BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban antar pihak yang mengikatkan dirinya. Untuk memberikan perlindungan bagi para pihak agar hak dan kewajiban terpenuhi maka dibutuhkan peraturan hukum. Hubungan semacam ini disebut dengan hubungan hukum dan karena hubungan ini diatur oleh hukum maka hubungan hukum menjadi objek hukum. Perjanjian antara pihak yang melakukan hubungan hukum, dalam Hukum Perdata, menjadi hukum bagi kedua belah pihak sehingga kedua belah pihak wajib mematuhinya. Meskipun begitu, seringkali ada pihakpihak yang tetap tidak mematuhi perjanjian yang telah dibuat dan berdampak dengan tidak terpenuhinya hak dan kewajiban pihak lain. Hal ini menimbulkan pihak yang merasa dirugikan karena tidak terpenuhinya hak, menuntut keadilan melalui penyelesaian sengketa dengan proses pengadilan sesuai dengan yang diatur dalam Hukum Acara Perdata. Seiring berjalannya waktu, serta semakin majunya perdagangan dan bisnis maka tingkat keumitan sengketa yang timbul juga semakin bertambah. Selain itu, arus globalisasi yang menimbulkan perkembangan bisnis yang cepat juga berakibat bagi dituntutnya hukum untuk berkembang dalam mengatasi sengketa yang timbul dalam sebuah hubungan hukum. Seringkali penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan ( judicial settlement of dispute ) tidak memenuhi asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Oleh karena itu, para pelaku usaha, dalam dunia bisnis yang berkembang menuntut penyelesaian sengketa yang memenuhi asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Penyelesaian sengketa yang dipilih seringkali merupakan penyelesaian sengketa di luar proses pengadilan.
Menurut M.Yahya Harahap, pengalaman dan pengamatan telah membuktikan, penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan relatif rambat dikarenakan ( M.Yahya Harahap, 1993:232 ) : a. Penuh dengan formalitas b. Terbuka upaya banding, kasasi, dan peninjauan kembali sehingga jalannya proses penyelesaian, bias berlikuliku dan memakan waktu yang sangat panjang, bisa sampai memakan waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun. c. Belum lagi munculnya berbagai upaya perlawanan atau intervensi dari pihak ketiga ( derden verzet ), menyebabkan penyelesaian semakin rumit dan panjang. Para pelaku usaha dan bisnis dalam dunia modern lebih memilih penyelesaian sengketa di luar proses pengadilan, baik dengan cara mediasi, negosiasi, rekonsiliasi, atau arbitrase. Paradigma ini dalam mencapai keadilan lebih mengutamakan pendekatan konsesus dan berusaha mempertemukan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa seta bertujuan untuk mendapatkan hasil penyelesaian sengketa kearah win-win solution( Adi sulistiyono, 2006:5 ). Para pihak yang bersengketa merupakan perusahaan-perusahaan Abesar. Para pihak ini menginginkan kepentingan dan hak-haknya tercapai. Selain itu, para pihak yang merupakan perusahaan-perusahaan besar ini juga menginginkan agar hak-haknya dan kepentingankepentingannya diperhatikan dan dipertahankan. Oleh karena itu, para pihak yang bersengketa lebih memilih penyelesaian melalui jalur non litigasi yang berupa arbitrase. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sendiri berbeda jika dibandingkan dengan penyelesaian melalui mediasi, negosiasi, dan konsiliasi. Arbitrase merupakan institusi penyelesaian sengketa yang menggunakan pendekatan pertentangan ( adversial )dengan hasil win lose yang dipilih sebagai alternatif oleh pelaku bisnis ( Adi Sulistiyono, 2006:139 ).
Arbitrase dalam sebuah alternatif penyelesaian sengketa di bidang bisnis di Indonesia sangat penting. Arbitrase di Indonesia diatur di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Alasan dari dipilihnya arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa adalah karena arbitrase memiliki beberapa keunggulan yaitu : ( Rahmadi Indra Tektona, Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi
Penyelesaian
SengketaBisnis
di
Luar
Pengadilan,
http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/pandecta/2327, ( diakses pada tanggal 18 November 2015 )). a. Adanya kerahasiaan putusan arbitrase dan hubungan para pihak tetap terjaga. b. Prosedurnya sederhana dan cepat c. Para pihak yang bersengketa dapat memilih orang atau lembaga ( arbiter ) yang akan menyelesaikan sengketa sehungga menjamin kualitas putusannya d. Putusannya bersifat final, binding ( mengikat ), dan memiliki daya paksa. Kelebihan-kelebihan dalam hal penyelesaian sengketa melalui arbitrase sangatlah banyak sehingga kalangan pelaku bisnis lebih memilih arbitrase daripada melalui pengadilan. Peranan dan penggunaan lembaga arbitrase
dalam
menyelesaikan
sengketa
dibidang
bisnis
sudah
berkembang sangat pesat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan fakta bahwa banyaknya kontrak dagang yang mencantumkan klausula arbitrase sebagai forum dalam penyelesaian sengketa.( Erman Rajagukguk, 2000:1 ) Ada beberapa faktor yang menyebabkan pemilihan alternatif penyelesaian sengketa melalui arbitrase berkembang sangat pesat yaitu ( Huala Adolf, 2008:14 ) : a. Berperkara melalui arbitrase tidak begitu formal dan fleksibel b. Dalam
arbitrase,
para
pihak
yang
bersengketa
diberi
kesempatan untuk memilih arbitrator yang mereka anggap
dapat memenuh harapan mereka baik dari segi keahlian maupun pengetahuan pada suatu bidang tertentu; dan c. Faktor kerahasiaan proses berperkara dan putusan yang dikeluarkan
merupakan
alasan
utama
forum
arbitrase
dinikmati. Banyak kelebihan yang didapat dari arbitrase, namun bukan berarti arbitrase selalu menguntungkan semua pihak seperti yang diharapkan pada prakteknya. Seperti contoh ada juga proses arbitrase yang memakan waktu yang lama seperti; Kasus AMCO Asia Corp melawan Republik Indonesia.( Aldo Rico Geraldi,dkk, Penyelesaian Sengketa Kasus Investasi AMCO
vs
Indonesia
Melalui
ICSID,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=150949&val=907&tit le=PENYELESAIAN%20SENGKETA%20KASUS%20INVESTASI%20 AMCO%20VS%20INDONESIA%20MELALUI%20ICSID
(
diakses
pada tanggal 19 November 2015 )) Contoh lain, dalam praktek putusan arbitrase terutama arbitrase asing tidak dapat dilaksanakan karena alasan-alasan tertentu, seperti misalnya permasalahan ketertiban umum, putusan arbitrase tidak sah, dan sebagainya ( Sudargo Gautama, 2004:10 ). Selain kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga memiliki kelemahan diantaranya sebagai berikut : ( Munir Fuady, 2000:94 ) a. Tidak mudah untuk mempertemukan kehendak para pihak yang bersengketa untuk membawa sengketa mereka kepada forum arbitrase. Harus terdapat kesepakatan antara kedua bela pihak yang bersengketa. Dalam penentuan kesepakatan tersebut sering terjadi konflik kepentingan mengenai permasalahan pilihan hukum dan pilihan forum yang berlaku atas perjanjian tersebut b. Dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional masih menjadi persoalan yang rumit. Hal tersebut dikarenakan masing-masing Negara mempunyai ketentuan
yang berbeda dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional c. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak selalu memakan biaya yang sedikit. Hal tersebut dikarenakan biaya arbitrator yang ditunjuk dapat memakan biaya yang cukup banyak mengingat para pihak dapat memilih arbitrator yang menurut mereka ahli di bidangnya masing-masing. d. Arbitrase dapat pula berlangsung lama dan karenanya membawa akibat biaya yang tinggi terutama dalam hal arbitrase dilakukan di luar negeri. Arbitrase sebenarnya merupakan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, namun meskipun begitu, pengadilan masih tetap mempunyai peranan dalam pendaftaran, pengakuan, dan pelaksanaan putusan yang dibuat oleh arbitrase ( Erman Rajagukguk, 2000:9 ). Pada Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 diatur tentang proses pelaksanaan putusan arbitrase yang harus didaftarkan ke pengadilan negeri. Menurut urutan proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, pemeriksaan sengketa akan diakhiri dengan putusan arbitrase, seperti halnya dengan penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan.Didalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dinyatakan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.Meskipun begitu, didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 juga mengatur mengenai pembatalan putusan arbitrase. Putusan arbitrase dikatakan bersifat final dan mengikat, tetapi pihak yang merasa keberatan dengan putusan arbitrase tersebut dapat mengajukan permohonan
pembatalan
putusan
arbitrase
ke
pengadilan
negeri.dengankata lain, permohonan pembatalan putusan arbitrase merupakan sebuah upaya hukum dari pihak yang tidak puas dari dijatuhkannya putusan arbitrase.
kemungkinan untuk dibatalkannya putusan arbitase, menimbulkan sebuah kerancuan dalam penafsiran Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Kerancuan tersebut adalah dengan adanya kemungkinan dibatalkannya putusan arbitrase, apakah menghilangkan sifat putusan arbitrase yang final dan mengikat. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak menyebutkan mengenai adanya upaya hukum untuk pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase. Penulisan hukum ini lebih lanjut akan membahas mengenai pembatalan putusan arbitrase BANI dalam kasus sengketa antara PT. Sea World Indonesia melawan PT. Pembangunan Jaya Ancol yang diselesaikan di lembaga arbitase BANI. Namun demikian, atas ketidakpuasan Putusan BANI tersebut PT. Sea World Indonesia mengajukan permohonan pembatalan Putusan BANI ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Permohonan pembatalan putusan BANI tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Putusan Nomor : 305/Pdt.G/BANI/2014/PN.jkt.utr. Berdasarkan pemaparan yang dilakukan dapat dilihat polemik yang menarik penulis untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pembatalan putusan BANI tersebut. Oleh karena itu, penulis memilih judul “ STUDI TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN BANI DI INDONESIA ( STUDI PUTUSAN NOMOR : 305/PDT.G/BANI/2014/PN.JKT.UTR )”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis merumuskan masalah masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalah-masalah apa yang hendak diteliti. Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangatlah penting karena dibuat untuk memecahkan masalah pokok yang timbul sehingga jelas dan sistematis sehingga dapat menemukan pemecahan masalah yang tepat dan dapat mencapai tujuan. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Apakah pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam membatalkan putusan BANI Nomor : 513/IV/ARB-BANI/2013
telah sesuai dengan Ketentuan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ? b. Apakah akibat hukum dari dibatalkannya Putusan BANI Nomor : 513/IV/ARB-BANI/2013 ? C. Tujuan Penelitian Di dalam suatu penelitian tentu ada suatu tujuan yang hendak dicapai. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis tujuan dalam pelaksanaan suatu penelitian, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektif merupakan tujuan yang berasal dari tujuan peneletian itu sendiri, sedangkan tujuan subjektif berasal dari penulis. Adapun tujuan objektif dan subjektif yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : a. Tujuan Objektif 1) Untuk mengetahui secara jelas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam membatalkan putusan BANI telah sesuai atau tidak dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 2) Untuk mengetahui secara jelas akibat hukum bagi kedua belah pihak dari dibatalkannya putusan BANI. b. Tujuan Subjektif 1) Untuk memenuhi persyaratan akademis dalam memperoleh Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2) Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara perdata pada khususnya. 3) Untuk melatih kemampuan penulis dalam mempraktekkan teori ilmu hukum, mengembangkan dan memperluas
pemikiran serta pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan guna mengkaji tentang pembatalan putusan BANI di Indonesia. D. Manfaat Penelitian Dalam suatu penelitian, dapat memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri maupun masyarakat umum, terutama bagi bidang yang diteliti. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat teoritis 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Perdata pada khususnya. 2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Acara Perdata mengenai pembatalan putusan BANI di Indonesia. 3) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap penulisan
maupun
penelitian
sejenis
untuk
tahap
berikutnya. b. Manfaat Praktis 1) Mengembangkan penalaran dan pola pikir yng dinamis serta untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh. 2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti oleh peneliti secara benar dan bukan hanya penalaran saja sehingga sesuai dengan tujuan hukum yaitu kepastian hukum. 3) Hasil penelitian ini dapat memberi masukan dan dapat bermanfaat
terhadap
penerapan
ilmu
hukum
bagi
masyarakat pada umumnya dan bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi ( Peter Mahmud Marzuki, 2011:35 ). Dalam proses penelitian hukum, diperlukan metode penelitian yang akan menunjang hasil penelitian. Penelitian hukum juga merupakan suatu kegiatan know-how bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan knowhow penelititan hukum digunakan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Di sinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi, dan memberikan pemecahan atas masalah tersebut ( Peter Mahmud Marzuki, 2014:47). Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah : a. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normative adalah penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum ( library based ) yang fokusnya membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder, sehingga dalam penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori dan konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi ( Peter Mahmud Marzuki, 2014:35 ). Menurut Soerjono Soekanto, penelitian normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder atau bahan-bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier ( Soejono Soekanto, 1986:10 ) b. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah bersifat preskriptif dan terapan. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa ilmu hukum
bukan termasuk dalam ilmu deskriptif, melainkan ilmu yang bersifat preskriptif (Peter Mahmdu Marzuki, 2014:59). Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, dan normanorma hukum. Penelitian hukum yang bersifat prekriptif bertujuan
memberikan
seyogyanya
dilakukan,
