BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada
pembangunan
nasional.
Pembangunan
nasional
tidak
hanya
mengalami
pertumbuhan, tetapi juga mengalami pemerataan pembangunan ke seluruh daerah. Hal ini didukung dengan kebijakan pemerintah mengeluarkan kebijakan otonomi daerah pada 1 Januari 2001, diatur dalam Undang-undang yaitu UU No. 22 tahun 1999 diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, pemerintah membentuk suatu kebijakan otonomi. Secara umum, pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat bekerja bersama-sama mengelola sumber daya daerah. Proses inilah yang disebut pembangunan daerah. Di Provinsi Sumatera Utara sendiri, pembangunan daerah setiap kabupaten dan kota belum bisa dikatakan merata. Hal ini dikarenakan perbedaan sumber daya asli yang dihasilkan masing-masing daerah. Menurut pendapat Arsyad (1977) dalam Nurman (2015), perbedaan keadaan sosial ekonomi di setiap daerah akan membawa implikasi bagi cakupan campur tangan pemerintah untuk setiap daerah juga berbeda. Perbedaan tingkat pembangunan antardaerah mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
perbedaan tingkat kesejahteraan antar setiap daerah. Oleh karena itu, kebijakan otonomi daerah hadir sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menjalankan kebijakan yang bertujuan meningkatkan pembangunan di daerahnya. Pembangunan daerah melalui otonomi dapat memberdayakan masyarakat lokal sehingga memperluas pilihan-pilihan yang dapat dilakukan masyarakat lokal dalam meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, dan tenteram. Salah satu faktor yang mendukung pelaksanaan otonomi daerah adalah peningkatan kemampuan pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD) yang terdiri atas: pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber utama menopang pembiayaan daerah. Menurut Nurman (2015), kemampuan suatu daerah menghasilkan PAD akan mempengaruhi perkembangan pembangunan daerah tersebut. Kontribusi PAD akan sangat memengaruhi tingkat ketergantungan terhadap bantuan dari pemerintah pusat. Nurman mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan yang lebih penting dibandingkan sumber keuangan lainnya dikarenakan penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan inisiatif pemerintah daerah tersebut. Berbeda dengan sumber keuangan lain yang berasal dari pemerintah pusat bersifat lebih mengikat dan hanya dapat dipergunakan sesuai dengan maksud tujuan yang telah ditentukan. Menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004, sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah
Universitas Sumatera Utara
dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pemerintah pusat mengatur ketentuan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Pengelolaan pajak dan retribusi daerah menjadi sumber terbesar Pendapatan Asli Daerah. Pemungutan kedua variabel ini dilakukan oleh Pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pajak dan retribusi daerah digunakan sebagai pembiayaan utama dalam pembangunan daerah. Pemerintah daerah memanfaatkan pembayaran pajak dalam pembangunan fasilitas, saran dan prasarana publik, pembinaan UMKM baik dalam hal pembinaan maupun pemberian modal. Dengan demikian jelas bahwa peranan pajak daerah dan retribusi daerah sangat dominan dalam mendukung jalannya pembangunan daerah. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah daerah yaitu terkait penggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah. Kontribusi yang diharapkan baik dari penerimaan pajak daerah ataupun retribusi daerah sampai sekarang belum optimal. Hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan dari laba badan usaha milik pemerintah daerah dimana pemerintah tersebut bertindak sebagai salah satu pemliknya. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk memaksimalkan pendapatan daerah dengan mengusahakan kekayaan alam daerah tersebut dan melalui badan usaha milik daerah (BUMD). Akan tetapi, yang sering terjadi adalah pemerintah kurang mengupayakan pendapatan daerah
Universitas Sumatera Utara
yang berasal dari kekayaan daerah dan BUMD. Kontribusi BUMD dan kekayaan daerah masih sangat rendah terhadap pendapatan daerah. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut, Satria Yudha Wibowo menyatakan hasil evaluasi Mendagri terhadap perubahan anggaran pendapatan dan Belanja Sumut 2014 dinyatakan bahwa target PAD dari BUMD sangat kecil. Pengamat anggaran Elfenda Ananda mengatakan, pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus mengevaluasi setiap BUMD yang ada. Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan seharusnya dapat menjadi sumber pendapatan utama menopang pendapatan daerah Sumatera Utara. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain, hibah, dana darurat, dan penerima lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yan berlaku. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan antara lain, bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah. Sedangkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro. Umumnya, lain-lain penerimaan yang sah tidak banyak berkontribusi dalam memaksimalkan PAD. Pemerintah provinsi belum dapat secara optimal meningkatkan pendapatan daerah melalui penerimaan lainlain yang sah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD. Sedangkan, kinerja diartikan sebagai aktivitas terukur dari
Universitas Sumatera Utara
suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan. Menurut Bastian (2007:397), kinerja keuangan merupakan laporan operasi kegiatan pemerintah, yang bertujuan untuk menilai kinerja keuangan organisasi dalam hal efisiensi dan efektifitas serta memonitor biaya aktual dengan biaya yang dianggarkan. Prestasi pelaksanaan setiap program diukur sebagai tindakan untuk upaya perbaikan dan pencapaian tujuan di periode selanjutnya. Kinerja keuangan yang baik mencerminkan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai rumah tangga pemerintahannya sendiri. Laporan keuangan yang baik digunakan sebagai tolak ukur dalam penilaian kinerja keuangan pemerintah. Laporan keuangan yang baik disusun oleh pennyelenggara pemerintahan digunakan untuk mengetahui nilai sumber ekonomi yang dimanfaatkan dalam melaksanakan kegiatan operasional, menilai kondisi keuangan, membantu mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan. Salah satu alat untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerahadalah dengan melakukan analisa rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan disahkan. Meskipun begitu, penggunaan analisis rasio sebagai alat untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah masih sangat terbatas. Penggunaan analisis rasio umumnya diterapkan pada lembaga yang bersifat komersial. Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam mengukur kinerja pemerintah daerah dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah adalah Rasio Kemandirian, Rasio Upaya Fiskal, Rasio Desentralisasi Fiskal, Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, dan Rasio Pertumbuhan. Rasio kemandirian menggambarkan tingkat
Universitas Sumatera Utara
partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi Rasio Kemandirian, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah (Halim, 2007:233). Rasio Upaya Fiskal merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan daerah dalam mencapai target Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi rasio upaya fiskal maka akan semakin terlihat bahwa upaya pemerintah semakin lebih baik dalam perencanaan dan pengelolaan pendapatan. Sebaliknya, semakin rendah rasio upaya fiskal maka akan terlihat bahwa pemerintah belum cukup baik dalam perencanaan dan pengelolaan pendapatan daerah. Rasio Desentralisasi Fiskal bertujuan untuk mengukur tingkat kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh pemerintah daerah terhadap total pendapatan daerah. Rasio ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah merupakan rasio yang mengukur keberhasilan operasi pada sektor publik. Hasil rasio dikatakan efektif bila
kegiatan
menyediakan
tersebut pelayanan
memiliki
pengaruh
masyarakat.
Rasio
besar
terhadap
efektifitas
kemampuan
menggambarkan
kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang telah direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Halim, 2007:234). Rasio Pertumbuhan adalah rasio yang digunakan untuk menganalisis pertumbuhan dan perkembanngan kinerja keuangan pemerintah daerah. Hasil rasio ini kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi sumber potensial mana yang perlu mendapat perhatian (Halim, 2007:241).
Universitas Sumatera Utara
Umumnya, kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia masih dikatakan baik. Kinerja keuangan pemerintah daerah yang baik menujukkan peningkatan rasio setiap tahunnya. Kinerja keuangan dihitung melalui perbandingan anggaran dan realisasi pendapatan daerah setiap tahunnya. Pemerintah daerah dapat dikatakan memiliki kinerja keuangan yang baik apabila pendapatan daerah meningkat bersamaan dengan meningkatnya realisasi setiap komponen PAD. Akan tetapi bila dihitung lebih lanjut, terdapat beberapa daerah yang memiliki selisih angka rasio yang menunjukkan kinerja keuangan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Provinsi Sumatera Utara sendiri mengalami penurunan kinerja keuangan pemerintah daerah sejak tahun 2011. Tabel 1.1 berikut menunjukkan perkembangan PAD, pajak, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah pada Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014. Tabel 1.1 Perkembangan PAD, Pajak, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah pada Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014 (dalam jutaan rupiah) Variabel
Tahun 2010
2011
2012
2013
2014
Anggaran PAD
2.226.498
3.181.900
4.026.427
4.809.369
4.944.502
Realisasi PAD Pajak Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lain-lain PAD
1.029.504 484.301 322.026
3.578.462 3.141.124 31.298
4.050.764 3.636.073 33.487
4.092.722 3.685.438 66.938
3.096.887 2.848.628 15.259
89.156
289.250
263.935
229.195
148.570
134.021
116.791
117.269
111.151
84.430
Sumber: Laporan Realisasi APBD (www.djpk.go.id)
Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pada setiap tahunnya sejak tahun 2010 sampai tahun 2013, Pendapatan Asli Daerah pada Provinsi Sumatera Utara selalu
Universitas Sumatera Utara
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, dan mengalami penurunan di tahun 2014. Akan tetapi bila kita perhatikan perkembangan setiap komponen PAD, sebagian besar komponennya menunjukkan penurunan. Perolehan pajak daerah sebesar Rp 484.301.000.000,- pada tahun 2010 terus mengalami peningkatan hingga Rp 3.636.073.000.000,- meskipun peningkatan perolehan pajak daerah pada tahun 2013 semakin sedikit, yaitu hanya sebesar Rp 49.365.000.000,- dan mengalami penurunan di tahun 2014. Perkembangan retribusi daerah pada tahun 2010 sebesar Rp 322.026.000.000,- justru mengalami penurunan hingga Rp 15.259.000.000,- pada tahun 2014. Selanjutnya, hasil pengelolaan kekayaan daerah dari tahun 2010 hingga 2011 mengalami peningkatan. Penurunan perolehan hasil pengelolaan kekayaan daerah sejak tahun 2012 berlanjut hingga 2014. Begitu juga dengan Lain-lain Pendapatan yang Sah mengalami penurunan setiap tahunnya sejak 2010 hingga 2014. Pengalaman empiris menunjukkan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara belum mampu mengandalkan PAD untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya. Pemerintah daerah juga belum mampu mengoptimalkan perolehan setiap komponen PAD dalam rangka mengupayakan peningkatan pendapatan daerah. Meskipun realisasi perolehan PAD menunjukkan peningkatan, akan tetapi realisasi perolehan setiap komponen PAD cenderung mengalami penurunan pada setiap periodenya. Kinerja keuangan tersebut dihitung dengan cara membandingkan total pendapatan asli daerah dengan total anggaran pendapatan asli daerah.
Universitas Sumatera Utara
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Realisasi Anggaran Provinsi Sumatera Utara www.djpk.go.id (Data Diolah)
Gambar 1.1 Rasio Pertumbuhan Kinerja PAD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014 (Dalam Persen) Gambar 1.1 menunjukkan kinerja keuangan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010-2014. Semakin tinggi hasil rasionya, maka akan semakin terlihat bahwa upaya pemerintah daerah semakin lebih baik dan adanya perencanaan yang baik dalam pengelolaan pendapatan. Bila dibandingkan dengan grafik diatas, maka dapat dilihat bahwa kinerja keuangan pemerintah menurun. Total pendapatan asli daerah yang berhasil direalisasikan mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara belum cukup baik dalam mengelola pendapatan asli daerah. Bila dikaitkan dengan reealisasi komponen PAD, maka dapat disimpulkan bahwa Pemerintah belum maksimal dalam mengupayakan sumber pendapatan daerah. Kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara belum cukup baik untuk setiap tahunnya dalam merealisasikan target Anggaran Pendapatan Asli Daerahnya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan fenomena dan teori yang telah diungkapkan diatas maka peneliti
tertarik
untuk
melakukan
penelitian
tentang kinerja keuangan
daerah.Selanjutnya penelitian ini diberi judul “Analisis Rasio Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Di Provinsi Sumatera Utara”. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti
merumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: “Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, dan Sumber Lain-lain PAD yang sah, secara parsial dan simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Propinsi Sumatera Utara?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Sumber Lain-lain PAD yang Sah, baik secara parsial maupun simultan terhadap terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Propinsi Sumatera Utara.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diberikan dari penelitian ini kepada
beberapa pihak antara lain: 1.
Bagi Peneliti
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan serta informasi mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga peneliti lebih
memahami
mengenai
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
dan
pengaruhnya terhadap kinerja keuangan pemerintahan daerah. 2.
Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebagai informasi kepada pemerintahan daerah di Provinsi Sumatera Utara mengenai pengaruh komponen PAD terhadap kinerja keuangan suatu daerah.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian diharapkan dapat membantu peneliti selanjutnya sebagai acuan dan informasi tambahan untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan kinerja keuangan daerah.
Universitas Sumatera Utara