BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencurian adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kekayaan manusia yang diatur dalam Bab XXII Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan merupakan masalah yang tak habis-habisnya. Pencurian sudah merajalela dikalangan masyarakat, baik di desa, di kota, maupun di negara lain. Menurut KUHP pencurian adalah mengambil sesuatu barang yang merupakan milik orang lain dengan cara melawan hak, dan untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada pasal 362 KUHP. Pasal 362 KUHP yang berbunyi : “ Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selamalamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-“.
Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur Pasal 362 KUHP terdiri dari unsur subjektif yaitu dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum dan unsur-unsur objektif yakni, barang siapa, mengambil, sesuatu benda dan sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain. 1
Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana
1
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Edisi Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009)., hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
pencurian, orang tersebut harus terbukti Telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang terdapat di dalam rumusan pasal 362 KUHP. Salah satu bentuk dari pencurian yang diatur dalam Bab XXII Buku II KUHP adalah pencurian dalam lingkup keluarga, mengenai hal ini diatur dalam Pasal 367 KUHP. Bunyi dari Pasal 367 KUHP adalah : (1) Jika pembuat atau pembantu salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini ada suami (isteri) orang yang kena kejahatan itu, yang tidak bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai harta benda, maka pembuat atau pembantu itu tidak dapat dituntut hukuman. (2) Jika ia suaminya (isterinya) yang sudah diceraikan meja makan, tempat tidur atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin, baik dalam keturunan yang lurus, maupun keturunan yang menyimpang dalam derajat kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan penuntutan, kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan. (3) Jika menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapa dilakukan orang lain dari bapa kandung, maka ketentuan dari ayat kedua berlaku juga bagi orang itu. Dari ketentuan Pasal 367 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa pencurian dalam keluarga merupakan delik aduan, artinya ada atau tidaknya tuntutan terhadap delik ini tergantung persetujuan dari yang dirugikan/ korban/ orang yang ditentukan oleh undangundang. Delik aduan seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 367 KUHP merupakan delik aduan relatif yakni delik yang adanya suatu pengaduan itu hnaya merupakan suatu syarat agar terhadap pelaku-pelakunya dapat dilakukan penuntutan. Pencurian dipandang dari segi kriminologi maksudnya mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan pencurian itu
Universitas Sumatera Utara
2. Apa sebab-sebab dilakukan pencurian itu 3. Bagaimana dilakukan pencurian itu 4. Apa akibat pencurian itu 5. Bagaimana tipe-tipe dari pelaku pencurian itu 6. Bagaimana cara mengatasi pencurian itu Dewasa ini semakin banyak ditemukan pencurian yang terjadi di dalam keluarga, dimana pelaku-pelaku pencurian tersebut adalah anggota dari keluarga itu sendiri. Tidak jarang pencurian tersebut dilakukan oleh suami, istri, anak, cucu atau yang lainnya di dalam keluarga tersebut. Adapun kasus pencurian dalam keluarga seperti kasus dengan terdakwa Imam Ardiansyah dan Susana isterinya.pada tanggal 22 Januari Imam Ardiansyah dan isterinya Susiana mengunjungi rumah almarhum orang tua mereka yang sedang ditempati oleh Haznil, Zaenal, Zurhidah dan Farida (kakak dari Imam Ardiansyah). Di rumah tersebut dibuka usaha katering yang merupakan peninggalan orang tua mereka. Ketika hendak pulang, Imam Ardiansyah dan Susana mengambil barang dari rumah tersebut berupa 4 buah Melon, 2 buah Pepaya, 15-20 buah telur puyuh, 10 potong ayam dan 2 dus aqua. Atas perbuatan terdakwa, korban (kakak terdakwa) mengalami kerugian sebesar Rp.750.000,- (tujuh ratus ribu rupiah). Atas perbuatan tersebut korban mengadukan perbuatan terdakwa kepada Polisi Kasus pencurian dalam lingkungan keluarga lainnya adalah kasus dengan terdakwa Susianti Hambali yang diadili karena adanya pengaduan dari suaminya Anton Julius Darmawan. terdakwa dituntut telah melakukan pencurian berupa 1 (satu) buah kompor gas, 1 (satu) buah panggangan roti dan 1 (satu) buah panci. Peristiwa pencurian itu terjadi pada 27 Agustus 2001, dimana pada saat kejadian tersebut Susianti Hambali
Universitas Sumatera Utara
(terdakwa) dan Anton Julius Darmawan belum sah bercerai namun sudah bercerai meja makan, tempat tidur selama 3 tahun. Korban merasa keberatan atas perbuatan terdakwa kemudian meminta kepada Polisi untuk memeriksa lebih lanjut. Kasus pencurian dalam lingkup keluarga yang baru-baru ini terjadi adalah kasus pencurian yang dilakukan oleh Sean Azad (anak dari Ayu Azhari). Sean azad mencuri uang Ayu Azhari sebesar $ 50. Keberatan atas perbuatan anaknya kemudian Ayu Azahari mengadukan anaknya kepada Polisi. Mengingat beberapa kasus yang telah dipaparkan sebelumnya dan melihat pada kenyataannya masih ada perbuatan pencurian dalam keluarga yang tidak diselesaikan melalui pengadilan, maka hal itulah yang mendorong penulis untuk menulis skripsi ini dengan judul “PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENCURIAN DALAM KELUARGA (KAJIAN DARI ASPEK HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI DALAM KASUS N0.490/Pid.B/2007/ PN. Bekasi), agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai apa yang menjadi penyebab seseorang melakukan pencurian, bagaimana penerapan hukum pidana terhadap perbutan pencurian dalma keluarga dan bagaimana penanggulangan terjadinya kejahatan tersebut, serta agar terdapat jaminan terhadap harta benda yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga. Yang pada akhirnya tujuan dari hukum itu sendiri yaitu menciptakan masyarakat yang adil,, tertib, tentram,
makmur dan
sejahtera. B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal diatas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan adalah : 1. bagaimana pengaturan dan penerapan hukum pidana terhadap pencurian dalam keluarga.