preskripsi bukan
mengenai
membuktikan
apa
yang
kebenaran
hipotesis. Preskripsi itu harus timbul dari telaah yang dilakukan. Mengingat ilmu hukum merupakan ilmu terapan, penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis sekalipun harus melahirkan preskripsi yang dapat diterapkan (Peter Mahmdu Marzuki, 2014:69). Menurut uraian diatas, maka sikap preskriptif dalam penelitian ini yaitu penulis akan mempelajari konsep hukum serta segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum acara perdata khususnya pembatalan putusan
arbitrase
dalam
perkara
Putusan
Nomor
:
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.Utr. c. Pendekatan Penelitian Di
dalam
penelitian
hukum
terdapat
beberapa
pendekatan, yang mana dengan pendekatan tersebut maka peneliti akan mendapatkan informasi dan beberapa aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekaan Undang-Undang ( statute approach ), pendekatan kasus ( case Approach ), pendekatan historis ( historical approach ), pendekatan komparatif ( comparative approach ), dan pendekatan konseptual ( conseptual approach ) ( Peter Mahmud Marzuki, 2013:133 ). Adapun pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang (
statute approach) dan pendekatan kasus ( case approach ). Pendekatan undang-undang ( staute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang dianalisis. Pendekatan kasus (case approach ) digunakan oleh penulis untuk menelaah pertimbangan hakim dalam mengabulkan pembatalan putusan BANI. d. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui pengkajian pustaka-pustaka yang ada, yang berhubungan dengan penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup : (a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya mengikat dan mendasari bahan hukum lainnya, terdiri dari : 1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 2) Herziene Inlandsch Reglement ( HIR ) 3) Rechtsreglement voor de Buitengewesten ( RBG ) 4) Reglement op de Bergerlijk Rechtsvordering ( Rv) 5) Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Ratifikasi Konvensi New York 1958 6) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor : 305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.utr. (b) Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer ( Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001:13 ). Dalam hal
ini adalah jurnal-jurnal, buku-buku, dan doktrin dari para ahli mengenai pembatalan putusan arbitrase. e. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam penelitian hukum ini, teknis yang digunakan penulis dalam pengumpulan bahan hukum adalah studi dokumen atau studi kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan bahan ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, mengkaji, dan menganalisis bahan-bahan hukum (bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder) dengan menyesuaikan permasalahan yang dikaji oleh penulis. Hal ini dimaksudkan
untuk
memperoleh
landasan
teori
yang
berhubungan dengan penelitian hukum yang penulis kaji. f. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah analisis bahan hukum yang bersifat deduksi dengan metode silogisme.
Artinya
bahwa
analisis
bahan
mengutamakan pemikiran secara logika
hukum
sehingga
ini akan
menemukan sebab dan akibat yang akan terjadi. Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter
Mahmud
Marzuki
metode
deduksi
sebagaimana
silogisme yang diajarkan, Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum), kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Di dalam logika atau silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum (Peter Mahmdu Marzuki, 2014: 89-90). Premis mayor yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa,
Herziene Inlandsch Reglement ( HIR ), Rechtsreglement voor de Buitengewesten ( RBG ), Reglement op de Bergerlijk Rechtsvordering ( Rv), Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 tentang Ratidikasi Konvensi New York 1958, dan Putusan
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Utara
Nomor
:
305/Pdt.G/BANI/2014/PN.Jkt.utr. Sedangkan yang menjadi premis minor dalam penelitian hukum ini adalah fakta hukum mengenai Pembatalan Putusan BANI mengenai perkara perselisihan sengketa. F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dan mempermudah pemahaman terkait seluruh isi penulisan hukum, maka penulis membagi sistematika penulisan hukum dalam empat bab yang saling berkaitan dan berhubungan yang dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap hasil penulisan hukum ini. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian hukum ini, perumusan masalah yang merupakan inti dari maslaah yang ingin penulis teliti, tujuan penelitian mengadakan penelitian, manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini, metode penelitian berupa jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum dan teknik analisis bahan hukum penelitian penulis, dan sistematika penulisan hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis memberikan kerangka teori dan kerangka pemikiran yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Kerangka teori tersebut meliputi
Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Sengketa dan Tinjauan Umum Tentang Arbitrase. Sedangkan dalam kerangka pemikiran berisi uraian bagan mengenai alur pemikiran penulis terhadap isi penelitian hukum yang diteliti. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis akan memaparkan hasil penelitian, menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah yang penulis teliti. Bab ini akan menjawab permasalahan yang diangkat, yaitu mengenai pembatalan putusan arbitrase dalam sengketa antara PT. Sea World Indonesia melawan PT. Pembangunan Jaya Ancol. BAB IV : PENUTUP Pada bab ini, penulis mengemukakan simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya serta memberikan saran atau rekomendasi terkait dengan permasalahan yang penulis teliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN