BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pemilihan strategi implementasi suatu sistem informasi adalah salah satu tahapan kritis untuk menentukan sukses atau tidaknya suatu sistem informasi baru menjawab kebutuhan organisasi/ usernya. Tahapan ini adalah suatu tantangan tersendiri yang membutuhkan perhitungan strategis tersendiri. Apabila kita pertimbangkan dari metode pelaksanaanya ada beberapa strategi dasar di tahap ini, yaitu : i.
Pilot Project approach. Adanya suatu area / Departement/ Lokasi yang dijadikan percontohan implementasi
sistem
informasi
baru,
sebelum
akhirnya
diterapkan
menyeluruh pada seluruh lini organisasi. Strategi pilot approach dari segi resiko, merupakan pilihan yang baik, karena jika terjadi kegagalan saat implementasi SI, dampak awal terbatas hanya area yang dijadikan lokasi pilot project saja. ii.
Direct Cut off over. Berbeda dengan sistem pada poin i, implementasi SI baru secara direct cut over adalah, kondisi implementasi SI baru dimana sistem informasi baru yang ada secara serempak
diimplementasikan di seluruh wilayah operasi
perusahaan yang bersangkutan, menggantikan SI sebelumnya. Tentu saja dapat dimengerti jika strategi ini selain beresiko tinggi, juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Ada tiga pendekatan yang biasa dipilih, yaitu: a. cara cut-off. Cara cut-off adalah cara yang populer diterapkan di USA, yaitu perusahaan menentukan satu waktu/ tanggal tertentu untuk mulai diimplementasikannya sistem baru secara resmi & serentak diterapkan di seluruh perusahaan, bersamaan dengan hal tersebut maka sistem informasi lama tidak dipergunakannya lagi di perusahaan tersebut.
b. paralel. Dalam pendekatan ini, secara paralel sistem lama dan sistem
informasi yang baru diterapkan sekaligus. c. phased in kondisi dimana sistem diganti tetapi penggantian dilakukan per bagian dari sistem lama ke sistem baru. Jika terjadi sesuatu, bagian yang baru tersebut akan diganti kembali dengan yang lama.
Setiap perusahaan adalah unik/khas, artinya memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan perusahaan lain. Demikian pula halnya dengan Industri Farmasi. Berhubung industri ini terkait masalah kesehatan / kemanusiaan di satu sisi dan sisi bisnis/ekonomi di sisi lainnya, maka untuk melindungi 2 kepentingan tersebut industri ini termasuk salah satu industri yang higly regulated di Indonesia. Penggunaan sistem komputerisasi ke dalam sistem pembuatan obat, termasuk penyimpanan, distribusi dan pengendalian mutu tidak mengubah kebutuhan untuk memperhatikan prinsip yang relevan dalam pedoman CPOB ini. Hingga Saat ini ada 3 Acuan utama Pelaksanaan GMP ( Good Manufacturing Practices) di Indonesia yang diratifikasi oleh badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia (BPOM RI) yaitu : a. Pedoman CPOB 2006 (Pedoman cara pembuatan obat yang baik versi 2006) , b. Petunjuk Operasonal Penerapan Cara Pembuatan Obat yang baik versi tahun 2006 , edisi cetakan 2009, c. Supplemen I 2009 Pedoman CPOB 2006 Tentang bagaimana mengimlementasikan SI dan TI pun dijelaskan secara jelas di 3 aturan dasar terkini industri farmasi tersebut, khususnya pedoman CPOB 2006 dan Petunjuk Operasonal Penerapan Cara Pembuatan Obat yang baik versi terkininya . Inilah yang menjadi topik khas dari pembahasan kita kali ini, yaitu bagaimana aturan implementasi SI dan TI informasi baru di industri farmasi Indonesia. Karenanya makalah ini di beri judul : “ Strategi Implementasi SI & TI di Industri Farmasi Indonesia”.
2
2. TUJUAN Tujuan makalah ini dibuat adalah: 1. Pembahasan mendalam mengenai keempat strategi/ metode konversi Sistem Informasi (SI) & Teknologi Informasi (TI) yang ada ke SI & TI yang baru. 2. Pembahasan mendalam mengenai kekuatan dan kelemahan dari masingmasing strategi implementasi/ metode konversi sistem SI dan TI tersebut. 3. Bagaimana aturan metode proses konversi saat tahap implementasi SI dan TI informasi baru di industri farmasi Indonesia.
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Informasi Manajemen (SIM) menurut O‟Brien (2002) dikatakan bahwa SIM adalah suatu sistem terpadu yang menyediakan informasi untuk mendukung kegiatan operasional, manajemen dan fungsi pengambilan keputusan dari suatu organisasi. Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan sistem informasi yang menghasilkan hasil keluaran (output) dengan menggunakan masukan (input) dan berbagai proses yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tertentu dalam suatu kegiatan manajemen (Wikipedia, 2010).
Teknologi Informasi (TI), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information technology (IT) adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video. Contoh dari Teknologi Informasi bukan hanya berupa komputer pribadi, tetapi juga telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik, dan peranti genggam moderen (misalnya ponsel/ HP)
Saat ini kebutuhan di bidang networking sudah merupakan hal yang umum di
tengah
perkembangan
teknologi
informasi,
termasuk
bagi
perusahaan.Penggunaan internetworking dapat berupa internet, intranet ataupun ekstranet.Trend penggunaan internet telah mengalami lonjakan yang cukup signifikan.Berdasarkan Gambar 1 di bawah, pada tahun 2009, pengguna internet di dunia telah mencapai 27,1% dari seluruh total penduduk dunia, dimana sekitar sepertiga dari pengguna tersebut adalah penduduk Indonesia.
4
Gambar 1 Pengguna Internet dalam Bentuk Persentase Populasi Sumber: Bank Dunia, Indikator Pembangunan Dunia, Update tanggal 27 April 2011 Hingga Saat ini ada 3 Acuan utama Pelaksanaan GMP ( Good Manufacturing Practices) di Indonesia yang diratifikasi oleh badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia (BPOM RI) yaitu : 1. Pedoman CPOB 2006 (Pedoman cara pembuatan obat yang baik versi 2006) , 2. Petunjuk Operasonal Penerapan Cara Pembuatan Obat yang baik versi tahun 2006 , edisi cetakan 2009, 3. Supplemen I 2009 Pedoman CPOB 2006 Mengenai sistem komputerisasi atau penggunaan otomatisasi sistem secara elekronis telah di atur pada CPOB terkini ( CPOB versi tahun 2006), yang menjadi acuan bagi Industri Farmasi di Indonesia menerapkan teknologi informasi khususnya komputer, PLC maupun logical data analog lainnya sebagai bagian dari sistem industri farmasi. Hal ini harus diatur, dikontrol, dan divalidasi penerapannya, jika menggantikan Sistem manual yang ada. Pengaturannya sebagaimana yang kami kutip dari CPOB 2006 , Aneks 7 ( Sistem Komputerisasi ) dan Bab 10.8 (dokumentasi) berikut penjelasannya : Petunjuk Operational Penerapan Cara Pembuatan Obat yang baik 2006 adalah sebagai berikut :
5
Penggunaan sistem komputerisasi ke dalam sistem pembuatan obat, termasuk penyimpanan, distribusi dan pengendalian mutu tidak mengubah kebutuhan untuk memperhatikan prinsip yang relevan dalam pedoman CPOB ini.Sistem komputerisasi yang menggantikan sistem manual hendaklah tidak mengakibatkan penurunan mutu produk penerapan sistem pemastian mutu. Hendaklah dipertimbangkan resiko hilangnya beberapa aspek dari sistem sebelumnya yang disebabkan pengurangan keterlibatan operator.
