BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah
mengenai tata kelola keuangan negara. Pemerintah dituntut untuk menciptakan tata kelola keuangan yang baik dan bersih, sehingga mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dan tercapainya tujuan pemerintah yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai stakeholder dari negara. Jika kita lihat kondisi saat ini, tata kelola keuangan pemerintah masih belum terlalu baik karena masih tingginya kebocoran pada keuangan negara sebagaimana yang diberitakan di berbagai media (Handayani, 2012). Kondisi tersebut seolah diperjelas dengan penerimaan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) sepanjang 5 tahun terakhir. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 (UU 17 Tahun 2003) dan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 01 Tahun 2007 (BPK RI, 2007) menjelaskan bahwa yang dimaksud keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pengelola keuangan. Pemerintah sebagai pengelola keuangan negara juga harus mempertanggungjawabkan uang rakyat yang dikelolanya dalam bentuk laporan keuangan pemerintah. Pertanggungjawaban haruslah 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
diungkapkan secara transparan sehingga benar-benar mencerminkan akuntabilitas. Untuk menilai akuntabilitas pertanggungjawaban pemerintah, maka laporan keuangan pemerintah juga harus diaudit. Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh BPK sebagai auditor eksternal. (Handayani, 2012). Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang revelan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan yang disusun pemerintah terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Adapun karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Adapun karakteristik yang merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki adalah; (a) Relevan, (b) Andal, (c) Dapat dibandingkan, dan (d) Dapat dipahami. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 / PP 71 Tahun 2010). Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sebagaimana dijelaskan dalam PP 71 Tahun 2010 adalah laporan keuangan yang terdiri dari: a)
Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
b)
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);
c)
Neraca;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
d)
Laporan Operasional (LO);
e)
Laporan Arus Kas (LAK);
f)
Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);
g)
Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK); serta
h)
Laporan lain dan/atau elemen informasi akuntansi yang diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan (statutory reports). LKPP sendiri merupakan laporan konsolidasi laporan keuangan dari seluruh
Kementrian Negara (Lembaga) dan BUN (Bendahara Umum Negara) dan unit terkait yang mengelola dan atau menguasai aset pemerintah, sedangkan yang dimaksud pemerintah pusat itu sendiri adalah penyelenggara pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah pusat terdiri dari perangkat Negara yaitu Presiden yang dibantu wakil presiden, para menteri dan lembaga-lembaga pemerintah pusat atau pemerintahan secara nasional yang berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia, yang dibagi menjadi tiga kekuasaan yaitu ; eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sedang yang menyusun LKPP adalah menteri keuangan sebagai konsolidator. Laporan keuangan tersebut selanjutnya dilakukan pemeriksaan oleh BPK selaku lembaga yang diamanahkan untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 / UU 15 Tahun 2004). LKPP yang dilakukan pemeriksaan meliputi Laporan Keuangan Kementrian dan Lembaga (LKKL), Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) dan Laporan Keuangan Bagian Anggaran BUN (LKBABUN). (Pusdiklat BPK RI, 2015).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Gambar 1. LKKL, LKBUN dan LKPP
a
LKKL
LKBUN
LKPP Sumber: Pemeriksaan Keuangan Negara, Pusdiklat BPK RI 2015
BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 / UU 15 Tahun 2006) yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Dalam melakukan pemeriksaan Keuangan Negara serta pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, BPK dapat melaksanakan pemeriksaan berupa pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Adapun yang dimaksud dengan pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan (UU 15 Tahun 2004). BPK dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan Standart Pemeriksaan Keuangan Negara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
(SPKN), dan disampaikan BPK dalam bentuk pernyataan profesional (opini audit) sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan (UU 15 Tahun 2004). Dalam menentukan opini tersebut sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 16 UU 15 Tahun 2004, BPK menyandarkan pada kriteria sebagai berikut: 1)
Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP);
2)
Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures);
3)
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
4)
Efektivitas sistem pengendalian intern. Adapun jenis opini yang diberikan BPK adalah merujuk pada Standar Profesi
Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) (Pernyataan Standar Audit (PSA) 29 Standar Audit (SA) Seksi 508) terdapat 5 (lima) jenis pendapat auditor (pemeriksa) yaitu; 1) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 2) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP DPP), 3) Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (WDP), 4) Pendapat Tidak Wajar (Adverse), dan 5) Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat / Opini (Disclimer).
Berdasarkan informasi data yang ada, bahwa opini BPK yang pertama kali diberikan atas LKPP adalah pada tahun 2004, dan selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, LKPP berdasarkan hasil pemeriksaan BPK mendapat predikat opini disclimer (tidak memberikan pendapat). Baru pada tahun 2009 mendapat predikat opini WDP, dan predikat ini bertahan hingga sekarang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Opini tidak memberikan pendapat (disclimer) diterbitkan ketika pemeriksa (auditor) tidak dapat meyakinkan dirinya bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar.
Opini ini terbit dikarenakan auditor
menganggap adanya pembatasan ruang lingkup audit oleh klien (auditee) atau adanya hubungan tidak independen diantara pemeriksa dengan klien (Arens et al, 2012).
Tabel 1.1 Daftar opini BPK terhadap LKPP tahun 2004-2013 TAHUN
OPINI
TAHUN
OPINI
2004
Tidak Memberikan Pendapat
2009
Wajar Dengan Pengecualian
2005
Tidak Memberikan Pendapat
2010
Wajar Dengan Pengecualian
2006
Tidak Memberikan Pendapat
2011
Wajar Dengan Pengecualian
2007
Tidak Memberikan Pendapat
2012
Wajar Dengan Pengecualian
2008
Tidak Memberikan Pendapat
2013
Wajar Dengan Pengecualian
Sumber : BPK RI, disarikan dari Laporan Hasil Pemeriksaan LKPP Tahun 2004 – 2013
Sedangkan menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29) opini WDP adalah pendapat yang menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. WDP diberikan ketika suatu keadaan tertentu yang tidak berpengaruh langsung terhadap pendapat wajar. Keadaan tertentu dapat terjadi apabila: 1)
Adanya pembatasan terhadap lingkup audit; berupa, a.
Pembatasan lain atas lingkup audit
b.
Ketidakpastian dan pembatasan terhadap lingkup audit
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
c. 2)
Perikatan dengan pelaporan terbatas
Laporan keuangan berisi penyimpangan dari Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia; berupa, a.
Laporan keuangan secara material terpengaruh oleh suatu penyimpangan dari Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia.
b.
Pengungkapan yang tidak cukup.
c.
Penyimpangan dari Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia yang menyangkut risiko atau ketidakpastian, dan pertimbangan materialitas.
d.
Perubahan Prinsip atau Metode Akuntansi
Berdasarkan pada tabel 1.1 sebelumnya, opini auditor pada LKPP sampai dengan tahun 2013 opini tertinggi adalah WDP, padahal pemerintah pusat sebagai contoh atau tolok ukur (benchmark) bagi Pemerintah Daerah dan Pemerintahan dalam lingkup yang lebih kecil sehingga menjadi kontras dimana banyak Kementrian dan Lembaga mendapat opini WTP yang merupakan predikat opini tertinggi dari hasil pemeriksaan BPK RI sebagaimana tergambar pada bagian akhir penelitian ini ( lampiran). Penelitian ini mengacu pada fenomena yang ada atas penerimaan opini WDP yang diterima oleh Pemerintah Pusat dari hasil pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh BPK RI. Dimana peneliti bermaksud untuk melakukan analisa secara deskriptif untuk menggali faktor-faktor atas penerimaan opini WDP sepanjang Tahun 2009 – Tahun 2013 seperti sistem pengendalian intern (akuntansi dan pelaporan, pelaksanaan anggaran), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, ruang lingkup audit yang mempengaruhi dan menyebabkan opini WDP tersebut bertahan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
dan tidak berubah untuk jenjang opni yang lebih baik (WTP). Alasan lain yang mendorong dalam penelitian ini adalah bahwa opini terkini dari LKPP adalah WDP sedang kondisi LKPP tahun 2004-2008 atas rekomendasi BPK, Pemerintah telah melakukan tindak lanjut berupa perbaikan di tahun berikutnya sehingga mulai tahun 2009 mendapat opini yang lebih baik. Berdasarkan uraian, fenomena dan sumber data yang ada peneliti tertarik untuk mengambil judul dalam penelitian ini ” Penerimaan Opini Audit Wajar Dengan Pengecualian (Studi Kasus Pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat)”.
B.
Rumusan Masalah Penelitian Pada penelitian ini perumusan masalah yang akan diteliti dan dianalisa adalah
sebagai berikut: 1)
Memastikan bahwa faktor-faktor yang telah diidentifikan SAP, SPKN dan UU 15 Tahun 2004 berikut merupakan faktor utama menyebab penerimaan Opini WDP pada hasil pemeriksaan LKPP; a.
Apakah terdapat ketidaksesusaian LKPP dengan Standar Akuntansi Pemerintahan?
b.
Apakah terdapat ketidakcukupan pengungkapan pada LKPP?
c.
Apakah terjadi ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan?
d.
Apakah terjadi ketidakefektivan sistem pengendalian intern dalam pengelolaan LKPP?
e.
Apakah terdapat pembatasan lingkup audit dalam proses pemeriksaan LKPP?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
2)
Apakah ada pertimbangan (professional judgement) dari BPK RI atas pemberian opini WDP tersebut selain faktor-faktor penentu sebagaimana telah diungkapkan dalam SAP ataupun SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) berupa: a.
Tidak adanya tindaklanjut dan perbaikan dari hasil pemeriksaan LKPP sebelumnya?
b.
Adakah temuan (findings) yang melebihi batas materialitas yang telah ditetapkan oleh pemeriksa?
C.
Tujuan Penelitian Sebagaimana uraian di atas maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan seorang auditor dalam memberikan opini audit WDP, serta menganalisa secara deskriptif penyebab LKPP belum pernah mendapat opini WTP sampai dengan tahun 2013.
D.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini sangat diharapkan mempunyai manfaat terutama bagi
peneliti sendiri dan seorang auditor untuk menjadi pertimbangan dalam memberikan opini. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1)
Sebagai bahan informasi bagi manajemen dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan mengenai apa saja yang menyebabkan seorang auditor memberikan opini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
2)
Pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang auditing, serta menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.
3)
Memberi motivasi bagi auditor pemerintah maupun akuntan publik swasta supaya menjadi lebih baik dan memberikan kontribusi dalam membantu upaya pemerintah dan sektor swasta terutama dalam kontribusi memberikan informasi keuangan yang handal kepada para pemegang saham dan pihak yang berkepentingan.
E.
Ruang lingkup penelitian Dalam penelitian ini peneliti membatasi pada fenomena penerimaan opini WDP
yang diterima oleh Pemerintah Pusat selama lima tahun terakhir hingga tahun 2013, berdasarkan laporan hasil permeriksaan (laporan audit) atas laporan keuangan pemerintah pusat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/