BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Teks Membuka Kitab Suci Perjanjian Baru, kita akan berjumpa dengan empat karangan yang cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang yang bernama Yesus dari Nazaret selama hidupNya, karya-karyaNya, wejangan-wejangan, dan nasibNya.1Kumpulan cerita yang panjang di dalam keempat injil tersebut bertujuan untuk mewartakan kepada semua orang bahwa Yesus dari Nazaret adalah Allah yang datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan umatNya, walaupun di dalam penulisannya terdapat berbagai perbedaan sesuai dengan konteks dari penulis Injil tersebut. Salah satu dari ke empat Injil tersebut adalah Injil Yohanes. “Injil Yohanes merupakan sebuah karya seni, rumit dalam pola pikir, memiliki banyak makna simbolis, dan pola susunan yang dramatis.”2 Injil Yohanes sangatlah khas dan sedikit berbeda dengan Injil sinoptik, dengan struktur dan gaya bahasanya, tradisi dan juga situasi yang dialami dan dirasakan oleh penulisnya. Hal inilah yang membuat Injil Yohanes sangatlah dalam maknanya. Dalam Injil Yohanes terdapat bagian-bagian yang menarik untuk dilihat, diantaranya prolog, tanda-tanda, kemuliaan, dan epilog. Setiap bagian dari Injil ini menceritakan keseluruhan hidup Yesus dari Nazaret diantaranya asal-usul Yesus, mukjizat-mukjizat yang dilakukan Yesus, kisah
1 2
199.
C. Groenen, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius,2006), hlm 12. Father Oscar Lukefhar, Memahami dan Menafsir Kitab Suci Secara Katolik, (Jakarta:Obor,2010), hlm
sengsara,wafat, serta kebangkitan Yesus dan bagian penutup yang menggambarkan Yesus yang telah bangkit memelihara Gereja-Nya dengan menempatkan Petrus sebagai gembalanya.3 Kisah Yesus Kristus yang telah bangkit memelihara Gereja-Nya dengan menempatkan Petrus sebagai gembalanya yang terdapat dalam bagian penutup dari Injil inimenggambarkan tugas perutusan yang diembankan Yesus kepada murid-Nya dalam diri Petrus sebelum kenaikan-Nya ke surga. Secara umum kisah ini menggambarkan tugas dan tanggung jawab dari para murid ketika Yesus telah kembali ke surga. Tugas dan tanggung jawab para murid tidak lain adalah mewartakan Injil Kerajaan Allah ke seluruh dunia dan menjadikan semua orang murid-Nya sebagaimana dipesankan: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” (Mat 28:19-20). Demikianlah Petrus ditugaskan untuk menjadi gembala bagi domba-domba Kristus. Tugas khusus yang Yesus berikan kepada Petrus ini menuntut dua unsur penting yang harus ada dalam diri seorang murid, dalam hal ini dalam diri Petrus, yakni kasih dan ketaatan kepada kehendak Allah. Kasih dan ketaatan dari seorang murid ialah selalu mengatakan “Ya” kepada kehendak Allah, sebagaimana diungkapkan Maria: “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1: 38). Dengan kata lain, menjadi murid Kristus berarti siap untuk melakukan kehendak-Nya dalam keadaan apapun, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada di dalam diri. Kasih dan ketaatan Petrus kepada kehendak Allah untuk menggembalakan domba-dombaNya mencerminkan semua yang ada dalam setiap manusia yang ingin menjadi murid
3
Ibid.
Kristus.Petrus yang adalah seorang nelayan dengan segala keterbatasannya mau mengikuti Yesus,walaupun dalam perjalanan bersama mengikuti Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah, Petrus lebih banyak menyakiti hati Yesus dengan tindakan-tindakannya yang terkadang berlebihan, kecerobohannya dalam berbicara dan juga lebih banyak mengandalkan kekuatannya sendiri. Hal ini disebabkan karena Petrus belum sepenuhnya memahami konsep Kerajaan Allah serta misi yang dibawa oleh Yesus selama berkarya di dunia, dan juga karena imannya yang dangkal.4 Kepemimpinan yang berlandaskan kasih tidaklah mudah untuk dijalankan, sebab kepemimpinan ini mempunyai syarat yang berat yakni meninggalkan segalanya, menyerahkan segalanya kepada kehendak Allah, memikul salib, dan siap mati demi Kerajaan Allah dan juga bagi domba-dombaNya. Sama halnya dengan menggembalakan domba-domba yang tidak hanya di lembah-lembah yang permai, padang yang hijau, tetapi juga ke gunung dan bergumul dengan serigala dan menderita akibat gigitan serigala dalam usahanya untuk menyelamatkan seekor domba.5Hal ini telah dibuktikan Petrus yang dipilih Yesus untuk menjadi gembala bagi dombadombaNya.Dia yang telah menyakiti hati Yesus dengan segala perkataan dan perbuatannya itu, menjadi pemimpin bagi kawanan domba Kristus. Para pemimpin umat pun dilukiskansebagai gembala umat Allah. Oleh karena itu layaknya seorang gembala yang setia menjaga domba-domba di padang dan juga dari ancaman ketersesatan dan dari serigala-serigala, demikian pun para gembala umat Allahmenjaga umatnya agar tidak tersesat dan tidak hilang, dan bukansebaliknya menggembalakan dirinya sendiri dengan keegoisan, ketidakpedulian,dan ketidaksetiaannya dalam menggembalakan umat yang
4 5
Jhon Fuellenbach,Mewartakan Kerajaan Allah, (Ende: Nusa Indah,2004), hlm 101. J. Wesley Brill, Tafsiran InjilYohanes, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), hlm 221.
telah dipercayakan Allah, seperti celaan: “Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri!Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala
itu?”
(Yeh
34)
dan
juga
seperti
yang
dinubuatkan
oleh
Nabi
Yeremia;“Celakalah para gembala yang membiarkan kambing domba gembalaanKu hilang dan terserak!” (Yer 23:1-4). Seperti yang tertulis di dalam Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, pemimpin umat dan pemuka agama selalu dikritisi karena kepemimpinannya yang tidak sesuaidengan yang seharusnya.Mereka memerintah dengan tangan besi dan bertindak semau dan sesuka hatinya dengan keegoisan dan kemunafikan.Hal ini juga masih ada dalam diri pemimpin umat hingga saat ini. Pemimpin umat saat ini pun masih melakukan hal yang sama. Mereka lebih banyak memimpin dengan sesuka dan semau mereka, mengikuti kehendak mereka sendiri dalam melayani umat, dengan memilih-milih umat yang sesuai dengan keinginan mereka, dan juga memilih tempat yang sesuai dengan kemauan dirinya. Jika ditempatkan di daerah yang tidak sesuai keinginan, maka mereka tidak taat akan tugas perutusan yang diberikan dan lebih banyak mengeluh dibandingkan dengan menaati tugas yang diberikan. Kepemimpinan berlandaskan kasih dan ketaatan yang seharusnya menjadi prioritas utama sudah mulai termakan oleh kepemimpinan yang berlandaskan egoisme dan demi kenyamanan serta kepuasan diri dalam melayani umat dan memimpin umat.Oleh sebab itu kehendak Tuhan yang seharusnya dilakukan diabaikan dan diganti dengan menjalankan kehendaknya sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis merumuskan tulisan ini di bawah judul KASIH DAN KETAATANPETRUS: SEBUAHMODEL IDEALKEPEMIMPINAN GEREJAWI (Refleksi Analitis-Eksegetis Atas Teks Yohanes 21: 15- 19). 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan pertanyaanpertanyaan sebagai masalah-masalah yang menjadi fokus perhatian penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mengapa Yesus memilih Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya? 2. Bagaimana reaksi Petrus ketika mendapat tugas dari Yesus dalam Yohanes 21:15- 19? 3. Apa makna kasih dan ketaatan dalam Yohanes 21: 15-19? 4. Pemimpin seperti apakah yang dimaksud dalam Yohanes 21:15-19? 1.3 Tujuan Penulisan Penulis ingin mencari, mengumpulkan, dan mengolah data-data yang relevan untuk menjawabi persoalan yang sudah diuraikan di atas.Selain itu penulis juga memasukkan refleksi pribadi dalam tulisan ini agar dapat menghasilkan suatu karya yang bersifat ilmiah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini: 1. Pemahaman yang mendalam akan Injil Yohanes secara khusus dan Kitab Suci secara umum. 2. Pendalaman akan apa yang mau disampaikan oleh penginjl Yohanes dalam perikop Yoh 21:15- 19. 3. Pemahaman akan makna dan tujuan dari kasih dan ketaatan dalam Yoh 21: 15- 19.
4. Pemahaman akan syarat yang harus ada dalam diri setiap orang yang mau mengikuti Yesus. 1.4 Kegunaan Tulisan 1.4.1 Bagi Umat Kristen Pada Umumnya Bagi umat Kristen pada umumnya, tulisan ini bertujuan agar umat Kristen mendapat pengetahuan tentang Kitab Suci, khususnya Injil Yohanes mengenai kasih dan ketaatan yang harus ada dalam setiap orang yang beriman pada Kristus, sehingga umat dapat menghayati imannya sebagai murid-murid Kristus. 1.4.2 Bagi Civitas Akademika Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Tulisan ini bertujuan untuk menghidupkan semangat kasih dan ketaatan bagi semua Civitas Akademika UNWIRA pada umumnya dan Fakultas Filsafat pada khususnya agar dapat menghayati semangat kasih dan ketaatan, sehingga iman akan Kristus semakin bertumbuh dan berkembang. Selain itu juga semangat kasih dan ketaatan dapat dipraktekkan dalam hidup seharihari. 1.4.3 Bagi Penulis Sendiri Bagi penulis sendiri, tujuan dari tulisan ini adalah agar penulis semakin memahami dengan baik Kitab Suci khususnya Injil Yohanes 21: 15- 19.Selain itu, untuk membantu penulis menghayati kasih dan ketaatan dalam hidup sebagai seorang awam, sehingga iman penulis juga dapat bertumbuh dan semakin teguh.
1.5 Metode Penulisan Dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis menggunakan metode kepustakaan. Penulis bereferensi pada sumber-sumber dari buku-buku yang membahas tentang perikop Yohanes 21:15-19, dengan mengambil pendapat-pendapat para ahli dalam membahas dan menganalisa perikop yang diteliti penulis. Penulis juga memasukkan refleksi pribadi yang merupakan hasil analisis dari bahan-bahan bacaan yang tersedia yang didasarkan pada perikop Yohanes 21:15-19. 1.6 Sistematika Penulisan Kajian penulis atas pembahasan ini secara keseluruhan melingkupi empat pokok bahasan dengan sistematikanya sebagai berikut: Bab I adalah Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah,tujuan penulisan, kegunaan penulisan, metode dan sistematika penulisan. Bab II adalah Landasan Teoritis.Pada bagian ini penulis menguraikan arti dari kata-kata yang menjadi kata kunci dalam teks yang diteliti seperti kata kasih, murid, Tuhan, dan gembala. Bab III adalah Analisis Eksegetis. Pada bagian ini penulis meneliti secara khusus tentang teks Yohanes 21:15-19. Hal-hal yang diuraikan dan dibahas antara lain: bunyi teks, letak teks, pembatasan teks, struktur teks, dan eksegese literer. Bab IV adalah Pembuktian Tesis. Bagian ini berisi tentang refleksi teologis yang dibuat oleh penulis dengan bertolak dari analisis eksegetis dalam bab III untuk membuktikan tesis yang termuat di dalam judul tulisan ini. Bab V adalah Penutup. Bagian ini berisikan relevansi dan kesimpulan dari penelitian atas Yohanes 21:15-19 bagi kehidupan dewasa ini.