BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji mengenai koeksistensi sistem aturan Panti Asuhan.Maksudnya koeksistensi itu banyaknya keberadaan sistem aturan dalam panti asuhan, karena panti asuhan itu merupakan sebuah lembaga pengganti fungsi orang tua bagi anak-anak terlantar.Panti Asuhan memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anakanak terlantar terutama kebutuhan fisik, mental, dan sosial pada anak asuh.Kebutuhan fisik disini berupa sandang, pangan, dan papan serta ditambah lagi
dengan
pendidikan
supaya
mereka
memiliki
kesempatan
untuk
mengembangkan dirinya dan menjadi generasi penerus cita-cita bangsa. Pada tulisan ini, penulis akan memfokuskan mengenai koeksistensi sistem hukum dalam pengelolaan pendidikan di Panti Asuhan. Kenapa mengambil koeksistensi dalam pengelolaan pendidikan panti asuhan?Alasan utama karena ketika penulis mengunjungi Panti Asuhan di daerah Aceh Tamiang, penulis melihat dan bertanya-tanya kepada anak-anak asuh panti asuhan tentang ajaran agama Islam tetapi sebahagian dari mereka kurang mengetahui. Anak-anak asuh lebih paham akan pendidikan formal seperti Bahasa Inggris, Matematika dan lainnya. Panti asuhan ini adalah panti asuhan yang dikelola oleh lembaga agama. Serta telah ditetapkan aturan pengajaran pendidikan agama dalam satu hari ada
1
dua kali pertemuan diwaktu siang dan malam hari. Tetapi pelaksanaannya lebih kepada pendidikan formal yang diajarkan dari pada pendidikan agama. Sehingga beberapa kali peneliti mengunjungi panti asuhan perlahan-lahan mengalami perubahan peraturan sistem aturandalam pengelolaan pendidikan maupun pengasuhan anak, mereka tidak mengelola Panti Asuhan sesuai dengan tata cara atau landasan hukum yang sudah diterapkan dalam undang-undang serta pengelola yayasan Panti Asuhan tetapi melakukan sesuai dengan peraturan yang mereka buat sendiri untuk mendidik dan melindungi anak-anak tersebut. Dari sinilah, awal penulis ingin meneliti mengenai aturan pengelolaan panti asuhan terutama dalam pendidikan. Suatu proses yang benar mengenai Panti Asuhan tergantung bagaimana cara mereka mengelola Panti Asuhan tersebut. Panti Asuhan sebenarnya tidak ada yang ideal kecuali melihat cara mereka mengelolanya dengan baik, memiliki sarana dan prasarana yang cukup serta dapat memberikan pengasuhan yang layak untuk anak-anak yatim piatu dan terlantar tersebut. Tetapi nyatanya hasil dari penelitian kementrian sosial, Save The Children dan UNICEF tahun 2006 dan 2007, mengatakan bahwa Panti Asuhan lebih berfungsi sebagai lembaga penyedia akses pendidikan daripada sebagai lembaga alternatif. Anak-anak yang tinggal di Panti Asuhan 90% masih memiliki kedua orangtua dan dikirim ke Panti Asuhan dengan alasan utama untuk melanjutkan pendidikan.Jika dilihat lebih mendalam lagi, Panti Asuhan sebagai penyedia akses pendidikan dapat mengakibatkan anak harus tinggal lebih lama lagi di Panti
2
Asuhan sampai lulus SLTA.Mereka harus menjalani pembinaan di Panti Asuhan tersebut daripada pengasuhan yang seharusnya diterima dari orangtuanya. Karena telah
dicantumkan
dalam
Peraturan
Menteri
Sosial
No
30/HUK/20011 tentang Standart Nasional Pengasuhan Anak Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, setiap lembaga yang bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial anak wajib memberikan laporan perkembangannya, begitu juga sebaliknya pemerintah dalam hal kesejahteraan sosial anak, Dinas Sosial setempat wajib melakukan pengawasan dan meminta laporan. Serta Pasal 23 Ayat (2) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak bahwa negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Ditambah lagi dengan berbagai perangkat Undang-undang dan peraturan pemerintah yang terkait dengan kegiatan usaha kesejahteraan sosial anak seperti UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, Peraturan Menteri Sosial Nomor 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial. Panti Asuhan yang ideal sebenarnya tidak ada tetapi berdasarkan hukum agama Islam, Panti Asuhan menurut Al-Quran surat Al-Mau’n dan Adh-Dhuha berbunyi seperti ini:
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?Itulah orang yang menghardik
anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”. (Al-Ma’un: 1-3)
3
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu dia melindungimu?Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu dia memberikan petunjuk.Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia memberikan kecukupan.Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang”. (Adh-Dhuha: 6-9) Sehingga dijelaskan bahwa ada beberapa hak anak yatim piatu yaitu hak untuk mendapatkan perlindungan dan keamanan, pendidikan, kecukupan atau nafkah dan biaya kehidupan. Serta Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bhukari, Rasulullah bersabda : “ Aku dan pemelihara anak yatim , disurga seperti ini.” lalu beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkan di antara keduannya sedikit . Salah satu kasus adanya koeksistensi sistem hukum dalam pengelolaan seperti Panti Asuhan Samuel di Gading Serpong, Tanggerang yang banyak diberitakan diberbagai media massa yang telah dilaporkan masyarakat ke pihak berwajib atas pelanggaran hak asasi anak. Pihak kepolisian menyatakan bahwa Panti Asuhan Sameul merupakan salah satu Panti Asuhan yang berlembagakan agama Kristen yang pemiliknya adalah suami-istri.Keduanya adalah pendeta yang seharusnya mengajarkan dan mendidik secara agama tetapi melakukan
4
penyiksaan, pelecehan seksual kepada anak-anak asuh panti serta mengeksploitasi 30 anak yang tinggal di Panti Samuel1 . Apa yang terjadi ini merupakan suatu koeksistensi sistem hukum dalam pengelolaan pendidikan di Panti Asuhan, dimana menunjukkan adanya lebih dari satu sistem aturan hukum dalam mengatur suatu arena sosial seperti Panti Asuhan juga memiliki beberapa aturan dalam pengelolaan Panti Asuhan, tidak hanya aturan agama dari panti asuhan tetapi ada aturan lain yang mengatur dalam pengelolaan Panti Asuhan. Sehingga dari latar belakang dalam penelitian pengelolaan Panti Asuhan Al-Hakiim tersebut timbul beberapa hal, seperti Mengapa ini terjadi?Bagaimana koeksistensi sistem hukum dalam pengelolaan panti asuhan tersebut?Apakah koeksistensi sistem aturan panti asuhan dalam pengelolaan bisa berjalan dengan baik atau terjadi suatu konflik?Hal ini lah yang penulis coba ungkapkan melalui penelitian ini. 2.
Tinjauan Pustaka
Dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari aturan-aturan yang tertulis maupun tidak tertulis, yang masing-masing mempunyai kekuatan tersendiri dengan aturan yang telah ditentukan.Peraturan-peraturan tersebut memiliki nilai-nilai, dan norma-norma yang termuat dalam aturan.Aturan-aturan
1 http:///Kasus Panti Asuhan Samuel, Negara Juga harus Bertanggung Jawab _ Kompasiana.com.htm (15/04/2014 , 22:03)
5
tersebut dapat menyelesaikan salah satunya tentang masalah sosial terkait tentang masalah anak. Penyelesaian masalah sosial yang terkait dengan masalah anak, dalam hal ini pemerintah dalam menangani masalah-masalah sosial memerlukan partisipasi masyarakat.Pada umumnya dari masyarakat lembaga kesejahteraan sosial lebih dikenal sebagai jaminan sosial yang dasar hukumnya terformulasi secara jelas dalam sistem hukum negara2. Hukum negara digunakan dalam menangani masalah-masalah sosial, karena hukum itu sendiri merupakan sesuatu yang mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam kalangan masyarakat.Peraturan itu terkadang berisikan perintah atau larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.Seperti dalam kajian antropologi hukum disebutkan bahwa hukum yang aktual itu adalah hukum yang hidup dalam kalangan masyarakat dan hanya dapat dilihat jika adanya suatu permasalahan dalam suatu arena sosial. Hukum menurut Ihromi(2003) adalah dokumen antropologis yang hidup dalam masyarakat. Artinya bukan hanya undang-undang, tetapi termaksud juga hukum yang hidup dalam masyarakat berupa nilai-nilai, norma, pranatadan aturan yang berkaitan dengan agama, adat, kebiasaan-kebiasaan maupun kesepakatan antara masyarakat baik itu tertulis maupun tidak tertulis.
