BAB. I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Jatuhnya kekuasaan Orde Baru menandai munculnya zaman baru di Indonesia. Angin demokrasi setelah masa reformasi 1998 yang lalu, membuat perubahan besar terjadi dalam alam politik di Indonesia. Masa tersebut tidak hanya ditandai oleh peralihan kekuasaan dari Soeharto ke B.J. Habibi, melainkan juga ditandai dengan munculnya berbagai partai politik dengan beragam basis ideologi. Dihapusnya undang-undang keormasan tahun 1985 yang mewajibkan semua organisasi massa untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya dasar ideologi, merupakan momentum bagi munculnya partai dan organisasi massa, tidak terkecuali gerakan Islam (Masykur, 2011:51). Setelah itu, semua menyaksikan era baru, yaitu liberalisasi politik yang luar biasa. Atas nama demokrasi, partai politik menjamur dan pemilu yang diikuti puluhan partai kembali lagi terjadi. Seleksi alamiah yang diharapkan berjalan cepat, ternyata berjalan lambat sampai hari ini. Diluar itu, aneka warna gerakan bermunculan, dan yang tak terduga, konflik horizontal mewabah disetiap daerah. Di tengah euforia kebebasan tersebut, kekuatan-kekuatan ideologi yang hampir mati mendapat ruang sosial politik kembali. Memanfaatkan kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berserikat dan berkumpul, beberapa ideologi kemudian berusaha menemukan pola baru, yakni melalui partai politik (baru atau lama) ataupun gerakan sosial. Adapun tujuannya adalah untuk merebut kekuasaan
melalui jalur demokratis ataupun non-demokratis, yang pada akhirnya diharapkan akan mampu mempengaruhi proses politik dan kebijakan (Said,2012:x). Pada era reformasi tersebut banyak tokoh-tokoh Islam tampil mewarnai sekaligus menentukan arah reformasi. Tidak hanya dari gerakan Islam seperti NU dan Muhammadiyah yang memang dari awal telah berakomodasi dengan negara, tetapi pada masa tersebut muncul juga gerakan Islam yang menolak berakomodasi ke dalam entitas negara Indonesia karena menginginkan umat Islam berada di bawah satu kekhalifahan dunia. Munculnya gerakan-gerakan baru yang bercorak Islam di Indonesia ini menjadi kekuatan sosial yang tak terduga. Beberapa di antaranya bahkan bercitacita agar umat Islam bersatu dalam satu kekhalifahan dunia. Salah satu gerakan Islam yang mencita-citakan mendirikan khilafah Islamiyah adalah Hizbut Tahrir. Gerakan transnasional yang ideologinya bertitik tolak dari pandangan Taqiyudin an-Nabhani ini mengatakan bahwa khilafah Islamiyah adalah keharusan dengan membentuk Darul Islam. Yang dimaksud darul Islam tersebut adalah daerah yang di dalamnya diterapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam urusan pemerintahan (Tahrir, 2007:7). Konsep darul Islam yang dibawa Hizbut Tahrir berangkat dari keyakinan bahwa Islam adalah sebuah agama dan daulah yang mengatur semua aspek kehidupan mulai dari hukum, budaya, ekonomi, sosial dan politik. Konsep ini diilhami oleh “negara madinah” pada zaman Rasul abad ke 7 M dengan sistem khilafah dan syariat Islam sebagai dasar ideologinya.
Dalam konteks Indonesia, hal tersebut di atas dapat menjadi sebuah persoalan karena ideologi yang dibawa oleh gerakan tersebut berbenturan dengan ideologi bangsa Indonesia yaitu ideologi Pancasila. Sebagai sebuah ideologi bangsa, Pancasila tidak berangkat dari ruang kosong, akan tetapi hadir dari realitas sejarah dan semangat zaman yang melingkupinya. Realitas sejarah telah berproses dalam kurun waktu yang tidak sebentar di nusantara dan pada akhirnya memunculkan ramuan ideologi baru di tengah pertarungan ideologi saat itu. Pancasila telah mampu menjadi ideologi alternatif di tengah pertarungan ideologi yang ada (Karim, 2004:vii). Pancasila berakar pada masyarakat Indonesia yang bersifat plural yang diikat dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Kemajemukan merupakan sifat alami yang melekat pada bangsa Indonesia yang telah memproklamasikan diri sebagai negara pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan dasar negara yaitu Pancasila,maka menjadi ironi saat Pancasila kemudian digugat oleh beberapa gerakan yang ingin menggantinya dengan ideologi lain. Termasuk Hizbut Tahrir Indonesia yang menginginkan Indonesia menjadi bagian dari kekhalifaan berideologikan Islam. Oleh karena itu penting untuk membahas secara lebih rinci persoalan tentang ideologi. Hal tersebut karena ideologi merupakan sesuatu yang sangat penting dan benar-benar vital bagi kelangsungan sebuah bangsa, sebab ideologi memberikan kejelasan identitas nasional, kebanggaan dan kekuatan yang dapat mengilhami untuk mencapai cita-cita sosial dan politik. Dalam kehidupan politik, ideologi politik menjadi penggerak dinamis yang utama dalam kehidupan organisasi atau lembaga politik serta dalam kehidupan politik suatu negara,
bahkan lebih dari itu ideologi juga berfungsi untuk menyatukan rakyat (Faisal,1999:15).
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana ideologidari Hizbut Tahrir Indonesia? 2. Bagaimana komparasi antara ideologi Hizbut Tahrir Indonesia dengan ideologi Pancasila? 3. Bagaimana relevansi komparasi ideologi tersebut dalam konteks masyarakat Indonesia yang multikultural?
C. KEASLIAN PENELITIAN Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan di Lingkungan Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada terdapat beberapa kajian dengan objek kajian seperti ideologi, ideologi Pancasila, idologi Islam sebagai berikut, diantaranya: a. Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Yayasan Majlis Tafsir Al-Quran(MTA). Skripsi Basuki, mahasiswa Fakultas Filsafat UGM tahun 1998. Seperti dalam judul yang di cantumkan skripsi karya Basuki tersebut menjelaskan tentang Pancasila serta bagaimana MTA memandang dan mewujudkan nilai-nilai dalam Pancasila. b. Kedaulatan Rakyat dan Sistem Politik Indonesia dalam Wacana Pancasila. Skripsi Heru Purwanto mahasiswa Fakultas Filsafat UGM
tahun 1999. Skripsi ini memaparkan tentang pancasila dan sistem politik Indonesia, serta mekanisme pelaksanaan demokrasi Pancasila. c. Kebebasan Pers Dalam Perspektif Pancasila Kaitannya dengan Fungsi Kontrol Sosial. Skripsi Burhanudin, mahasiswa Fakultas Filsafat UGM tahun 1993. Skripsi ini memaparkan tentang dialektika pers, pemerintah, masyarakat dalam kerangka pancasila. Adapaun terkait pancasila skripsi tersebut memaparkan tentang Pancasila sebagai ideologi negara yang bersifat terbuka. Adapun penelitian tentang Hizbut Tahrir penulis menemukan diantaranya: a. Respon Mahasiswa Muslim Universitas Negeri Yogjakarta terhadap Pemikiran
Khilafah Hizbut Tahrir
Indonesia.
Skripsi Mastur,
mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tahun 2009. Skripsi ini membahas tentang wacana khilafah di Indonesia. b. Demokrasi Prespektif Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin. Skripsi Krismono, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tahun 2009. Skripsi ini memaparkan tentang manhaj dan karakteristik gerakan serta pandangan Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin terhadap demokrasi. c. Formalisasi Syariat Islam di Indonesia, Study terhadap gerakan Tarbiyah dan Hizbut Tahrir Indonesia” Skripsi Muhammad Arsyad, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tahun 2009. Skripsi ini membahas tentang profil gerakan Tarbiyah dan Hizbut Tahrir Indonesia dan sketsa historis tentang perjuangan menegakkan
syariat Islam di Indonesia. Skripsi ini juga mendeskripsikan penegakan syariat Islam dalam prespektif Hizbut Tahrir Indonesia. d. Konsep Negara Ideal Menurut Syaikh Taqiyudin An-Nabhani (19091977 M/ 1330-1398 H) skripsi Eko Widiarto, mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada tahun 2010. Skripsi ini memaparkan tentang pandangan Taqiyudin (pendiri Hizbut Tahrir) tentang konsep negara yang ideal. Dari studi Pustaka diatas tidak terdapat satupun penelitian yang mengupas ideologi Hizbut Tahrir yang dikomparasikan dengan ideologi Pancasila, untuk kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing dan menemukan relevansinya dengan konteks masyarakat Indonesia yang multikultural. Berdasarkan hal ini maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan keasliannya.
D. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat penelitian ini adalah: a. Bagi diri pribadi Memperluas wawasan kebangsaan terutama yang terkait ideologi negara dan melatih berfikir kritis sehingga dapat lebih mempertajam kemampuan dalam menganalisis suatu permasalahan terutama yang menyangkut ideologi negara dan bangsa Indonesia.
b. Bagi perkembangan ilmu filsafat Penelitian ini diharapkan mampu untuk memperkaya kajian filsafat politik. Yakni yang terkait dengan ideologi Islam dan ideologi Pancasila. c. Bagi masyarakat luas dan pemerintah Membuka pemahaman masyarakat tentang adanya ideologi Islam dan ideologi Pancasila dan menjadi sumber pengetahuan bagi kebutuhan perkembangan sosial politik masyarakat masa kini,serta bagi pemerintah diharapkan penelitian ini mampu mempengaruhi kebijakan yang akan diambil untuk menyikapi ideologi yang berbahaya dan yang tidak berbahaya bagi persatuan dan kesatuan negara Indonesia.
E. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang ada, yaitu: a. Mendeskripsikan ideologi dari Hizbut Tahrir Indonesia. b. Mengkomparasikan ideologi Pancasila dengan ideologi Hizbut Tahrir Indonesia. c. Menemukan relevansi dari analisis komparasi antara kedua ideologi tersebut dalam bingkai masyarakat yang multikultural.
F. TINJAUAN PUSTAKA Para ahli sejarah dan antropolog dapat menemukan bahwa sebelum kebudayaan Hindu masuk dan berkembang di Indonesia, berbagai suku di Nusantara telah mengenal unsur-unsur pembentukan Pancasila. Nilai-nilai
kehidupan yang dapat disebut embrio Pancasila ternyata memang telah ada (Syamsudin dkk, 2009:20). Ketika belum bernama Republik Indonesia, bangsa Indonesia sudah berpancasila. Bagaimanapun juga beraneka rupa keadaan-keadaan dan suku-suku bangsa, dalam hal adat-istiadat, dalam hal kebudayaan dalam arti luas, dalam hal keagamaan, namun di dalamnya terdapat kesamaan unsur-unsur tertentu. Unsurunsur yang terdapat dalam Pancasila sudah terdapat sebagai asas-asas dalam adatistiadat, kebudayaan, dan setelah bernegara, bertambahlah kedudukan baru kepada unsur-unsur itu, sebagai asas kenegaraan dan ideologi negara. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berideologi. Azas-azas dalam Pancasila meresap dan hidup terpelihara dalam hati sanubari bangsa Indonesia sebagai pembangunan hidup, yang telah lama berada, Pancasila adalah pensifatan dan bentuk baru yang sesuai dengan keadaan ideologi bangsa Indonesia (Notonagoro,1995;5-6). Jadi sebelum proklamasi kemerdekaan negara Indonesia, unsur-unsur yang terdapat dalam Pancasila sudah ada pada bangsa Indonesia sejak jaman dahulu kala berupa nilai-nilai, adat-istiadat, kebudayaan dan agama. Kemudian nilai-nilai tersebut diformulasikan, dibahas, dan diolah dalam sidang BPUPKI pertama dan kedua yang kemudian dilanjutkan sidang PPKI yang kemudian diusulkan menjadi dasar negara Republik Indonesia (Kaelan, 1993;47). Pancasila itu bukanlah konsepsi politis, meskipun tentu saja mengandung sikap politis, konsepsinya dalam hakikatnya bukan mengenai politik, akan tetapi suatu pandangan dunia, suatu asas pandangan hidup, buah hasil perenungan yang
dalam, buah hasil penelaahan cipta yang teratur dan seksama diatas basis pengetahuan dan pengalaman hidup yang luas (Notonagoro, 1995:3). Dalam arti etimologisnya perkataan “Pancasila” itu ada dua macam yaitu panca yang artinya lima dan syila (dengan huruf (i) biasa/pendek) yang berarti batu sendi, alas atau dasar. Sedangkan syiila (dengan huruf (i) panjang) artinya penuntun tingkah laku yang baik. Jadi, kata “Panca-syila” berarti berbatu sendi yang lima. Sedangkan perkataan “panca-syiila” mempunyai arti lima aturan tingkah laku yang baik (Yamin, 1960:437). Pemahaman Pancasila secara filsafati menurut Koento Wibisono sebagaimana yang dikutip Basuki dalam skripsinya akan menyadarkan bahwa Pancasila bukanlah sekedar konsensus politik, melainkan juga konsensus moral yang secara imperatif mengandung komitmen transenden yang menyongsong masa depan bagi suatu bangsa yang ber-“Bhineka Tuggal Ika” (Basuki, 1998:6) Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengandung nilai dan gagasan dasar yang terjabar lebih lanjut dalam sikap, perilaku dan pribadi bangsa Indonesia. Berdasarkan asal usulnya, ideologi Pancasila lahir dan terjadi dari suatu perjuangan yang mencita-citakan kemerdekaan, persatuan, solidaritas, kemajuan, kecerdasan, demokrasi dan kebudayaan, yang kesemuanya itu telah dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai piagam dasar perjuangan kebangsaan Indonesia. Ideologi Pancasila sebagai system of tought adalah sesuatu yang sifatnya historis, artinya terjadi, tumbuh dan berkembang dalam sejarah bangsa Indonesia. Karena itu ideologi Pancasila juga bersifat evolutif, artinya mengakui
perkembangan-perkembangan
dan
perubahan-perubahan.
Juga
mempunyai sifat yang dialektikal, artinya terjadi karena ada masalah-masalah dan tumbuh juga karena ada masalah-masalah, ia juga bersifat dialogal, artinya ideologi pancasila bukanlah wawasan yang menolak interaksi dan komunikasi dengan sistem pemikiran lain (Wahana, 1993:91). Dengan kata lain bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi tebuka. Hal ini berbeda dengan ideologi Islam dari Hizbut Tahrir Indonesia. Ideologi Islam adalah sistem politik yang berdasar akidah Islam. Islam sendiri adalah agama yang dibawa oleh nabi Muhammad dengan landasan ajarannya yaitu Al-quran dan Hadist. Menurut Hizbut Tahrir dalam buku yang diterbitkannya yang berjudul Mengenal Hizbut Tahrir, akidah Islam adalah asas bagi Islam, asas bagi pandangan hidup, asas bagi negara, konstitusi dan perundang-undangan, dan bagi segala sesuatu yang lahir dan dibangun dari atau diatas akidah, baik itu berupa pemikiran, hukum maupun persepsi Islam. Akidah Islam juga menjadi qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis), sebagai aqidah siyasiyah (akidah yang bersifat politis) (Tahrir, 2007;52). Ideologi Islam digunakan Hizbut Tahrir sebagai landasan untuk mewujudkan cita-cita politiknya yaitu pembentukan khilafah. Istilah khilafah mengandung arti “perwakilan”, “pergantian”, atau “jabatan khilafah”. Kata khilafah sendiri berasal dari bahasa arab “khalf” yang bermakna wakil, pengganti, atau penguasa. Secara etimologis kata khalifah bisa bermakna seseorang yang menjadi wakil orang lain atau seseorang yang dianggap sebagai khalifah Allah di bumi, khilafah merepresentasikan Allah dan menjalankan hukum-hukum-Nya.
Dalam sistem khilafah seorang pemimpin diangkat dengan cara di bai’at. Kedaulatan tertinggi dalam sistem khilafah tidak berada di tangan rakyat sebagaimana demokrasi, melainkan berdiri atas dasar hukum Islam yang kedaulatannya berada pada syara’. Oleh karena itu seorang khalifah tidak bisa diberhentikan oleh umat yang membai’atnya, khalifah diberhentikan oleh hukum syara’, yaitu jika ia menyalahi hukum Islam yang jenis kesalahannya mengharuskan ia diberhentikan (Tahrir, 1997;82).
G. LANDASAN TEORI Istilah ideologi pertama kali digunakan oleh Antonie Desstutt de Tracy pada tahun 1796. Oleh de Tracy istilah ideologi diartikan sebagai science of ideas. Ideologi berasal dari kata idea, yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan logos, yang artinya ilmu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide, atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar (Wahana, 1993:81). Pada perkembangan selanjutnya pengertian ideologi telah mengalami pergeseran begitu rupa sehingga bukan lagi sebagai science of ideas. Ideologi berkembang menjadi pengertian yang mengandung arti sebagai gagasan, ide-ide yang semula merupakan sasaran pengkajian dalam science of ideastersebut. Lebih lanjut, ideologi mengandung arti sebagai keyakinan. Ini berarti ideologi mengalami titik pijak, dari yang semula hanya sistem kognitif kemudian sekaligus mencakup sistem normatif yang berorientasi nilai-nilai etik. Dalam cakupan nilai-
nilai itulah ideologi akirnya menjadi belief system, jauh dari pengertian awalnya selaku science of ideas(Sutrisno,2006:27). Pergeseran makna ideologi tersebut tidak terlepas dari pemikiran Karl Marx. Marx menganggap ideologi sebagai kesadaran palsu mengenai kenyataankenyataan sosial ekonomi dan merupakan angan-angan kolektif yang diperbuat dan ditanggung bersama oleh kelas sosial tertentu. Selain Marx, Freud juga mengajukan rumusan ideologi sebagai suatu ilusi yang memperdaya dan menyudutkan manusia (Sutrisno,2006:26). Karl Marheim dan Antonio Gramsci mencoba untuk mengeleminasikan elemen negatif ideologi dari Karl Marx dengan memilah term ideologi ke dalam term ideologi yang bersifat arbitrer dan yang bersifat organis. Hanya ideologi yang bersifat arbitrer yang memungkinkan adanya kesadaran palsu, sedangkan yang organis tidak mungkin. Menurut Gramsci, ideologi organis yang bersifat netral sebagai suatu konsepsi tentang dunia yang secara implisit dimanifestasikan ke dalam seni, hukum, kegiatan ekonomi, dan semua manifestasi individual maupun kolektif (Sutrisno,2006:27). Sampai saat ini banyak sekali pemikir yang merumuskan pengertian tentang ideologi. Misalnya Descartes mengatakan bahwa ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia. Kemudian Francis Bacon, ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup. Thomas Hobbes, ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. Ali Syariati mendefinisikan ideologi sebagai keyakinankeyakinan dan gagasan-gagasan yang ditaati oleh suatu kelompok, suatu kelas
sosial,
suatu
bangsa
atau
suatu
ras
tertentu(http://www.pengertianahli.com/2013/05/). Van Peursen mengatakan bahwa ideologi dalam pengertian luas adalah seperangkat ide yang bersifat mengarahkan. Ignas Kleden sebagaimana dikutip oleh Sutrisno, merumuskan ideologi sebagai seperangkat doktrin sistematis tentang hubungan manusia dengan dunia hidupnya, yang diajarkan dan disebarluaskan dengan penuh kesadaran, yang tidak hanya memberikan suatu kerangka pengetahuan yang bersifat netral, tetapi yang meminta sifat dan komitmen dari pihak yang menerimanya, dan yang sedikit banyak menimbulkan moral passion dalam diri penganutnya (Sutrisno,2006:27). Ideologi berarti spekulasi ideal atau abstrak dan teorisasi visioner (Aiken, 2009:16), atau secara umum dapat dikatakan ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur. Pengertian umum tersebut berdasarkan unsur-unsur dari ideologi. Adapun unsur-unsur ideologi adalah suatu penafsiran atau pemahaman tentang kenyataan sejarah, atau disebut juga unsur analisis. Ideologi memuat pula seperangkat nilai atau preskripsi moral, nilai-nilai tersebut menjadi dasar menata masyarakat dan memuat cita-cita yang hendak diwujudkan. Ideologi juga memberikan cara bagaimana tujuan-tujuan hendak dicapai (preskripsi teknis). Ideologi secara implisit memuat penolakan terhadap ideologi lain (Sastraprateja, 2001:43). Dalam filsafat, ideologi tak lepas dari kritik. Slavoj Zizek merupakan salah satu tokoh yang pemikirannya masih digunakan sebagai kritik ideologi. Tak hanya
Zizek, tokoh lain semisal Habermas dan Deleuze juga menjadi acuan pemikiran dalam kritik ideologi. Ketiganya sama-sama melihat The Symbolic dan The Real dalam kerangka subjek pada masyarakat. Zizek bahkan melihat The Imaginary dalam mengkritik ideologi. Fungsi ideologi
menurut Zizek adalah memberikan manusia skenario
fantasi bagi datangnya keadaan sosial ideal. Dalam dunia ideologi fantasilah yang mengkondisikan reason, dan itulah yang menyebabkan penalaran sesorang bisa menjadi kabur.Fantasi tidak hanya membiarkan manusia menjadi aktor sosial yang menekan dan menghilangkan berbagai hal dari sudut pandang yang luas namun disisi lain juga memungkinkan untuk melihat hal yang mungkin untuk dilihat. Hal tersebut memungkinkan untuk mengungkap bahaya yang ditimbulkan karena kebutaan fantasi. Oleh sebab itureason harus digunakan untuk mengkritik para pengidap fantasi tersebut (Porter, 2006:80). Ideologi tidak lepas dari tempat dimana ideologi tersebut tumbuh dan berkembang, tidak terkecuali masyarakat Indonesia yang sangat beragam (multikultural). Multikulturalisme secara sederhana adalah sebuah paham tentang kultur yang beragam. Multikulturalisme dapat bermakna konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya baik berupa ras, suku, etnis dan agama. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang plural adalah bangsa yang dipenuhi dengan budaya yang beragam (Naim & Sauqi, 2008:128). Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan ratusan suku dengan budaya dan kepercayaannya masing-masing. Dalam dunia yang makin terbuka maka
perjumpaan antar satu sama lain semakin mudah. Di satu sisi kenyataan tersebut menimbulkan kesadaran akan perbedaan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun disisi lain, bila tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan konflik (Ujan dkk, 2011:16). Salah satu faktor yang menjadi penyebab lahirnya konflik adalah paradigma yang eksklusif. Paradigma ini berimplikasi cukup luas karena mampu membentuk pribadi yang antipati dan memiliki subjektivitas tinggi dalam memandang yang lain (Naim & Sauqi, 2008:134). Agar kehidupan bernegara di Indonesia dapat berjalan dengan baik maka landasan ideologi harus disusun berdasarkan kondisi masyarakat yang multikultural tersebut.
H. METODE PENELITIAN 1. Bahan dan Materi Penelitian Penelitian ini merupakan studi kepustakaan dengan menggunakan metode pengambilan data melalui berbagai sumber tertulis seperti: makalah, majalah, jurnal serta buku-buku yang berkaitan dengan objek material dan formalnya. Data-data tersebut dibagi dalam klasifikasi data utama dan data pendukung : a. Data Utama: 1. Buku karya As’ad Said Ali yang terbit tahun 2012 yang berjudul “Ideologi Gerakan Pasca-Reformasi”. 2. Buku berjudul Mengenal Hizbut Tahrir yang disusun dan di terbitkan oleh Hizbut Tahrir.
3. Buku karya Zuly Qodir yang berjudul “HTI dan PKS Menuai Kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik Indonesia” yang terbit tahun 2013. 4. Buku
karya
Umi
Sumbullah
berjudul
“Konfigurasi
Fundamentalisme Islam” yang terbit tahun 2009. b. Data Pendukung Data pendukung lainnya meliputi berbagai macam literatur baik buku, makalah, majalah, media massa maupun elektronik (internet) yang menulis, membahas, mengkaji lewat berbagai sudut pandang tentang ideologi Hizbut Tahrir Indonesia ataupun tentang ideologi Pancasila. 2. Jalan Penelitian Jalan penelitian ini akan mencakup beberapa tahapan, yaitu: a. Pengumpulan data; mengumpulkan sumber pustaka yang berkaitan dengan objek penelitian yang dikaji. b. Klasifikasi; data yang telah diperoleh dikelompokkan sebagai data utama dan data pendukung. c. Pengolahan data; menganalisis hasil dari data yang sudah diklasifikasi sehingga diperoleh pemahaman dalam menentukan arah penelitian. d. Memaparkan hasil analisis berupa uraian tertulis.
3. Analisis hasil
Unsur-unsur metodis yang digunakan dalam proses penelitian ini (Bakker & Zubair, 1990;85-88), diantaranya sebagai berikut: a. Deskripsi; seluruh data dipaparkan secara akurat dan mendalam sesuai fakta dan kebenaran yang ditemukan dalam jalannya penelitian. b. Kesinambungan Historis; rangkaian kegiatan dan peristiwa dalam kehidupan manusia merupakan mata rantai yang saling terkait. Metode ini digunakan untuk memperoleh pemahaman yang tepat tentang akar sejarah dari ideologi Hizbut Tahrir dan ideologi Pancasila. Sehingga nantinya diharapkan penelitian ini tidak lepas dari konteks cita-cita awal terbentuknya suatu negara bangsa. c. Idealisasi; penelitian ini berusaha untuk memahami kenyataan secara lebih mendalam, yaitu apa yang tersembunyi dibalik kenyataan. Hal ini terkait ideologi sebagai konsep yang dibawa dan dicita-citakan oleh organisasi Hizbut Tahrir Indonesia. d. Interpretasi; penulis berusaha melihat dan menelaah ideologi Hizbut Tahrir Indonesia secara komprehensif dan mendalam agar penelitian ini nantinya dapat memaparkan secara benar dan nyata data tentang ideologi yang diusung Hizbut Tahrir Indonesia tersebut. e. Komparasi; melakukan perbandingan antara ideologi pancasila dan ideologi Islam Hizbut Tahrir.
f. Analisis Kritis; menganalisis kelebihan dan kekurangan dari masing-masing ideologi yang dikomparasikan.
I. HASIL YANG DICAPAI Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Deskripsi ideologi Hizbut Tahrir Indonesia. 2. Hasil komparasi antara ideologi Pancasila dengan ideologi hizbut Tahrir Indonesia. 3. Analisis kritis dari komparasi antara dua ideologi tersebut dan relevansinya dengan konteks masyarakat multikultural di Indonesia.
J. SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini akan disusun dalam lima bab, yaitu sebagi berikut: Bab satu merupakan pendahuluan. Bab ini berisi tentang latarbelakang dilakukannya penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian yang digunakan, hasil yang akan dicapai, dan sistematika penelitian. Bab dua berisi pemaparan tentang ideologi dari Hizbut Tahrir Indonesia. Untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap maka pada bab ini juga dijelaskan sejarah perkembangan Hizbut Tahrir, masuknya Hizbut Tahrir ke Indonesia dan tujuan politik Hizbut Tahrir Indonesia.
Bab tiga berisi pemaparan tentang ideologi Pancasila. Dimulai dari sejarah perumusan Pancasila hingga Pancasila pada masa setelah reformasi. Pada bab ketiga ini diuraikan kontekstualisasi Pancasila sebagai ideologi negara. Bab empat berisi studi komparasi dari ideologi Pancasila dan Ideologi yang diusung Hizbut Tahrir Indonesia.Pada bab empat ini dianalisis komparasi kedua ideologi tersebut dianalisis untuk menemukan relevansinya dalam konteks masyarakat yang multikultural. Bab lima berisi kesimpulan dari hasil penelitian. Disamping itu juga dicantumkan saran dari penulis.