BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Permasalahan Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial,
banyak
persoalan
yang
mengitarinya.
Persoalan-persoalan
individu ada yang bersifat pribadi dan ada yang bersifat social. Keduanya akan selalu jalin menjalin dalam kehidupan seorang manusia. Artinya persolan yang bersifat pribadi bias berpengaruh terhadap persoalan yang bersifat social dan juga sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa karena kompleksnya persoalan yang dialami oleh manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial, tidak semuanya dapat dipecahkan sendiri oleh individu. Adakalanya individu perlu melibatkan orang lain untuk memecahkan persoalannya. Dalam kondisi demikian kehadiran dan intervensi bimbingan terutama bimbingan pribadi dan sosial menjadi sangat berarti. B.
Rumusan Masalah dan Pertanyaan Berdasarkan
latar
belakang
di
atas,
dapat
diajukan
beberapa rumusan masalah dan pertanyaan, di antaranya: 1. Bagaimana teori dan konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT)? 2. Apa tujuan dari Cognitive-Behavior Therapy (CBT)? 3. Apa saja teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)? 4. Bagaimana proses terapi CBT? C.
Tujuan Pembahasan
1
Adapun tujuan dari penyusunan Makalah Teknik CognitiveBehavior Therapy (CBT) ini adalah sebagai berikut: 1. Memahami teori dan konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT) 2. Memahami tujuan dari Cognitive-Behavior Therapy (CBT) 3. Mengetahui
teknik-teknik
Cognitive-Behavior
Therapy
(CBT) 4. Mengetahui dan memahami proses terapi CBT D.
Metodelogi Penulisan Makalah ini disusun dengan cara menggunakan beberapa
metodelogi antara lain: 1) Studi Literatur adalah diadakan dengan maksud untuk memperoleh landasan berfikir sebagai penunjang dalam melakukan pembahasan 2) Tinjauan
kepustakaan
adalah
dengan
melakukan
pendekatan buku yang berhubungan dengan tema laporan observasi sebagai sumber 3) Metode pencarian info melalui internet E.
Sistematika Penulisan Adapun
sistematika
penulisan
dari
Makalah
Teknik
Cognitive-Behavior Therapy (CBT) ini adalah sebagai berikut: KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Pertanyaan C. Tujuan dan Manfaat D. Metodologi
2
E. Sistematika Penulisan BAB II PEMBAHASAN A. Teori dan Konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT) B. Tujuan Terapi C. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT) D. Proses Terapi CBT BAB III ANALISIS A. Analisis Teoritis B. Analisis Praktis BAB IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II PEMBAHASAN A.
Teori dan Konsep Cognitive-Behavior Therapy (CBT) Para ahli yang Cognitive-Behavior Therapy (CBT) salah
satu
pendekatan
terapi
yang
lain
seperti
pendekatan
terapi
pendekatan
psikodinamik,
lebih
integratif
yang
behavioristik,
daripada
berorientasi
pada
humanistik,
dan
pendekatan yang berorientasi pada budaya. CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson &
Ollendick (1988: 44) mengungkapkan
merupakan
perpaduan
pendekatan
dalam
bahwasanya CBT psikoterapi
yaitu
cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga langkahlangkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT. Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-behavior therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama terapi. Fokus terapi yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran. Tergabung
dalam
National
Association
of
Cognitive-
Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari
cognitive-behavior
therapy
yaitu
suatu
pendekatan
psikoterapi yang menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan. (NACBT, 2007) Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan
dari
dua
pendekatan
4
dalam
psikoterapi
yaitu
cognitive
therapy
dan
behavior
therapy.
Terapi
kognitif
memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, individuterlibat aktivitas dan berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick Teori Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 6) pada dasarnya meyakini pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. CBT diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, individu diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, CBT adalah pendekatan terapi yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. CBT merupakan terapi yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mentalari negatif menjadi positif. B.
Tujuan Terapi Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003:
9) yaitu mengajak individu untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan
5
dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. CBT dalam pelaksanaan terapi lebih menekankan kepada masa kini dari pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti mengabaikan masa lalu. CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari status kognitif negatif menjadi status kognitif positif. CBT
merupakan
terapi
yang
menitik
beratkan
pada
restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis dan lebih melihat ke masa depan dibanding masa lalu. Aspek kognitif dalam CBT antara lain mengubah cara berpikir, kepercayaan, sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi individu belajar kognitif.
mengenali
dan
Sedangkan
mengubah
aspek
kesalahan
behavioral
dalam
dalam
aspek
CBT
yaitu
mengubah hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan, belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.
C. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT) CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor atau terapis untuk membantu individu ke arah yang positif. Berbagai variasi teknik perubahan kognisi, emosi dan tingkah laku
menjadi bagian
yang terpenting
dalam
Cognitive-Behavior Therapy. Metode ini berkembang sesuai dengan kebutuhan siswa, di mana konselor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu, berstruktur, dan berpusat pada siswa.
6
Konselor
atau
terapis
cognitive-behavior
biasanya
menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa. Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: 157-158) yaitu: a. Menata keyakinan irasional. b. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan. c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor. d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril. e. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami pada saat ini dengan skala 0-100. f. Menghentikan pikiran, individu belajar untuk menghentikan pikiran negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif. g. Desentisisasi sistematis. Digantinya respons takut dan cemas dengan respon relaksasi yang telah dipelajari. h. Pelatihan keterampilan sosial. i. Assertiveness
skill
training
atau
pelatihan
keterampilan
supaya bisa bertindak tegas. j. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara sesi terapi. k. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan memasuki situasi tersebut. CBT
merupakan
memperhatikan
aspek
bentuk peran
psikoterapi
dalam
berpikir,
yang
sangat
merasa,
dan
bertindak. Terdapat beberapa pendekatan dalam psikoterapi CBT termasuk didalamnya pendekatan Rational Emotive Behavior
7
Therapy, Rational Behavior Therapy, Rational Living Therapy, Cognitive Therapy, dan Dialectic Behavior Therapy. D.
Proses Terapi CBT Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh
Aaron T. Beck (Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Berikut akan disajikan proses terapi cognitive-behavior. Tabel 2.1 Proses Terapi Berdasarkan Teori Cognitive-Behavior No.
Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1-2
2.
Pendekatan Kognitif
2-3
3.
Formulasi Status
3-5
4.
Fokus Terapi
4-10
5.
Intervensi Tingkah Laku
5-7
6.
Perubahan Core Beliefs
8-11
7.
Pencegahan
1112
Oemarjoedi (2003: 12) Melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 12 sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi
(2003:
12)
mengungkapkan
beberapa
alasan
tersebut berdasarkan pengalaman, di antaranya: a. Terlalu lama, sementara individumengharapkan hasil yang dapat segera dirasakan manfaatnya.
8
b. Terlalu rumit, di mana individu yang mengalami gangguan umumnya datang dan berkonsultasi dalam kondisi pikiran yang
sudah
begitu
berat,
sehingga
tidak
mampu
lagi
mengikuti program terapi yang merepotkan, atau karena kapasitas intelegensi dan emosinya yang terbatas. c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan terapi menjadi sedikit demi sedikit. d. Menurunnya keyakinan individuakan kemampuan terapisnya, antara lain karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada kegagalan terapi. Berdasarkan beberapa alasan di atas, penerapan terapi cognitive-behavior di Indonesia sering kali mengalami hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan terapi yang tadinya memerlukan sedikitnya 12 sesi bisa saja diefisiensikan menjadi kurang dari 12 sesi. Sebagai
perbandingan
Oemarjoedi
(2003:
24)
mengungkapkan efisiensi terapi bisa dilakukan hingga menjadi 5 sesi.
Efisiensi
memberikan
terapi
bayangan
menjadi yang
5
lebih
sesi
diharapkan
jelas
dan
dapat
mengundang
kreativitas yang lebih tinggi. Berikut akan disajikan tahapan terapi yang diungkapkan oleh Oemarjoedi (2003: 24-26): Tabel 2.2 Proses Terapi Cognitive-Behavior yang Telah Disesuaikan Dengan Kultur di Indonesia No.
Proses
Sesi
1.
Assesmen dan Diagnosa
1
2.
Mencari Emosi Negatif, Pikiran
2
9
Otomatis dan Keyakinan Utama Yang Berhubungan Dengan Gangguan 3.
Menyususn Dengan
Rencana
Memberikan
Intervensi 3 Konsekwensi
positif-negatif Kepada Siswa 4.
Formulasi
Status,
Fokus
Terapi, 4
Intervensi Tingkah Laku 5.
Pencegahan
5
Oemarjoedi (2003: 24-26) BAB III ANALISIS A.
Analisis Teoritis CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003) merupakan teknik
terapi
yang
menitikberatkan
pada
restrukturisasi
atau
pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. Terapi CBT mengarahkan individu pada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisis, pengambil keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Kemudian mengarahkan individu untuk membangun hubungan
yang
baik
antara
situasi
permasalahan
dengan
kebiasaan mereaksi permasalahan. Individu yang mengalami suatu bencana yang merugikan bagi
dirinya
dirinya,
cenderung
seperti
bencana
menyebabkan tsunami.
efek
traumatis
Individuyang
bagi
mengalami
bencana tsunami cenderung akan mengalami trauma. Bencana tsunami tersebut merupakan suatu kejadian yang merugikan bagi dirinya baik secara fisik maupun psikis. Hal ini terjadi karena individu mengalami trauma dalam jangka waktu relatif
10
panjang
akan
memaksakan
individu
untuk
meningkatkan
stimulus melebihi yang biasa dilakukan oleh orang normal yang tidak mengalami trauma. Kemudian individu yang mengalami trauma akan secara terus menerus memikirkan pengalaman traumatisnya
dari
pada
memikirkan
masa
kini
dan
masa
depannya. Untuk itu, diperlukan suatu penanganan khusus untuk mereduksi bahkan mengeluarkan individu dari pengalaman traumanya. Dalam kaitan sindrom trauma,
CBT
akan
meberikan
bantuan untuk mereduksi sindrom trauma. Di mana langkahlangkah secara operasional akan di sajikan seperti berikut: Pertama, memfasilitasi individubelajar mengenali dan mengubah kesalahan dalam aspek kognitif. Menurut para ahli CBT, suatu kondisi psikis atau fisik terjadi karena adanya pengolahan informasi pada struktur kognitif yang menyimpang. Individu yang mengalami trauma struktur kognitifnya telah berubah menjadi negatif karena pengalaman traumatis akibat bencana tsunami. Kedua, mengubah hubungan yang salah antara situasi permasalahan
dengan
Dampak
struktur
dari
kebiasaan kognitif
mereaksi yang
permasalahan.
menyimpang,
akan
membawa individu pada kondisi emosi yang labil. Sehingga daya nalar pun tidak berjalan normal. Individu yang mengalami trauma cenderung berada pada kondisi yang salah dalam mereaksi setiap situasi permasalahan. Ketiga, individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa
lebih
baik,
serta
berpikir
lebih
jelas.
CBT
akan
menghantarkan individuuntuk melakukan pelatihan agar dapat mereduksi sindrom trauma yang dialaminya serta membuat keputusan yang lebih tepat.
11
B.
Analisis Praktis
Psikoterapi, Contoh Aplikasi Cognitive Behavior Therapy (CBT) Seorang wanita berusia 39 tahun, telah menikah dan sekarang bermasalah. Suaminya sekarang tinggal di rumah orangtuanya gara-gara ketahuan menikahi wanita lain tanpa sepengetahuan dia. Mereka ribut dan dia menuntut suaminya untuk menceraikannya. Suaminya keberatan karena merasa tidak tega meninggalkan anak yang telah dilahirkan dari wanita tersebut. Suaminya berjuang mengutuhkan kembali hubungan mereka
dengan
mengunjungi
cara
bapaknya
sering di
membawa
rumah
kakek
anak dan
mereka neneknya.
Semangatnyq terbang melayang karena orang tua suami tidak berusaha
menyatukan
mereka
kembali.
Suaminya
malah
membiarkan wanita itu tinggal di rumah tersebut. Yang menjadi masalah adalah suaminya juga tidak mau menceraikan dia. Dia stress menghadapi hubungan yang terkatung–katung. Pekerjaan dan kesehatannya terganggu.dan pikirannya buntu. Keluarga menghendaki mereka bercerai. Dia belum mantap menuntut perceraian karena dia masih memiliki harapan rumah tangganya pulih kembali. Diagram CBT Suami Selingkuh, Orang Tua Tidak mau membantu.
What Think
You How You Feel
Suami tidak Ditinggalkan lagi mencintai dan keluarganya. ditelantarkan
12
What You Do
Minta bantuan mertua
Suami harus Dikhianati kembali kepada saya
Meminta suami menceraikan istri keduanya Keluarga Merasa tidak Mengajak harus kembali lengkap tanpa anak untuk ,meskipun suami menjenguk harus ayahnya . berjuang sendiri. Hubungan TerkatungStres, pikiran Perkawinan katung oleh buntu, terasa hubungan mengganggu menyiksa yang tak pasti pekerjaan dan kesehatan 1. Penjelasan Sisi Kognitif a) Konseli mempunyai
suatu
pemahaman
yang
“menyesakkan “atas suatu peristiwa, yang disertai pula dengan adanya keluhan gangguan pola hidup keseharian dan gangguan fisik b) Konseli menganggap bahwa perkawinan yang terbina adalah
merupakan
tanggungjawabnya
seorang
untuk
menyelamatkannya dan bertindak seperti “super woman “, sehingga konseli merasa marah apabila ada orang yang dianggap menghambat “misi”nya itu (dalam hal ini mertua yang tidak mau menjembatani permasalahan keluarga .Hambatan
yang
dialami
konseli
,
membuat
konseli
merasakan stres dan gangguan fisiknya. c) Konseli
menganggap
bahwa
semua
yang
dialaminya,
menempatkan dirinya pada posisi yang tertekan
13
2.
Pengelolaan Sisi Kognitif a) Summarizing: menyimpulkan tentang permasalahan yang dihadapi konseli. b) Reframing:
memandang
dari
sudut
pandang
konseli
tentang permasalahannya. c) Mengubah keyakinan yang salah: memberikan dorongan – dorongan untuk membantu konseli mencari bukti dari pikiran-pikiran dan konsekuensi yang dihadapinya. Contoh: Konseli diubah keyakinannya bahwa ia berjuang sendiri tanpa bantuan orang lain. Konseli memfasilitasi bantuan untuk membuat konseli sadar bahwa ia juga berhak minta bantuan dari suami, mertua, atau orang lain untuk menyelesaikan masalahnya.Konseli juga diajarkan untuk bisa
bersikap
tenang
dalam
menghadapi
masalah,
sehingga tidak mempengaruhi faktor fisikna. d) Konfrontasi: konseli
Mengubah
ketidakkonsistensian
pikiran
Mengubah Irrasional Belief. Misalnya: Konseli
menyalahkan
semua
orang
yang
ada
didalamnya,
konselor, mengkonfrontasikan, karena ada kemungkinan juga konseli juga menyumbang andil dalam pecahnya hubungan perkawinan itu. 3.
Penjelasan Sisi Behavior a) Menggunakan prinsip dasar “classical conditioning”dari Ivan.Pavlov. b) Terapi Behavior diperlukan untuk melemahkan hubungan antara situsi permasalahan dengan reaksi yang timbul darinya.
14
c) Sisi perilaku yang dihadapi konseli adalah, bahwa konseli merasa kebingungan apa yang harus ia lakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. d) Konseli juga menghadapi kemarahan dan kekecewaan yang berakibat terganggunya kegiatan pekerjaan, dan juga gangguan fisik lainnya. e) Prinsip dari sisi behavior adalah bahwa perilaku yang mengganggu, apabila tidak mendapatkan dukungan dari pikiran yang salah (secara kognitif) maka akan menjadi lemah.Hal ini disebut Extinction f) Di sisi lain, dengan sisi behavior ini, konseli diberikan tantangan untuk tetap berada dalam masalahnya, selama ia tidak berani untuk menghadapi masalahnya itu. 4.
Pengelolaan Sisi Behavior a) CBT bersifat aktif ,dimana terapis banyak terlibat dalam pemilihan pilihan dan tugas individu. b) Tujuan yang akan dicapai direncanakan secara matang. c) Pemberian tugas–tugas dan pemantauan kepada konseli untuk mempercepat proses penyembuhan. d) Exploring options: Konselor aktif menyodorkan pilihanpilihan perilaku kepada konseli. e) Facilitating actions: konselor memberikan tugas untuk mempercepat penyembuhan konseli.
15
BAB IV KESIMPULAN CBT
merupakan
sebuah
pendekatan
yang
memiliki
pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan
bahwasanya
CBT
pendekatan dalam psikoterapi yaitu
merupakan
perpaduan
cognitive therapy dan
behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan
16
oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam terapi yang dilakukan oleh CBT. CBT
didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan
perilaku negatif yang sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, individuterlibat aktivitas dan berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick, 1988: 44). Tujuan dari terapi Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 9) yaitu mengajak individu untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Konselor diharapkan mampu menolong individuuntuk mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri individudan secara kuat mencoba menguranginya. Konselor
atau
terapis
cognitive-behavior
biasanya
menggunakan berbagai teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan siswa. Teknik yang biasa dipergunakan oleh para ahli (McLeod, 2006: 157-158) yaitu: menata keyakinan irrasional, Bibliotherapy, mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor, mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril, mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami pada saat ini dengan skala 0-100, menghentikan pikiran. Individu belajar untuk menghentikan pikiran negatif dan mengubahnya menjadi pikiran positif, desentisisasi sistematis, pelatihan keterampilan sosial, assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak tegas, penugasan rumah dan in vivo exposure.
17
Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck (Oemarjoedi, 2003: 12), terapi cognitive-behavior memerlukan
sedikitnya
7
sesi
pertemuan.
Setiap
langkah
disusun secara sistematis dan terencana. Ketujuh sesi tersebut adalah assesmen dan diagnosa, pendekatan kognitif, formulasi status, fokus terapi, intervensi tingkah laku, perubahan core beliefs dan pencegahan. melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 7 sesi pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan, maka diringkas menjadi 5 sesi yaitu assesmen dan diagnosa, mencari emosi negatif, pikiran otomatis dan keyakinan
utama
yang
berhubungan
dengan
gangguan,
menyususn rencana intervensi dengan memberikan konsekwensi positif-negatif kepada siswa, formulasi status, fokus terapi, intervensi tingkah laku dan pencegahan.
18