Menurut Malinowski (dalam Ihromi 1993: 150) menyatakan bahwa setiap sistem hukum dalam masyarakat memiliki pengendalian sosial yang didalamnya 2 Irianto, 1992 : 239,” Kesejahteraan Sosial Dalam Sudut Pandang Pluralisme Hukum”, Dalam Ihromi (Ed), Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
6
ada respon dari masyarakat. Dimana sistem hukum terdiri atas komponenkomponen, bagian-bagian yang saling berinterkasi dan bersinggungan yang akan membentuk konfigurasi kemajemukan hukum. Dalam suatu sistem hukum harus memenuhi syarat bila ada dua prinsip yaitu resiprositas dan publicity sebagai kriteria untuk mengatur hak dan kewajiban dalam kehidupan masyarakat yang keduanya memiliki kewajiban dan kekuatan. Dimana akan membentuk suatu kebiasaan yang digunakan masyarakat untuk keteraturan sosial. Ditegaskan oleh Bohannan (dalam Ihromi, 2000: 44) bahwa hukum adalah double institutionalizatin dari kebiasaan-kebiasaan. Maksudnya hukum adalah perangkat kewajiban-kewajiban yang mengikat yang merupakan hak oleh suatu pihak, diakui sebagai kewajiban oleh pihak lain yang telah dilembagakan kembali kepada lembaga-lembaga hukum supaya masyarakat tersebut terus berfungsi dan berkembang. Keduanya pendapat menyatakan bahwa proses pengendalian sosial harus ada agen-agen yang mengatur suatu lembaga dan juga harus adanya peran dalam masyarakat. Seperti dalam hal Panti Asuhan adanya suatu aktor-aktor yang mengendalikan jalannya suatu proses pengelolaan dalam hal mengasuhi dan mendidik anak-anak tersebut. Tidak hanya satu pihak saja yang mengelola tetapi berbagai pihak yang bersangkutan dengan Panti Asuhan serta masyarakat yang berada di sekeliling Panti Asuhan tersebut. Menurut Griffith (1986: 38) low is and should be the law of the state, uniform for all persons, exclusive fall all other law, and administired by a single
7
set of state institutions. Sedangkan konsepsi pluralisme hukum menurutnya adalah lebih dari satu tatanan hukum dalam suatu arena “by legal pluralism’ I mean the presence in a social field of more an one legal order (Griffith 1986: 1). Sehingga Koeksistensi hukum adalah adanya lebih dari satu tatanan sistem hukum dalam suatu arena sosial, terjadi interaksi yang tidak dapat dihindari antara hukum negara dan hukum yang lain. Pandangan lain menurut Griffith (dalam Ihromi, 1993:243) bahwa pluralisme hukum adalah adanya lebih dari satu tatanan hukum dalam suatu arena sosial, dengan ditandai adanya di dalam masyarakat terdapat dua atau lebih sistem aturan.Hal ini lebih kepada gagasan mengenai weak legal pluralism (pluralisme hukum yang lemah) dan strong legal pluralism (pluralisme hukum yang kuat).Weak legal pluralism menunjukkan suatu kenyataan bahwa dari bermacammacam sistem hukum yang berlaku pada akhirnya hukum negara yang paling dominan atau berpengaruh. Sedangkan strong legal pluralism menunjukkan suatu kenyataan bahwa sistem hukum yang paling kuat atau dominan adalah norma yang muncul dari kepentingan masyarakat pribadi atau kelompok yang berhadapat dengan kondisi sosial yang berubah. Menurut Sally Falk Moore (dalam Ihromi, 1993:150) bahwa pembentukan sistem hukum akan
aturan dengan disertai kekuatan
didalam kelompok-
kelompok sosial atau dalam suatu arena sosial yang diberi lebel konsep bidang sosial semi atonom (semi autonomous sosial field)3 yang saling pengaruh diantara
3Konsep bidang sosial semi otonom (semi autonomous sosial field) merupakan alat untuk mengambarkan arena sosial (sosial setting) yang disebut juga sebagai struktur sosial yang diasumsikan berada dalam kemajemukan hukum.Dimana struktur sosialnya masing-
8
berbagai sistem pengaturan, menyebabkan tidak pernah ada bidang sosial atau arena sosial yang memiliki otonomi secara penuh. Sehingga keseluruhan sistem aturan hukum yang muncul dari masyarakat tertentu memiliki power atau kekuatan dalam mengatur sistem yang ada dalam suatu arena sosial. Arena tempat berinteraksi menurut Sally Falk Moore (dalam Ihromi, 2000: 10) adalah terjadinya hubungan-hubungan sosial pada bidang sosial semi otonom yang berlapis-lapis.Bidang sosial semi otonom yang dipandang sebagai arena kemajemukan hukum tidaklah digambarkan sebagai satu unit sosial yang memiliki sifat-sifat organisasi yang terstruktur yang jelas.Sejumlah warga memiliki kepentingan tertentu dan memiliki kemampuan untuk menimbulkan aturan-aturan dan dapat memaksakan dan mendorong ketaatan pada aturanaturannya. Ketaatan kepada aturan itu terkait dengan berbagai ganjaran positif, sedangkan pengingkaran akan menghadapkan berbagai disinsetif. Ganjaran positif misalnya
dapat
berupa
keuntungan
material,
perasaan
diakui
dan
dihargai.Sedangkan bentuk disinsetif dapat berupa kehilangan atau loss seperti dipermalukan
atau
kehilangan
gengsi.Sehingga
kemampuan
itu
dapat
menimbulkan berbagai aturan yang mendorong dan memaksakan ketaatan kepada sistem aturan tersebut. Pandangan Griffith dan Moore sangat tepat dan sesuai yang ada di Panti Asuhan Al-Hakiim. Dimana yang memiliki Power atau yang kuat dalam suatu masing memiliki pengaturan sendiri (self regulation), dapat diartikan dalam satu lapangan sosial tidak ada hukum yang dominan. Suatu aturan hukum akan terpengaruh oleh hukum-hukum lain yang ada disekitarnya.
9
lembaga sosial akan berkuasa. Ini terjadi pada Panti Asuhan di saat adanya donatur tetap dan tidak tetap yang memberikan bantuan kepada Panti Asuhan yang mengatur sistem pengelolaan adalah donatur tersebut karena telah memberikan bantuan kepada Panti Asuhan dalam bentuk materi dan secara tidak langsung dapat mengatur jalannya roda sistem aturan dalam pengelolaan yang ada di Panti Asuhan tersebut. Pengelolaan anak-anak di Panti Asuhan sebenarnya berada pada suatu lembaga tertentu yang mengatur sistem hukum akan keseluruhan tentang panti asuhan, baik dalam hal pendidikan, kesehatan, perilaku, tingkah laku dan lain sebagainya. Semua dikelola oleh lembaga tertentu misalnya Panti Asuhan AlHakiim dikelola oleh Yayasan sendiri tetapi dibantu oleh lembaga agama, sehingga keseluruhan dikelola oleh mereka. Anak-anak yang tidak memiliki keluarga dan tinggal di Yayasan Sosial atau Panti Sosial yang sebagian dari mereka anak terlantar dan yatim piatu, inilah nantinya yang akan menjadi tanggungan negara sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 BAB XIV Pasal 34, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara4. Pasal 34 mengatakan
bahwa
pemerintah
untuk
memelihara
anak
terlantar
dengan
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memperdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat dan kemanusian.
4 Lukman, Wahyuddin. Sosialisasi Panti Asuhan Dalam Membentuk Tingkah Laku (skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Hasanudin, Makassar , 2012), hal 14.
10
Menurut Soeaidy dan Zulkhair (2001:196) Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui keputusan presiden No. 36/1990 tertanggal 25 agustus 1990, Indonesia secara teknis telah dengan sukarela mengikatkan diri pada ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan No 2 tahun 1988 tentang usaha kesejahteraan anak bagi anak yang mempunyai masalah.Anak yang mempunyai masalah adalah anak yang tidak mempunyai orang tua, anak terlantar, anak yang tidak mampu, anak yang mempunyai masalah kelakuan dan anak cacat. Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak dalam pasal 1, anak adalah: “Seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum kawin”. Selama seseorang yang masih dikategorikan anak-anak, seharusnya masih dalam tanggung jawab orang tua wali ataupun negara tempat si anak tersebut menjadi warga negara tetap.
Pasal 2 Undang-undang Kesejahteraan Anak Nomor 4 Tahun 1979 dirumuskan hak-hak anak sebagai berikut: 1.
Anak
berhak
atas
kesejahteraan,
perawatan,
asuhan,
dan
bimbinganberdasarkan kasih sayang, baik di dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. 2.
Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik.
3.
Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
11
4.
Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan yang wajar. Dalam penjelasan umum Undang-undang Kesejahteraan Anak Nomor 4
Tahun 1979 antara lain dikatakan bahwa anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, maka menjadi kewajiban
bagi
generasi
terdahulu
untuk
menjamin,
memelihara,
dan
mengamankan selayaknya dilakukan oleh pihak-pihak yang mengasuhnya. Berdasarkan UU Peradilan Anak No. 3 Tahun 1997 tercantum dalam pasal 3 yang berbunyi perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Dengan demikian peneliti ingin melihat pengelolaan pendidikan di Panti Asuhan Al-Hakiim yang memiliki suatu koeksistensi sistem hukum yang bergerak dalam suatu arena sosial. Seperti adanya sistem hukum agama, formal dan sistem aturan hukum dari donatur yang yang lebih kuat dalam mengatur pendidikan di Panti Asuhan tersebut, tidak terpaku lagi kepada visi-misi tetapi kepada siapa yang memiliki kekuatan untuk mengatur pengelolaan Panti Asuhan, itu lah yang dikatakan dengan Unnamed Law.
1.
Rumusan Masalah
12
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan oleh peneliti, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana koeksistensi sistem hukum dalam pengelolaan pendidikan di Panti Asuhan ?
2.
Apakah Panti Asuhan yang koeksistensi berbagai sistem aturan hukum dapat membentuk suatu yang harmonis didalam pengelolaanatauakan terjadi suatu konflik dalam pengelolaannya ?
1.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini difokuskan di desa PayaKulbi Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang.Alasan pemilihan lokasi ini disebabkan hanya ada satu Panti Asuhan yang berada di Aceh Tamiang yaitu Panti Asuhan ALHakiim.Panti Asuhan yang dikelola oleh lembaga Agama terutama dalam hal pengelolaan pendidikan yang menjadi kajian dalam tulisan ini. Jalur yang digunakan untuk mencapai daerah ini yaitu: Medan-Kuala Simpang sekitar 4-5 jam dengan menggunakan angkutan umum seperti bus KUPJ dari terminal Pinang Baris dengan biaya relatif murah sekitar Rp.40.000,-. Dengan rincian biaya sebagai berikut dari Medan menuju terminal Pinang Baris Rp. 5000,- kemudian Pinang Baris-Kuala Simpang Rp.35.000,-. Tetapi karena saya sebagai peneliti memang tinggal di daerah tersebut dari kecil maka saya sebagai peneliti pulang dan kembali kerumah sendiri tidak
tinggal di Panti Asuhan
dengan diantar jemput oleh orangtua saya selama penelitian.
13
1.5 Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengidentifikasikan aturan-aturan yang digunakan dalam pengelolaan Panti Asuhan Al-Hakiim.
2.
Mendeskripsikan aturan agama dan non agama koeksistensi dalam suatu pengelolaan Panti Asuhan Al-Hakiim
3.
Mendeskripsikan koeksistensi berbagai sistem aturan hukum itu berkerja dalam suatu pengelolaan Panti Asuhan Al-Hakiim
4.
Mendeskripsikan apakah dalam pengelolaan sistem hukum yang saling koeksistensi di dalam Panti Asuhan Al-Hakiim tersebut adanya suatu yang harmonis atau adanya suatu konflik. Adapun manfaatnya adalah sebagai rekomendasi terhadap panti asuhan
dalam sistem pengelolaan agar menjadi lebih baik. Menambah pengetahuan akan kajian tentang sistem hukum khususnya di Panti Asuhansetelah Tsunami dan Banjir Bandangdi Aceh Tamiang dan mengetahui akan aturan-aturan yang ada dalam Panti Asuhan.
1.6 Metode Penelitian
14
Dalam hal ini terkait dengan metodepenelitian antropologi 5 yaitu mendeskriptif suatu permasalahan dengan menggunakan pendekatan kualitatif6 dan bersifat etnografi.Etnografi itu sendiri merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan, yang tujuannya untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli yang terdapat dalam penelitian antropologi. Etnografi sebagai suatu cara atau metode yang mengacu pada kerja lapangan yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan observasi partisipasi. Dimana peneliti harus bisa tinggal bersama dan hidup seperti orang yang ditelitinya
dalam
kurung
waktu
tertentu.
Dalam
penelitian
ini
saya
mengumpulkan data kualitatif sebanyak mungkin yang merupakan data utama untuk menjawab persoalan dari suatu permasalahan. Untuk memperolah data-data tersebut, saya sebagai penelitimenggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1.
Dokumen atau Data Awal Pertama sekali saya meneliti di panti asuhan ini adalah karena keprihatinan
saya terhadap panti asuhan setelah terjadinya tsunami dan banjir bandang yang melanda Aceh Tamiang.Saya mereka perlahan-lahan aturan Agama Islam tersebut berubah dan menghilang dari panti asuhan tersebut.Serta banyaknya panti asuhan yang berlembagakan agama terungkap melanggar aturan yang kemudian berkasus. 5Metode penelitian antropologi adalah suatu penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dan bersifat etnogarafi dalam mendeskripsikan suatu permalahan yang akan di teliti. 6Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang masalah-masalah sosial melalui data-data yang dikumpulkan baik berupa katakata maupun gambar-gambar dalam suatu penelitian.
15
Oleh sebab itu maka yang saya lakukan pertama kali untuk melihat Panti Asuhan Al-Hakiim yang berada di Aceh Tamiang adalah dengan mencari informasi tentang dokumen-dokumen atau data tentang Panti Asuhan Al-Hakiim dari sumber internet dan informasi dari Dinas Sosial yang berada di Aceh Tamiang. Informasi awal tentang segala hal yang ada di Panti Asuhan AlHakiim.Baik dari segi pemilik panti asuhannya, berapa anak asuh yang berada di Panti Asuhan Al-Hakiim tersebut, bagaimana kondisi panti asuhan tersebut dan sebagainya untuk data awal kemudian yang saya lakukan adalah observasi. 2.
Observasi Dalam observasi 7 ini peneliti
mengamati langsung bagaimana
pengelolaan pendidikan dipanti asuhan dengan terbentuknya suatu perilaku dan karakter seorang anak dalam berinteraksi di kehidupan masyarakat. Serta dalam pengamatan tersebut saya juga melihat keadaan sekitar bagaimana cara mereka berinteraksi dengan sesama teman Panti dan masyarakat sekitar, dengan cara saya ikut berinteraksi dengan anak-anak dan masyarakat di sekeliling Panti Asuhan. Dalam
pengamatan
ini
saya
sebagai
peneliti
juga
membangun
Rapport 8dengan orang-oarng yang bersangkutan dan dengan para pengasuh serta
7 Observasi adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu gejala atau tingkah laku dan peristiwa dengan cara mengamati. observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang panti asuhan dan aturan dalam pengelolaan Panti Asuhan atau keadaan sekilas tentang Panti Asuhan tersebut. Observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi, dimana mengamati suatu gejala dengan melibatkan peneliti untuk ikut serta dalam kegiatan sosial dari masyarakat yang akan diteliti.
8Rapport adalah proses menjalin hubungan yang baik antara peneliti dengan masyarakat yang akan diteliti sehingga tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya.
16
pengajar Panti Asuhan tersebut. Peneliti akan ikut dengan kegiatan yang berlansung di Panti Asuhan. Agar tidak sulit untuk mendapatkan dokumentasi tentang Panti Asuhan.Setelah saya mengobservasi beberapa kali ke Panti Asuhan tersebut, langkah selanjutnya adalah melakukan wawancara. 3.
Wawancara Selain observasi, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam
untuk mendapatkan data dari informan. Wawancara digunakan untuk memperoleh data dalam hunian mereka dengan panduan interview guide sebagai bahan untuk mendapatkan data yang lengkap. Wawancara mendalam (indepth interview) merupakan wawancara yang tidak terstruktur dan mendalam.Wawancara ini mengali informasi secara mendalam, terbuka, tegas, bebas tetapi dengan tetap memperhatikan fokus dalam penelitian.Untuk menjaga agar wawancara berjalan dengan lancar dan sesuai dengan struktur interview guide.Sehingga dapat menemukan jawaban-jawaban atau informasi yang diperlukan untuk mempertajam data yang dicari. Penelitian disini penelitiakan ikut berpartisipasi menjadi pengasuh di Panti Asuhan tersebut dan staf pengajar untuk mereka. Saya akan berpartisipasi dengan mereka dalam segala hal yang memungkinkan untuk mendapatkan informasi yang bersangkutan dengan Panti Asuhan tersebut. Selain menggunakan pedoman wawancara seperti interview guide, peneliti juga dalam penelitiannya menggunakan kamera digital dan recorder atau perekam suara.Penggunaan ini bertujuan untuk mencegah kurang tertangkapnya informasi
17
pada saat berlangsungnya wawancara sehingga dapat membantu penelitian untuk mencegah kelupaan serta kamera digital untuk menangkap gambar sebagai penguat data dari hasil wawancara dan observasi. 4.
Informan penelitian Sebelum melakukan wawancara mendalam peneliti akan mencari dahulu
beberapa informan untuk mendapatkan informasi tentang Panti Asuhan AlHakiim.Dimulai dengan penentuan informan yang tepat dan mampu memberikan informasi yang tepat untuk menentukan lancarnya pengumpulan data. Penentuan informan biasa, dilakukan secara berantai dari satu informan ke informan yang lain. Pencarian informan dihentikan ketika wawancara yang dilakukan sudah merasa mendapatkan data yang jenuh dan tidak bervariasi lagi. Dalam
Panti
Asuhan
ini
peneliti
memiliki
informan
yang
harusdiwawancarai.Panti Asuhan ini adalah Panti Asuhan yang terstruktur dan memiliki bagian masing-masing dalam mengatur pengelolaan Panti Asuhan itu sendiri.Dimana bagian-bagian tersebut memiliki tugas masing-masing dan tanggung jawab masing-masing di dalam Panti Asuhan. Awalnya mewawancarai pemilik Panti Asuhan sebagai informan kuncinya 9 . Setelah itu untuk menambah informasi tentang Panti Asuhan mewawancarai informan pokok lainnya di Panti Asuhan Al-Hakiim, antara lain Pengasuh Panti Asuhan, Donatur Panti Asuhan, lembaga yang bersangkutan
9 Informan kunci adalah informan yang paling mengetahui akan data yang kita perlukan dalam penelitian dan yang paling kompeten dalam menjawab semua pertanyaan yang akan kita ajukan dalam wawancara
18
dengan Panti Asuhan serta masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar Panti Asuhan Al-Hakiim. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara disetiap saat ketika ada kesempatan mengunjungi Panti Asuhan tersebut.peneliti sering berceritacerita dan bergosip dengan pemilik Panti Asuhan dan juga staf pengasuh di Panti Asuhan tersebut untuk memperoleh informasi yang lebih dalam lagi tentang Panti Asuhan Al-Hakiim. Disaat peneliti tidak dapat mengunjungi Panti Asuhan tersebut, pemilik Pantiterus menerus memberikan informasi kepada peneliti melalui alat komunikasi.Komunikasi antara kami sangatlah baik, Karena pengurus Panti Asuhan tersebut telah menganggap saya sebagai anak dan pengasuh Panti Asuhan. Peneliti disini walaupun tidak mendatangi Panti Asuhan tersebut akibat dari
sesuatu
yang
berhalangan,
tetapi
pemilik
Panti
masih
terus
memberikaninformasi dan menghubungi peneliti untuk menambahkan informasi lagi tentang Panti Asuhan tersebut. Semuanya akibat dari pendekatan yang baik dengan pemilik Panti Asuhan dan pemilik Panti Asuhan tersebut juga sudah menganggap peneliti sebagai anak asuhnya sendiri serta keluarga dari Panti Asuhan Al-Hakiim tersebut.
