BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses persalinan yang disertai dengan anestesi mempunyai angka kematian maternal yang rendah (sekitar 1,6 kematian dari 1 juta lahir hidup), diduga banyaknya penggunaan anestesi regional dalam persalinan seksio sesaria ikut berperan dalam menekan angka kematian tersebut (Morgan et al., 2006). Anestesi regional merupakan tehnik anestesi yang paling popular digunakan dalam seksio sesaria. Di Inggris selama tahun 2002 sebanyak 95% seksio sesaria elektif dan 87% persalinan darurat dilakukan dengan anestesi regional (Velde, 2006). Penggunaan anestesi neuraksial untuk seksio sesaria di Amerika telah mengalami peningkatan, dari data sejak 1997 penggunaan anestesi umum untuk seksio sesaria makin menurun. Keuntungan tehnik anestesi neuraksial diantaranya adalah menurunkan resiko gagal intubasi dan aspirasi isi lambung, menghindari obat-obat yang bersifat menekan fungsi pernapasan dan jantung, menjaga ibu tetap sadar dan dapat memperoleh pengalaman melahirkan. Untuk seksio sesaria tehnik yang sering diandalkan adalah anestesi spinal dengan sekali suntik karena lebih cepat, memberikan blok yang kuat, lebih efektif dalam hal biaya dibandingkan anestesi epidural, menggunakan dosis rendah obat lokal anestesi sehingga meminimalkan resiko toksisitas dan transfer obat yang minimal ke janin.
Akan tetapi tehnik ini mempunyai keterbatasan durasi serta tingginya insiden hipotensi yang menyertai (Birnbach & Browne, 2009). Hipotensi maternal merupakan masalah serius yang sering menyertai anestesi spinal dalam seksio sesaria, insidennya lebih dari 80% (Datta, 2006, Magalhaes et al., 2009,
Ouerghi et al., 2010). Untuk menurunkan insiden
terjadinya hipotensi karena anestesi spinal, digunakan beberapa tehnik seperti mempertahankan posisi uterus di sebelah kiri, pemberian kristaloid atau koloid sebagai prehidrasi dan pemberian obat-obat vasopressor (Baraka, 2010). Akan tetapi, tidak semua tehnik profilaksis dapat menghilangkan terjadinya hipotensi. Insiden hipotensi dapat dikurangi tapi tidak dapat dihilangkan (Velde, 2006). Strategi untuk mencegah hipotensi akibat anestesi spinal diantaranya adalah dengan meningkatkan aliran balik vena yaitu dengan mencegah tekanan pada aortocaval dan pemberian cairan. Pada pemberian cairan, dosis vasopressor yang digunakan untuk mencegah hipotensi menjadi berkurang (Mercier, 2011). Pemberian cairan preload baik kristaloid maupun koloid untuk mempertahankan dan meningkatkan volume darah masih memberikan hasil yang baik (Burns et al., 2001). Metode lain untuk mencegah atau meminimalkan hipotensi diantaranya adalah pemilihan jenis cairan preload, waktu preload, penggunaan vasopressor, dan posisi pasien (Muzlifah & Choy, 2009). Menurut Park et al., 1996 tidak ada keuntungan yang lebih besar pada pemberian kristaloid preload dengan penambahan volume 10 sampai 30 ml/kgbb. Sesuai dengan hasil itu, menurut rekomendasi Muzlifah & Choy, 2009 cairan Ringer Laktat preload sebanyak 10 ml/kgbb sudah dapat mencegah hipotensi
karena anestesi spinal. Dosis 10 ml/kgbb memberikan hasil yang sama dengan 20 ml/kgbb dalam mencegah hipotensi karena anestesi spinal dan tidak ada efek samping yang terjadi (Muzlifah & Choy, 2009). Menurut Rout et al., 1993 pemberian cairan kristaloid preload dapat menurunkan hipotensi 55% vs 71% dibandingkan tidak mendapat cairan preload. Dalam perkembangannya, kristaloid preload tidak konsisten dalam mengurangi insiden dan beratnya hipotensi (Mercier, 2011). Penelitian Riley et al., 1995 pada 40 pasien hamil yang mendapat HES 6% (Hydroxyethylstarch) 500 ml dikombinasi dengan Ringer Laktat 1000 ml dibandingkan Ringer Laktat 2000 ml tanpa HES didapatkan hasil insiden hipotensi 45% pada kelompok koloid dan 85% pada kelompok kristaloid (Mercier, 2011). Meskipun volume kristaloid yang digunakan cukup besar, tetapi efeknya minimal dalam menurunkan insiden hipotensi (Jacob et al., 2012). Kristaloid preload tidak efektif untuk mencegah hipotensi setelah anestesi spinal dibandingkan dengan preload cairan koloid karena cairan kristaloid sangat cepat terdistribusi ke rongga interstitial (Velde, 2006). Walaupun menurut penelitian cairan koloid preload dapat mencegah terjadinya kejadian hipotensi akibat anestesi spinal namun rutinitas pemberian cairan koloid pada seksio sesarea harus dipertimbangkan karena harganya mahal, gangguan terhadap ginjal (Weeks, 2000), reaksi anafilaksis, kemungkinan dilusi sehingga terjadi disfungsi koagulasi dan menekan aktivitas platelet (Williamson et al., 2009). Pemberian cairan saat larutan anestesi lokal masuk kedalam intrathekal (coload) memiliki efek maksimal untuk meningkatkan volume intravaskular
selama vasodilatasi akibat blokade simpatis dan sedikit mengalami redistribusi dan ekskresi (Jacob et al., 2012). Teori kinetik Ewaldsson & Hahn, 2001 menjelaskan bahwa pemberian kristaloid secara cepat pada saat injeksi intrathekal dimulai (tehnik coload) dapat mempertahankan rerata tekanan darah arteri setelah anestesi spinal pada 5 pasien non obstetrik dibandingkan tehnik konvensional berupa kristaloid preload. Selanjutnya dengan subyek yang lebih besar (n=46), Kamenik & Erzen, 2001 mendapatkan curah jantung pada kelompok coload lebih baik secara signifikan tetapi tidak berbeda dalam hal tekanan darah (Mercier, 2011). Kristaloid coload dapat menurunkan kebutuhan Efedrin dalam mempertahankan tekanan darah maternal (Jacob et al., 2012). Penelitian Dyer et al., 2004 pada 50 pasien hamil yang menjalani seksio sesarea mendapatkan Ringer Laktat 20 ml/kgbb dengan infus cepat (rata-rata dalam 10 menit) segera setelah induksi (coload) atau 20 menit sebelum induksi anestesi spinal (preload). Insiden hipotensi secara signifikan menurun pada kelompok coload dibandingkan kelompok preload (36% vs 60%) dan kebutuhan efedrin sebelum bayi lahir juga menurun (median : 0 vs 10 mg). Kristaloid coload lebih efektif dibandingkan preload , tergantung pada volume dan kecepatan pemberian saat mula kerja blok simpatis (Mercier, 2011). Penelitian tentang pemberian cairan kristaloid secara coload saat ini kebanyakan menggunakan cairan Ringer Laktat. Cairan Ringer Laktat mempunyai kandungan elektrolit hampir sama dengan cairan plasma tubuh. Cairan Ringer Laktat mempunyai osmolaritas 274 mosmol/L yang hipotonis terhadap plasma
sehingga cairan ini mudah berdistribusi ke rongga interstitial. Sedangkan cairan kristaloid lain yaitu cairan NaCl 0,9% mempunyai osmolaritas yang lebih tinggi dibandingkan cairan Ringer Laktat. Osmolaritas cairan NaCl 0,9% ini adalah 308 mosmol/L. Kerugian pemberian cairan ini bila diberikan dalam jumlah yang banyak maka dapat menyebabkan asidosis hiperchloremik (Prough et al., 2007). Ringerfundin merupakan cairan baru yang memberikan efek stabil terhadap metabolik, mengandung larutan elektrolit yang seimbang yang tidak meningkatkan konsumsi Oksigen dan kebutuhan total energi serta tidak mengakibatkan perubahan komposisi ion di serum (Zadak et al., 2010)
1.2 Rumusan Masalah Untuk mengurangi resiko hipotensi akibat anestesi spinal pada seksio sesaria diperlukan beberapa tehnik, salah satunya adalah pemberian cairan coload. Pemberian cairan coload memberikan keuntungan berupa efek maksimal untuk meningkatkan volume intravaskular selama vasodilatasi akibat blokade simpatis dan sedikit mengalami redistribusi dan ekskresi. Ringerfundin merupakan cairan kristaloid isotonis yang memberikan efek stabil terhadap metabolik, mengandung larutan elektrolit yang seimbang dan tidak meningkatkan konsumsi Oksigen dan kebutuhan total energi, sedangkan Ringer Laktat adalah kristaloid yang hipotonis dan memberi efek inflamasi. Redistribusi di ruang ketiga menyebabkan edema jaringan. Cairan kristaloid hipotonis mengalami distribusi ke ruang interstisiel sehingga sedikit yang bertahan di intravaskuler. Kristaloid isotonis juga mengalami proses yang
sama tetapi dalam literatur tidak disebutkan tentang besarnya perbandingan distribusi kristaloid hipotonis dan isotonis ke ruang interstisiel dan yang bertahan di intravaskuler.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dibuat suatu pertanyaan penelitian yaitu apakah pemberian Ringerfundin coload (saat) anestesi spinal pada pasien seksio sesarea elektif dapat lebih baik mengurangi kejadian hipotensi dibandingkan pemberian Ringer Laktat coload?
1.4 Tujuan Penelitian A.Tujuan Umum Untuk mengetahui perbandingan pemberian Ringerfundin coload (yang diberikan saat anestesi spinal) dan Ringer Laktat coload terhadap kejadian hipotensi anestesi spinal pada pasien seksio sesaria elektif. B.Tujuan Khusus Untuk mengetahui efek pemberian cairan Ringerfundin coload (yang diberikan saat anestesi spinal) dibandingkan Ringer Laktat coload terhadap tekanan darah, laju jantung, kebutuhan efedrin (mg) dan jumlah bolus cairan (ml).
1.5 Manfaat Penelitian Memberikan rekomendasi jenis cairan kristaloid isotonis atau hipotonis dan waktu pemberiannya untuk mencegah dan mengurangi hipotensi karena anestesi spinal pada pasien seksio sesarea.
1.6 Keaslian Penelitian Jacob et al., (2012) telah melakukan penelitian tentang pemberian kristaloid preload dibandingkan kristaloid coload pada anestesi spinal. Penelitian ini dilakukan pada 100 pasien seksio sesarea elektif. Didapatkan bahwa insiden hipotensi pada pemberian Ringer Laktat preload (=30) lebih tinggi daripada Ringer Laktat coload (=23) tetapi secara statistik tidak berbeda secara signifikan. Efendi, 2012 telah melakukan penelitian tentang pemberian HES 6% 7.5 ml/kgbb preload dibandingkan Ringerfundin 20 ml/kgbb coload anestesi spinal. Penelitian ini dilakukan pada 42 pasien seksio sesarea elektif. Didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara tekanan darah sistolik, tekanan diastolik, tekanan darah rerata dan laju nadi antara pemberian Ringerfundin coload dibandingkan HES 6% preload dan terdapat perbedaan bermakna terhadap jumlah pemakaian efedrin antara kedua kelompok (p=0,047). Penelitian ini membandingkan pemberian cairan Ringerfundin coload dengan Ringer Laktat coload terhadap kejadian hipotensi sebagai luaran primer dan tekanan darah, tekanan arteri rata-rata (TAR), kebutuhan efedrin (mg) dan jumlah bolus cairan (ml) sebagai luaran sekunder. Penulis belum menemukan penelitian yang sama yang pernah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Tabel 1. Beberapa penelitian tentang pemberian cairan dalam mengurangi hipotensi pada anestesi spinal. Peneliti (tahun)
Yang Dibandingkan
Jenis Pembedahan
Insiden Hipotensi
Sampel Total
Hasil Pemberian preload disesuaikan dengan cairan yang digunakan dan jumlahnya agar dapat meningkatkan curah jantung dan mencegah hipotensi
1. Ueyama et al., 1999
(1)RL 1.5 L preload vs (2)HES 6% 0.5 L preload vs (3)HES 6% 1 L preload
Seksio sesaria elektif
(1) 75 %, (2) 58 %, (3) 17 %
36
2. Martinez et al., 2007
(1) RL 350 ml preload vs (2) HES 170 ml coload vs (3) RL 350 ml coload
Seksio sesaria elektif
(1) 37.5%, (2) 3.8%, (3) 8%
72
Tidak ada perbedaan insiden hipotensi antara (2) dan (3). Direkomendasi pemberian cairan coload yang cepat (bolus) dan dosis kecil.
3. Muzlifah & Choy, 2009
(1)RL 20ml/kgbb preload vs (2) RL 10ml/kgbb preload
Seksio sesaria elektif
(1) TAR (88.3 ±9.3), (2) TAR (86.1 ±9.7)
80
Pemberian RL 20 ml/kgbb dan 10 ml/kgbb memberi hasil yang sama, tidak menganjurkan pemberian preload volume besar sebelum anestesi spinal.
4. Jacob et al., 2012
(1) RL 15 ml/kgbb preload vs (2) RL 15 ml/kgbb coload
Seksio sesaria elektif
(1)60%, (2)46%
100
Dosis : RL 15 ml/kgbb. Semua perlakuan dapat digunakan untuk mencegah hipotensi anestesi spinal.
5. Jabalameli et al., 2012
(1)RL+Hemaxel preload vs (2)RL+Efedrin preload vs (3)Hemaxel+Efedrin preload
Seksio sesaria elektif
(1) 44%, (2) 40%, (3) 46%
150
Dosis : RL 15 ml/kgbb, Hemaxel 7 ml/kgbb, Efedrin 15 mg. (RL 15 ml/kgbb+Efedrin 15 mg) efektif untuk mencegah hipotensi setelah anestesi spinal.