1. Personil : Kerjasama yang erat antara personil utama dengan personil yang terlibat dengan sistem komputer adalah esensial. Personil penanggung jawab hendaklah diberikan pelatihan yang memadai untuk mengelola dan menggunakan sistem yang dipakai dalam lingkup tanggung jawabnya dan hendaklah dipastikan mempunyai keahlian untuk menangani aspek desain,validasi,instalasi dan pengoperasian sistem komputer. 2. Validasi. Cakupan validasi tergantung pada sejumlah faktor termasuk sistem yang akan dipakai, apakah prospektif atau retrospektif dan kemungkinan adanya unsur baru yang digunakan. Validasi hendaklah dipertimbangkan sebagai bagian dari seluruh siklus sistem komputer. Siklus tersebut mencakup tahap perencanaan, spesifikasi, pembuatan program, pengujian, “commisioning”, dokumentasi, pengoperasian, pemantauan dan perubahan. 3. Sistem. 3.1. Penempatan peralatan hendaklah memperhatikan kondisi yang sesuai dimana faktor luar tidak dapat mempengaruhi sistem. 3.2. Hendaklah dibuat dan selalu dimuthairkan deskripsi tertulis yang rinci dari sistem (termasuk diagram sesuai kebutuhan). Deskripsi tersebut hendaklah menjelaskan prinsip, tujuan, tindakan, pengamanan dan ruang lingkup sistem serta ” fitur “ utama cara penggunaan komputer dan interaksi dengan sistem dan prosedur lain. 3.3. Perangkat lunak merupakan komponen yang kritis dari sistem komputerisasi. Pengguna perangkat lunak hendaklah mengambil langkah yang rasional untuk memastikan bahwa perangkat tersebut disiapkan sesuai dengan sistem pemastian mutu.
6
3.4. Sistem hendaklah meliputi, di mana diperlukan, program terpasang untuk memeriksa ( build in Checks) ketepatan pemasukan dan pengolahan data. 3.5. Sebelum sistem komputerisasi digunakan, hendaklah diuji secara menyeluruh dan dipastikan kemampuannya memberikan hasil yang diinginkan. Jika akan menganti sistem manual, kedua sistem tersebut hendaklah berjalan bersamaan dalam kurun waktu tertentu, yakni sebagai bagian dari pengujian dan validasi. 3.6. Pemasukan atau perubahan data hanya dilakukan oleh personil yang berwewenang untuk itu. Hendaklah ada cara yang tepat untuk mencegah pemasukan data yang tidak sah termasuk penggunaan kunci kartu “pas” ( Pass card), kode pribadi dan akses terbatas untuk masuk ke terminal komputer. Hendaklah ditetapkan prosedur untuk penerbitan, pembatalan dan Pengubahan otorisasi untuk memasukkan dan mengubah data, termasuk pengantian kata sandi pribadi ( personal password). Hendaklah dipertimbangkan pengadaan suatu sistem untuk mencatat usaha mengakses sistem oleh personil yang tidak berwenang. 3.7. Apabila data kritis dimasukkan secara manual (misalnya : berat, dan No. Batch bahan awal selama proses penimbangan), hendaklah dilakukan pemeriksaan tambahan untuk ketepatan catatan yang dibuat. Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh operator kedua atau dengan cara elektronis yang tervalidasi. 3.8. Sistem hendaklah mencatat identitas operator yang memasukkan atau mengkonfirmasi data kritis. Otorisasi perubahan data yang dimasukkan hendaklah terbatas pada personil yang ditunjuk. Semua perubahan data kritis yang dimasukkan hendaklah diotorisasi dan dicatat dengan mencantumkan alasan perubahan. Hendaklah dipertimbangkan agar sistem dapat membuat catatan lengkap mengenai semua pemasukan dan perubahan data ( Audit Trial). 3.9. Perubahan terhadap sistem atau program komputer hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Yang mencakup ketentuan untuk melakukan validasi, pemeriksaan, pengesahan, dan melaksanakan perubahan. Perubahan hanya dapat diterapkan setelah mendapat persetujuan dari personil yang bertanggung jawab atas sistem tersebut. Perubahan hendaklah dicatat. Tiap Perubahan hendaklah divalidasi. 3.10. Untuk keperluan Audit, data yang disimpan secara elektronis hendaklah dapat dicetak. 3.11. Data hendaklah diamankan secara elektronis atau fisik untuk mengantisipasi kerusakan yang sengaja atau tidak disengaja. Hal ini sesuai dengan Prinsip CPOB 10.8 yang berbunyi : Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data elekronis, cara fotografis
7
atau cara lain yang dapat diandalkan, namum prosedur rinci berkaitan dengan sistem yang digunakan hendaklah tersedia, dan akurasi catatan hendaklah dicek. Apabila dokumentasi dikelola dengan menggunakan metode pengolahan data elektronis, hanya personil yang diberi wewenang boleh mengentri atau memodifikasi data dalam komputer dan hendaklah perubahan dan penghapusannya dicatat; akses hendaklah dibatasi dengan penggunaan kata sandi (password) atau cara lain, dan hasil entri data kritis hendaklah dicek secara independen. Catatan batch produksi yang disimpan secara elektronis hendaklah dilindungi dengan transfer pendukung/ cadangan ( back up transfer) menggunakan pita magnet, mikrofilm, kertas atau cara lain. Adalah sangat penting bahwa data selalu tersedia selama kurun waktu penyimpanan. 3.12. Aksesabilitas ketahanan dan ketepatan data tersimpan hendaklah diperiksa. Jika ada usul perubahan terhadap peralatan komputer atau programnya, pemeriksaan tersebut di point : 3.11 hendaklah dilakukan pada frekuensi yang sesuai dengan medium penyimpanan yang digunakan. 3.13. Data hendaklah diproteksi dengan membuat data cadangan ( back up data) secara berkala dan teratur. Data Cadangan hendaklah disimpan selama masih diperlukan dilokasi terpisah dan aman. 3.14. Hendaklah tersedia sistem alternatif yang memadai untuk dioperasikan apabila terjadi kerusakan atau gangguan terhadap sistem yang ada. Waktu yang diperlukan untuk penggunaan sistem alternatif tersebut hendaklah disesuaikan dengan tingkat urgensi penggunaannya. Contoh : Informasi yang dibutuhkan untuk penarikan kembali/ “Product recall” harus tersedia secara cepat. 3.15. Prosedur yang diberlakukan jika terjadi kerusakan atau kegagalan pada sistem hendaklah dietapkan dan divalidasi. Tiap kegagalan dan tindakan perbaikan yang dilakukan hendaklah dicatat. 3.16. Hendaklah dibuat prosedur untuk mencatat dan menganalisa kekeliruan, serta untuk menetapkan tindakan perbaikan yang dilakukan. 3.17. Jika servis komputer memakai jasa agen dari luar perusahaan hendaklah dibuat perjanjian resmi yang mencakup pernyataan yang jelas mengenai tanggung jawab agen jasa tersebut. 3.18. Bila pelulusan “Batch” untuk dijual atau diedarkan menggunakan sistem komputerisasi,maka sistem tersebut hendaklah memperhitungkan bahwa hanya kepala bagian Manajemen Mutu ( Pemastian Mutu) yang boleh meluluskan batch. Sistem hendaklah secara jelas mengidentifikasi dan mencatat Personil yang meluluskan batch.