Universitas Sumatera Utara
2. faktor-faktor apa yang menyebabkan pencurian dalam keluarga ditinjau dari segi kriminologi. 3. apa upaya-upaya yang dilakukan dalam menanggulangi pencurian dalam keluarga. C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan 1. Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor-faktor terjadinya pencurian dalam keluarga. 2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum pidana dalam tindak pidana pencurian dalam keluarga. 3. Untuk mengetahui bagaimana cara-cara untuk menanggulangi perbuatan pencurian dalam keluarga. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis Karya tulis yang berupa skripsi ini ini diharapkan akan bermanfaat bagi kalangan akademis pada umumnya dan kepada masyarakat pada khususnya,
menambah dan
memperkaya literatur-literatur yang telah ada sebelumnya, khususnya mengenai pencurian dalam keluarga. 2. Manfaat Praktis Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada aparat penegak hukum dan masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya kejahatan terhadap harta kekayaan, khususnya perbuatan pencurian dalam keluarga
Universitas Sumatera Utara
D. Keaslian Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini pada dasarnya penulis membuatnya sendiri dengan melihat dasar-dasar yang telah ada dan tersedia baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan atau buku-buku dan juga media massa, baik cetak maupun media elektronik, yang dituangkan dalam skripsi ini serta ditambah lagi dengan hasil studi kasus dari Pengadilan Negeri. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama sebelum skripsi ini dibuat maka saya bertanggungjawab sepenuhnya. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Hukum Pidana Dan Kriminologi Pengertian hukum pidana Pengertian hukum pidana sebagai objek studi, dapat dikutip pendapat Enschede-Heijder yang mengatakan bahwa menurut metodenya, hukum pidana dapat dibedakan: 2 I.
Ilmu-ilmu hukum pidana sistematik; a. Hukum pidana-hukum pidana materil; b. Hukum acara pidana-hukum formil;
II.
Ilmu hukum pidana berdasarkan pengalaman antara lain: a. Kriminologi- ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan kejahatan; b. Kriminalistik-ajaran tentang pengusutan c. Psikiatri forensik dan psikologi forensik; d. Sosiologi hukum pidana-ilmu tentang hukum pidana sebagai gejala masyarakat, yang mengenai bekerjanya pelaksanaan hukum pidana dalam arti yanhg luas di 2
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994)., hlm 1
Universitas Sumatera Utara
dalam masyarakat, jadi tidak bekerjanya terhadap tersangka atau pembuat. Maksudnya penaatan hukum pidana di dalam masyarakat, tetapi tidak oleh tersangka atau pembuat. Ini berarti bahwa secara sosiologis, masyarakat pada umumnya menaati ketentuan hukum pidana itu. Hanya sebagian kecil yang melanggarnya yang disebut tersangka atau pembuat. Besar kecilnya pelanggaran itu ditentukan oleh ruang, waktu, dan orangnya. III.
Filsafat hukum pidana Dalam membagi hukum pidana dalam arti luas menjadi hukum pidana materil
dan hukum pidana formil, Simons menunjukkan bahwa hukum pidana materil mengandung petujuk-petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan-peraturan tentang syarat-syarat hal dapat dipidananya seseorang (strafbaarheid), penunjukan orang yang dapat dipidana dan ketentuan pidananya, ia menetapkan siapa dan bagaimana orang itu dapat dipidana. Sedangkan hukum pidana formil menurut Simons, yaitu mengatur tentang cara negara dengan perantaraan para pejabatnya menggunakan haknya untuk memidana3 Menurut prof. Mezger, Munchen hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum (die jenige Rechtsnormen) yang menentukan (menghubungkan) suatu pidana sebagai akibat hukum (rechtfolge) kepada suatu perbuatan yang telah dilakukan. 4 Pompe mengatakan bahwa hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu.5 Van Bemmelen merumuskan hukum acara pidana sebagai berikut: “Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang di ciptakan oleh negara, karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana:
3
A Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta : Sinar Grafika, 1995)., hlm. 3. Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana,(Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm. 7. 5 Ibid., hlm. 8. 4
Universitas Sumatera Utara
1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran; 2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu 3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap sipelaku dan kalau perlu menahannya; 4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dlimpahkan kepada hakim dan kemudian membawa terdakwa ke depan hakim tersebut; 5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib; 6. Upaya hukum untuk melawan keputusan itu; 7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib itu6 Pengertian kriminologi Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan, secara harafiah berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat, dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. 7 Beberapa sarjana memberikan definisi yang berbeda mengenai kriminologi. Bonger
memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang
bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, Bonger lalu membagi kriminologi ini menjadi kriminologi murni yang mencakup: 8
6
Andi Hamzah, op.cit., hlm. 19. Made Derma Weda, Krimonologi. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996)., hlm. 1. 8 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulza, Kriminologi, (Jakarta : Rajawali Press, 2001)., 7
hlm. 9
Universitas Sumatera Utara
1. Antropologi kriminil Ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis). Ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa. Apakah ada hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya. 2. Sosiologi kriminil Ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Pokok persoalan yang dijawab oleh bidang ini adalah sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat. 3. Psikologi kriminil Ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya. 4. Psikopatologi dan neuropatologi kriminil Ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf. 5. Penology Ialah ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman Disamping kriminologi murni terdapat juga kriminolgi terapan yang berupa: 9 a. Hygiene kriminil Usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menerapkan undang-undang, sistem jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kejahatan. 9
Ibid, hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
b. Politik kriminil Usaha penanggulangan kejahatan dimana suatu kejahatan telah terjadi. Disini dilihat sebab-sebab orang melakukan kejahatan. Bila disebabkan oleh faktor ekonomi maka usaha yang dilakukan adalah meningkatkan kesejahteraan dan keterampilan atau membuka lapangan kerja. Jadi, tidak semata-mata menjatuhkan sanksi. c. Kriminalistik (policie scientifik) yang merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan Sutherland merumuskan kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial. Menurut Sutherland kriminologi mencakup proses-proses perbuatan hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. Kriminologi oleh Sutherland dibagi atas tiga cabang yaitu: 10 a. Sosiologi hukum Kejahatan adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan sanksi. Jadi yang menentukan bahwa suatu perbuatan itu adalah kejahatan adalah hukum. Disini menyelidiki sebab-sebab kejahatan harus pula menyelidiki faktor-faktor apa yang menyebabkan perkembangan hukum (khususnya hukum pidana) b. Etiologi kejahatan Merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab-musabab dari kejahatan. Dalam kriminologi, etiologi kejahatan merupakan kajian yang paling utama. c. Penology
10
Ibid, hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland memasukkan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan baik represif maupun preventif. Paul Mudigdo Mulyono tidak sependapat dengan Sutherland, menurutnya defenisi itu seakan-akan tidak memberikan gambaran bahwa pelaku kejahatan itupun mempunyai andil atas terjadinya suatu kejahatan, karena terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang oleh masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk melakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat tersebut. Oleh sebab itu Paul Midigdo Mulyono memberikan
definisi kriminologi sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia 11 Michael dan Adler berpendapat bahwa kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari penjahat, lingkungan mereka dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh anggota masyarakat 12 Wood berpendirian bahwa istilah kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan perbuatan yang jahat dan penjahat, termasuk didalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat. 13 Noach merumuskan kriminologi sebagai ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu14
11 12
Ibid, hlm. 12 M Ridwan dan Ediwarman, asas-asas kriminologi,(Medan : USU Press Medan, 1994).,
hlm. 1 13 14
ibid Topo Santoso, op.cit hlm. 12
Universitas Sumatera Utara
Wolfgang,savitz dan jonhston dalam the sociology of crime and delinquency memberikan definisi kriminologi sebagai berikut; Kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan cara mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan,keterangan, keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya 15. Jika kita membandingkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa sarjana diatas, maka kelihatan satu hal yang sama. Semua definisi menggunakan istilah kejahatan dan penjahat. 2.
Pengertian pencurian Pengertian umun mengenai pencurian adalah mengambil barang orang lain. Pada
Pasal 362 KUHP dikatakan bahwa: “barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,-” Pasal 362 KUHP ini merupakan bentuk pokok dari pencurian, dengan unsur: a. Objektif; 1) Mengambil Unsur mengambil mengalami berbagai penafsiran sesuai dengan perkembangan masyarakat. Mengambil semula diartikan memindahkan barang dari tempat semula ke tempat lain. Ini berarti membawa barang dibawah kekuasaan yang nyata. Perbutan mengambil berarti perbuatan yang mengakibatkan barang dibawah kekuasaan yang melakukan atau yang mengakibatkan barang berada diluar kekuasaan pemiliknya.
15
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Tetapi hal ini tidak selalu demikian. Hingga tidak perlu disertai akibat dilepaskan dari kekuasaan pemiliknya 2) Barang Pengertian barang juga mengalami perkembangan. Dari arti barang yang berjudul menjadi setiap barang yang menjadi bagian dari kekayaan. Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat dipindahkan(barang bergerak) . tetapi kemudian ditafsirkan sebagai setiap bagian dari harta benda seseorang. Dengan demikian barang itu harus ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai didalam kehidupan ekonomi seseorang. Perubahan ini disebabkan dengan peristiwa pencurian aliran listrik, dimana aliran listrik
termasuk pengertian barang yang dapat menjadi obyek
pencurian 3) Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; Barang harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Barang tidak perlu kepunyaan orang lain seluruhnya, sedangkan sebagian dari barang saja dapat menjadi obyek pencurian, jadi sebagian lagi kepunyaan pelaku sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi obyek pencurian. b. Subjektif: 1)
Dengan maksud
Istilah ini terwujud dalam kehendak, keinginan atau tujuan dari pelaku untuk memiliki barang secara melawan hukum. Maksud untuk memiliki barang itu tidak perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum dipergunakan,
Universitas Sumatera Utara
misalnya tertangkap dulu, karena kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan selesainya perbuatan mengambil barang. 2) Untuk memiliki memiliki bagi diri sendiri adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya. Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai jenis perbuatan yaitu menjual, memakai. Memberikan kepada orang lain, menggadaikan, menukarkan, merubahnya, dan sebagainya. Atau setiap penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku seakanakan pemilik, sedangkan ia bukan pemilik. 3) Secara melawan hukum Perbuatan melawan memiliki yang dikehendaki tanpa hak atau kekuasaan sendiri dari pelaku. Pelaku harus sadar, bahwa barang yang diambilnya adalah milik orang lain. 16 3. Pengertian delik aduan Untuk memahami pengertian dari delik aduan, terlebih dahulu dipahami mengenai delik. Delik adalah terjemahan dari kata Strafbaarfeit. Terjemahan lain dari Strafbaarfeit adalah peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana, perbuatan yang dapat dihukum dan pelanggaran pidana. Masih belum didapat satu sinonim dan atau terjemahan kata yang terpola dan diakui secara umum untuk peristilahan Strafbaarfeit ini. Strafbaarfeit yang diterjemahkan sebagai peristiwa pidana mencakup unsur pertanggungjawaban pidana, seperti yang dikemukakan oleh Utrecht “Apakah seseoranng mendapat hukuman bergantung pada dua hal harus ada suatu kelakuan yang bertentangan dengan hukum(anasir objektif) dan seorang pembuat 16
Anwar M. Hukum Pidana Bagian Khusus Kuhp Buku II(Jakarta : Sinar Grafika,1980)., hlm 19.
Universitas Sumatera Utara
(dader) yang bertanggung jawab atas kelakuan yang bertentangan dengan hukum itu (anasir subjektif)” 17 Menurut penulis, peristilahan peristiwa pidana sebagai terjemahaan dari Strafbaarfeit adalah cukup tepat, karena pemahaman istilah pidana itu yang dapat dirumuskan adalah terhadap peristiwa pidana yang diancam dengan pidana bukan saja yang berbuat, tetapi juga menyangkut mereka yang tidak berbuat. Pemahaman ini juga sejalan dengan unsur pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana Peristiwa tindak pidana atau delik atau tindak pidana mengandung arti tindakan manusia yang memenuhi rumusan undang-undang bersifat melawan hukum dan dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Kepada seseorang yang telah memenuhi rumusan tersebut di atas dapat dijatuhkan pidana. Peristiwa pidana ini mempunyai dua segi yaitu : a. Segi obyektif yang menyangkut kelakuan yang bertentangan dengan hukum. b. Segi
subyektif
yang
menyangkut
pembuat/pelaku
yang
dapat
dipertanggungjawabkan atas kelakuan yang bertentangan dengan hukum. Kepada perbuatan yang tidak memenuhi salah satu unsur dapat tidak dipidana karena adanya alasan penghapus pidana yang terdiri dari : a. Alasan pemaaf b. Alasan pembenar Mendapatkan
alasan
pemaaf,
apabila
pelakunya
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan, misalnya :orang gila yang melakukan pembunuhan. Sedangkan alasan pembenar, apabila perbuatannya tidak bersifat melawan hukum, misalnya : algojo 17
E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, (Jakarta : PT Penerbitan Universitas 1996), hlm. 355.
Universitas Sumatera Utara
yang melakukan tugasnya mengeksekusikan pidana mati. Algojo ini mendapatkan alasan penghapus pidana yang berupa alasan pembenar karena perbuatannya membunuh orang adalah menjalankan dinasnya. 18 Suatu peristiwa agar dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa pidana harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut : a. Harus ada suatu perbuatan,, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, b.
Perbuatan harus sesuai dengan yang dirumuskan dalam undang-undang. Pelakunya
harus
telah
melakukan
suatu
kesalahan
dan
harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya. c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum. d.
Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya. 19 Delik aduan, pada hakekatnya juga mengandung elemen-elemen yang lazim
dimiliki oleh setiap delik. Delik aduan juga adalah delik namun berbeda dengan delik lainnya, delik aduan mempunyai ciri khusus tersendiri. Ciri khusus itu teletak pada “penuntutannya”. Pada umumnya, setiap delik yang ada menghendaki adanya penuntutan dari Penuntut Umum, tanpa permintaan yang tegas dari orang yang menjadi korban atau orang-orang yang dirugikan. Dengan adanya penuntutan ini sesegera mungkin diharapkan 18
55.
19
A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia,(Bandung : PT Eresco, 1992), hlm. J.B. Daliyo, Pengantar hukum Indonesia (Jakarta : PT Prenhallindo, 1987), hlm. 93.
Universitas Sumatera Utara
ketertiban dan kepentingan umum yang telah dilanggar akan dapat dianulir, dengan demikian tujuan keadilan hukum akan tercapai. Walaupun demikian dalam delik tertentu (umumnya kejahatan), azas umum tersebut tidak diberlakukan, terjadi penyimpangan atasnya, terutama dalam hal penuntutannya. Artinya penuntutan dari si korban atau pihak yang dirugikan adalah syarat utama untuk penuntasan perkara. Dan penuntutan dilakukan terlebih dahulu dengan adanya “pengaduan”. Dengan pengaduan inilah Penuntut Umum menjalankan hak penuntutannya. Disinilah letak penyimpangan azas umum tadi. Delik dengan ciri khusus seperti tadi disebut dengan “delik aduan” Dalam ilmu hukum pidana mengenai delik aduan ini dapat dibedakan atas 2 (dua) jenis, yaitu: a. Delik aduan absolut b. Delik aduan relatif Delik aduan absolut adalah suatu delik yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan, dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk menuntut peristiwanya yang disertai permintaan supaya diadakan penuntutan terhadap delik atau terhadap pelaku dan mereka yang turut campur didalamnya. Pasal-pasal yang termasuk didalam delik aduan absolut adalah: 1. Pasal 284 ayat (3) KUHP dinyatakan bahwa pasal 72, 73 dan Pasal 75 KUHP tidak berlaku walaupun pasal tersebut berisi tentang pengajuan pengaduan melalui pihak ketiga sebagai wakil. Hal ini tidak diperkenankan menurut ayat (3) pasal 284 KUHP.
Universitas Sumatera Utara
2. Pasal 75 KUHP menyatakan bahwa barang siapa yang memasukkan pengaduan tetap berhak untuk mencabut kembali pengaduan itu dalam tempo 3 bulan sejak hari dimasukkannya. 3. Pasal 287 KUHP mengancam dengan hukuman selama-lamanya 9 tahun bagi siapa yang bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya sedang diketahui atau patut disangkanya bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun. Penuntutannya hanya dapat dilakukan bilamana ada pengaduan, kecuali diketahui umur perempuan itu belum mencapai 12 tahun. Jika usia 12 tahun itu belum dicapai maka penuntutan dilakukan tanpa pengaduan, walaupun perempuan itu telah berusia belum cukup 15 tahun yaitu diatas 12 tahun, maka pengaduan tidak perlu bilamana mengakibatkan luka berat atau bilamana terdapat hubungan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 294 KUHP. 4. Pasal 293 KUHP, penuntutannya hanya dapat dilakukan atas pengaduan dari pribadi yang dijadikan objek yaitu dalam berbuat cabul 5. Pasal 310 KUHP sampai dengan pasal 321 KUHP merupakan kumpulan pasal tentang penghinaan dengan variasi-variasi tertentu. Semuanya adalah delik aduan kecuali pasal 316 KUHP tidak memerlukan pengaduan dari pihak yang dirugikan 6. Pasal 311 KUHP tantang kejahatan menfitnah(laster) 7. Pasal 315 KUHP tentang kejahatan penghinaan ringan(eenvoudige belediging) 8. Pasal 317 KUHP tentang kejahatan mengadu secara menfitnah (lasterlijke aanklacht) 9. Pasal 318 KUHP tentang kejahatan tuduhan menfitnah (lasterlijke verdachtmaking) 10. Pasal 320 KUHP tentang kejahatan menista terhadap orang telah meninggal dunia.
Universitas Sumatera Utara
11. Pasal 321 tentang kejahatan menyiarkan dengan menista pada orang yang telah meninggal dunia 12. Pasal 322 dan pasal 323 KUHP tentang kejahatan membuka rahasia (schending vangeheimen) 13. Pasal 332 KUHP, tentang memberikan ancaman hukuman terhadap peristiwa pidana melarikan perempuan. Penuntutannya hanya dapat dilakuakan atas pengaduan, 14. Pasal 335 ayat (2) KUHP tentang kejahatan memaksa dengan ancaman akan menista baik dengan lisan maupun tulisan 15. Pasal 369 KUHP adalah pemerasan dengan menista dan penuntutan hanyalah didasarkan atas pengaduan pihak korban. Delik aduan relatif adalah delik yang berasal dari peristiwa pidana yang pada dasarnya bukan delik aduan, akan tetapi adanya hubungan kekeluargaan yang erat antara pelaku dan korban membuat delik itu menjadi delik aduan. Pada delik aduan relatif, pengaduan diperlukan untuk menuntut orangmya,Pada delik aduan relatif, pengaduan diperlukan untuk menuntut orangmya, dalam arti pihak yang bersalah dalam peristiwa itu. Dan Karenanya, si pengadu selain menyebutkan peristiwanya juga harus juga menyebutkan orang yang diduga telah merugikan dirinya. Dengan sendirinya si pengadu diberi kuasa untuk memilih (dalam hal penyertaan) mengadu seseorang untuk menuntutnya dan tidak mengadukan yang lain juga sebagai pelaku sekaligus tidak pula mengadakan penuntutan atasnya. Dalam hai ini, maka pengaduan bersifat splitbaar atau dapat dibelah/dipecah, jadi permintaan penuntut dalam pengaduannya harus berbunyi “saya meminta X dituntut” Pasal-pasal yang termasuk dalam delik aduan relatif yaitu: 1. Pasal 362 KUHP tentang pencurian
Universitas Sumatera Utara
2. Pasal 367 KUHP adalah pasal pencurisn biasa disebut “pencurian di dalam lingkungan keluarga” 3. Pasal 370 KUHP tentang pemerasan dan pengancaman dalam keluarga 4. Pasal 372 jo 367 KUHP tentang kejahatan penggelapan(di kalangan keluarga) 5. Pasal 379 jo 394 jo 367 KUHP tentang kejahatan penipuan dalam kalangan keluarga 6. Pasal 390 KUHP menyatakan pasal-pasal 368 dan 369 yaitu mengenai ancaman dan pemerasan dapat menjelma menjadi delik aduan relatif bilamana pelakunya terlibat hubungan keluarga pada Pasal 367 KUHP 7. Berlaku atas pasal-pasal penggelapan, yaitu Pasal 372,373,374,375 dan Pasal 376 KUHP , merumuskan ketentuan dalam pasal, sehingga dengan demikian maka pasalpasal yang dimaksud diatas dapat menjadi delik aduan relatif 8. Demikian pula Pasal 394 KUHP yang menunjuk pada Pasal 367 KUHP juga bahwa perkara-perkara penipuan yang diatur dengan Pasal 378 KUHP dan seterusnya dapat menjadi delik aduan 9. Pasal 404 KUHP yang mengatur tentang hak gadai,hak tanah, hak memungut hasil, hak pakai. Merugikan orang yang memberikan hipotik atau pemberi hutang dan sebagainya menjadi delik aduan dengan menunjuk pula pada hubungan keluarga sebagaimana diatur dalam Pasal 76 KUHP 10. Pasal-pasal mengenai menghancurkan atau merusakkan barang sebagaimana diancam dengan Pasal 406,407,408,409, dan 410 KUHP. Menurut Pasal 411 KUHP dapat
Universitas Sumatera Utara
menjadi delik aduan dan dalam hal inipun Pasal 376 KUHP harus dipergunakan untuk menilai hubungan kekeluargaan bagi yang bersangkutan. 20 Dari pasal-pasal yang disebutkan diatas, penggunaan istilah “hanya dapat dilakukan kalau ada pengaduan”. maka kalimat itu menimbulkan pemikiran atau pendapat bahwa dengan demikian pengusutan dapat dilakukan oleh pihak petugas hukum demi untuk kepentingan preventif. Walaupun pendapat demikian itu adalah benar, namun untuk kepentingan tertib hukum, adalah beritikad baik bilamana itu diajukan secara lisan dari pihak yang dirugikan bahwa ia akan mengajukan pengaduan Baik delik aduan absolut maupun delik aduan relatif yang sering disebut aduan saja, dimaksudkan untuk mengutamakan kepentingan puhak yang dirugikan dari pada kepentingan penuntutan. Dengan kata lain pembuat undang-undang memberikan penghargaan kepada pihak yang dirugikan dan kesempatan untuk mengadakan pilihan, apakah ia bermaksud mengajukan pengaduan atau mendiamkan persoalan, misalnya demi untuk nama baik keluarga ataupun mungkin menyimpan rahasia yang tidak perlu diketahui orang banyak. Masih perlu diperhatikan juga bahwa delik aduan absolut, pengaduan tidak dapat dipisah-pisah. Mengadukan seorang suami yang berzina dengan perempuan lain misalnya tidak dapat dilakukan hanya menuntut supaya Polisi menangkap perempuan yang berzina itu dan membebaskan suami. Pengaduan harus diarahkan kepada kedua belah pihak yang berzina itu.
20
. J.E. Jonkes, Buku Pedoman Hukum Pidana Hindia Belanda,(Jakarta : PT bina aksara, 1987), hlm. 248.
Universitas Sumatera Utara
Pengaduan yang dilakukan terhadap delik aduan absolut, diarahkan pada peristiwa pidana yang terjadi sehingga pengaduan harus mencantumkan kalimat”saya minta supaya peristiwa ini dituntut”. Lain halnya dengan delik aduan relatif, dimana yang dituntut bukan peristiwanya tetapi orangnya, misalnya pencurian dalam lingkungan keluarga, anak dan bapak mencuri uang milik ibunya maka dalam pengadunnya dapat dituntut salah satu dari pelakunya saja. Delik aduan relatif adalah delik yang biasanya bukan merupakan delik aduan atau kejahatan yang dapat dituntut dengan tidak ada pengaduan terlebih dahulu, akan tetapi jika antara pembuat/pelaku atau orang yang turut serta dalam kejahatan itu dengan orangterhadap siapa kejahatan itu dilakukan atau yang menderita akibat kejahatan itu terdapat hubungan tertentu yakni adanya hubungan kekeluargaan yang rapat yang ditentukan dalam undang-undang. Maka penuntutan terhadap pembuat/pelaku tidak boleh dilakukan jika orang yang dikenai kejahatan itu tidak melakuakan pengaduan. Delik aduan yang relatif ini hanya dijumpai dalam kejahatan terhadap harta kekayaan yang dilakukan oleh anggota keluarga yang rapat, dan diluar kejahatan terhadap harta kekayaan menurut KUHP tidak ada delik aduan yang relatif. Mengenai siapa yang berhak atas mengajukan pengaduan Pasal 72 KUHP, merumuskan : 1.
Jika kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dilakukan kepada orang yang umurnya belum cukup 16 tahun dan lagi belum dewasa, kepada orang yang dibawah penilikan (curatele) orang lain bukan dari sebab keborosan, maka selama dalam keadaan-keadaan itu, yang berhak mengadukan adalah wakil-wakilnya yang sah dalam perkara sipil.
2.
Jika tidak ada wakil-wakilnya atau dia sendiri yang harus mengadukannya, maka penuntutan boleh dilakukan atas pengaduan wali yang mengawas-awasi atau curator
Universitas Sumatera Utara
atau majelis yang menjalankan kewajiban curator itu, atas pengaduan istri, seorang suami kaum keluarga dalam keturunan memyimpang sampai derajat ketiga. Dalam Pasal 73 KUHP ditentukan, jika terhadap siapa kejahatan itu telah dilakukan, meninggal dunia, maka pengaduan dilakukan oleh orangtuannya, anakanaknya atau isteri/ suami dari yang meninggal dunia, kecuali jika orang yang meninggal dunia itu ternyata tidak menghendaki adanya pengaduan itu. Kecuali yang ditentukan dalam Pasal 72 dan Pasal 73 KUHP, pada umumnya yang berwenang mengajukan pengaduan ialah orang yang menurut sifat dari kejahatannya, merupakan orang yang secara langsung telah menjadi korban. Atau orang yang dirugikan oleh kejahatan yang dilakukan oleh orang lain. 21 4.
Pengertian keluarga dan dalam lingkup keluarga
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta "kulawarga". Kata kula berarti "ras" dan warga yang berarti "anggota". Keluarga adalah lingkungan di mana terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. 22
Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab diantara individu tersebut.
Menurut Salvicion dan Ara Celis Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama
21 22
P.A.F. Lamintang & Theo Lamintang,op.cit., hlm. 66. http://digg.com/news/lifestyle/pengertian_keluarga_definisi_pengertian. kamis, 10.00
Wib
Universitas Sumatera Utara
lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. 23 Pengertian keluarga adalah mereka yang mempunyai hubungan darah sampai derajat tertentu atau hubungan perkawinan dengan mereka yang terlibat dalam suatu proses pidana sebagai mana diatur dalam undang-undang ini (pasal 1 butir 30 KUHAP). 24 Untuk lebih jelasnya, lihat skema dibawah ini agar bisa cepat mengerti tentang hubungan keluarga sebagaimana diatur dalam Pasal 168 KUHAP: 25
C
A
B
D
E
G •
A dan B adalah suami isteri,
•
C dan D adalah suami isteri
•
E dan F adalah suami isteri,
•
C dan E adalah anak dari A dan B,
•
D dan F adalah anak menantu dari A dan B,
•
G adalah anak dari C dan D
•
H adalah anak dari E dan F
F
H
23
http://www.scribd.com/doc/248647749/pengertian-keluarga, kamis, 11.00 Wib
24
Hari Sasangka dan Lili Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, (Bandung : Mandar Maju, 2003), hlm. 26. 25
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
Derajat kekeluargaannya : A dan B dengan C atau E adalah derajat kesatu A dan B dengan D atau F adalah derajat kesatu (semenda) A dan B dengan G atau H adalah derajat kedua C dengan E adalah derajat kedua E dengan D adalah derajat kedua (semenda) C dengan F adalah derajat kedua (semenda) C dengan H adalah derajat ketiga E dengan G adalah derajat ketiga G dengan h adalah derajat keempat. Cara menghitung derajat kekeluargaan, adalah dengan mencari pusatnya; yakni A (orangtua) : 26
A Orang tua 2 C 1 G
26
3 Anak
E 4 H
Cucu
Ibid., hlm. 27.
Universitas Sumatera Utara
F. METODE PENULISAN Dalam penulisan skripsi mengenai penerapan hukum pidana terhadap pencurian dalam keluarga ini penulis melakukan penelitian hukum normatif yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundanga-undangan. Penelitian ini disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu penelitian yang berdasarkan hukum yang tertulis dalam buku. Selain itu penulis juga menganalisis sebuah kasus pencurian dalam keluarga. Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library reserch) untuk mendapatkan konsep, teori, dan doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan telaahan penelitian ini, juga dapat berupa peraturan perundang-undangan lainnya. Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi: 1. bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP), UndangUndang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana 2. bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti pendapat dari kalangan pakar hukum dan buku-buku mengenai pencurian, kriminologi dan hukum pidana G. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I
: Pendahuluan Dalam bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisikan latar belakang pemilihan judul skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,metode penulisan dan gambaran singkat tentang isi skripsi.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
:Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian Dalam Keluarga Yang Di Tinjau Dari Segi Kriminologi. Dalam bab ini dipaparkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pencurian dalam keluarga yaitu: d. Sebab-sebab kejahatan e. Faktor- faktor terjadinya pencurian dalam keluarga f.
BAB III
Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pencurian dalam keluarga
:Penerapan
Hukum
Pidana
Terhadap
Delik
Pencurian
Dalam Keluarga Di dalam bab ini menggambarkan bahwa pencurian dalam keluarga tersebut merupakan delik aduan, bagaimana proses pemeriksaan
perkara
pencurian
dalam
keluarga,
dan
pencabutan delik aduan serta akibatnya BAB IV
:Upaya-Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian Dalam Keluarga Dalam bab ini dipaparkan bagaimana cara pencegahan terjadinya pencurian dalam keluarga yang dapat dilakukan dengan
cara
penanggulangan
secara
preventif
dan
penanggulangan secara represif. BAB V
: Kasus Dan Analisa Kasus Dalam bab ini memaparkan mengenai kasus pencurian dalam keluarga yang sudah diputus oleh pengadilan dan analisa mengenai kasus tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
: Kesimpulan dan Saran Di dalam bab penutup ini, diisi oleh kesimpulan, saran dari skripsi ini
Universitas Sumatera Utara