BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Di era globalisasi dewasa ini penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) merupakan aspek penting yang menentukan kemampuan daya saing suatu bangsa. Di dalam UUD 1945 Amandemen Pasal 31 Ayat (5), disebutkan bahwa “Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Betapa pentingnya penguasaan keunggulan kompetitif sebagai karakter dasar era millenium maka orientasi pembangunan sebuah bangsa kini mulai diarahkan dari pembangunan yang berbasis sumber daya ke model pembangunan yang berbasis pengetahuan. Ini merupakan serangkaian strategi afirmatif yang mendorong negara mempersiapkan sumber daya manusia berkualitasnya sebagai instrumen dasar untuk mengelola pembangunan yang berakselarasi pada ikhtiar menjawab tantangan global. Itu sebabnya Millenium Development Goals (disingkat MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium (TPM)1 menempatkan faktor manusia sebagai fokus utama pembangunan melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Ini juga tercermin dalam visi dan misi Iptek 2025. Adapun yang menjadi Visinya yakni : Iptek sebagai kekuatan utama peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan dan peradaban bangsa. Sedangkan misinya adalah: 1. Menempatkan Iptek sebagai landasan kebijakan pembangunan nasional berkelanjutan. 2. Memberikan landasan etika pada pengembangan dan penerapan Iptek. 3. Mewujudkan sistem inovasi nasional yang tangguh guna meningkatkan daya saing bangsa di era global. 4. Meningkatkan difusi iptek melalui pemantapan jaringan pelaku dan kelembagaan Iptek termasuk pengambangan mekanisme dan kelembagaan intemediasi Iptek. 5. Mewujudkan SDM, sarana dan prasaranan serta kelembagaan yang berkualitas dan kompetitif. 6. Mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kreatif dan inovatif dalam suatu peradaban masyarakat yang berbasis pengetahuan (http://www.drn.go.id). Pembangunan Iptek ditempuh dalam rangka meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat di tengah iklim persaingan yang akan ikut menandai mutu peradaban bangsa. Paralel dengan itu, pembangunan Iptek perlu mewarnai roh pembangunan nasional sehingga hal-hal yang menyangkut tantangan dan kebutuhan masyarakat (ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, sosial-budaya 1
Millennium Development Goals (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Tujuan Pembangunan Milenium, adalah sebuah paradigma pembangunan global, dideklarasikan Konperensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Dasar hukum dikeluarkannya deklarasi MDGs adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 55/2 Tanggal 18 September 2000, (A/Ris/55/2 United Nations Millennium Development Goals).
termasuk kesetaraan gender) dapat dipecahkan. Karenanya, demi terwujudnya hal ini di Indonesia dibuatlah sebuah sistem nasional penelitian, pengembangan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (Sisnas P3 Iptek) secara nasional maupun daerah yang merupakan unsur jaringan kelembagaan, sumber daya, serta jaringan Iptek dalam satu kesatuan yang utuh dengan harapan memudahkan pemerintah dalam upaya bersama masyarakat mencapai daya saing bangsa sesuai dengan apa yang dikehendaki terutama dalam visi pembangunan nasional 2005-2025.
Bagan 1 Peta Kelembagaan Iptek 2 LEMBAGA RISET NASIONAL
PEMERINTAH
PUSAT
DRN
LPNK RISTEK
LITBANG DEPARTEMEN
SWASTA
DAERAH
LITBANG DAERAH
DRD
LITBANG SWASTA
PERGURUAN TINGGI
PERGURUAN TINGGI DAERAH
PERGURUAN TINGGI
UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi memaktubkan soal pentingnya penyusunan prioritas pembangunan Iptek, baik di tingkat nasional maupun daerah. Maka oleh pemerintah Pusat dibentuklah lembaga riset yang dalam konteks nasional di sebut Dewan Riset Nasional (DRN) melalui “Kebijakan Strategis Pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional (Jakstra Ipteknas) 2000–2004” yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia nomor : 02/M/Kp/II/2000 yang dapat digunakan sebagai panduan khusus terhadap pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pembangunan
2
Sumber : Dewan Riset Nasional, 2009.