8
4. Siklus Sistem komputerisasi terdiri dari : 4.1. Fase Ruang Lingkup Fase ini mencakup antara lain: Rencana proyek, penyusunan Rencana Induk Validasi ( RIV) Sistem komputerisasi, yang dapat dibuat terpisah atau sebagai bagian / supplemen dari RIV (utama), termasuk jadwal validasi, penentuan dan penetapan validasi, penentuan spesifikasi kebutuhan pengguna, Pengkajian resiko dan Penilaian Pemasok. 4.2. Fase Desain. Fase ini mencakup antara lain : Penentuan spesifikasi fungsi dan spesifikasi desain yang disiapkan. 4.3. Fase Konstruksi ( Build Phase) Yang mencakup antara lain :pengembangan piranti lunak, pengujian pengembangan, instalasi teknis dan pengkondisian “Commisioning”. 4.4. Fase Pengujian. Fase ini mencakup antara lain : Kualifikasi Instalasi, Kualifikasi Operasional dan Kualifikasi Kinerja. Yang dimaksud dengan kualifikasi Instalasi adalah 4.5. Fase Pengerahan/ “Deploy Phase”/ Fase Komisi. Mencakup antara lain : Penyiapan dan penyelesaian laporan rangkuman validasi yang menetapkan pelulusan sistem komputerisasi untuk digunakan. 4.6. Fase Penggunaan. Mencakup antara lain : manajemen konfigurasi, pengendalian perubahan, penanganan insiden, kesalahan dan penyimpangan, pemantauan dan pemeriksaan secara periodis. 4.7. Fase Pemensiunan/ Dekomisi/ Decommisioning Phase. Mencakup Rencana dekomisi, migrasi data, laporan dekomisi, piranti aplikasi dan pengarsipan dokumen. 5. Validasi sistem komputerisasi adalah suatu persyaratan umum CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik). Oleh sebab itu kebijakan tentang pemenuhan / kepatuhan terhadap aturan ini di industry farmasi perlu dipastikan. Terlepas dari Sistem Komputerisasi ini di develop secara internal ( In sourcing) maupun secara external ( Exsourcing) atau gabungan antara internal dan external ( Co-ourcing). Tanggu jawab akhir tetap ada pada owner proses/ Quality person dari perusahaan itu sendiri. 6. Development Sistem Informasi yang baik disemua lini Produksi, Distribusi dan Pemasaran Industri Farmasi sebaiknya melewati semua tahap/ Siklus kegiatan komputerisasi. Pedoman berupa : “Standard Operating Prosedure ( SOP)/ IK ( Instruksi Kerja) perlu di buat dan disetujui oleh “Quality Person”/ Personel Kunci Pemastian Mutu.
9
7. Singkatnya Tahapan Pengembangan Sistem Informasi harus melewati tahap-tahap sebagai berikut : 7.1. Pembuatan Rancang Bangun Sistem Informasi/ Sistem komputerisasi, Pembuatan URS ( user requirements spesification : misal komputerisasi di Spektometer UV, Climatic Chamber, Purifed Water System, Chiller unit, Tablet Machine, Blistering Machine, ERP System / enterprise resource Planning system, dll) , 7.2. Pelaksanaan Kualifikasi Desain (mulai dari pembuatan Protokol kualifikasi, Pelaksanaan, Penyusunan Laporan kualifikasi) , 7.3. Pelaksanaan Kualifikasi Instalasi sistem informasi ( SI) , 7.4. Pelaksanaan Kualifikasi Operasional sistem informasi (SI), 7.5. Pelaksanaan Kualifikasi Kinerja dari sistem informasi ( SI) , 7.6. Pelaksanaan Kontrol Penggunaan SI, 7.7. Kontrol Penanganan Penyimpangan SI, 7.8. Mekanisme Kontrol Perubahan SI, Mekanisme Pemensiunan SI. (CPOB : 2006).
Apa itu System Development Life Cycle (SDLC) ?
SDLC oleh Departemen Kehakiman AS disebutkan merupakan sebuah proses pengembangan software yang digunakan oleh system analyst, untuk mengembangkan sebuah sistem informasi. SDLC meliputi kebutuhan (requirement), validasi, pelatihan, kepemilikan (user ownership) sebuah sistem informasi yang diperoleh melalui investigasi, analisis, desain, implementasi, dan perawatan software.Software yang dikembangkan berdasarkan SDLC akan menghasilkan sistem dengan kualitas yang tinggi, memenuhi harapan penggunanya, tepat dalam waktu dan biaya, bekerja dengan efektif dan efsien dalam infrastruktur teknologi informasi yang ada atau yang direncanakan, serta murah dalam perawatan dan pengembangan lebih lanjut. SDLC adalah pendekatan sistematis untuk memecahkan masalah yang terdiri dari beberapa tahapan. Tiap-tiap tahapan dapat terdiri dari beberapa langkah berikut: 1. Konsep software ini mengidentifkasi dan mendefinisikan kebutuhan akan sebuah sistem Informasi baru. 2. Analisis kebutuhan yang menganalisis kebutuhan informasi dari end user sebuah system Informasi. 3.Desain arsitektural dan membuat
design blueprint
berdasarkan
spesifikasi utama, seperti hardware, software, pengguna, dan sumber data. 4. Coding dan debugging dan membuat dan memprogram sistem.
10
5. Pengujian sistem dan mengevaluasi fungsionalitas sistem actual.
Dalam hubungannya dengan fungsionalitas yang diharapkan, dibawah ini adalah langkah-langkah yang paling sering digunakan oleh para software developer professional adalah sebagai berikut: 1. Studi kelayakan. Dilakukan oleh software developer dengan mempelajari konsep sistem yang diinginkan oleh pihak manajemen, apakah sistem baru tersebut realistis dalam masalah pembiayaan, waktu, serta perbedaan dengan sistem yang ada sekarang. Biasanya, dalam tahap ini diputuskan untuk meng-update sistem yang ada, atau menggantinya dengan yang baru. 2. Analisis. Pengguna dan software developer bekerja sama mengumpulkan, mempelajari, dan merumuskan kebutuhan-kebutuhan bisnis. 3. Desain. Pada langkah ini dilakukan pembuatan blueprint sistem. Didalamnya termasuk penyesuaian dengan arsitektur telekomunikasi, hardware, dan software untuk pengembangan lebih lanjut, serta membuat model sistem ñ menciptakan model graphical user interface (GUI), database, dan lain-lain. 4. Pengembangan. Di tahap ini barulah para programmer melakukan coding untuk menerapkan desain ke dalam sistem yang sesungguhnya, membuat program,dan menyiapkan database. 5. Pengujian. Setelah sistem berhasil dikembangkan, langkah selanjutnya adalah pengujian untuk melihat apakah sistem telah sesuai dengan harapan dan kebutuhan pengguna. Dalam tahap ini, juga dilakukan debugging dan penyesuaian-penyesuaian akhir. 6. Implementasi. Pada tahap ini, software yang telah diuji siap diimplementasikan ke dalam sistem pengguna. Pembuatan user guide dan pelatihan juga dilakukan dalam tahap ini. 7. Perawatan. 11
Perawatan dimaksudkan agar sistem yang telah diimplemantasikan dapat mengikuti perkembangan dan perubahan apapun, yang terjadi guna meraih tujuan penggunaannya. Help desk untuk membantu pengguna, serta perubahan yang dianggap penting dapat dilakukan terhadap sistem dalam tahap ini. Jika memperhatikan langkah-langkah di atas, coding dan debugging yang selama ini menjadi pekerjaan utama software developer, Hanyalah dua dari tujuh tahapan dalam SDLC. Diluar kedua langkah tersebut, SDLC lebih banyak berkutat pada urusan manajemen (non-teknis), yang mungkin kurang mendapat perhatian dari pada software developer.
