang hukuman mati di negera kita menjadi perbincangan yang sempat hangat pada Tahun 2013 – 2015. Di mana para bandar narkoba yang sudah tidak bisa mendapat Grasi oleh Presiden dan harus segera di eksekusi mati hal ini supaya membuat mereka jera. Menurut Von Drehle dan David, pro kontra tentang eksekusi hukuman mati ini tidak hanya menjadi perbincangan di Indonesia, dalam konteks di Amerika terdapat juga pro kontra. Penulis ingin menguraikan atau menjabarkan pro kontra tersebut. Von Drehle dan David, mengatakan pengadilan di Amerika Serikat telah melakukan jajak pendapat, dalam jajak pendapat tersebut 70% dari orang yang disurvei untuk berita dari ABC Washington Post pada bulan April, yaitu untuk dukungan untuk hukuman mati telah merosot dalam beberapa tahun terakhir, tetapi tetap kuat dalam situasi seperti ini, dimana pelanggaran sangat keterlaluan. Menurut Von Drehle dan David tersebut ada beberapa pro kontra di Amerika yang menyebabkan Eksekusi hukuman mati. Artikel ini menjelaskan suatu pemikiran yang tidak matang dalam mengambil suatu keputusan dalam memberikan eksekusi hukuman mati, adapun pemikiran yang tidak matang dalam memberikan eksekusi hukuman matitersebutyaitu Pertama, bahwa warga Negara Amerika telah sadar, yang mati tidak akan kembali lagi, misalkan ada pembunuhan dan terpidana di hukum mati, apakah akan kembali orang yang terbunuh tersebut. Kedua, bahwa di tingkat kejahatan telah mengalami penurunan, ada kesadaran dari para warga masyarakat di Amerika tentang sistem hukum yang berlaku di negaranya;Ketiga, bahwa orang-orang di Amerika telah sadar, bahwa filosofi hukuman mati bukan merupakan sesuatu
1
yang
bisa
mewujudkan
kebenaran
yang
mutlak
untuk
menyikapi
tentang
suatuhukuman;Keempat, bahwa biaya eksekusi hukuman mati lebih besar, daripada hukuman seumur hidup;Kelima, Bahwa para hakim mengatakan bahwa eksekusi hukuman mati telah melanggar amandemen di Amerika yaitu terdapat di bagian kedelapan larangan hukuman kejam dan tidak biasa.1 Menuruttulisan Croydon dan Silviamenyatakan bahwapro dan kontra hukuman mati ini terjadi juga di Jepang. Menurut Croydon dan Silvia, hukuman mati di Jepang telah melanggar Konstitusi. Konstitusi tersebut adalah melanggar Pasal 36 KUHAP (Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana) di Jepang, yang menyatakan bahwa penderitaan, penyiksaan oleh pejabat publik dan dengan kejam menghukum dengan hukuman tersebut sehingga tindakan tersebut seharusnya dilarang. Meskipun tindakan hukum tersebut yang dilakukan oleh Mahkamah Agung yang bertentangan, ada beberapa pandangan dari banyak pengacara yang mengatakan bahwa praktek tersebut di Jepang merupakan ke dalam kategori kejam. Hal ini tidak hanya karena saksi eksekusi di Negara Jepang telah menjadi neurotik, sehingga mengekspresikan pandangan bahwa mereka tidak akan pernah mau untuk mengamati adegan menggantung lagi, tetapi juga karena keadaan di mana kematian narapidana dipaksa untuk menghabiskan setiap hari dipenjara setelah itu mereka akhirnya diberitahu eksekusinya yang dijadwalkan. Ada 5 (lima) perkembangan mengenai pro kontra di Jepang yang dapat berpotensi mempengaruhi praktek-praktek yang berkaitan dengan eksekusi hukuman mati diJepang,
1
David Von Drehle.Bungled executions. Backlogged courts. And three more reasons the modern death penaltyis A Failed Experiment2015, Vol. 185 Issue 21, p26-33. 8p
2