nasional secara lebih efektif dan efisien. Kelembagaan Iptek yang ada, di samping yang bersifat lembaga pelaku seperti lembaga litbang atau perguruan tinggi, ada juga yang bersifat bukan pelaku, yakni Dewan Riset Nasional (DRN) di tingkat pusat dan Dewan Riset Daerah (DRD) di daerah. Kunci penting untuk terlaksananya sinergisme kerja antar unsur Sisnas Iptek adalah terbangunnya suatu sistem perencanaan pembangunan nasional Iptek baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Pasal 18 dan 19 UU No. 18 Tahun 2002 menyatakan bahwa Pemerintah wajib merumuskan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang Iptek dan dituangkan sebagai “kebijakan strategis pembangunan nasional Iptek”. Salah satu kewajiban Menteri Negara Riset dan Teknologi adalah mengkoordinasikan perumusan “kebijakan strategis pembangunan nasional Iptek” dengan mempertimbangkan segala masukan dan pandangan yang diberikan oleh unsur kelembagaan Iptek. Pasal 20 dalam UU No. 18 Tahun 2002 menjelaskan mengenai kewajiban Pemerintah Daerah untuk merumuskan prioritas serta kerangka kebijakan pembangunan daerah Iptek yang dituangkan dalam “rencana strategis pembangunan Iptek di daerah”. Seperti halnya di tingkat nasional, Pemerintah Daerah juga dalam merumuskan kebijakan strategisnya harus mempertimbangkan masukan dan pandangan yang diberikan oleh unsur kelembagaan Iptek. Dalam perumusan prioritas dan berbagai aspek kebijakan Iptek wajib memperhatikan: 1. Penguatan ilmu dasar dan kapasitas litbang; 2. Penguatan pertumbuhan industri berbasis hasil litbang; 3. Penguatan kemampuan audit teknologi yang dikaitkan dengan penguatan Standar Nasional Indonesia (SNI); 4. Untuk mendukung perumusan prioritas dan berbagai aspek kebijakan Iptek dibentuk Dewan Riset Nasional dan Dewan Riset Daerah; 5. Mengembangkan instrumen kebijakan yang diperlukan; 6. Pemerintah wajib menjamin : a. Kepentingan masyarakat,bangsa, dan negara serta keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup; b. Perlindungan bagi HKI yang dimiliki oleh perseorangan atau lembaga sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. Perlindungan bagi pengetahuan dan kearifan lokal, nilai budaya asli masyarakat, serta kekayaan hayati dan non hayati di Indonesia; d. Perlindungan bagi masyarakat sebagai konsumen, terhadap penggunaan Iptek sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
A.1 Dewan Riset Nasional 3 Dewan Riset Nasional (DRN) dilahirkan berdasarkan kebutuhan untuk mengarahkan berbagai kegiatan penelitian dari berbagai lembaga berdasarkan prioritas pembangunan. DRN sebelumnya bernama Tim Perumus Program Utama Nasional Riset dan Teknologi (PEPUNAS RISTEK), dibentuk pada tanggal 11 Mei 1978. Menjelang pelaksanaan REPELITA IV 1984–1989, Tim Pepunas Ristek diubah menjadi Dewan Riset Nasional melalui Keputusan Presiden No.1/1984 tertanggal 7 Januari 1984. Saat itu DRN bertugas membantu dan bertanggung jawab pada Presiden Republik Indonesia serta diketuai oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi. Seiring dengan perkembangan kondisi sosial politik Indonesia, pada tahun 2002 dibuatlah UU No. 18/2002 mengenai Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek sebagai kerangka kerja legal-formal yang menguatkan eksistensi DRN. Keberadaan DRN periode 2009-2011 berdasarkan pada Peraturan Presiden No. 16 tahun 2005 tentang Dewan Riset Nasional. Menurut Perpres tersebut DRN merupakan lembaga non struktural. Ketua DRN berasal dan dipilih dari anggota DRN itu sendiri. Meski dibentuk oleh pemerintah, namun kegiatan DRN bersifat independen. Hal ini berarti segala keluarannya merupakan produk yang dihasilkan melalui kegiatan bersama sebagai hasil pemikiran dan pertimbangan kolektif. Sesuai dengan Pasal 19 UU No. 18/2002, Menteri Negara Riset dan Teknologi harus merumuskan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek (Jakstranas Iptek) dengan mempertimbangkan masukan dan pandangan yang diberikan oleh berbagai pemangku-kepentingan (stakeholders) Iptek. Di sinilah peran DRN sebagai lembaga yang beranggotakan perwakilan dari para pemangku-kepentingan Iptek diperlukan. Keanggotaan DRN berasal dari masyarakat yang memiliki unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Unsur-unsur tersebut adalah Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Badan Usaha, dan Lembaga Penunjang lainnya. Anggota DRN periode 2009-2011 dikelompokkan sesuai kompetensi/kepakarannya menjadi 8 Komisi Teknis (Komtek), yaitu: 1. Komisi Teknis Ketahanan Pangan 2. Komisi Teknis Sumber Energi 3. Komisi Teknis Teknologi dan Manajemen Transportasi 4. Komisi Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi 5. Komisi Teknis Teknologi Pertahanan dan Keamanan 6. Komisi Teknis Teknologi Kesehatan dan Obat 7. Komisi Teknis Sains Dasar 8. Komisi Teknis Sosial Kemanusiaan
3
Dewan Riset Nasional (DRN) adalah lembaga nonstruktural yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia untuk menggali pemikiran dan pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.
Semulanya DRN periode 2009-2011 beranggotakan 71 orang. Sekitar tiga bulan setelah pengukuhan, seorang anggota meninggal dunia, sehingga jumlahnya menjadi 70 orang. Kemudian pada tanggal 9 Oktober
2006,
sesuai
dengan
Keputusan
Menteri
Negara
Riset
dan
Teknologi
No.
119/M/Kp/VIII/2006 tentang Penambahan Anggota DRN periode 2005-2008, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengukuhkan 25 anggota baru yang berasal dari berbagai unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan adanya penambahan ini maka jumlah keseluruhan anggota DRN sekarang adalah 95 orang. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2005 pasal 11, keanggotaan DRN berjumlah paling banyak 100 orang ditambah perwakilan Dewan Riset Daerah. Yang dimaksud perwakilan Dewan Riset Daerah adalah perwakilan dari Dewan Riset Daerah yang dibentuk oleh Gubernur/Kepala Daerah Propinsi. Berikut adalah perincian jumlah anggota DRN periode 2009-2011:
Tabel 1 Perincian Jumlah Anggota Dewan Riset Nasional
No.
Nama Komisi Teknis (Komtek)
Jumlah
1
Ketahanan pangan
13 orang
2
Sumber energi baru dan terbarukan
10 orang
3
Teknologi dan manajemen transportasi
10 orang
4
Teknologi informasi dan komunikasi
14 orang
5
Teknologi pertahanan dan keamanan
15 orang
6
Teknologi kesehatan dan obat-obatan
11 orang
7
Sains dasar
9 orang
8
Sosial kemanusiaan
13 orang
Dengan demikian jumlah seluruh anggota DRN adalah 95 orang (http://www.drn.go.id) Sesuai dengan Peraturan Presiden No.16/2005, DRN memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut : 1. Membantu Menteri Negara Riset dan Teknologi dalam merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan Iptek. 2. Memberikan berbagai pertimbangan kepada Menteri Negara Riset dan Teknologi dalam penyusunan kebijakan strategis nasional Iptek. Sedangkan fungsi DRN menurut Peraturan Dewan Riset Nasional Nomor : 01/DRN/PER/-VII/2007 Tentang Tata Kerja dan Tata Cara Pelaksanaan Dewan Riset Nasional yakni: 1. Menyiapkan bahan masukan bagi Menteri Negara Riset dan Teknologi yang berkaitan dengan perumusan kebijakan strategis nasional Iptek, pertukaran informasi kegiatan penelitian
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemberdayaan Dewan Riset Daerah (DRD). 2. Menyusun Agenda Riset Nasional (ARN). 3. Melakukan pengamatan dan evaluasi secara terus-menerus terhadap perencanaan dan pelaksanaan ARN. 4. Memantau kemajuan berbagai cabang Iptek dalam skala nasional maupun internasional, kinerja prasarana Iptek serta mengkaji pengaruhnya bagi pembangunan nasional. 5. Mengidentifikasikan masalah nasional yang dihadapi dan memberikan rekomendasi pemecahan masalah tersebut kepada lembaga terkait. 6. Menyiapkan bahan masukan bagi Menteri Negara Riset dan Teknologi yang berkaitan dengan penegakan norma ilmiah riset. 7. Menyiapkan bahan masukan bagi Menteri Negara Riset dan Teknologi yang berkaitan dengan pengembangan sistem dan pengusulan penerima Penghargaan Riset. A.2 Dewan Riset Daerah 4 Dalam konteks daerah, pemerintah daerah diberi kewenangan membentuk Dewan Riset Daerah (DRD). Secara esensial keberadaan Dewan Riset Daerah merupakan penjabaran upaya pemerintah pusat untuk mempersiapkan komponen-komponen penyelenggaraan pembangunan daerah dalam menerapkan pembangunan berbasis sumber daya atau Iptek sehingga dengannya instrumen sumber daya manusia daerah dapat dimobilisir ke arah penciptaan daya saing yang memberi dampak nyata terhadap efektifitas, kualitas dan keberhasilan impelentasi pembangunan daerah. Hal ini kian menemukan esensinya dalam konteks otonomi daerah di mana potensi dan karakteristik daerah diharapkan dapat digali, diaktualisasi dan dimanfaatkan secara maksimal sesuai arah visi-misi pembangunan daerah bersangkutan. Orientasi, gerak atau sasaran pembangunan daerah dalam basis otonomi daerah harus selalu mengikuti dan mengadopsi berbagai kebijakan fungsionalitas pengembangan Iptek yang mencerminkan kapabilitas lokal dengan determinasi pada eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya lokal secara efektif dan efisien dan akuntabel, berbasis perencanaan kebijakan yang sistematik, penggunaan dan pengembangan teknologi inovatif - inovasi dalam konteks lokal dan dapat ditranfer (inovation within local context and tranferability)- disertai kesiapan sumber daya pengguna yang mumpuni sehingga mampu melahirkan berbagai kontribusi yang menonjol (outstanding contributions) bagi daerah khususnya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan terbentuknya DRD, Kementerian Negara Riset dan Teknologi bersama dengan Dewan Riset Nasional menyusun buku “Pedoman Pembentukan dan Penyelenggaraan DRD”
4
Dewan Riset Daerah (DRD) merupakan perpanjangan tangan DRN pemerintah pusat untuk menjalankan tugas dan fungsi Dewan Riset yang ada di tiap daerah di Indonesia.
sebagai salah satu bahan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pembentukan dan penyelenggaraan DRD sebagai lembaga yang benar-benar profesional dan berkompeten. 5
Bagan 2 Struktur Kebijakan Publik Di Indonesia 6
A.3 Dewan Riset Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), didirikan sebagai upaya mempersiapkan sumber daya penyelenggara pembangunan daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). DRD Provinsi NTT berada di bawah Badan Diklat (Badan Pendidikan dan Latihan). DRD Provinsi NTT diketuai oleh Gubernur, yaitu Drs. Frans Lebu Raya. Selain Ketua, DRD Propinsi NTT juga memiliki Wakil Ketua, Sekretaris, Badan Pekerja, dan 4 komisi yakni: 1. Komisi Bidang Ekonomi dan Perdagangan 2. Komisi Bidang Pemerintahan, Politik dan Hukum, 3. Komisi Bidang Sosial dan Budaya, 4. Komisi Bidang Iptek dan Lingkungan Hidup (www.drd.ntt) 5 6
Sumber : http://drd.wordpress.com/2009/05/30/. Sumber : Nugroho, R.D, Kebijakan publik, formulasi implementasi dan evaluasi, 2003 : Elex Media Komputindo.
Masing-masing komisi melakukan riset pada bidangnya masing-masing dengan saling mendukung serta memfokuskan pada peningkatan perekonomian rakyat untuk menanggulangi kemiskinan, sehingga oleh karenanya masing-masing komisi tersebut memiliki komisi teknis yaitu : Komisi teknis sosial & budaya, komisi teknis pemerintahan & politik, komisi teknis hukum dan komisi teknis Iptek & lingkungan hidup. Disamping itu, DRD juga dapat berfungsi sebagai pemberi “second opinion” bagi pemerintah daerah NTT yang selama ini terlalu terikat pada program kerja yang sudah ditetapkan. Anggota Badan Pekerja DRD NTT berjumlah sekitar 40 orang terdiri dari kalangan birokrat, tokoh masyarakat dan agama, para pakar dan perwakilan dari universitas. Sejauh ini DRD NTT mendasarkan aktivitasnya yang berkaitan dengan penyusunan kebijakan (pembangunan) Iptek di daerah. DRD NTT juga berfungsi untuk mendukung pemerintah daerah melakukan koordinasi di bidang Iptek dengan daerah-daerah lain serta mewakili daerah di DRN. Di samping itu, DRD NTT diharapkan juga berperan sebagai brain trust dan sounding board untuk menguji kebijakan Iptek, dukungan moral (moral support) untuk mendukung gagasan mengedepankan permasalahan penguasaan Iptek yang perlu diprioritaskan, dan bahkan sebagai kelompok penekan (pressure group) untuk mendukung program-program pembangunan Iptek di daerah. Tugas DRD NTT antara lain : membantu Pemerintah Daerah Propinsi NTT dalam merumuskan berbagai kebijakan dan prioritas utama program pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang berkaitan dengan kegiatan penelitian dan pengembangan serta rekayasa di daerah. DRD merupakan „Inisiator‟ dan „Akselerator‟ pembangunan Iptek yang mempunyai posisi dan peran strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan Iptek di daerah. Sebagai inisiator pembangunan Iptek, DRD NTT dapat secara aktif berperan penting untuk : a. Memprakarsai pemanfaatan Iptek untuk meningkatkankesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan potensi sumber daya dari masing-masing daerah; b. Melakukan inventarisasi kapasitas dan kapabilitas Iptek daerah dan memanfaatkannya untuk pemanfaatan Iptek yang merata, efektif dan efisien; c. Melakukan pemilihan kategori Iptek yang selaras dengan pelaksanaan pembangunan daerah, terutama dalam mencari solusi terhadap permasalahan kritis yang dihadapi daerah. Sedangkan sebagai akselerator pembangunan Iptek daerah, DRD NTT dapat secara aktif berperan penting untuk : a. Memberikan aftematif solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dan pihak terkait lainnya dalam pelaksanaan pembangunan daerah; b. Melakukan berbagai kegiatan yang mendukung pemberdayaan industri di daerah sehingga industri di daerah mampu mengaplikasikan Iptek dan meningkatkan kapasitas Iptek-nya untuk meningkatkan nilai tambah produk; c. Mendorong mobilisasi potensi Iptek di daerah sehingga pemanfaatan danpenguasaan Iptek dapat dilakukan secara optimal untuk mempercepat proses kemandirian daerah.
Produk-produk DRD NTT dapat diadopsi menjadi keputusan/kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah dan menjadi solusi atas permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembangunan daerah. DRD NTT menjadi „penghubung‟antara kebijakan Iptek pusat dengan daerah sehingga terjadi konvergensi kebijakan antara daerah dengan pusat dalam konteks pembangunan Iptek nasional. Kepentingan daerah dalam pembangunan Iptek nasional dapat disampaikan melalui perwakilan DRD yang menjadi anggota DRN. Sebagai pengawas dan pengawal kegiatan litbang, sebagaimana dijelaskan oleh Ibu Prof. Dr. Mia Patinoach, salah satu satu anggota DRD NTT, Badan Diklat mendesain penelitian kemudian dipresentasikan di dalam seminar di hadapan anggota Badan Pengurus DRD. Dari seminar ini DRD memberi masukan dan koreksi bahkan forum ini menentukan layak tidaknya sebuah rencana penelitian dari Badan Diklat. Acuan DRD tidak terlepas dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Kebijakan Strategis Daerah (Jakstrada) yang telah disusun. Saat ini DRD memiliki roadmap penelitian 3 tahunan (saat ini periode 2009-2012) sehingga litbang-litbang memilih topik penelitian sesuai roadmap tersebut dan dana kegiatan DRD diperoleh dari APBD melalui litbang. 7 Menurut mantan Gubernur NTT, Herman Musakabe keberadaan DRD NTT mesti dilihat sebagai institusi yang memproyeksikan ketahanan daerah dalam menjawab persoalan dan tantangan pembangunan masyarakat NTT terutama terkait dengan problem kemiskinan. Apalagi dalam misi pembangunan NTT (2005-2025) yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Prov. NTT Tahun 2009-2012 antara lain disebutkan: mewujudkan manusia NTT yang berkualitas dan berdaya saing global; mewujudkan masyarakat NTT yang demokratis dan berlandaskan hukum; mewujudkan NTT sebagai wilayah yang berketahanan ekonomi, sosial, budaya, politik dan kemanan; mewujudkan NTT sebagai wilayah yang memiliki keseimbangan dalam pengelolaan lingkungan. Kemiskinan di NTT berkaitan dengan banyak faktor, antara lain iklim yang kering, curah hujan yang minim, geografi yang terdiri banyak pulau, ekonomi biaya tinggi, sarana dan prasarana yang terbatas, dan kualitas sumber daya manusia. Selain itu masalah ekonomi tidak terlepas dari masalah politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Disinilah menurutnya DRD lewat komisi-komisinya dapat melakukan kajian komprehensif penanggulangan kemiskinan di NTT melalui: 1. Dalam bidang pemerintahan, politik dan hukum perlu diriset sejauh mana demokrasi dapat dilaksanakan dan manfaatnya bagi rakyat. Apakah pemda dan aparat pemerintah telah melakukan tugasnya secara maksimal sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat dengan menjadi pelayan masyarakat (servant leadership)? Apakah partai politik telah menjadi wadah pendidikan politik terhadap rakyat? Apa dampak positif dan negatif pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung dan
7
Data diambil dari http://www.drn.go.id/index.php?option=isi&task= terakhir diperbaharui, 11-11-2010.
bagaimana kecenderungan masyarakat dalam pilkada? Bagaimana pelaksanaan pelaksanaan Otonomi Daerah memberikan implikasi konstruktif bagi pembangunan di NTT. 2. Dalam bidang sosial budaya, perlu diriset kontribusi kemajemukan suku, etnis dan budaya terhadap pembangunan daerah. Kemajemukan di NTT bisa menjadi kekuatan atau sebaliknya menjadi beban apabila tidak dikelola dengan baik. 3. Dalam bidang Ristek dan lingkungan hidup, perlu diriset teknologi terapan yang langsung bermanfaat bagi rakyat di desa-desa dan bagaimana menjaga lingkungan hidup agar tidak mendatangkan bencana di kemudian hari. Contoh-contoh yang sederhana adalah penggalakan program Jagung(isasi) untuk meningkatkan ketahanan pangan bagi masyarakat, pengembangan kincir air untuk mengalirkan air bagi masyarakat, energi biogas dari kotoran sapi pengganti minyak tanah dan kayu bakar, penyediaan air bersih, pembuatan sumur-sumur resapan di daerah permukiman penduduk, pemanfaatan arang tempurung kelapa untuk bahan bakar, pemanfaatan tenaga matahari sebagai sumber energi alternatif dan sebagainya. 4. Dalam bidang ekonomi, perlu diriset penyebab dari situasi rawan pangan dan solusinya. Apakah karena masyarakat hanya mengandalkan tanaman perdagangan tertentu (monokulktur) sehingga ketahanan pangannya menjadi rentan, atau perlu diversifikasi tanaman pangan dan perdagangan (Herman Musakabe, Dewan Riset Daerah VS Kemiskinan, Pos Kupang, 22/1/2007). Keberhasilan tugas DRD NTT ini tentu tergantung pada kemampuan menampung kepentingan stakeholder yakni pemerintah daerah termasuk dinas-dinas terkait, lembaga Iptek, perguruan tinggi, LSM, dunia usaha dan industri dan kepentingan masyarakat luas untuk secara sinergis mewujudkan program-program pembangunan yang tepat sasaran lewat pengembangan strategi-strategi unggulan. Namun sejauh ini aktivitas dan peran DRD NTT khususnya dalam menjawab persoalan kesejahteraan sosial di provinsi NTT belum sesuai sebagaimana yang diharapkan. Keberadaan hasil-hasil riset DRD NTT belum kompeten dan representatif di dalam memberikan nilai yang signifikan dalam mendukung program pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat NTT. Sebagai lembaga yang diharapkan menjadi yang terdepan di dalam setiap penyusunan kebijakan-kebijakan publik oleh eksekutif, DRD NTT belum mampu keluar dari persoalan menyangkut : 8 1. Anggota/para pakar di DRD yang kurang dukungan kelembagaan dalam hal kurangnya kerja sama dengan instansi di luar dirinya (seperti lembaga perguruan tinggi, departemen-departemen teknis, dunia industri, LSM). 2. Persoalan dana/anggaran riset yang masih minim. 3. Masih kurangnya kualitas sumber daya manusia di DRD terutama kepakaran yang berkaitan dengan persoalan aktual masyarakat. 8
Sumber : Balitbang NTT http://www.forumbisnisdaily.com/news/read/2010/10/19/4316.
4. Sistem/mekanisme riset yang lemah terutama dalam penentuan isu yang akan diriset sehingga kerap menghasilkan hasil-hasil riset yang in-akseptabel, kurang memiliki nilai layak jual (unmarketable) bagi upaya dan berbagai strategi khusus pemecahan masalah-masalah pembangunan Kendala ini senada pula dengan pernyataan Menristek, Suharna Surapranata dalam Workshop Nasional Dewan Riset Daerah “Review dan Perkuatan Peran DRD dalam Pembangunan Iptek Nasional” yang diadakan di Ruang Komisi Utama Gedung II BPPT Lantai 3, Jl. M.H. Thamrin No. 8 Jakarta (10/5/2010) di mana ia menyayangkan masih terdapat DRD yang sudah terbentuk, namun kinerjanya belum seperti yang diharapkan. “Belum optimalnya peran DRD ini memang saya dapat pahami, baik karena alasan kelemahan sinergi kelembagaan dan organisasi, maupun karena belum mantapnya program kerja dan terbatasnya sumberdaya manusia yang berkualitas di daerah”, tegas Menristek. (PKS http://www.drn.go.id/index.php). Berbagai kendala tersebut tentu berdampak terhadap keberhasilan pembangunan Iptek dalam melahirkan kebijakan-kebijakan pembangunan berbasis riset. Padahal pembangunan Iptek ikut menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Dari era pelita I sampai saat ini misalnya, NTT memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi yang terbilang rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini bisa dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2 9 Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi NTT dan Indonesia Pada Pelita I –V dan 2000 – 2010.
Tahun
Nusa Tenggara Timur
Indonesia
2
3
(Year) 1 1973 (Pelita I)
3,53
8,81
1978 (Pelita II)
10,27
7,22
1983 (Pelita III)
9,73
6,10
1988 (Pelita IV)
4,89
5,19
1993 (Pelita V)
7,32
6,92
2000
4,17
4,92
2001
4,78
3,64
2002
4,93
4,50
9
Sumber : Konsultasi Serentak 2009 dan Pendapatan Regional Provinsi NTT 2000 – 2010 (Consultation Simultaneously 2009 and Regional Income of NTT Province 2000 – 2010).
2003
4,59
4,78
2004
5,34
5,03
2005
3,46
5,69
2006
5,08
5,50
2007
5,15
6,35
2008
4,81
6,01
2009
4,24
4,55
2010
4,8
6,05
Sampai sekarang masyarakat NTT masih bergulat dengan kemiskinan. Kemiskinan ini kian hari kian membebani propinsi yang berpenduduk sebanyak 4. 619.655 jiwa ini (BPS, 2009), meski tidak sedikit program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang sudah dicetuskan pemerintah, 23 persen dari 4,6 juta penduduk NTT tergolong miskin. Bahkan NTT sampai saat ini merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi gizi kurung dan buruk tertinggi di Indonesia. Data IPKM menggambarkan balita gizi kurang dan buruk NTT sebesar 18.3 persen, dibanding 15 persen untuk angka nasional. Ironisnya, saat ini NTT termasuk provinsi tertinggal di Indonesia yang menduduki peringkat kedua terendah dari 33 provinsi dalam hal Indeks Pembangunan Manusia. Tahun 2010 tingkat kelulusan siswa SMA dan sederajat di NTT dalam ujian nasional bahkan berada pada peringkat terendah dalam hitungan nasional (Kompas,19/12/2010). Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 menunjukkan, angka kematian ibu (AKI) NTT 306 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI nasional 228 per 100.000 kelahiran hidup. Adapun angka kematian bayi (AKB) NTT 57 per 1.000 kelahiran hidup dan AKB nasional 34 per 1.000 kelahiran hidup (BPS NTT 2010). Kepala Dinas Kesehatan NTT Stefanus Bria mengatakan, tenaga kesehatan di NTT sangat terbatas. Jumlah tenaga dokter dalam tiga tahun terakhir terus berkurang, dari 215 menjadi 161 dokter umum dan dokter gigi. Dokter spesialis hanya 12 orang.Jumlah puskesmas yang tersebar di 21 kabupaten/kota di NTT hanya 113 unit, poliklinik milik swasta 187 unit, polindes 1.994 unit, dan puskesmas pembantu 1.115 unit. RSUD hanya delapan buah, satu RSUD baru akan dibangun di Pulau Adonara, Flores Timur. Mayoritas warga NTT masih kesulitan air bersih. Mereka harus berjalan jauh untuk mengambil air karena air tanah sangat sulit didapat di tanah yang umumnya didominasi karang dan batu kapur. Kondisi ini diakui Wakil Gubernur NTT Esthon L Foenay dengan memacu pemerintah provinsi melakukan percepatan pembangunan untuk mengurangi kemiskinan. Misalnya, menyalurkan subsidi untuk memperkuat ekonomi masyarakat Rp 250 juta per desa lewat Program Anggur Merah (Anggaran untuk Rakyat Menuju Sejahtera). Selain itu, ada juga pembangunan sumber daya manusia
lewat pendidikan dan kesehatan serta program peningkatan ekonomi kerakyatan lewat intensifikasi penanaman jagung, cendana, peternakan sapi dan koperasi. (Pos Kupang, 20-12-2010) Rentetan persoalan di atas menimbulkan pertanyaan sejauhmana eksistensi serta tanggung jawab institusional DRD NTT sebagai elemen penting dan strategis dalam proses perumusan berbagai kebijakan daerah, mengingat DRD NTT juga merupakan lembaga pemasok data/informasi yang terdepan sebelum eksekutif menyusun kebijakan-kebijakan publik. Memang secara nasional lemahnya institusi riset di Indonesia selain karena persoalan anggaran yang membuat Indonesia tertinggal dalam pembangunan Iptek di banding dengan negaranegara lain, minimnya penghargaan terhadap peneliti di mana penghasilan peneliti menjadi indikator utamanya, yakni belum ada kesadaran terhadap pentingnya kajian ilmu pengetahuan secara menyeluruh dalam proses pembuatan kebijakan. Banyak kebijakan yang selama ini tidak visioner dan bermanfaat bagi rakyat disebabkan minimnya keterlibatan LIPI di dalam penelitian di kampus. Bahkan ada kesan kuat, berbagai kementerian dan instansi pemerintah sengaja tidak mau melibatkan lembaga riset termasuk LIPI dan dunia kampus karena kuatnya vested interest. Padahal dampak buruk dari kebijakan yang salah jauh lebih dasyat daripada korupsi. (Tajuk Rencana, Suara Pembaruan, 30/3/2013) Persoalan-persoalan di atas merupakan khas persoalan dunia kepenelitian termasuk bagaimana institusi riset secara internal mampu membangun kinerjanya secara baik berhadapan dengan dinamika kebutuhan masyarakat yang kompleks. Menurut Dye (1981) keluaran dari sebuah sistem kebijakan pada sebuah institusi baik itu peraturan, kebijakan, pelayanan/jasa dan berbagai program harus memberikan dampak yang lebih jauh bagi masyarakat. Tidak saja sebatas klarifikasi dan krtik terhadap nilai-nilai yang mendasari sebuah kebijakan, tetapi lebih dari itu mampu memberikan kontribusi langsung bagi masyarakat terutama dari aspek kebijakan yang dapat memayungi kepentingan masyarakat minoritas sekalipun. Untuk itulah DRD NTT sebagai bursa ide-ide (clearing house of ideas) mestinya dapat menghasilkan riset-riset yang marketable serta berkontribusi dalam pemecahan kemiskinan masyarakat NTT. Lemahnya pelaksanaan fungsi DRD NTT ini merupakan dasar persoalan dari lemahnya peran kelembagaan secara keseluruhan dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya terutama sejak DRD resmi berdiri di NTT. Dengan kata lain efektifitas fungsi kelembagaan DRD NTT sejauh ini akan menentukan output organisasinya. Dari deskripsi di atas, penulis ingin mengetahui lebih spesifik bagaimana eksistensi DRD NTT sejauh ini di dalam melakukan tugas dan fungsinya sebagai brain trust dan sounding board dalam menguji kebijakan Iptek, sebagai kelompok penekan (pressure group) untuk mendukung program-program pembangunan Iptek di daerah atau pun selaku pemberi “second opinion” bagi pemerintah daerah NTT dalam melaksanakan agenda pembangunannya melalui penelitian yang penulis beri judul:
“Evaluasi Fungsi DRD sebagai Think Tank Kebijakan Publik dalam Mendukung Program Pembangunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur”
B. MASALAH PENELITIAN Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah pokok dalam penelitian ini diderivasikan ke dalam pertanyaan operasional penelitian sebagai berikut : Bagaimana pelaksanaan fungsi DRD NTT sebagai pembuat rekomendasi dan roadmap penelitian dalam mendukung Program Pembangunan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur?
C. TUJUAN PENELITIAN Secara spesifik, adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Mendeskripsikan dan menganalisis faktor yang memengaruhi pelaksanaan fungsi DRD NTT terkait dengan pembuatan rekomendasi dan roadmap penelitian dalam mendukung Program Pembangunan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kendala pelaksanaan tugas dan fungsi DRD NTT terkait pembuatan rekomendasi dan roadmap penelitian dalam mendukung Program Pembangunan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
D. KEGUNAAN/MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna/bermanfaat serta memiliki kontribusi yang besar bagi: 1.
Kepentingan praktis: a.
Sebagai bahan masukan bagi anggota DRD NTT dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama dalam mendukung program pembangunan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
b.
Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah sebagai mitra DRD untuk mendukung eksistensi DRD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dengan efektif dan berdaya guna.
2.
Kepentingan Teoritis, yaitu memperkaya wacana dan diskursus mengenai isu-isu teoritis fungsi kelembagaan dalam displin ilmu kebijakan publik.