BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) dan American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan diabetes mellitus (DM) adalah suatu keadaan dimana tingkat glukosa plasma 126 mg/dl (7 mmol/l) atau lebih (Eckardstein, 2004). Pada tahun 2004 WHO menyatakan bahwa 64 juta orang didunia mengalami DM dan jumlah ini akan meningkat setiap tahun, dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita DM mencapai 300 juta orang (Tripathy, 2008). Menurut Health Situation in The South-East Asean Region 2001-2007, tipe diabetes yang paling umum adalah diabetes tipe 2. DM tipe 2 merupakan 8595% dari semua kasus diabetes dan merupakan masalah kesehatan utama secara global. Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14.7%. Di daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5.8%. Prevalensi DM di Indonesia diperkirakan mencapai 21.3 juta orang di tahun 2030. Riskesdas Yogyakarta juga menyatakan pada tahun 2007 diagnosa oleh tenaga kesehatan didapatkan hasil bahwa
sebanyak 1.1% penduduk Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) di diagnosa menderita penyakit DM dan dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia 0.7% masyarakat DIY
menderita DM serta
menduduki urutan ke 32 di Indonesia. Selain itu, penduduk DIY yang terdiagnosa
dengan gejala DM sekitar 1.6% sedangkan dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia, sebanyak 1.1% penduduk DIY terdiagnosa dengan gejala DM serta menduduki urutan ke 29 di Indonesia. Jadi jumlah penderita DM dengan diagnosa gejala DM di Yogyakarta lebih tinggi daripada orang-orang yang sudah didiagnosa DM. Diabetes Mellitus (DM ) merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan kompleks dan berkelanjutan, yang teridiri dari 4 pilar, yaitu pengobatan, latihan, diit, dan edukasi. Pengobatan pada pasien DM sangat penting dilakukan untuk lebih mengontrol metabolisme dalam tubuh (Davey, 2005). Selain pengobatan, pasien dengan DM juga perlu melakukan olahraga yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh. Olahraga yang dilakukan secara tepat, benar, terukur, dan teratur dapat membantu untuk mengendalikan kadar gula darah dalam tubuh. Olahraga pasien DM sebaiknya dilakukan 3 sampai 5 kali seminggu (Dewani, 2006). Pasien DM perlu mengontrol glukosa darah dengan melakukan diet dengan ketentuan, (1) makan secara teratur (tiga kali makanan pokok dan tiga kali cemilan /hari dengan waktu yang sama), (2) memakan makanan dengan jumlah kalori yang adekuat, (3) membatasi asupan lemak, (4) membatasi asupan gula, (5) meningkatkan asupan serat hingga 25 gram/hari, (6) pertahankan berat badan ideal, (7) melakukan olahraga 1 jam sebelum makan. Tujuan diet untuk DM tipe 2 untuk menurunkan dan/atau mengendalikan berat badan, mengendalikan kadar gula dan kolesterol (Andry, 2006). Edukasi tentang DM terutama pada orang yang
baru mengetahui bahwa dirinya mengidap DM sangat penting dilakukan agar penderita DM (pasien) dapat mengontrol dan mengurangi resiko DM (Fox, 2010). Kompleksitas dan keberlanjutan penangan DM ini membutuhkan keterampilan pasien dalam mengintegrasikan penanganan DM secara mandiri dan berkelanjutan, sehingga perlu dilakukan Diabetes Self Management Education (DSME) pada pasien diabetes. Diabetes Self Management (DSM) muncul karena adanya asumsi dari masyarakat bahwa gaya hidup yang sehat akan menghasilkan kontol metabolik diabetes yang baik, yang akan membantu dalam menghindari komplikasi akut dan jangka panjang dari penyakit (Bradley, 1994). Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk pasien diabetes agar membantu pasien dalam membuat keputusan serta mengelola penyakit diabetes mereka secara efektif guna memperoleh kesembuhan. Pasien dengan diabetes perlu mendapat dukungan untuk mengikuti pembelajaran manajemen DM agar mencapai hasil yang lebih baik (Funnell & Anderson, 2004). Menurut Zaza, Briss, & Harris (2005), tujuan dari DSME adalah mencapai kontrol metabolik yang optimal dan memperoleh kualitas kehidupan yang lebih baik serta untuk mencegah penyakit akut dan komplikasi kronik lainnya. Dukungan dari teman sebaya (Peer Support) merupakan suatu sistem memberi dan menerima bantuan dengan prinsip rasa hormat, tanggung jawab bersama, dan kesepakatan bersama tentang hal-hal yang membantu. Peer group berupa empati dimana teman dapat menjadi satu atau merasakan keadaan pasien dari pengalaman yang sama dan pernah dialami (what is peer support, 2011 cit
(Mead, 2001)). Menurut Smith et al. (2011), peer support juga didefinisikan sebagai penyediaan dukungan dari seorang individu dengan berbagai pengalaman hidup yang serupa. Peer support menurut WHO merupakan suatu pendekatan yang menjanjikan untuk perawatan pasien diabetes karena memanfaatkan kemampuan pasien diabetes untuk saling mendukung dalam mengelola kehidupan sehari-hari. Perilaku yang dilakukan oleh orang-orang dengan atau berisiko diabetes untuk mengelola penyakit tersebut dalam kehidupan sehari-hari disebut Diabetes Self-Care Activities. Terdapat tujuh hal penting dalam perilaku pasien diabetes untuk memprediksi hasil yang baik, yaitu pola makan, aktif secara fisik, pemantauan gula darah, menerima obat biasa, keterampilan dalam memcahkan masalah yang baik, keterampilan mengatasi kesehatan dan pengurangan risiko perilaku (Gopichandran et al., 2012). B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian ini adalah, “Bagaimana efektivitas Face to Face Peer Group Diabetes Self Management Education Program (DSMEP) terhadap peningkatan diabetes Self Care Activities pada pasien DM type 2 di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta?”
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas Face to Face Peer Group Diabetes Self Management Education Program (DSMEP) terhadap
peningkatan diabetes Self Care Activities pada
pasien DM type 2 di RSUP
Dr.Sardjito Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, kajian pustaka dan bahan bacaan bagi peneliti lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada efektivitas Face to Face Peer Group Diabetes Self Management Education Program (DSMEP) terhadap peningkatan diabetes Self Care Activities pada pasien DM type 2 di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta.
2.
Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan kepada mahasiswa agar menjadi pelajaran terkait dengan Face to Face Peer Group Diabetes Self Management Education Program (DSMEP) terhadap self activities pada pasien diabetes dan dapat melakukan penelitian yang lebih jauh tentang self activities pasien diabetes mellitus.
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai efektivitas Face to Face Peer Group Diabetes Self Management Education Program (DSMEP) terhadap peningkatan diabetes Self Care Activities pada pasien DM type 2 di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta, sejauh yang penulis ketahui belum terdapat penelitian yang sejenis. Namun penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain:
1.
Penelitian dari Kamlesh Khunti et al. (2012), “Effectiveness of a Diabetes Education and Self Management Programme (DESMOND) for People with Newly Diagnosed Type 2 Diabetes Mellitus: Three Year Follow-upof a Cluster Randomised Controlled Trial in Primary Care”. Penelitian ini dilakukan di Inggris dan Skotlandia dan dilakukan untuk melihat keefektivan program self management education di 13 tempat perawatan umum (207 praktek).
Ditujukan untuk individu yang didiagnosis dalam waktu enam
minggu dan dikecualikan untuk pasien yang berumur dibawah 18 tahun. Dilakukan dengan uji acak terkendali yang dilakukan pada tingkat praktek. Pada orang dewasa dengan diagnosis DM tipe 2, program enam jam menejemen diri tidak memberikan manfaat yang berkelanjutan dari segi biomedis dan gaya hidup selama tiga tahun, tetapi masih diyakini bahwa terjadi perubahan penyakit. Dukungan dari orang terdekat meningkat untuk pasien dengan DM tipe 2. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini membahas tentang efektivitas Face to Face Peer Group Diabetes Self Management Education Program (DSMEP) terhadap peningkatan diabetes Self Care Activities pada pasien DM type 2 di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dengan sampel sebanyak 30 yang dibagi menjadi dua yaitu 15 pasien dimasukkan kedalam kelompok control dan 15 pasien sebagai pasien tergabung dalam kelompok intervensi. Pasien DM yang dipilih memiliki kriteria yaitu terdiagnosis DM khusunya DM tipe 2 dan
mengukur diabetes self care activities setelah mendapatkan pendidikan tentang diabetes. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama memberikan pendidikan kesehatan terkait dengan DM pada pasien. 2.
Penelitian dari Aslak Steinsbekk et al. (2012), “Group Based Diabetes SelfManagement Education Compared to Routine Treatment for People with Type 2 Diabetes Mellitus. A Systematic Review with Metaanalysis”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai efek dari DSME berbasis kelompok dibandingkan dengan pengobatan rutin pada klinik, gaya hidup, dan psikososial dari pasien DM tipe 2. Merupakan sistematis review dengan metaanalisis randomised controlled trials (RCT’s). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Peer Group Diabetes Self-Management Education dan variabel terikat Routine Treatment for People with Type 2 Diabetes Mellitus. Penelitian ini dilakukan pada orang dewasa yang terdiagnosis mengalami DM tipe 2. Waktu penelitian dibagi menjadi jangka pendek (6 bulan – kisaran 4-8 bulan) dan jangka panjang (12 bulan – kisaran 9-16 bulan) dan 2 tahun atau lebih (mulai 17 bulan atau lebih). Hasil yang diperoleh adalah terdapat indikasi bahwa intervensi yang diberikan dari pendidik tunggal, disampaikan dalam waktu kurang dari 10 bulan, dengan lebih dari 12 jam dan antara 6 dan 10 sesi memberikan hasil terbaik. Kelompok berbasis DSME pada orang dengan DM tipe 2 menghasilkan perbaikan secara klinis, gaya hidup, dan hasil psikososial.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis pre-eksperimental dan rancangan yang digunakan one group pre-test-post-test design dengan komparison group dan bukan merupakan sistematis review dengan metaanalisis randomised controlled trials (RCT’s). Selain itu, penelitian ini melihat tentang Diabetes Self-care activities pada pasien DM tipe 2 di RSUP Dr.Sardjito di poli klinik endokrin. Variabel bebas pada penelitian ini adalah efektivitas face to face Peer Group Diabetes Self Management Education Program (DSMEP) dan variabel terikat adalah diabetes self care activities. 3.
Penelitian dari Tam Van Vu et al. (2012), Peer support and improved quality of life among persons living with HIV on antiretroviral treatment: A randomised controlled trial from north-eastern Vietnam. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek dari peer support pada kualitas hidup pasie dan stigma orang dengan human immunodeficiency virus (ODHA) setelah 12 bulan memakai Antiretroviral Therapy (ART) yang dilakukan di Quang Ninh Vietnam antara Oktober 2008 dan November 2010 dengan sub-sampel study uji acak terkontrol. Peserta berjumlah 119 orang menerima dukungan dari peer support yang mengunjungi peserta di rumah setiap dua minggu selama dua bulan pertama kemudian mingguan. Pada kelompok kontrol 109 pasien dirawat sesuai dengan pedoman standar termasuk konseling, pemeriksaan kesehatan setiap bulan dan kepatuhan minum obat. Quality of Live (QOL) dan stigma internal diukur menggunakan Worlds Health Organization Quality of Live-HIVBREF dan instrumen stigma AIDS skala internal normal dan 12
bulan. T-test digunakan untuk mendeteksi perbedaan antara nilai rata-rata multilevel regressions linier untuk menentukan faktor yang menentukan quality of live. Didapatkan hasil bahwa peer support memberikan dampak peningkatan QOL pada pasien dengan kondisi immunosuppressed (klinisi tahap 3 dan 4) tetapi tidak memberikan dampak pada pasien dengan gejalan ringan atau tidak klinis (klinisi tahap 1 dan 2). Perbedaannya adalah penelitian ini melihat tentang peer group atau peer support pada pasien DM yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Sardjito di Yogyakarta sedangkan penelitian dari Tam Van Vu [et al.] 2012 meneliti tentang pengaruh peer support terhadap QOL pasien HIV yang berada di Quang Ninh Vietnam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis pre-eksperimental dan rancangan yang digunakan one group pre-test-post-test design dengan komparispon group. Selain itu, penelitian ini melihat tentang Diabetes Self-care activities pada pasien DM tipe 2 di RSUP Dr.Sardjito di poli klinik endokrin. Variabel bebas pada penelitian ini adalah efektivitas face to face peer Group Diabetes Self Management Education Program
(DSMEP) dan variabel terikat adalah
diabetes self care activities, sedangkan pada penelitian Tam Van Vu [et al.] variabel bebas adalah peer support and improved quality of live dan variabel terikat adalah persons living with HIV. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 35 orang. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang efektifitas peer support terhadap pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka 1. Diabetes Melitus Suatu penyakit yang ditandai oleh hiperglikemia kronis dalam waktu jangka panjang merupakan penyakit DM. Insulin yang menurun dalam tubuh adalah suatu bentuk dari DM (Winter, 2002). Smeltzer dan Brenda (2002) juga menjelaskan bahwa DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan hiperglikemia atau
kenaikan kadar
glukosa dalam darah. Glukosa yang normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah dan glukosa ini dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin merupakan hormon yang di produksi di pankreas, yang mengendalikan kadar glukosa darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Menurut World Health Organization (WHO) dan American Diabetes Association (ADA), DM diklasifikasikan menjadi dua, yaitu diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)) dan diabetes tipe 2 (NonInsulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)) (Levene & Donnelly, 2011). Menurut Jacobsen (2012), DM tipe 2 adalah gangguan metabolik yang dicirikan dengan glukosa darah yang tinggi dalam arti resistensi insulin dan relatif kekurangan insulin. Corwin (2009) menyatakan pada diabetes tipe 2, terjadi ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin