BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan jaman, film merupakan salah satu media massa yang sering digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan. Film juga merupakan media dimana para insan film mencurahkan segenap kemampuannya baik dalam hal produksi ataupun berakting. Dalam sejarahnya, film merupakan tekhnologi baru yang muncul pada akhir abad ke 19 yang berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum.1 Film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari jutaan orang menonton film di bioskop, film televisi, dan film video laser setiap minggunya. Film lebih dulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi.2 Sekarang ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah menggeliat bangun. Masyarakat Indonesia mulai menganggap film Indonesia sebagai sebuah pilihan. Walaupun variasi genre filmnya masih sangat terbatas, tetapi
arah
menuju
kesana
1
telah
terlihat.
Denis Mcquail, Teori Komunikasi Massa, penerbit Erlangga, edisi kedua Jakarta. 2003 Hal 13 Elvino Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media. Bandung, 2009. Hal 143 2
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
2
Peningkatan mutu film dari genre-genre film nasional yang laris sekarang ini dapat meningkatkan daya apresiasi film bermutu dilingkungan penonton urban yang marginal, tetapi mungkin juga dapat ditonton oleh golongan terpelajar dan intelektual. Untuk membuat sebuah film bermutu yang laris ke semua golongan penonton dengan latar belakang budaya mereka yang berbeda-beda adalah dengan memberikan kesempatan kepada siapa para sineasnya.3 Film menjadi cermin masyarakat yang menciptakan mereka. Beberapa pembuatan dasar film menawarkan pesan politik. Film lain mencerminkan perubahan nilai-nilai sosial, meski beberapa film-film lainnya hanya baik untuk hiburan. Semua film membutuhkan penonton untuk berhasil. Seperti industri media lain film juga harus beradaptasi dengan perubahan teknologi . Dimana ada film disitu ada budaya yang direpresentasikan. Baik itu budaya dimana kita hidup didalamnya, atau bahkan budaya yang sama sekali asing buat kita. Dan kita akan mengetahui tentang budaya itu sendiri melalui film. Film untuk dipahami sebagai representasi budaya. Film digunakan untuk cerminan atau untuk melihat bagaimana budaya bekerja atau hidup didalam suatu masyarakat. Si
Pitung
Beraksi
Kembali adalah
sebuah film
Indonesia dirilis
tahun 1976 oleh PT Dipa Jaya Film, yang disutradarai oleh Djoko Lelono serta dibintangi oleh Dicky Zulkarnaen dan Chitra Dewi. Pada saat Pitung sedang bersemadi, datang gurunya dan menganjurkannya kembali ke desa, menggalang kerjasama dengan Haji Naipin dan Keluarga Lie dan Goan untuk membela rakyat 3
Sudwikatmono, “Sinepleks dan Industri film Indonesia”. Dalam layar perak, gramedia, Jakarta, 2010. Hal 199
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
3
yang tertindas. Belanda pun kembali kerepotan dan berusaha menangkap Pitung lagi, hidup atau mati, namun tidak berhasil. Selain mengisahkan Cina yang memeluk Islam, dikisahkan pula perseteruan antara keluarga Cina yang memihak Pitung melawan keluarga Cina yang memihak Kompeni. Kompeni menggunakan jasa Mat Petir (Jeffry Sani), murid seperguruan Pitung yang sama sakti dan kebal peluru. Setelah adu tenaga dalam, Pitung berhasil menginsafkan Petir. Mereka menghimpun rakyat untuk melawan Belanda, yang menyerbu tempat pertahan Pitung. Akhirnya peluru yang ditembakkan ke arah Pitung mental mengenai Heine (A. Hamid Arief) dan tewas, Pitung dan Petir kembali ke gua semedinya. Sosok Pitung dari cerita turun temurun memang dikenal sebagai seorang pemuda jago bela diri. Dia mewarisi ajaran bela diri 'Maen Pukul' dari gurunya bernama Haji Naipin di daerah Tanah Abang. Tidak hanya jago bela diri, ia juga memiliki ilmu kanuragan yang tidak mempan dibacok atau ditembus peluru. Selain berguru dengan Haji Naipin, Pitung juga sempat belajar ilmu di daerah Banten, kesaktiannya
pun
dikenal
jika
Pitung
memiliki
Ilmu
Rawa
Rontek.
Pitung representasi pemuda Betawi saat itu, ia kerap memakai baju dan celana warna merah serta ikat pinggang khas Betawi. Di ikat pinggang itu juga terselip sebilah golok yang sering dibawa untuk menghadapi musuh-musuhnya. Selain golok, Pitung juga memiliki benda sakti lain, yaitu sarung sering dibawanya merupakan sarung sakti. Sarung itu juga biasa digunakan si Pitung untuk melakukan ibadah sholat. Ada cerita soal kesaktian sarung si Pitung, jika digunakan untuk melawan penjahat, sarung itu bisa melumpuhkan lawan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
4
Budaya betawi memiliki keterkaitan yang sangat erat di antara suatu unsur dengan unsur yang lain, seperti adanya peraturan menikah dan tata caranya hingga seni bela diri. Bela diri khas betawi yaitu Silat Cingkrik, fenomena Cingkrik sebagai asli Betawi Rawa Belong, membawa nama tokoh legendaris Betawi yaitu Si Pitung, yang memang terkenal sebagai Jawara Rawa Belong. Cingkrik dianggap sebagai salah satu silatnya Si Pitung. Selain untuk bela diri, silat cingkrik ini bertujuan untuk dapat menolong satu sama lain, disiplin diri, mengasah keberanian serta juga untuk mengenalkan kepada dunia bahwa Betawi juga mempunyai bela diri. Walaupun film lawas, film Si Pitung Beraksi Kembali ini tidak kalah menariknya dengan film-film yang bertemakan heroisme lainnya dalam era modern ini. Film hasil karya PT Dipa Jaya Film ini masih ditayangkan di televisi, tepatnya pada hari Rabu tanggal 27 Mei 2015 film tersebut ditayangkan oleh Trans 7 pada pukul 01.00 WIB dan ANTV pun pada hari Selasa 20 September 2016. Tidak hanya di televisi, Youtube juga menayangkan film tersebut di channel milik Sugeng Riyadi dengan 85.910 viewers dan 17 komentar. Hal ini menandakan film tersebut masih relevan dan menarik minat penonton, terutama masyarakat yang berlatar belakang kebudayaan Betawi. Selain dapat melihat aksi silat yang memukau, kekentalan budaya pada film tersebut dapat melestarikan budaya Betawi agar tetap terjaga dan tidak hilang tergerus oleh budaya – budaya baru. Peneliti menyadari bahwa tanda dan simbol yang muncul dalam film Si Pitung Beraksi Kembali bukan hanya untuk menceritakan budaya betawi, tetapi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
5
juga agar budaya tidak luntur seperti zaman sekarang ini yang dimana kekentalan budaya betawi ini sudah mulai tergerus dengan budaya baru lainnya. Tentunya semua tanda ini dapat ditelaah dengan bedah semiotika. Secara etimologis istilah semiotik berasal dari kata yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco, 1979:16). Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipoktarik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostic inferensial (sinha, dalam kurniawan, 2001:49). “tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjukan pada adanya hal lain.4 Begitulah semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda; secara sitematik menjelaskan esensi, ciri-ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi yang menyertainya. Berkaitan dengan film yang sarat akan simbol dan tanda, maka yang akan menjadi perhatian peneliti disini adalah segi semiotiknya, dimana dengan teori semiotika ini akan membantu peneliti dalam menelaah arti ke dalaman suatu bentuk komunikasi dan mengungkapkan makna yang ada di dalamnya. Sederhananya semiotika itu adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Tandatanda yang berada dalam film tentu saja berbeda dengan format tanda yang lain yang hanya bersifat tekstual atau visual saja. Jalinan tanda dalam film terasa lebih kompleks karena pada waktu yang hampir bersamaan sangat mungkin berbagai
4
Alex sobur, analisis teks media, PT. Remaja Rosdakarya, Indonesia, Bandung, 2001, hal 95.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
6
tanda muncul sekaligus seperti, visual, audio, dan teks. Begitupun tanda-tanda yang terdapat dalam film Si Pitung Beraksi Kembali. Dari latar belakang masalah di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengangkat film ini menjadi bagan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode analisis semiotika. Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang sangat ingin mempraktikan model linguistik dan semiologi. Ia juga intelektual dan kritikus sastra perancis yang ternama; exponent penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra.
1.2 Fokus Penelitian
Mengacu dari latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitiannya “Bagaimana nilai heroisme direpresentasikan pada film Si Pitung Beraksi Kembali?”
1.3 Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui pokok permasalahan dalam film si pitung beraksi kembali ini maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin memaknai heroisme dalam film Si Pitung Beraksi Kembali.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
7
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau
penambahan kajian ilmu komunikasi tentang makna heroisme dalam sebuah film dan menambah kajian tentang analisis semiotika.
1.4.2 Manfaat Praktis Kepada warga Indonesia untuk lebih meneliti dan lebih kritis pada film yang disuguhkan oleh setiap rumah produksi, agar film yang disuguhkan terdapat banyak manfaat atau bernilai edukasi bukan hanya hiburan semata dan menghasut pendapat seseorang demi kepentingan sepihak. Ketelitian untuk memaknai film yang bertujuan sebagai penyaringan agar tepat pada semua media yang setiap saat masuk dalam kehidupan
kita.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z