1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam bisnis perbankan, penyaluran kredit merupakan kegiatan utama. Dana yang dihimpun dari para penabung dan para deposan disalurkan kepada penerima kredit. Bank sebagai lembaga intermediasi berkewajiban untuk memastikan bahwa kredit yang disalurkan kepada penerima kredit akan kembali. Untuk memastikan dana yang disalurkan melalui kredit akan kembali, salah satu hal yang dilakukan oleh Bank adalah meminta jaminan kepada penerima kredit. Salah satu bentuk jaminan yang lazim dalam pemberian kredit perbankan adalah Hak Tanggungan. Hak Tanggungan merupakan jaminan dengan obyek benda tetap berupa tanah dengan atau tanpa benda-benda yang melekat di atasnya. Ketentuan mengenai cara pemasangan Hak Tanggungan diatur secara khusus di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Hak Tanggungan). Dengan demikian, dilihat dari cara lahirnya, Hak Tanggungan merupakan perjanjian formil. Menurut ketentuan di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, pemasangan Hak Tanggungan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan akta pembebanan Hak Tanggungan, yaitu pembuatan Akta
2
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan tahap pendaftaran, yaitu pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) di Kantor Pertanahan setempat. Tahap pembuatan akta pembebanan Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan cara langsung membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan atau dibuat melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) merupakan akta otentik yang dibuat oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 Undang-Undang Hak Tanggungan yang berbunyi : (1)Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan Akta Notaris atau Akta P.P.A.T dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan; b. Tidak memuat kuasa substitusi; c. Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor, apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan. (2)Kuasa untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). (3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan. (4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam perundang-undangan yang berlaku.
3
(6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4), atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum. Sebagai akta otentik maka Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan bahwa yang dimaksud akta otentik adalah “akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat Umum yang berwenang di tempat di mana akta itu dibuat”.Dari pengertian tentang akta otentik tersebut dapat diketahui bahwa suatu akta dapat disebut dan dikualifikasi sebagai akta otentik, apabila: a. Bentuknya ditentukan oleh undang-undang; b. Dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, dan c. Kewenangan Pejabat Umum tersebut meliputi kewenangan atas: Objek, wilayah, Orang, dan Waktu. Berdasarkan ketentuan di atas maka akta yang dibuat oleh Notaris dan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat disebut dan dikualifikasi sebagai akta otentik jika memenuhi masing-masing syarat yang ditentukan oleh peraturan perundangan. Oleh karena dasar pengaturan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berbeda, maka syarat-syarat untuk menentukan otentisitas akta juga berbeda. Jabatan Notaris tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo. Undang-Undang Nomor 30
4
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sedangkan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah tunduk pada Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta peraturan turunannya. Perbedaan dasar pengaturan dua pejabat yang berwenang membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ini membawa implikasi yuridis yang tidak sederhana ketika muncul Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Di dalam Pasal 96 disebutkan : (1) Bentuk Akta yang dipergunakan di dalam pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2), dan tata cara pengisian dibuat sesuai dengan Lampiran Peraturan ini yang terdiri dari : a. Akta Jual Beli b. Akta Tukar Menukar c. Akta Hibah d. Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan e. Akta Pembagian Hak Bersama f. Akta Pemberian Hak Tanggungan g. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik h. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (2) Dihapus (3) Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat dilakukan berdasarkan akta yang pembuatannya tidak sesuai dengan ketentuan pada ayat (1).
Berdasarkan ketentuan Pasal 96 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional, maka Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
5
(SKMHT) yang dibuat tidak sesuai dengan Lampiran Peraturan tersebut sebagaimana Pasal 96 ayat (1), tidak dapat dijadikan dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).Ketentuan ini menjadi dilema bagi Notaris dalam membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) sebagaimana Lampiran Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional tidak memenuhi kualifikasi sebagai akta otentik sesuai ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris. Oleh karena itu jika Notaris membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) sesuai dengan Lampiran Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012, maka akta tersebut tidak dapat dikualifikasi sebagai akta otentik, namun jika tidak mengikuti bentuk sebagaimana diatur dalam Lampiran, maka terancam tidak dapat dijadikan dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Implementasi SKMHT Dalam Akta Notaris Dikaitkan Dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 8 Tahun 2012.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam penelitian ini diajukan permasalahan sebagai berikut :
6
1. Bagaimana implementasi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dalam akta Notaris sehubungan dengan terbitnya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012? 2. Bagaimana implikasi yuridis terhadap Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dibuat oleh Notaris yang tidak mengikuti ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012?
C. Tujuan Penelitian Penelitian tentang Implementasi SKMHT Dalam Akta Notaris Dikaitkan Dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 8 Tahun 2012 bertujuan untuk : 1. Mengetahui implementasi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dalam akta Notaris dikaitkan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012. 2. Mengetahui implikasi yuridis atau akibat hukum terhadap Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dibuat oleh Notaris yang tidak sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012.
7
D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di perpustakaan, ada beberaapa penelitian tentang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang telah dilakukan. Berikut ini adalah penelitian-peneliatian yang telah dilakukan : 1. Bambang S. Setiadi (2009) meneliti tentang “Analisis Yuridis Perpanjangan Masa Berlaku Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)” dengan permasalahan : a. Apa dasar dan alasan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) diperpanjang masa berlakunya? b. Apa akibat hukum dari perpanjangan masa berlaku Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan? 2. Rusmawati (2010) meneliti tentang “Pemasangan Hak Tanggungan Melalui Mekanisme Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Dalam Pembiayaan Syariah” dengan permasalahan : a. Bagaimana
efektifitas
Surat
Kuasa
Membebanan
Hak
Tanggungan (SKMHT) dalam pemasangan Hak Tanggungan dalam pembiayaan Syariah? b. Mengapa Bank Syariah hanya bersedia membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dengan Akta Notaris?
8
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka peneliti menyatakan bahwa penelitian tentang Implementasi SKMHT Dalam Akta Notaris Dikaitkan Dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 8 Tahun 2012 adalah asli.
E. Faedah Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, sebagai bahan masukan dan kontribusi pemikiran di bidang ilmu hukum untuk lebih memahami masalah kenotariatan, khususnya dalam hal regulasi. 2. Untuk kalangan praktisi, diharapkan hasil penelitian ini memberikan kontribusi dalam tataran praktis yang akan membuat para praktisi lebih hati-hati dan teliti dalam memandang keberlakuan suatu peraturan. 3. Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih mendalam dan valid tentang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dibuat oleh Notaris setelah keluarnya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012.