Analisa dan Design Sistem Informasi
1. Permasalahan Software
Software digunakan, namun dikritik sebesar 19%
Software yang digunakan setelah modifikasi 3%
Software telah dibayar tapi tidak disampaikan 29,7 %
Perangkat lunak yang diberikan hanya digunakan 2%
Software diberikan tapi tidak pernah digunakan 47%
Gambar 2. Permasalahan Software
12
2. Fase System Development Life Cycle (SDLC)
2. 1. Identifikasi, Seleksi, dan Perencanaan Sistem a) Mengidentifikasi kebutuhan user b) Menyeleksi kebutuhan user dari proses identifikasi dengan melihat kapasitas teknologi dan efesiensi c) Merencanakan sistem kebutuhan d) Kebutuhan fungsional dan non fungsional 1. Non – fungsional : Sistem bisa menjadi tidak digunakan, Jika tidak dipenuhi 2. Menggunakan CASE (Computer Aided Software Engineering) tools, bahasa pemograman tertentu 3. Menggunakan bahasa tertentu e) Kebutuhan User (customer) f) Kebutuhan Sistem (kontrak dengan klien) g) Kebutuhan dokumen dan perangkat lunak (developer)
2. 2. Analisis Sistem a) Permodelan data 1. Entity Relationship Diagram (ERD) 2. Conceptual Data Model (CDM) 3. Physical Data Model (PDM) b) Permodelan proses 1. Unified Modeling Language ( UML )
2. 3. Desain Sistem a) Desain form dan laporan ( report ) b) Desain form dan laporan ( report ) c) Desain Antarmuka dan dialog ( message ) d) Desain basis data dan file ( framework ) e) Desain proses ( struktur proses )
13
2. 4. Implementasi Sistem a) Pemrograman dan pengetesan perangkat lunak ( software ) 1. Developmental ( error testing per modul oleh programmer ) 2. Alpha testing ( error testing ketika sistem digabungkan dengan antarmuka user , oleh software tester ) 3. Beta testing ( testing dengan lingkungan dan data sebenarnya )
Konversi sistem 4 Tipe Installation Conversion Methods secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut : .
Gambar 3. Implementasi 4 Metode Konversi 2. 5. Pemeliharaan sistem a) Corrective : Memperbaiki desain dan error pada program b) Adaptive : Memodifikasi sistem untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan c) Perfective : Melibatkan sistem untuk menyelesaikan masalah baru atau
14
mengambil kesempatan ( penambahan fiture ) 1. Preventive : Menjaga sistem dari kemungkinan terjadi kesalahan di masa yang akan datang
3. SDLC Waterfall
Gambar 4. SDLC Water Fall Kelebihan dan kelemahan SDLC Water Fall a) Kelebihan 1. Proses – prosesnya mudah dipahami dan jelas 2. Mudah dalam pengelolahan proyek · Dokumen dihasilkan setiak akhri fase · Sebuah fase dijalankan setelah fase sebelumnya selesai 3. Struktur sistem jelas 4. Kondisi tepat SDLC Waterfall · Kebutuhan user telah sangat dipahami · Kemungkinan terjadinya perubahan kebutuhan user kecil b) Kelemahan 1. Proyek dunia nyata jarang mengikuti alur proses 2. Kesulitan jika terjadi perubahan kebutuhan · Waktu pengerjaan bertambah 15
· Ada anggota tim yang harus menunggu pekerjaan pekerja lain · Kesabaran customer/klien 4. SDLC Incremental Model
a) Memberikan implementasi sebagai inisial proses b) Pengembangan dengan terus melakukan eksplorasi kepada user untuk mendapatkan masukan balik c) Per prototipe d) Permasalahan · Batasan proses tidak jelas · Sistem kurang terstruktur e) Kemampuan aplikasi · Untuk sistem dengan interaksi skala kecil dan medium · Untuk antarmuka user · Untuk sistem dengan masa penggunaan pendek
Gambar 5. SDLC Incremental Model
16
5. SDLC Prototypes Membuat sebuah contoh prototipe untuk menunjukkan kebutuhan dan desain ke pemakai
Gambar 6. SDLC Prototypes
Kelemahan SDLC Prototypes
a) Harus ada versi yang dapat dijalankan sebagaiprototipe sebelum sistem dikembangkan ( bisa berupa contoh sistem lain) b) Harus ada implementasi sistem yang dikembangkan sebelum dibuat sebuah sistem final
6. SDLC Spiral Life Cycle
Gambar 7. SDLC Spiral Life Cycle
17
a) Mendefinisikan kebutuhan dengan sedetail mungkin b) Pembuatan desain untuk sistem yang baru c) Pembuatan prototipe dari pembuatan desain, pembuatan prototipe selanjutnya berdasarkan evaluasi prototipe sebelumnya d) Proses prototipe dilakukan berulang-ulang sampai customer puas e) Sistem dibuat berdasarkan prototipe yang memuaskan customer f) Sistem di tes dan dievaluasi g) Kelebihan · Dapat digunakan untuk sistem yang besar · Sangat cocok sebagai mekanisme mengurangi resiko h) Kelemahan · Terlalu banyak memikirkan resiko yang akan terjadi · Masih jarang digunakan
7. SDLC Rapid Application Development ( RAD )
Gambar 8. SDLC Rapid Application Development (RAD) a) Mengumpulkan spesifikasi menggunakan workshop atau group khusus b) Melakukan tes berulang-ulang oleh user terhadap desain yang diawali dengan prototipe
18
c) Menggunakan kembali komponen perangkat lunak yang ada d) Jadwal yang ketat terhadap perbaikan desain produk versi selanjutnya e) Komunikasi yang tidak terlalu formal antar anggota tim f) Kelebihan · Waktu pengembangan singkat g) Kelemahan · Untuk proyek besar memerlukan lebih banyak sumber daya · Sangat memerlukan kerjasama antara customer dan developer · Tidak cocok untuk kebutuhan yang tidak dapat dimodulkan · Tidak cocok untuk sistem yang memerlukan banyak perbaikan ·Tidak sesuai untuk pengembangan sistem dengan resiko tinggi (aplikasi dengan teknologi baru) 8. Penyebab Gagalnya Software a) Perencanaan yang tidak realistik karena terlalu banyak kasus dan pemikiran optimis b) Penelusuran yang tidak efektif c) Terlalu terpaku pada kebutuhan sementara d) Resiko yang dianggap kecil
Memilih strategi implementasi sistem informasi yang telah selesai dibangun, merupakan suatu tantangan tersendiri. Setidak-tidaknya ada dua dimensi pilihan yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan strategi yang cocok diterapkan di sebuah organisasi atau perusahaan. Dimensi pertama berdasarkan ruang lingkup pelaksanaan proyek secara geografis. Pilihannya cukup jelas, yaitu apakah implementasi akan dimulai secara pilot atau full blown. Strategi pilot project dilakukan dengan cara memilih sebuah lokasi atau area dimana fungsi-fungsi sistem informasi yang ingin diimplementasikan secara lengkap terdapat di daerah pilihan tersebut. Contohnya adalah sebuah perusahaan yang ingin mengimplemen-tasikan sistem informasi logistik di 27 propinsi di Indonesia memilih propinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan sebagai dua buah lokasi untuk pilot project. Jika berhasil dengan baik, maka daerah lain akan menyusul. Sebaliknya jika ada masalah, maka sistem yang ada akan diperbaiki
19
terlebih dahulu dan diujicobakan kembali. Dilihat dari segi resiko, tentu saja teknik pilot ini merupakan pilihan yang baik, karena jika gagal, hanya daerah yang dijadikan lokasi pilot saja yang akan terganggu. Demikian pula jika dilihat dari unsur finansial. Implementasi secara pilot biasanya tidak akan memakan biaya terlalu besar, jika dibandingkan dengan mengimplementasi-kannya ke seluruh wilayah sekaligus. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah manusia. Dengan melakukan pilot di suatu lokasi, maka hanya SDM di wilayah tersebutlah yang akan terlibat. Seperti diketahui, implementasi suatu sistem baru
PARALLEL
Implementation Strategy
CUT OFF
akan merubah kebiasaan karyawan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.