Adapun perkembangan mengenai pro kontra tersebut misalnya salah satunya yaitu revisi tentang Undang-undang Penjara2. Setelah kita melihat berbagai polemik penerapan hukuman mati yang terjadi di beberapa negara. Penulis ingin kembali pada kondisi negara kita yaitu negara kita tercinta yaitu Indonesia dimana narkoba sangat merugikan masyarakat Indonesia. Kita melihat bahwa Pemerintah Indonesia tidak mau kecolongan untuk kesekian kalinya termasuk Presiden Joko Widodo, sebagai pemimpin baru di negeri ini, Presiden Joko Widodo tidak mau kompromi dengan alasan apapun dari negara-negara lain yang tidak menerapkan hukuman mati. Bagi Pemerintah Indonesia perang terhadap pelaku baik pengedar maupun pengguna adalah merupakan keharusan. Dalam hal karena ternyata Indonesia telah menjadi negara tujuan dan sarang narkoba di mana beberapa narapidana dengan kasus narkoba yang sudah di lepas dari Lembaga Pemasyarakatan mereka kambuh lagi dan malah menjadi bandar besar. Persoalan hukuman mati ini ditetapkan berdasarkan dengan KUHP (Kitab UndangUndang Hukum Pidana) Pasal 113 di Indonesia mendapatkan respon yang beragam hal itu merupakan hal delematis bagi penegakan hukum di Indonesia, namun demikian sikap pejabat Negara Indonesia bersikukuh harus dilaksanakan yang bukan saja untuk membuat efek jera hal ini dilakukan sebagai sikap tegas untuk tidak menganggap remeh tatanan hukum yang ada di negeri kita demi menyelamatkan generasi muda Indonesia di masa depan. Menurut Von Drehle dan Davidbahwa eksekusi hukuman mati adalah bukan solusi untuk rasa sakit hati dari keluarga korban dan tidak mencerminkan pemahaman tentang perjalanan hidup anggota keluarga setelah pembunuhan, dan itu benar-benar mengabaikan kenyataan pada
2
Silvia Croydon. The Death Penalty in a changing society: a survey of recent development in Japan. Contemporary Japan- Journal of the German Institute for Japanese Studies,Tokyo. Mar 2014, Vol. 26 Issue I, p103123.21p 3 Moelyatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 6
3
sistem hukum yang ada. Menurut Von Drehle dan Davidberpandangan paling tidak eksekusi tidak akan mengembalikan kerabat mereka kembali.4 Secara psikologis memang unsur kemanusaian seolah-olah tidak dihargai karena waktu hukuman mati dijatuhkan yang menderita bukan hanya terhukum mati tetapi pihak keluarga, handai taulan, atau orang-orang terdekat. Si terhukum mati, memang sejak vonis dijatuhkan tidak langsung dieksekusi, mereka terlebih dahulu mendapatkan bimbingan mental dan spiritual untuk persiapan menghadapi kenyataan yang harus di tanggung akibat perbuatannya. Secara manusiawi walaupun mendapat pembinaan si terhukum mati merasa takut, bimbang, gelisah dan marah, untuk itu perlu adanya pendampingan oleh seorang rohaniawan sesuai dengan agamanya. Pendampingan terhadap narapidana sangat dibutuhkan oleh karena itu, penulis ingin menguraikan istilah pendampingan. Istilah teknis pendampingan merupakan terjemahan dari istilah teknis “caring” dalam bahasa inggris. Istilah teknis caring biasanya dikaitkan dengan helping proffession. Kata kerja caring biasanya diterjemahkan sebagai merawat. Apabila diterjemahkan demikian maka akan mudah dikaitkan dengan profesi keperawatan(nurse). Untuk menghindari asosiasi tersebut maka saya memakai pendampingan untuk menerjemahkan caring . Secara harafiah kata caring berasal dari kata kerja to care dalam bahasa inggris yang berarti merawat, mengasuh, memelihara, mengurus, memperhatikan dan memperdulikan5.Istilah care mempunyai pengertian lainnya yaitu membalut, menjaga, serta merupakan panggilan jiwa, menyembuhkan atau memulihkan supaya bisa berdiri tegak dalam menghadapi pemasalahan atau memiliki kebebasan hidup dari citra diri yang tidak bebas.Pendampingan mengacu pada relasi antara Allah Sang Pencipta dengan “the universe” (alam semesta) dan “the human being” (manusia) ciptaan-Nya. Allah adalah Maha Pengasih dan Penyayang (Ar-rohman ar-rohim –
