BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di
dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang memiliki ciri khas serta keindahan alamnya. Bali juga merupakan salah satu pulau di Indonesia yang kaya dengan warisan budaya, khususnya dilihat dari tinggalan arkeologi yang merupakan sumber daya yang memiliki nilai budaya yang tinggi. Hampir di semua kabupaten dan kota bahkan pulau-pulau kecil di Bali terdapat tinggalan arkeologi. Jenis tinggalannya pun beragam mulai dari tinggalan prasejarah, klasik, islam, dan kolonial. Bali merupakan salah satu daerah yang mempunyai ciri khas bangunan dan permukiman yang berorientasi ke arah religi. Pola-pola desa adat di Bali telah menjadikan Pulau Bali memiliki ciri khas tersendiri dalam pengembangan pola desa (Widyastuti, 1990: 1). Perkembangan ilmu arkeologi mengalami kemajuan yang cukup pesat. Berbagai kajian dan metode muncul seiring dengan perkembangan ilmu tersebut. Salah satu kajian terhadap situs-situs baru yang ditemukan di Bali yaitu kajian permukiman. Dalam ilmu arkeologi, kajian permukiman merupakan suatu kajian yang megkhususkan atau memusatkan perhatian pada persebaran kegiatan manusia serta hubungan-hubungan di dalam satuan-satuan ruang dengan tujuan memahami sistem teknologi, sosial, dan ideologi dari masyarakat masa lalu (Yulianto, 2008: 1).
1
2
Arkeologi permukiman mengkaji situs atau tempat tinggal manusia untuk bermukim dengan segala bentuk aktivitasnya sehari-hari. Arkeologi permukiman juga memaparkan mengenai keruangan yang merupakan sub bahasan dari kajian permukiman (Sondang, 2010: 63). Arkeologi ruang merupakan salah satu studi khusus dalam kajian arkeologi yang lebih menitikberatkan perhatian terhadap pengkajian dimensi ruang, benda, dan dimensi bentuk. Arkeologi ruang juga mempelajari sebaran dan hubungan keruangan pada jenis aktivitas manusia, baik dalam skala mikro, skala meso (semi mikro), maupun skala makro. Skala mikro lebih mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dan ruang-ruang dalam suatu bangunan atau fitur. Kemudian skala meso (semi mikro) lebih menitikberatkan kepada sebaran dan hubungan lokasional antara artefak-artefak dan fitur dalam suatu situs, sedangkan skala makro membahas mengenai sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dan situs-situs dalam suatu wilayah (Mundardjito, 2002: 4). Tata ruang merupakan pola dari kawasan sebagai wadah berlangsungnya suatu aktivitas yang saling berhubungan dalam suatu sistem tata ruang. Sistem tata ruang itu sendiri merupakan cermin dari sistem kegiatan manusia. Sedangkan aspek tata ruang sangat berkaitan dengan pandangan hidup, sistem kepercayaan yang dianut, nilai-nilai dan norma-norma yang dipegang dan pada akhirnya akan menentukan sistem kegiatan (Repoport, 1971: 16) Tata ruang di Desa Tenganan Pegringsingan memiliki pola permukiman yang berpetak-petak lurus dari utara ke selatan atau tersusun secara linear. Masing-masing rumah dihuni dalam satu keluarga dan tiap-tiap deret rumah
3
dibelah oleh sebuah awangan. Awangan yang berarti halaman luaran dari rumah tinggal, ruang sosial dan sekaligus sebagai jalan. Bentuk dari awangan ini berundak-undak dengan lapisan batu kali yang bercirikan tradisi megalitik (Team Research Jurusan Anthropologi, 1973: 7-8). Menurut konsepsi masyarakat Bali pada umumnya, tata ruang yang dimaksudkan adalah aturan penempatan ruang–ruang yang mengacu pada fungsi tertentu serta tata nilai yang diberikan terhadap fungsi tersebut dengan berlandaskan pada ajaran agama Hindu di Bali. Pengaturan tata ruang masyarakat Bali dilandasi oleh Konsep Tri Hita Karana yang terdiri dari zona parahyangan (ruang utama/suci), palemahan (wilayah desa/ruang interaksi dan kegiatan masyarakat), pawongan (manusia) (Dwijendra, 2009: 5) Struktur pembagian tata ruang Desa Tenganan Pegringsingan mengikuti konsep Tapak Dara yaitu pertemuan antara arah angin kaja-kelod (utara-selatan) yang merupakan simbol segara-gunung (laut-gunung) dan arah matahari kanginkauh (timur-barat). Pertemuan kedua arah itu dipersepsikan sebagai perputaran nemu gelang (seperti lingkaran) dengan porosnya yang terletak dibagian tengah. Masyarakat Tenganan Pegringsingan mengenalnya dengan istilah maulu ke tengah atau berorientasi ke tengah-tengah yang memiliki makna mencapai keseimbangan melalui penyatuan bhuwana alit (manusia dan karang paumahan atau pekarangan rumah) dengan bhuwana agung (pekarangan desa) (Purniti, dkk, 2004: 8). Konsepsi pemilihan arah untuk tata ruang ini sangat berpengaruh untuk masyarakat Bali, yaitu pada saat pembangunan desa, permukiman bagi penduduk,
4
pembangunan tempat-tempat pemujaan untuk desa dan keluarga. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa masyarakat Bali pada akhir zaman prasejarah sudah mempunyai aturan atau konsepsi mengenai tata ruang yang mengatur tata guna untuk kepentingan masyarakat luas (Sutaba, 2001: 22 ). Desa Tenganan merupakan salah satu desa tua di Bali yang masih menunjukkan unsur-unsur tradisi megalitik yang masih difungsikan sampai sekarang. Berdasarkan penjelasan yang sudah dipaparkan diatas, penulis mengambil judul penelitian mengenai salah satu desa adat tertua di Bali yaitu “Tata Ruang Zona Tengah Desa Di Tenganan Pegringsingan”. Penulis dalam penelitian ini memfokuskan pada dua obyek pembahasan yaitu tipologi bangunan pada ruang tengah dan gambarnya zonasi yang terbentuk pada zona tengah. Dengan mengambil judul tersebut dapat megetahui bagaimana tipe bangunan dan zonasi pada tata ruang zona tengah desa Tenganan Pegringsingan. Permukiman masyarakat di Tenganan Pegringsingan mempunyai susunan permukiman yang terkonsentrasi (berkelompok), bangunan rumah yang terkumpul di satu tempat. Tata letak dan susunan bangunanya berbentuk linear mengikuti topografi lahan yang miring. Rumah-rumah dan bangunan sakral tersebar mengikuti bentuk lembah pegunungan. Veronica (2009) dalam penelitiannya yang membahas mengenai Pola Perumahan dan Permukiman Desa Tenganan Bali, menyatakan secara umum pola desa adat Tenganan Pegringsingan merupakan sistem core yang membujur dari utara keselatan yang terdiri dari tiga bagian yaitu banjar kauh, banjar tengah, dan banjar pande, kemudian rumah tradisonal Bali merupakan satu komplek
5
rumah yang terdiri dari beberapa bangunan, dikelilingi oleh tembok yang disebut tembok penyengker, dan hingga saat ini pola perumahan dan permukiman desa masih tetap dipertahankan dan tetap harmonis dengan alam. Kearifan adat masyarakat desa Tenganan sangat kuat dan turut mempertahankan pola-pola permukimanan masyarakat desa ini. Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, Veronica juga pernah membahas tentang permukiman di Desa Tenganan Pegringsingan. Namun hanya di bahas secara sepintas. Penulis menganggap masih perlu dilakukan kajian secara khusus mengenai tata ruang zona tengah di Desa Tenganan Pegringsingan, maka dari itu timbul permasalah menarik yang akan dijawab dalam penelitian ini. Penelitian ini memfokuskan pada masalah tipologi, dan zonasi yang ada pada Permukiman Tenganan Pegringsingan beserta elemenelemen yang berkaitan.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang akan
diajukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1.
Bagaimana gambaran zonasi yang terbentuk pada ruang tengah berdasarkan fungsinya?
2.
Bagaimana tipologi bangunan pada ruang tengah Desa Adat Tenganan Pegringsingan Kabupaten Karangasem?
6
1.3
Tujuan Penelitian Setiap penelitian ilmiah pada hakikatnya mempunyai tujuan yang jelas dan
pasti, demikian juga halnya dengan penelitian ini secara garis besarnya penelitian ini mempunyai dua tujuan pokok yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan ini bermanfaat untuk mengetahui secara umum karakteristik objek penelitiannya dan juga untuk mengetahui secara rinci tujuan yang ingin dicapai. Tujuan ilmu arkeologi adalah untuk merekontruksi kehidupan manusia masa lampau melalui tinggalannya yang ditemukan baik dalam bentuk artefak, fitur, dan ekofak. Sesuai yang dipaparkan oleh Binford tujuan ilmu arkeologi ada tiga, yaitu: (1) merekontruksi sejarah kebudayaan manusia masa lampau, (2) merekontruksi cara-cara hidup manusia masa lampau, dan (3) penggambaran proses perubahan budaya manusia masa lampau (Binford, 1972: 80). 1.3.1 Tujuan Umum Berdasarkan tujuan ilmu arkeologi di atas, maka tujuan umum dari penelitian ini ialah merekontruksi kebudayaan manusia masa lampau berdasarkan benda yang ditinggalkan manusia. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan keseluruhan dari penelitian ini yaitu mencoba untuk mengetahui kehidupan kebudayaan masa lampau dan proses kebudayaan yang terjadi berdasarkan tinggalan tradisi megalitik dan pola tata ruang pada permukiman di Desa adat Tenganan Pegringsingan, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai kehidupan manusia masa lampau di Desa tersebut.
7
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk menjawab dua pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah secara terperinci guna mengetahui tipologi bangunan pada ruang tengah Desa Adat Tenganan Pegringsingan Kabupaten Karangasem dan juga untuk mendapatkan gambaran zonasi yang terbentuk pada ruang tengah berdasarkan fungsinya.
1.4
Manfaat penelitian Manfaat dari sebuah penelitian diharapkan nantinya dapat membantu dan
memberikan sumbangan pemikiran atau dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya sesuai dengan disiplin ilmu yang digunakan. Manfaat penelitian terdiri dari dua bagian yaitu, manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.4.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk ilmu pengetahuan khususnya bidang arkeologi permukiman, terutama mengenai tata ruang pada zona tengah di Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan tipologi bangunan pada ruang tengah serta gambaran zonasi yang terbentuk pada ruang tengah berdasarkan fungsinya. Dengan demikian diharapkan nantinya dapat dijadikan refrensi atau bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.
8
1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memberi sumbangan informasi beserta pemikiran kepada masyarakat luas mengenai tata ruang zona tengah di Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Selain itu, hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam upaya menjaga dan melestarikan warisan budaya nenek moyang yang bernilai luhur.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penulisan karangan ilmiah sangatlah penting untuk
memberikan batasan sebuah objek yang akan diteliti. Maksud dari ruang lingkup penelitian tersebut adalah memberikan penegasan atau batasan penelitian. Dalam penelitian ini perlu diberikan suatu ruang lingkup agar data yang diperoleh sebagai bahan analisis dapat terarah. Adapun ruang lingkup penelitian ini memfokuskan pada tata ruang zona tengah di Desa Tenganan Pegringsingan dalam kajian Arkeologi ruang. Penelitian ini juga membahas fungsi masingmasing komponen yang terdapat pada kawasan tersebut. 1. Batasan objek penelitian Kawasan Tenganan Pegringsingan yakni terdiri dari rumah adat, bale agung, bale kulkul, bale kencan, bale jineng, bale banjar, bale lantang, bale ayung, bale petemu, bale masyarakat dan beberapa pura yang ada di zona tengah yaitu pura ulun swarga, pura gaduh, pura petung,pura yeh santhi dan pura batan cagi.
9
2. Batasan permasalahan penelitian yang dikaji yaitu tipologi bangunan pada ruang tengah serta gambaran zonasi yang terbentuk pada ruang tengah berdasarkan fungsinya.