Risk = B Money = A People = C Time = C
Risk =E Money = C People = E Time = A
Risk = A Money = C People = A Time = B
Risk = C Money = E People = C Time = C
PILOT
FULL BLOWN
Project Scope
Sumber: Renaissance Advisors, 1998. Gambar 9. Desain strategi Pemilihan metode konversi implementasi SI &TI
20
BAB III. PEMBAHASAN 1. Metode konversi di tahap implementasi Sistem Informasi (SI) & Teknologi Informasi (TI) yang ada ke SI & TI yang baru. Pemilihan metode konversi sistem Informasi dan TI merupakan tahapan yang diperlukan untuk mengoperasikan sistem baru dalam rangka menggantikan sistem lama atau proses pengubahan dari sistem lama ke sistem baru. Setiap pengkonversian memiliki tingkat kesulitan dan kompleksitas yang tergantung pada sejumlah faktor. Apabila SI dan TI, tollsnya berupa sebuah perangkat lunak yang terbungkus (canned) maka konversi akan relatif lebih mudah. Namun jika konversi harus memanfaatkan perangkat lunak yang dibuat sesuai dengan pesanan (customized) baru, database baru, perangkat komputer dan perangkat lunak kendali baru, jaringan baru dan perubahan drastis dalam prosedurnya, maka konversi menjadi lebih sulit dan menantang. Sering terjadi kesalahan yang berakibat fatal pada perusahaan ketika akan melakukan konversi dari sistem yang lama dan sistem yang baru. Hal ini terjadi karena sistem yang dikembangkan tidak atau kurang sesuai dengan keperluan awal dari end user, karena proses investigasi, analisa design sistem yang dikembangkan kurang tajam. Pengalaman sangat diperlukan serta permasalahan yang tejadi dan keinginan dari end user haruslah dipahami dengan baik oleh delevoper SI dan TI. Perlu juga diperimbangkan munculnya perilaku anti perubahan / pro status quo. , yaitu perilaku yang cenderung menolak atau sulit menerima setiap perubahan dalam organisasi perusahaan, khususnya yang sistem informasi baru yang memerlukan peningkatan pengetahun dan keterampilan. Adanya kekhawatiran dari karyawan perusahaan apabila sistem informasi baru (komputerisasi) diimplementasikan akan terjadi „lay-off‟ karyawan perusahaan. (pengurangan pegawai) dan tidak dibarengi dengan „business re-engineering process’, sehingga sistem komputerisasi kurang memberikan dampak effisiensi dan efektivitas yang maksimal bagi perusahaan. Belum siapnya sumber daya untuk mengaplikasikan sistem yang baru
21
dapat juga menjadi kendala pengembangan SI & TI. Dikasus lain, sistem baru sudah terpasang, namun terdapat kesalahan prosedur dalam pelaksanaanya, sehingga perubahan tidak dapat terjadi. Hal ini menyebabkan keberadaan sistem baru justru mempersulit kinerja yang sudah ada. Perencanaan dan aplikasi sistem Informasi tidak memiliki arah dan tahapan yang baik. Tidak ada komunikasi yang baik diantara vendor sebagai penyedia IT dengan perusahaan sebagai pengguna, sehingga sistem baru yang terbentuk menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna dan level kematangan perusahaan terhadap TI masih rendah. Perusahaan juga tidak boleh memandang perubahan teknologi hanya sebagai sebuah trend dan hal yang harus dilakukan agar perusahaan tidak ketinggalan zaman. tetapi sebenarnya perusahaan tidak membutuhkan teknologi tersebut.
Perencanaan
aktivitas
implementasi
tidak
dipersiapkan
secara
comprehensive dan integrated yang meliputi aktivitas hardware, software and services acquisition, Software development or modification, End user training, Sistemdocumentation dan Conversion methode : pilot project, paralllel cut-over, phase-in cut over, direct cut over (plunge). Organisasi melakukan pengalihan atau konversi sistem yang lama disebabkan karena beberapa hal. Pertama, adanya permasalahan-permasalahan (problems) yang timbul pada sistem yang lama. Permasalahan yang timbul dapat berupa :ketidakberesan dalam sistem yang lama sehingga mengakibatkan sistem yang lama tidak dapat beroperasi sesuai dengan yang diharapkan atau karena adanya pertumbuhan organisasi yang menyebabkan timbulnya kebutuhan informasi yang semakin luas, volume pengolahan data juga semakin meningkat dan terjadi perubahan prinsip akuntansi yang baru sehingga perlu disusun sistem yang baru. Sistem yang lama tidak efektif lagi dan tidak dapat memenuhi lagi semua kebutuhan informasi yang dibutuhkan manajemen. Kedua, Untuk meraih kesempatan-kesempatan dalam keadaan persaingan pasar yang ketat, kecepatan informasi atau efisiensi waktu sangat menentukan berhasil atau tidaknya strategi dan pengembangan sistem informasi sehingga teknologi informasi perlu digunakan untuk meningkatkan penyediaan informasi agar dapat mendukung proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen. Ketiga, adanya instruksi dari pimpinan atau adanya peraturan pemerintah. 22
Paling tidak terdapat empat metode untuk melakukan peralihan/konversi dari sistem Informasi & TI lama menuju sistem Informasi & TI baru, yaitu: 1. Direct Cut-Over (Direct Conversion/Plunge Strategy) Metode cut-off adalah metode yang populer dipakai di USA, yaitu organisasi menetapkan satu tanggal tertentu, dimana terhitung mulai tanggal tersebut, sistem informasi & TI baru secara resmi serentak diterapkan di seluruh bagian organisasi, bersamaan dengan tidak dipergunakannya lagi sistem informasi & TI lama. Tentu saja syarat utama yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan skenario ini adalah kesiapan seluruh SDM perusahaan yang terlibat dengan sistem informasi baru. Sebelum metode cut-off dilakukan, manajemen harus yakin betul bahwa
seluruh
pengguna
sistem
(users),
pemelihara
sistem
(system
administrators), dan teknisi-teknisi terkait (I/T technician) telah siap menangani segala fakta yang mungkin terjadi sehubungan dengan implementasi sistem informasi baru.
Persiapan skills SDM tersebut biasanya dikerjakan melalui
serangkaian program-program pelatihan intensif. Dari segi sistem itu sendiri, tentu saja serangkaian uji coba harus dikerjakan terlebih dahulu untuk meyakinkan tidak adanya hal-hal yang salah dari segi teknis (error free). Satu hal yang penting yang harus diperhatikan, yaitu program implementasi sistem informasi baru harus memiliki disaster contingency planning, atau pedoman (berupa rangkaian prosedur yang harus dijalankan) seandainya pada suatu waktu tertentu, sistem mengalami kegagalan dalam implementasi.
Hal ini untuk mencegah terjadinya interupsi dalam bisnis
perusahaan yang secara potensial dapat sangat merugikan. Keuntungan utama dari penggunaan metoda cut off ini adalah dampak yang diberikan akan secara langsung dirasakan oleh perusahaan. Kinerja perusahaan dalam proses-proses back office (dirasakan karyawan) maupun front office (dirasakan pelanggan) akan secara signifikan meningkat. Target strategis cheaper, better, faster akan secara langsung bisa dirasakan dengan keberhasilan implementasi sistem informasi baru.
Konversi ini dikerjakan dengan cara
menghentikan sistem lama dan langsung menggantikannya dengan sistem baru.
23
Cara ini merupakan yang paling berisiko, tetapi murah. Pendekatan sesuai untuk kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. Sistem Informasi & TI tersebut tidak mengganti sistem Informasi & TI lain. 2. Sistem Informasi & ti yang lama sepenuhnya tidak bernilai. 3. Sistem yang baru bersifat kecil atau sederhana atau keduanya. 4. Rancangan sistem baru sangat berbeda dari sistem lama, dan perbandingan antara sistem – sistem tersebut tidak berarti.
Gambar 10. Proses Konversi Menggunakan Metode Direct Cut Over Kekuatan Sistem Direct Cut Over :
Relatif tidak mahal.
Peningkatan kinerja langsung terlihat baik untuk konsumen maupun bagi karyawan
Kelemahan Sistem Direct Cut Over : Mempunyai risiko kegagalan yang tinggi. Metode ini dikerjakan dengan cara pengalihan langsung, di mana sistem yang baru langsung digunakan untuk menggantikan sistem lama pada suatu saat/periode yang telah ditentukan. Konversi ini dapat dilakukan apabila: Telah dilakukan pengecekan secara sistem ekstensif sehingga menghindari kemungkinan kesalahan sistem. Adanya toleransi terhadap waktu tunggu (Time Delay). User dipaksa harus menggunakan sistem baru. Hal ini berkaitan dengan
24
sifat dari sistem yang baru akan diterapkan. Apabila sistem tersebut harus segera digunakan maka metode direct cut over merupakan pilihannya. Suatu metode atau sistem konversi ini memiliki beberapa resiko yang perlu dikontrol dalam pengimplementasiannya. Resiko yang mungkin terjadi pada teknik Direct Cut-Over ini antara lain ialah: Delay yang terlalu lama akan berakibat pada terjadi makin banyak kesalahan pada implementasi SI & TI baru. User menggunakan sistem yang belum begitu ia dikenal. Karena sifat direct cut over memaksa user ( “ paksa rela” ) untuk menggunakan, ada kemungkinan user tidak mengenali dengan baik mengenai sistem baru tersebut. Ini akan berakibat pada terjadi makin banyak kesalahan pada implementasi SI & TI baru. End user tidak memiliki kesempatan untuk membandingkan antara sistem lama dengan sistem SI & TI yang baru. Hal ini terkait dengan sifat sistem yang
memaksa
sehingga
user
tidak
punya
pilihan
untuk
membandingkannya dengan sistem yang lain. Dalam jangka panjang study perbandingan tetap dapat dilakukan.
2. Phased in Cut Over Method Strategi konversi SI dan TI baru terhadap sistem lama yang merupakan kombinasi dari dua pendekatan. Pendekatan pertama, diakukan dengan mengurangi sebanyak-banyaknya resiko yang dapat terjadi. Dengan kata lain, pada saat awal dilakukan parallel run selanjutnya pada pertengahan periode secara bertahap sistem lama digantikan sistem baru. Konversi bertahap dilakukan dengan menggantikan suatu bagian dari sistem lama dengan sistem baru. Jika terjadi sesuatu, bagian yang baru tersebut akan diganti kembali dengan yang lama. Jika tak terjadi masalah, modul-modul baru akan dipasangkan lagi untuk mengganti modul-modul lama yang lain. Dengan pendekatan seperti ini, akhirnya semua sistem lama akan tergantikan oleh sistem baru. Cara seperti ini lebih aman daripada konversi langsung. Dengan
25
metode phased conversion, sistem baru diimplementasikan beberapa kali, dan secara
perlahan
menggantikan
sistem
lama.
Konversi
bertahap
dapat
menghindarkan risiko yang ditimbulkan oleh konversi langsung dan memberikan waktu yang banyak kepada pemakai untuk beradaptasi terhadap perubahan. Untuk menggunakan metode phased conversion, sistem harus disegmentasi. Kekuatan Sistem Phased In Cut Over: User terlibat dalam konversi ini. Dapat mendeteksi bila terjadi kesalahan sistem/data. Resiko kegagalan penerapan sistem sedang yaitu kegagalan hanya terletak pada modul konversi yang awal, selanjutnya diperbaiki untuk modul selanjutnya. Kecepatan perubahan dalam organisasi tertentu bisa diminimasi, dan sumber-sumber pemrosesan data dapat diperoleh sedikit demi sedikit selama période waktu yang luas. Kelemahan Sistem Phased In Cut Over: Membutuhkan waktu yang lebih lama karena dilakukan tidak lagsung pada semua modul tetapi bertahap untuk masing masing modul. Apabila sistemnya besar, strategi ini akan sulit dilakukan. Keperluan biaya yang harus diadakan untuk mengembangkan interface temporer dengan sistem lama, daya terapnya terbatas, dan terjadi kemunduran semangat di organisasi, sebab orang-orang tidak pernah merasa menyelesaikan sistem.
Gambar 11. Proses Konversi Menggunakan Metode Phased in Cut Over
26
3. Pilot Approach atau Distributed Approach Strategi pilot project dilakukan dengan memilih sebuah area dimana fungsi-fungsi sistem informasi yang ingin diimplementasikan secara lengkap terdapat di area pilihan tersebut. Sebagai contohnya adalah sebuah perusahaan yang ingin mengimplementasikan sistem informasi logistik di 33 propinsi di Indonesia memilih propinsi Jawa Timur dan Sumatera Utara sebagai dua buah area untuk pilot project. Jika berhasil dengan baik, maka area lain akan menyusul. Sebaliknya jika ada masalah, maka sistem yang ada akan diperbaiki terlebih dahulu dan diujicobakan kembali. Dilihat dari segi resiko, tentu saja teknik pilot project ini merupakan pilihan yang baik, karena jika gagal, hanya daerah yang dijadikan lokasi pilot saja yang akan terdampak. Demikian pula jika dilihat dari unsur finansial. implementasi secara pilot biasanya tidak akan memakan biaya terlalu besar, jika dibandingkan dengan mengimplementasi-kannya ke seluruh wilayah sekaligus. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah SDM. Dengan melakukan pilot di suatu lokasi, maka hanya SDM di wilayah tersebutlah yang akan terlibat. Seperti diketahui, implementasi suatu sistem baru akan merubah kebiasaan karyawan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Tidak jarang ditemui kesulitan untuk mengimplementasikan suatu sistem karena karyawan yang bersangkutan “enggan” untuk merubah kebiasannya bekerja sehari-hari. Perilaku pro status quo. ini akan jauh lebih mudah dikendalikan/ diatur dalam suatu Area yang menjadi percontohan, karena SDMnya yang ada relatif sedikit dan cukup terisolasi. Pemberian pelatihan dan persiapan implementasi lainnya akan lebih mudah dikelola untuk para karyawan yang berada di area pilot. Dengan kata lain, resistensi yang dihadapi karena faktor manusia akan relative lebih kecil jika dibandingkan metode direct cut over. Satusatunya kekurangan dari teknik pilot project ini adalah durasi implementasi. Karena sistem informasi diujikan di satu area / bagian terlebih dahulu, dan secara bertahap diimplementasikan ke wilayah lainnya, maka secara umum, waktu yang diperlukan untuk mengimplementasikan sistem informasi secara utuh (ke seluruh wilayah perusahaan) akan relatif panjang. Bayangkan sebuah sistem yang akan diimplementasikan di 27 propinsi di Indonesia setidak-tidaknya memerlukan waktu 27 bulan (satu propinsi setiap satu bulan) sebelum data di seluruh Indonesia
27
dapat dikonsolidasikan oleh sistem yang baru. Strategi konversi ini dilakukan apabila terdapat beberapa lokasi atau site. Misalnya pada sistem bank, franchise, restoran, supermarket dan lainnya. Pengujian dan pengoperasiannya dilakukan pada suatu lokasi terpilih dan apabila hasilnya memuaskan baru dilakukan konversi di lokasi lainnya.
Gambar 12. Proses Konversi Menggunakan Metode Pilot Approach Mengkonversi File Data Keberhasilan daalm melakukan konversi sistem sangat tergantung pada seberapa jauh profesional sistem menyiapkan penciptaan dan pengkonversian file data yang diperlukan untuk sistem baru. Dengan mengkorversi suatu file, maksudnya adalah bahwa file-file yang telah ada (existing Files) harus dimodifikasi setidaknya dalam: 1. Format file tersebut 2. Isi file tersebut 3. Media penyimpanan dimana file ditempatkan
Saat suatu konversi system SI dan TI diimplementasikan, kemungkinan beberapa file bisa mengalami ketiga aspek konversi tersebut secara serentak. Beberapa perusahaan mengkonversi file-file data mereka secara gradual (sedikit demi sedikit). Record-record akan dikonversi hanya ketika mereka menunjukkan beberapa aktivitas transaksi. Record-record lama yang tidak menunjukkan aktivitas tidak pernah dikonversi. Metode ini bekerja dengan cara berikut :
28
1. Suatu transaksi diterima dan dimasukkan ke dalam sistem. 2. Program mencari file master baru (misalnya file inventarisasi atau file account receivable) untuk record yang tepat yang akan di update oleh transaksi itu. Jika record tersebut telah siap dikonversi, berarti pengupdate-an record telah selesai. 3. Jika record tersebut tidak ditemukan dalam file master baru, file master lama diakses untuk record yang tepat, dan ditambahkan ke file master baru dan di update. 4. Jika transaksi tersebut adalah record baru, yakni record yang tidak dijumpai pada file lama maupun file baru (misalnya, pelanggan baru), maka record baru disiapkan dan ditambahkan ke file master baru. Langkah-langkah yang dilakukan agar kesalahan alih sistem informasi dapat dihindari: 1. Lihat kembali dan koreksi visi yang ingin di bangun, pelajari implementasi apa yang belum maksimal dan latih sumber daya manusia agar mampu mengoptimalkan peranti yang sudah dibeli. Hal ini hanya akan mungkin untuk dilaksanakan apabila pimpinan perusahaan mengetahui tentang TI/sedikit tentang TI, sehingga dia paham apa yang ingin dicapai perusahaannya dengan mengaplikasikan TI ini. 2. Harus menciptakan sinergisme diantara subsistem-subsistem yang mendukung pengoperasian sistem sehingga akan terjadi kerjasama secara terintegrasi diantara subsistem-subsistem ini. Asumsi hanya akan tercapai apabila para perancang sistem ini mengetahui masalah-masalah informasi apa yang ada di perusahaan dan yang harus segera di selesaikan. Biasanya para perancang sistem ini akan mulai pada tingkat perusahaan, selanjutnya turun ke tingkat-tingkat sistem. 3. Para perancang Sistem Informasi harus menyadari bagaimana rasa takut di pihak pegawai maupun manajer dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan proyek pengembangan dan sistem operasional. Manajemen perusahaan, dibantu oleh spesialis informasi, dapat mengurangi ketakutan ini dan dampaknya yang merugikan dengan mengambil empat langkah berikut : 29
4. Menggunakan komputer sebagai suatu cara mencapai peningkatan pekerjaan (job enhancement) dengan memberikan pada komputer tugas yang berulang dan membosankan, serta memberikan pada pegawai tugas yang menantang kemampuan mereka. 5. Menggunakan komunikasi awal untuk membuat pegawai terus menyadari maksud perusahaan. Pengumuman oleh pihak manajemen puncak pada awal tahap analisis dan penerapan dari siklus hidup sistem merupakan contoh strategi ini. 6. Membangun hubungan kepercayaan antara pegawai, spesialisasi informasi dan manajemen. Hubungan tersebut tercapai dengan sikap jujur mengenai dampak-dampak dari sistem komputer dan dengan berpegang pada janji. Komunikasi formal dan penyertaan pemakai pada tim proyek mengarah pada tercapainya kepercayaan. 7. Menyelaraskan kebutuhan pegawai dengan tujuan perusahaan. Pertama, identifikasi kebutuhan pegawai, kemudian memotivasi pegawai dengan menunjukkan pada mereka bahwa bekerja menuju tujuan perusahaan juga membantu mereka memenuhi kebutuhan mereka.
Terdapat dua metode dasar yang bisa digunakan untuk menjalankan konversi file yaitu: (a). Konversi File Total dimana metode ini dapat digunakan bersama dengan semua metode konversi file sistem di atas. Konversi file total dapat digunakan bersama dengan semua metode konversi file sistem di atas. Jika file sistem baru dan file sistem lama berada pada media yang bisa dibaca komputer, maka bisa dituliskan program sederhana untuk mengkonversi file dari format lama ke format baru. Umumnya pengkonversian dari satu sistem komputer ke sistem yang lain akan melibatkan tugas-tugas yang tidak bisa dikerjakan secara otomatis. Rancangan file baru hampir selalu mempunyai field-field record tambahan, struktur pengkodean baru, dan cara baru perelasian item- item data (misalnya, file-file relasional). Seringkali, selama konversi file, kita perlu mengkonstruksi prosedur kendali yang rinci untuk memastikan integritas data yang bisa digunakan
30
setelah konversi itu. Dengan menggunakan klasifikasi file berikut, perlu diperhatikan jenis prosedur kendali yang digunakan selama konversi. (b) Konversi File Gradual (sedikit demi sedikit) terutama digunakan dengan metode paralel dan phase-in. Umumnya konversi file gradual tidak bisa diterapkan untuk konversi sistem langsung. Konversi file gradual (sedikit demi sedikit), umumnya digunakan dengan metode paralel dan phase-in. Dalam beberapa contoh, ia akan bekerja untuk metode pilot. Umumnya konversi file gradual tidak bisa diterapkan untuk konversi sistem langsung. 4. Parallel Cut Over Method Implementasi konversi SI dan TI dengan metode paralel mengambil sikap berhati-hati dalam memperkenalkan sistem baru. Dalam pendekatan ini, secara paralel sistem lama dan sistem informasi yang baru diterapkan sekaligus. Dalam pendekatan ini, dikenal dua buah istilah. Production system merupakan istilah bagi sistem yang telah resmi diimplementasikan perusahaan, berisi seluruh basis data dari transaksi transaksi yang terjadi sehari-hari. Sementara istilah testing system diberikan kepada sistem baru yang sedang dalam masa uji coba. Didalam skenario paralel, implementasi dimulai dengan memperlakukan sistem lama sebagai production system dan sistem informasi baru sebagai testing system. Secara perlahan-lahan, kedua sistem dijalankan secara bersamaan. Para karyawan yang sudah terbiasa mempergunakan sistem informasi lama secara bertahap diajarkan sistem baru, bisa diwaktu luang maupun di saat-saat yang telah ditentukan manajemen. Para pengguna (users) tidak perlu merasa takut untuk mempergunakan sistem baru yang diujicobakan karena tidak ada resiko kesalahan yang harus ditanggung. Justru jika terjadi kesalahan atau ketidakberesan pada sistem akan merupakan masukan yang baik bagi penanggung jawab implementasi. Jika terdapat modul-modul pada sistem informasi baru yang telah benarbenar dikuasai oleh seluruh karyawan perusahaan terkait, maka modul tersebut dideklarasikan atau ditetapkan sebagai production system, dan modul pada sistem lama tidak dipergunakan lagi. Demikian seterusnya sampai pada akhirnya seluruh modul pada sistem baru menjadi production system. Terlihat bahwa keuntungan utama dari skenario implementasi ini adalah probabilitas keberhasilan yang tinggi
31
dalam memperkenalkan sistem baru kepada karyawan. Karena dengan dilakukan secara perlahan-lahan dan berhati-hati akan mengurangi resistance atau halangan penerimaan terhadap suatu hal yang baru oleh karyawan perusahaan. Namun tentu saja sistem paralel ini memerlukan investasi biaya yang jauh lebih mahal daripada skenario cut off. Ditinjau dari segi waktu, sistem paralel ini pun cenderung akan lebih lama. Kekuatan Sistem Parallel Cut Over: Memungkinkan pengecekan data pada sistem lama, karena kedua sistem dimungkinkan dilakukan secara bersamaan. Menambah rasa aman bagi user, karena proses pengalihan tidak berlangsung seketika itu namun melalui proses peralihan paralel. Resiko penerapan yang rendah, jika sistem yang baru gagal, masih ada sistem yang lama yang tetap dapat beroperasi. Memberikan derajat proteksi yang tinggi kepada organisasi dari kegagalan sistem baru. Kelemahan Sistem Parallel Cut Over: Besarnya biaya untuk duplikasian fasilitas dan biaya personel yang memelihara sistem rangkap tersebut, karena ketika proses konversi suatu sistem baru melibatkan operasi paralel, maka orang-orang pengembangan sistem harus merencanakan untuk melakukan peninjauan berkala dengan personel operasi dan pemakai. Tidak mudah membandingkan kualitas hasil output sistem informasi yang baru terhadap sistem lama.