4
David Von Drehle. Bungledexecutions. Backloggedcourts. And threemorereasonsthemoderndeath penalt yis A Failed Experiment 2015, Vol. 185 Issue 21, p26-33. 8p 5 Totok Wiryasaputra dan Rini, Pengantar Konseling Pastoral (Salatiga.: AKPI, 2013) , 66
4
Arab atau Maha Welas Asih – Jawa). Allah adalah “theSupreme Caregiver” (Pendamping Agung) yang memedulikan dan mendampingi dunia serta manusia. Yesus adalah puncak, mahkota inkarnasiAllah (the Crown of God’s incarnation), inkarnasi Allah paling sempurna (the Ultimate Incarnation of God). Seperti Yesus selalu berada bersama dengan denyut nadi dunia dan hidup manusia, begitu pula gereja, jemaat, atau komunitas kristiani selalu berada bersama dengan denyut nadi dunia dan hidup manusia.6 Penulis juga akan menguraikan bagaiman pendampingan dan konseling itu sangat sangat perlu, secara umum orang dengan kebutuhan riil dan perjuangan sering tidak tahu di mana untuk mendapatkan bantuan (Tan 1991:21). Ini adalah alasan yang terutama mengapa gereja ada hari ini. Kekristenan yang benar berpusat yaitu di dalam Tuhan Yesus, Tuhan kita, menanggapi secara positif panggilan untuk 'mencintai satu sama lain dalam Kristus mengasihi kita' (Yohanes13:34; 15:12; 1 Petrus 1:22) dan untuk menjangkau satu sama lain, untuk menanggung beban satu sama lain, dan untuk menjadi instrumen kasih karunia Tuhan dan penyembuhan, karena kami membantu satu sama lain. Direktif ini diberikan oleh Rasul Paulus kepada orang Kristen awal, dan kita mendengar lagi hari ini: untuk terlibat dalam beban-bantalan atau 'mengembalikan' kemanusiaan. Pelayanan ini 'memulihkan' melibatkan konseling dalam arti yang lebih luas bukan hanya orang-orang yang membantu orang. Manusia diciptakan untuk Masyarakat. Mata tidak bisa mengatakan ke tangan, 'Aku punya tidak perlu Anda,' atau kepala hingga kaki, 'Aku punya tidak perlu Anda' (1 Kor 12:21; Van Deusen Hunsinger 2006:5). Paulus Menulis untuk orang awam di Galatia, mengatakan, tidak 'jemu berbuat baik' (Galatial 6:9) dan mendorong mereka lebih lanjut: kita memiliki kesempatan, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, terutama bagi mereka yang menjadi milik keluarga orang percaya'. Seluruh keberadaan gereja, orang-orang percaya harus terus mendorong, merawat dan menantang satu 6
Totok Wiryasaputra, Profesionalisasi Konseling Pastoral di Indonesia (Salatiga: AKPI , 2014), 23
5
sama lain. Ini peduli dan telah berkembang menjadi apa yang sekarang kita kenal sebagai konseling awam (Tan 1991:7-8). Selain teks-teks alkitabiah yang dikutip sudah, saya percaya Efesus 4:1-16 memberi kita jelas dasar Alkitab untuk kaum awam mengenai panggilan pelayanan tersebut, adapun panggilan pelayan tersebut yaitu •
Kesatuan panggilan: ' panggilan atau menelepon adalah apa yang Anda lakukan dengan siapa Anda dalam Kristus. Setiap orang percaya telah dipanggil menjadi murid Yesus dan melayani dalam Kerajaan Allah. Ini adalah "satu harapan" yang kita dipanggil (Ef 4:4). Pada dasarnya, kemudian, ada tidak ada perbedaan ulama-awam. Semua yang dipanggil oleh Allah.'
•
Persatuan Departemen: ada satu panggilan (Efesus 4:1), ada banyak ungkapan kasih karunia (Ef 4:7) dan banyak hadiah untuk pelayanan (Efesus 4:11). Karena seperti itu, yang mencerminkan betapa penting dan masing-masing diperlukan dari berbagai departemen adalah, bahwa kesatuan seluruh tubuh dapat dicapai. Setiap anggota tubuh sangat diperlukan, dan kesatuan dalam pelayanan hasil seperti setiap bagian tidak bekerja secara efektif (Ef 4:16).
•
Kesatuan dalam kehidupan umum: mustahil bagi orang percaya dalam Kristus sendiri atau hidup independen satu sama lain tanpa kehilangan kesehatan rohani mereka. Kata 'bersama' sering digunakan dalam cara yang inovatif (misalnya, EFesus 2:5, 6, 19, 21, 22; 3:6; 4:16) (Stevens 1985:225). Penulis juga melihat bahwa kita membutuhkan saling ketergantungan antara setiap
anggota dalam tubuh Kristus (juga 1 kor. 12) mencerminkan kesatuan dalam kehidupan umum semua orang Kristen. Dalam Efesus 4:16, Paulus menegaskan bahwa setiap anggota nya kontak
6
dengan anggota lain saling mengisi dalam satu Tubuh. Agar lingkungan lengkap gereja lokal harus karena itu merupkan terstruktur untuk hubungan (Tan 2011). Jadi Kristus adalah pusat tersembunyi dari semua hubungan kita. Ini adalah bagian dari apa artinya hidup dalam hubungan timbal balik yang mencirikan kami adalah Masyarakat dalam Kristus (Van Deusen Hunsinger 2006:9, 24)7 Setelah kita membaca bagaimana pendampingan itu berjalan tetapi hal terutama dalam berperan sebagai konselor yaitu Liang-Yu F. Deng dkk mengatakan bahwa membangun hubungan antara seorang konselor dan klien dirujuk perspektif dari peserta konseling hubungan mereka dalam hal maknanya, kualitas, struktur, komitmen, dan Pemahaman konselor dalam berempati. Tiga kategori tersebut menyusun kategori yang selektif. Dua unit makna tersbut berkontribusi berkategori menjadi pemahaman empati. Kita Tahu memiliki seorang konselor yang selalu menunjukkan empati menjadikan pemahaman tentang keprihatinan kita. Sebagai contoh Dia, konselor saya, membantu saya untuk belajar bagaimana untuk bersantai dengan menuntut untuk mengubah perilaku diri. Walaupun saya awalnya frustrasi ketika konselor tidak menanggapi harapan untuk memiliki dialog rohani, saya telah belajar untuk berpartisipasi dalam sesi konseling . Meskipun kesenjangan telah ada antara klien kristen dan konselor psychologi , penggunaan empati yang memahami adalah pasti berguna untuk meningkatkan hubungan konseling.8 Menurut pendapat Binau dan Brad A., mengutip dari Hunter dalam mempresentasikan sebuah makalah untuk masyarakat, beliau mengatakan bahwa untuk memajukan sebuah temuan bahwasuatu kebutuhan waktu adalah pemahaman yang bergeser tentang dasar perawatan pastoral 7
Potgieter, Stella D , Communities: Development of church-based counselling teams. Hervormde Teologiese Studies. 2015, Vol. 71 Issue 2, p1-8. 8p. 8 Liang-Yu F. Deng,Shiou Ling Tsai,S. S. Yuan, Jenny.Issues of Integration in Psychological Counseling Practice from Pastoral Counseling Perspectives.Journal of Psychology & Christianity. Summer2013, Vol. 32 Issue 2, p146159. 14
7
dan konseling dari orientasi yang terutama terapeutik ke salah satu yang dari segala macam yang terutama, dengan alasan bahwa pembentukan signifikan, abadi bersama memilki cinta, kesetiaan keadilan dan kejujuran adalah yang paling mendasar dan mendesak bagi pastoral sebagai kebutuhan bagi era dijaman ini9 Ada beberapa pandangan lain tentang bagaimana Perjumpaan pendampingan dan konseling dilakukan oleh beberapa pandangan. Adapun beberapa pandangan Tersebut yaitu sebagai berikut : Menurut Streets dan Frederick. J, Beliau mengemukakan di dalam alkitab di dalam Yohanes15:19 , bertanya: Apakah engkau mengasihiku? Streets dan Frederick. J ingin mengusulkan bahwa dalam konteks maju konsep praktis teologi, cinta menjadi motivasi utama untuk pastoral konselor untuk perawatan dan memberikan konseling kepada mereka yang membutuhkan. Cinta, seperti yang dijelaskan di bawah ini sebagai prinsip penuntun pastoral yang peduli, cocok untuk orientasi yang mendasar dalam menawarkan untuk refleksi teologis dan praksis. Cinta adalah faktor yang umum dalam berbagai cara orang telah dipahami dan Agama mengalaminya serta spiritualitas yang mereka yang telah termotivasi untuk melayani satu sama lain. Cinta adalah ide penting untuk pastoral konselor untuk mempertimbangkan dan merenungkan dalam pekerjaan mereka. Sosial neuro science cinta adalah bidang yang sedang berkembang dalam penelitian, yang baru-baru ini telah menjadi topik intensif dan ketat dalam penyelidikan empiris ilmiah. Dengan mengidentifikasi jaringan saraf cortico-subkortikal tertentu serta pusat dan dari segi daya tarik cinta secara pskologis cinta, kami berharap untuk memberikan pendekatan multidisiplin untuk lebih memahami kompleksitas cinta dan gangguannya. Meskipun menggabungkan 9
Binau, Brad A. PastoralTheology for the MissionalChurch: From PastoralCare to the Care of Souls.Trinity Seminary Review. Winter/Spring2014, Vol. 34 Issue 1, p11-28. 18p.
8
pengetahuan dari neuroimaging (fMRI dan EEG) studi dengan pendekatan standar dalam ilmu hubungan masih tidak memecahkan masalah sulit tentang kasih mengenai sifat dan asal, sebuah pendekatan integratif yang menggabungkan Teknik neuroimaging dengan disiplin lain seperti psikologi sosial, studi hewan, dan genetika memiliki potensi untuk menjawab pertanyaan kuno mengenai fungsi cinta, yang dapat memiliki aplikasi yang berguna dalam kesehatan mental dan beberapa terapi.10 Di bawah ini Penulis akan menguraikan tentang apa itu konseling menurut beberapa pendapat . Adapun menurut menurut penulis beberapa pendapat itu sebagai berikut: Adapun menurut Yakub susabda Konseling (pastoral)adalah percakapan terapeutik antara konselor (atau pastor/pendeta) dengan konsele/kliennya, di mana konselor mencoba membimbing konselenya ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal (conductive atmosphere) yang memungkinkan konsele tersebut dapat mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi dalam dirinya sendiri (self-awareness), persoalan yang ia sedang hadapi, kondisi hidupnya dan mengapa ia merespons semua itu dengan pola pikir, perasaan, dan sikap tertentu. Dengan begitu, dengan kesadaran yang semakin meningkat, ia mulai belajar untuk melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya pada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan, dan kemampuan seperti yang su dah diberikan Tuhan kepadanya. 11
Menurut Yakub Susabda menyatakan bahwa Pelayanan konseling hamba Tuhan (pastoral konseling) adalah pelayanan konseling yang unik, yang inti dan hakikatnya berbeda dari pelayanan konselor awam yang bukan hamba Tuhan. Menurut Yakub susabda menyatakan bahwa pengalaman spiritual panggilannya membuat hamba Tuhan mengikut teladan Kristus, yaitu bersedia memberikan dan mengorbankan dirinya demi pelayanan yang telah diberkan Allah padanya. Rasul Paulus mengakui bahwa “mungkin untuk orang yang benar ada orang yang berani mati... akan tetapi Allah menunjukan kasih-Nya kepada kita oleh karena Kristus telah mati
10
Streets, Frederick J. Love: A philosophy of pastoral care and counseling. Verbum et Ecclesia. 2014, Vol. 35 Issue 2, p1-11. 11p 11 Yakub B Susabda. Konseling Pastoral. Pendekatan konseling Pastoral berdasarkan integrasi Teologi dan psikologi(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), 6-7
9
untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm. 5:7-8). Pelayanan hamba Tuhan adalah merupakan pelayanan yang penuh pengorbanan. Adapun menurut Yakub Susabda Pelayanan konseling adalah merupakan pelayanan yang terberat dari seorang hamba Tuhan. Kita akan melihat di sinilah seluruh tugas dan tanggung jawabnya sebagai hamba Tuhan disatukan. Sebagai konselor, ia tidak hanya dituntut untuk tahu mengajar (tahu kebenaran firman dan tahu bagaimana menyampaikannya pada saat yang tepat dan dengan bahasa yang tepat sesuai dengan kesiapan konselenya), tetapi lebih dari itu ia dituntut untuk mendemonstrasikan imannya, pengetahuannya, kematangan pribadinya, kepekaannya. Kemurnian hatinya, keterampilannya, kesabarannya, dan sebagainya. Tidak heran kalau banyak hamba Tuhan mencoba menghindarkan diri dari tugas pelayanan yang satu ini.12 Penulis juga memberiakan pendapat dar beberapa pandangan ,menurutPotgieter dan Stella D, Konseling adalah bukan seperti orang yang sakit gigi kemudian mendapat pengobatan dan menjadi ketergantungan. Konseling didasarkan pada tingkat spiritual dan sentral dan terutama hubungan antara orang-orang yang menawarkan perawatan, dan orang-orang yang menyakiti. Pastoral konseling adalah satu dimensi dari perawatan pastoral. Penulis juga mengutip Clinbell dan Mckeever. Menurut pendapat dari Clinebell dan McKeever menjelaskan perawatan pastoral sebagai berikut: Perawatan pastoral adalah tentang memberdayakan orang untuk hidup berkelimpahan; merangkul yang baik dan melawan kejahatan; mengikuti panggilan, dan menemukan Allah, transenden dan akan segera, di waktu yang baik, waktu tidur dan zaman hidup biasa. Ini melibatkan perawatan orang, hubungan, lembaga, dan budaya. Selain itu, perawatan pastoral adalah kegiatan pelayanan berlangsung-itu dapat terjadi pada langkah12
Yakub B Susabda. Konseling Pastoral. Pendekatan konseling Pastoral berdasarkan integrasi Teologi dan psikologi(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), 23
10
langkah dari gereja, di kelas pendidikan, dari mimbar, di kantor pendeta, di ruang rumah sakit atau di sebuah rumah yang dikunjunggi. Ini adalah tentang mendukung rakyat melalui up dan down kehidupan mereka dan membantu mereka hidup sepenuhnya sebaik mungkin dalam komunitas. Ini juga melibatkan membantu anggota jemaat belajar bagaimana menawarkan jenis perawatan dan dukungan satu sama lain. Perawatan pastoral, pada intinya yang sangat, dan ini adalah perawatan suportif (Clinebell & McKeever 2011:9). Dalam Galatia 6:1 – 2 tidak hanya menyebutkan masalah, tetapi juga memerintahkan orang-orang Kristen untuk 'menanggung beban satu sama lain' ketika beban hidup dirasa sangat berat' dan dengan cara ini Anda akan memenuhi hukum Kristus '. Semua orang Kristen dipanggil untuk menanggung beban satu sama lain, untuk bersyafaat atas nama orang lain, dan untuk membangun satu sama lain (Van Deusen Hunsinger 2006:x). Penulis juga akan menguraiakn Tujuan Konseling Pastoral menurut pendapat Tulus Tu’u, adapun menurut pendapatnya sebagai berikut: 1. Mencari yang bergumul Tidak seorang pun ingin mengalami hal-hal yang tidak baik. Semua orang pasti mengharapkan hal-hal yang baik, menyenangkan dan membahagiakan. Tetapi apa mau dikata, kenyataan hidup ini kadang berbeda. Kesulitan dan kesukaran hidup kerap datang tanpa diundang. Pergumulan menjadi bagian hidup yang harud dihadapi dan dijalani. 2. Menolong yang membutuhkan uluran tangan Konseling pastoral adalah sebuah proses pelayanan untuk menolong konseli. Sebaliknya konselor adalah pihak yang memberi pertolongan. Konseli sebagai yang ditolong sering tidak mampu melihat persoalannya dengan jernih. Kabut persoalan menutupi rasionlitasnya. Ia laksana orang yang terjerumus dalam jurang dan tidak berdaya keluar sendiri. Semakin lama
11
di sana semakin habis tenaganya. Dari tempat itu konseli membutuhkan uluran tangan Tuhan yang lewat pertolongan konselor 3. Mendampingi dan membimbing Mendampingi juga kegiatan untuk menolong konseli. Antara yang mendampingi dan yang didampingi perlu terjadi interaksi sejajar dan komunikasi timbal-balik. Di sini pihak yang paling bertanggung jawab adalah pihak yang didampingi. Tidak berarti pihak yang didampingi kurang bertanggung jawab. Tanggung jawab pendamping adalah mendamping dan membimbingnya. Namun yang dimaksud dengan tanggung jawab yang didampingi ialah ia mau dan bersedia mengubah sikap, perilaku dan perbuatannya 4. Berusaha menemukan solusi Konseling pastoral seharusny amengajak konseli berpikir dan memikirkan problemnya secara bersama-sama dengan konselor. Konselor dalam percakapan itu memberi pengarahan dan memimpin percakapan menuju satu titik yakni menemukan solusi masalahnya. Dalam response action ini, konseli diarahkan untuk membuat satu keputusan, langkahlangkah, sikap atau perubahan perilaku yang baru. 5. Memulihkan kondisi yang rapuh Oleh sebab itu konseling pastoral adalah proses menolong yang berupaya membantu konseli memulihkan kondisi yang rapuh itu. Menolong dia menemukan solusi agar mampu mengatasi kerapuhan dirinya. Kerapuhan itu berganti dengan ketegaran, ketangguhan, kesabaran, ketabahan.
12
6. Perubahan sikap dan perilaku Proses menolong dalam konseling pastoral tidak cukup hanya sampai pada harapan. Karena bila demikian, maka percakapan itu baru sampai pada wacana saja. Karena itu, percakapan harus diupayakan sampai pada response action. Dalam response action ini konselor harus berusaha memotivasi agar konseli dapat mengambil langkah-langkah tertentu, atau memutuskan untuk mengambil satu sikap tertentu. Dengan upaya itu, percakapan tidak berakhir dalam wacana saja. Tetapi konkret ada sikap langkah, atau perbuatan tertentu. Konseling pastoral akan sangat indah bila konselor berhasil membawa konseli sampai mau berbuat sesuatu demi menuntaskan problemnya. 7. Menyelesaikan Dosa Melalui Kristus Dosa adalah salah satu kekuatan yang sangat besar di dunia ini. Sayangnya, kekuatan dosa ini adalah kekuatan yang selalu mengakibatkan dan menghasilkan hal-hal buruk bagi hidup manusia. “Jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk,” (Yoh. 5:14). Dosa bila dibiarkan dan tidak diselesaikan, akan membawa hal-hal yang lebih buruk lagi bagi seseorang. Ia akan kehilangan damai, ketenteraman, ketenangan, dan kebahagiaan. Konselor perlu mendorong konseli untuk menyadari keadaan dirinya yang tidak bersih di hadapan Tuhan. Konselor mengarahkan percakapan dengan respons interpretatif agar konseli mencari Tuhan dan menyelesaikan dosanya sampai akhirnya ia menemukan hidup yang damai dalam Tuhan. Damai yang sejati adalah anugerah Kristus (Yoh. 14:27) dan tidak bisa ditemukan di tempat yang lain. Dialah yang berkuasa menyelesaikan dosa, mengampuni, membebaskan, dan memerdekakan setiap orang dari ikatan dosa.