1.
Pengalaman Penelitian
Pengalaman penelitian pada saat pengumpulan data pertama kali di lakukan di lokasi Panti Asuhan Al-Hakiim yang berada di desa Paya Kulbi Aceh Tamiang.Sangat mudah mendapatkan Panti Asuhan di Indonesia, dimana-mana
19
panti memiliki Panti Asuhan.Khususnya di Aceh sangat banyak Panti Asuhan yatim piatu dan anak terlantar.Hampir di setiap kabupaten memiliki Panti Asuhan, karena di daerah Aceh masih banyak anak yang terlantar dan kekurangan dibagian perekonomian serta anak yatim yang membutuhkan bantuan dari kita. Pelaksaan pengumpulan data dilapangan dilakukan secara intensif selama 6 atau 7 bulanan, kira dari bulan September sampai Februari 2015.Secara umum pengetahuan awal tentang PantiAsuhan sudah berlansung selama Maret 2014, tetapi sebenarnya hanya mengetahui sekedarnya saja tentang Panti Asuhan AlHakiim. Dalam pengamatan selama ini peneliti pulang balik setiap hari ke Panti Asuhan, karena tidak memungkinkan untuk tinggal di Panti Asuhan tersebut. Padahal penelitian antropologi dalam melakukan pengamatan dan mencari data seseorang peneliti akan tinggal bersama masyarakat yang diteliti. Tinggal dirumah mereka, memahami perilaku dan gagasan mereka, cara mereka berpakaian, cara makan. Tetapi dalam pengumpulan data ini saya tidak tinggal langsung tapi saya mengusahakan untuk selalu datang dan melihat keseluruhan kegiatan mereka, baik cara makan, tingkah laku, cara berpakaian, dan lain sebagainya yang bersangkutan dengan Panti Asuhan Al-Hakiim. Pengalaman pertama disaat saya mendatangi Panti Asuhan saya disambut dengan ramah dan sopan. Saya mengucapkan salam di depan pintu Panti Asuhan. Seperti ini “assalamualaikum”,, setelah itu ada ibu-ibu yang keluar dan menjawab dengan tegas “waalaikumsalam silakan masuk, ada keperluan apa adek
20
kesini?”Kemudian saya menjawab “saya perkenalkan saya Richa, saya ingin bertemu dengan pengurus Panti Asuhan bisa?”Kemudian ibu tersebut menjawab “bisa, saya sendiri, saya ibu Nova ada perlu apa dek?”Setelah itu saya menjawab “lagi saya dari USU ingin melakukan penelitian di Panti Asuhan ini bisa?”Kemudian ibu tersebut menjawab “dalam rangka apa adek penelitian disini?” balas menjawab “dalam rangka untuk penelitian skripsi buk”. Setelah bercerita panjang lebar berkenalan dan segala hal ditanyakan.Saya diberikan izin untuk penelitian di panti asuhan tersebut.Sampai keesokan harinya saya kembali dan disambut dengan senyuman oleh ibu Nova.Beliau sangat tertarik dengan saya, belum apa-apa di sudah menjelaskan kepada saya tentang Panti Asuhan Al-Hakiim tersebut. Buk Nova menjelaskan banyak hal tentang Panti Asuhan Al-Hakiim, dari awalnya panti ini berdiri sampai pengajar yang ada di panti diberitahunya. Pada saat itu jam 13.20 WIB, waktunya anak-anak asuh pulang dari sekolah. Saya dikenalkan kepada mereka satu persatu dari yang masik duduk di sekolah SD sampai sekolah SMA.Mereka semuanya sangan senang menerima kedatangan saya. Saat itu ada satu orang anak asuh yang melihat saya sambil tersenyum dan ketawa-ketawa, sampai ibu pengasuh Bertanyak kenapa si anak “kenapa kamu ketawa?”ia menjawab “tidak buk, jarang-jarang ada kakak cantik datang kesini, terus pake jelbab, cantik kali kakak ini”. Jadinya aku teringat kakak aku yang udah meninggal buk”.
21
Kemudian saya berkata “jangan sedih ah dek, kalau adek teringat sama kk adek, boleh kok adek anggap kakak ini sebagai kakaknya adek sendiri.” Setelah itu ibu pengasuh juga mengatakan “dengar kak rika bilang apa? Jangan sedih lagi, dedek boleh anggap kak rika sebagai kakaknya dedek.”Sehingga yang ada dipikiran saya saat itu juga yang membuat terharu dan tersenyum adalah anak yang masih kecil itu bisa berbicara seperti itu dengan kepolosannya dan senyumannya.Tanpa ragu mengatakan sesuatu hal yang ada dibenak pikirannya sampai anak-anak asuh yang lainnya tertawa melihat dia berkata seperti itu. Kemudian keesokan harinya lagi saya kembali ke Panti Asuhan danmencari informasi dan bertanya-tanya tentang Panti Asuhan tersebut.Pada saat saya bertanya-tanya tentang informasi Panti Asuhan, saya jugabercerita-cerita dan sambilan bergosip-gosip dengan ibu pengasuh tersebut.Sebab di Panti Asuhan AlHakiim tidak mempunyai anak asuh perempuan yang bisa di ajak cerita dan bergosip, karena rata-rata yang tinggal di Panti Asuhan Al-Hakiim adalah anak asuh laki-laki. Pengalaman kedua dalam penelitian saya yang berkesan ketika ibu asuh menganggap saya jadi anaknya, ibu pengasuh menceritakan semuanya tentang kehidupan saat dia masih muda dulu. Dia mengatakan waktu muda dia Hampir sama dengan saya. Suka pakai jelbab terus dulu ibu juga pernah masuk asrama. Sambilan ibu pengasuh membuat minuman dan bercerita dengan saya. Setelah ibu membuatkan saya minuman, ibu kembali bercerita.Sebenarnya saya agak segan karena beberapa hari saya kemari dia selalu baru pulang kerja.“Itulah kakak, ibu kepengen kali punya anak perempuan tapi mau
22
bagaimana lagi, ibu belum punya anak sampai sekarang”, ujar buk Nova. “Mungkin belum waktunya kali buk, tapi kan walaupun ibu gak punya anak kandung tapi ibu banyak anak asuhnya cowo lagi semuanya”, balas saya sambil meminum teh manis yang telah disediakan. Sejenak terdiam dan sama-sama tersenyum. “Ibu mau mengasuh anak perempuan tapi ribet harus dijaga ketat kalau laki-laki semuanyakan enak ngurusinya”, ujar buk Nova. Kemudian saya menjawab “Iya sih buk”, Pendapat ibu Nova lebih mengatakan bahwa lebih mudah mengurus anak asuh laki-laki dari pada mengurusi anak asuh perempuan. Bagi ibu Nova, anak laki-laki walaupun ditinggal dan terkadang nakal lebih mudah diatur. Sedangkan anak perempuan lebih susah untuk dijaga dan dididik serta banyak hal yang harus di pertimbangkan jika panti menerima anak perempuan. Setelah itu keesokan harinya lagi saya datang dan diminta lagi oleh ibu pengurus untuk menjadi pengasuh ana-anak panti asuhan.Saya diminta untuk mengajar anak-anak tersebut dan memberikan motivasi kepada mereka agar tidak jenuh untuk berusaha menjadi orang yang lebih baik lagi walaupun merekatidak memiliki orang tua tetapi harus tetap semangat menjalani hidup. Disaat saya memberikan suatu seperti nasehat-nasehat kecil dari anak-anak tersebut ada yang bertanya tentang hal-hal yang pribadi kepada saya.Ada anak yang mengatakan“kakak udah punya pacar”?Disaat itu pula saya tertawa kecil dan bertanya kembali kepada anak tersebut dengan mengatakan, “siapa nama adek?
Kenapa
adek
nanyak
kayak
gitu”?Setelah
itu
anak
tersebut
mengatakan“saya Arief kak, mau tau aja kak mungkin kakak mau jadi pacar
23
saya”.Setelah mendengar jawabnya saya tertawa dan kembali menasehati mereka, walaupun nyatanya saya sudah mempunyai seorang temat dekat. Setelah berbincang-bincang memberikan motivasi kepada anak asuh panti asuhan, saya pun pamit untuk pulang kerumah karena sudah sore. Saat itu saya dijemput oleh orang tua saya, sampai ibu pengasuh panti bertanya “kenapa gak bawa kereta sendiri aja kasian bapak jemput kakak terus menurus?”sambil tertawa saya bisikkan sama ibu pengasuh “biasa buk gak dilepas bawa kereta sendiri, masih dianggap anak kecil”. Sampai akhirnya ibu Nova tertawa mendengar dan melihat tingkah saya.
Kemudian saya kembali lagi ke Panti Asuhan tersebut sampai data yang saya kumpulkan sudah jenuh dan lengkap.Disaat saya membutuhkan informasi lagi saya dapat berkomunikasi lewat telepon karena anggapan ibu Nova saya kasian pulang dan pergi Medan-Aceh.Sampai akhirnya sekarang saya dengan ibu tersebut menjadi seorang ibu dan anak yang memiliki hubungan yang sangat dekat seperti layaknya anak dengan mama.
24