13
8. Pertumbuhan Iman Iman adalah kepercayaan dan keyakinan yang kuat dan sungguh-sungguh kepada Tuhan. Bahwa Tuhan yang Mahakuasa, besar dan perkasa, mampu membebaskan dan menyelamatkan manusia dari belenggu masalah dan perhambaan dosa. Sisi lain dari iman adalah kesediaan untuk setia dan taat kepada firman Tuhan. Konseli pastoral yang dilakukan seharusnya mendorong terjadinya pertumbuhan iman konseli. 9. Terlibat Persekutuan Jemaat Oleh karena itu, tugas para konselor cukup berat harus membantu dan menyadarkan konseli agar berjumpa dengan Kristus, Sang Konselor Agung. Sesudah itu, konselor harus berjuang membawa mereka untuk mau terlibat dalam persekutuan jemaat. “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya,” (Ibr. 10:25). 10. Mampu Menghadapi Persoalan Selanjutnya Pribadi dewasa adalah pribadi yang bijak, hati-hati berkata-kata dan bertindak, emosi cukup stabil, berpikir cukup rasional, kendali diri cukup pakem, mampu melihat masalah secara positif, tabah dan sabar menghadapi masalah, kuat menanggung beban pergumulan hidup. Sebab itu konseling pastoral mengarahkan konseli agar ia mampu mendewasakan diri. Hal itu dilakukan dengan mengembangkan kepribadian yang bersumber pada nilai-nilai spiritual berdasarkan Alkitab. Dengan kepribadian yang semakin dewasa, diharapkan konseli semakin mampu menghadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di wakut mendatang. “Segala sesuatu dapat kutanggung di dalam Dia yang memberikan kekuatan kepadaku,” (Flp. 4:13). “Kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan berasal dari diri kami,” (2
14
Kor. 4:7). Pada dasarnya, manusia terbatas. Ia hanya kuat, mampu bertahan dan melanjutkan hidupnya hanya jika ada kekuatan yang melimpah dari Allah. Tanpa itu, hidupnya hanya sebuah kemalangan dan keluh-kesah semata.13 Penulis juga memberikan pendapat yang diambil William A.Clebsch dan Charles R. Jaekle dalam ringkasan yang mereka buat dari sejarah gereja, mengemukakan 4 fungsi penggembalaan di sepanjang Abad: (1) Menyembuhkan (healing) –’’Suatu Fungsi Pastoral yang terarah untuk mengatasi kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki orang itu menuju keutuhan dan membimbingnya ke arah kemajuan di luar kondisinya terdahulu.’’ Menyembuhkan mengandung arti membuat orang itu sembuh atau membuat orang tersebut pulih dari sakitnya, sehingga orang tersebut dapat beraktifitas lagi. Penulis ingin menguraikan atau menjabarkan kembali tentang arti menyembuhkan. Ada beberapa arti dalam proses menyembuhkan. Nolte dkk mengemukakan Penyembuhan dan keutuhan adalah tujuan dari interaksi Pastoral antara Pendeta dan orangorang yang melayani mereka dengan kata lain, proses melalui orang-orang yang mungkin mengalami penyembuhan di tingkat psikologis dan spiritual dan dapat tumbuh dalam hal kemanusiaan mereka, iman mereka dan dalam layanan mereka kepada orang lain. Perawatan Pastoral adalah proses dimana orang akan dipandu dalam pencarian mereka untuk keberadaan bermakna (Heitink 1993:35). Oleh karena itu, spiritualitas bukan berarti penarikan dari realitas dengan tujuan untuk berfokus pada kehidupan batin seseorang. yang sendirian14 (2) Mendukung (subtaining) –’’ Menolong orang yang sakit (terluka) agar dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau, dimana perbaikan atau Tulus Tu’u. Dasar- dasar Konseling Pastoral (Yogyakarta: Andi Offset, 2007),29-39 Nolte, S. Philip, Dreyer, Yolanda. The paradox of being a wounded healer: henri j.m. nouwen's contribution to Pastoral Theology.Hervormde Teologiese Studies. 2010, Vol. 66 Issue 2, p1-8. 8p 13
14
15
penyembuhan atau penyakitnya tidak mungkin lagi diusahakan atau kemungkinannya sangat tipis sehingga tidak mungkin lagi diharapkan (3) Membimbing (Guilding) - ’’Membantu orang yang berada dalam kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti (Meyakinkan diantara berbagai Pikiran dan tindakan alternatif/ pilihan), pilihan yang dipandang mempengarui keadaan jiwa mereka sekarang dan pada waktu yang akan dating.’’ (4) Memulihkan (Reconciling) –’’ Usaha membangun hubungan-hubungan yang rusak kembali diantara manusia dengan Allah’’. Secara historis , memulihkan telah dipakai 2 model: pengampunan dan disiplin gereja.15
Konseling pastoral adalah sebuah dimensi dari penggembalaan, didalamkonseling pastoralada beberapa metode yang dimanfaatkan untuk menolong orang, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalahnya atau krisis-krisis yang mereka hadapi dan dengan konseling itu mereka akan mengalami penyembuhan dari kehancurannya. Konseling pastoral adalah suatu fungsi yang bersifat memperbaiki,yang dibutuhkan ketika orang mengalami krisis yang merintangi pertumbuhannya. Orang membutuhkan penggembalaan sepanjang hidupnya16. Proses konseling sangat singkat, peretemuan tatap muka tidak sampai 15 (lima belas) menit atau 20 (dua puluh) menit. Atas dasar latar belakang ini, penulis mengambil judul peran Pendeta terhadap narapidana hukuman mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan
15
Clinebell, Tipe - tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, BPK. Gunung Mulia. Kanisius, 2002. Yogyakarta hal : 53 16 Howard Clinebell.Tipe-tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: BPK. Gunung Mulia. Kanisius, 2002), 32
16
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti merumuskan masalah Bagaimana peran Pendeta terhadap Narapidana hukuman mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan?
1.3. Tujuan Penelitian Mendeskripsikan peran Pendeta terhadap narapidana hukuman mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitianini diharapkan dapat bermaanfaat bagi pendamping yang berperan menyiapkan mental dan spiritual bagi terhukum mati. Memberikan informansi yang akurat bagaimana seorang rohaniawan melayani si terhukum mati menghadapi hukuman mati, supaya si terhukum mati siap menghadap Tuhan. Manfaat praktis memberikan sumbangan pemikiran bagi para calon rohaniawan bila mendapatkan tugas mendampingi terpidana mati. Hasil Penelitian ini diharapkan sebagai informasi atau acuan untuk membekali rohaniawan bagi generasi yang akan datang. Rohaniawan senior harus memberikan progam pembinaan bagi rohaniawan muda untuk meneruskan pendampingan bagi terhukum mati.
1.5. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Bogdan dan Tailor (1975) mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
17
perilaku yang dapat diamati.17 Sedangkan teknik pengumpulan data, penulis menggunakan teknik wawancara mendalam. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi 18. Penulis memilih Tempat penelitian di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan yang berlokasi di Kabupaten Cilacap. Penulis memilih lokasi tersebut, karena telah melakukan pra penelitian di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan. Informan penelitian ini, rohaniawan dan narapidana hukuman mati.
1.6. Kerangka Teoritis Teori yang akan digunakan oleh penulis ialah teori tentang pendampingan pastoral oleh Howard Clinebell mengenai pendampingan pastoral. Penulis merasa perlu untuk menelusuri topik penulisan ini dengan meninjau teori pendampingan pastoral terhadap narapidana hukuman matiagar dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi penanganan pastoral yang dilakukan oleh rohaniawan,gereja-gereja dan akademisi.
1.7. Sistematika Penulisan Tulisan ini terdiri dari BabI yakni pendahuluan yang berisi tentang uraian latar belakang dari penulisan ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.Bab II yakni landasan teori dimana penulis akan mendeskripsikan teoriyang akan digunakan oleh penulis dalam meninjau Peran Pendampingan Pastoral Terhadap Narapidana Hukuman Mati di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan.Bab III berisi tentang hasil penelitian mengenai peran pastoralterhadap psikologis para narapidana hukuman mati yang didapat dari proses wawancara mendalam di Lembaga Permasyarakatan Nusakambangan.Bab IV
17 18
Moleong Leky J.Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: FT. Remaja Rosdakarya ), 120 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai(Jakarta: LP3ES, 1985), 145
18
akan membahas tentang analisa hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam Bab III. Analisa ini akan diarahkan untuk melihat bagaimana seharusnya peran pastoral terhadap psikologis para narapidana hukuman mati.Bab V adalah bagian terakhir dari penulisan ini yakni penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
19