Gambar 13. Proses Konversi Menggunakan Metode Parallel Cut Over
32
2. Metode konversi di tahap implementasi Sistem Informasi (SI) & Teknologi Informasi (TI) yang ada ke SI & TI yang baru di Industri Farmasi. CPOB 2006 menyebutkan bahwa sebelum sistem komputerisasi digunakan, hendaklah diuji secara menyeluruh dan dipastikan kemampuannya memberikan hasil yang diinginkan. Jika akan menganti sistem manual, kedua sistem tersebut hendaklah berjalan bersamaan dalam kurun waktu tertentu, yakni sebagai bagian dari pengujian dan validasi. Dari Penyataan di atas jelaslah bahwa CPOB 2006 menghendaki dijalankannya metode konversi SI & Lama ke baru secara pararel. Implementasi paralel sebagaimana yang telah di bahas di atas, mengambil sikap berhati-hati dalam memperkenalkan sistem baru. Dalam pendekatan ini, secara paralel sistem lama dan sistem informasi yang baru diterapkan sekaligus. Dalam pendekatan ini, dikenal dua buah istilah. Production system merupakan istilah bagi sistem yang telah resmi diimplementasikan perusahaan, berisi seluruh basis data dari transaksi transaksi yang terjadi sehari-hari.
Sementara istilah testing system diberikan
kepada sistem baru yang sedang dalam masa uji coba. Industri farmasi sebagai industri yang menghasilkan obat adalah wajar mengambil sikap berhati-hati dalam hal ini. Obat sebagai komoditas adalah unik, berbeda dengan komoditas/produk lainnya yang dikonsumsi oleh konsumen, dalam hal ini obat dikarenakan keterbatasan pengetahuan umumnya pemilihan obat apa yang dikonsumsi, konsumen dipilihkan oleh praktisi kesehatan seperti dr., Apoteker dll. Dan Obat baru akan dikonsumsi pada saat konsumen, dalam hal ini yang biasa disebut pasien di saat benar-benar diperlukan karena adanya penyakit yang bisa saja jika terjadi kesalahan pilihan obat berakibat fatal mulai dari : timbulnya efek samping ringan, alergi, bahkan menyebabkan kematian. Dikarenakan terkait masalah jiwa manusia, maka wajar apabila industri farmasi termasuk salah satu industri yang ketat aturannya, termasuk dalam aturan menkonversi sistem informasi & Teknologi Informasi terkait Proses kritisnya secara pararel.
33
Terkait aspek keselamatan pasien adalah utama, maka CPOB 2006 mengatur perubahan terhadap sistem informasi, teknologi informasi atau program komputer terkait proses produksi obat/ mutu obat hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan ( lewat tahapan, kontrol perubahan, analisa resiko yg ketat, mencakup ketentuan untuk melakukan validasi, pemeriksaan, pengesahan, dan melaksanakan perubahan saat diyakinkan sistem valid). CPOB menghendaki perubahan hanya dapat diterapkan setelah mendapat persetujuan dari personil yang bertanggung jawab atas sistem tersebut, dengan otorisasi akhir dari Penanggung Jawab Mutu ( Quality People) . Perubahan hendaklah dicatat. Tiap Perubahan hendaklah divalidasi.
34
BAB IV. KESIMPULAN &SARAN
KESIMPULAN: 1. Setiap perusahaan adalah khas serta memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan perusahaan lain, demikian pula dengan industri farmasi di indonesia, berdasarkan panduan Cara Pembuatan Obat yang Baik versi terkini ( CPOB 2006), pedoman ini menghendaki dijalankannya metode konversi SI & Lama ke baru secara pararel pada setiap industri farmasi indonesia. 2. Metode konversi sistem lama ke sistem baru baik parallel, direct, phased in cut over maupun pilot approach, memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Top Manajemen dapat memutuskan metode konversi mana yang tepat dari pengalaman berbagai perusahaan lain yang telah sukses memilih dan menerapkannya selama hal itu legal atau tidak diatur dengan undang-undang maupun norma yang berlaku terhadap perusahaan tersebut.
SARAN : Mengingat biaya yang lebih mahal pada metode konversi implementasi SI dan TI secara pararel, dapat di pertimbangkan pengurangan biaya menggunakan metode kombinasi dengan Pilot Project pada tahap tahap tidak kritis ( selan terkait pembuatan obat) di Industri Farmasi. SI & TI tersebut , jika prinsip dasarnya adalah sama dengan TI & SI terkait proses produksi dapat kemudian diterapkan metode direct cut atau pengantian bertahap over pada proses tidak kritis, sedangkan pada yang paling kritis tetap dengan metode Pararel. Tentunya hal ini harus dilengkapi dengan kajian resiko lintas departemen terkait mutu obat yang akan di hasilkan, back up plan/ contigencies Plan jika terjadi sistem failure. ( mis. Rencana Recall/ Reject Product).
35
BAB V. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik 2006.Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2009. Suplemen I 2009 Pedoman Cara Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik 2006.Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2009. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik 2006.Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta Indrajit, Richardus Eko. 2000. Pengantar Konsep Dasar Manajemen Sistem Informasi dan Teknologi Informasi. Elex Media Komputindo. Jakarta Jogiyanto. 2003. sistem teknologi informasi.pendekatan terintegrasi : konsep dasar, teknologi, aplikasi, pengembangan dan pengelolaan. ANDI. Uogyakarta McLeod Jr., R., 1998. Management Information System: A Study of Computer Based Information System. 6th Ed. Prentice Hall. New Jersey. McLeod Jr., R., dan George P. Schell. 2009. Management Information System: Sistem Informasi Manajemen. Edisi 10. Salemba Empat. Jakarta. O‟Brien, JA . Marakas, george. 2009. Management Information sistem. Ninth edition. Mc Graw Hill. Inc Boston O‟Brien, JA and George Marakas. 2009. Management Information Sistem. Ninth Edition. McGrawHill.Inc. Boston.
36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pengguna Internet dalam Bentuk Persentase Populasi. Gambar 2. Permasalahan Software . Gambar 3. Implementasi 4 Metode Konversi . Gambar 4. SDLC Water Fall. Gambar 5. SDLC Incremental Model . Gambar 6. SDLC Prototypes. Gambar 7. SDLC Spiral Life Cycle . Gambar 8. SDLC Rapid Application Development (RAD) . Gambar 9. Desain strategi Pemilihan metode konversi implementasi SI &TI. Gambar 10. Proses Konversi Menggunakan Metode Direct Cut Over. Gambar 11. Proses Konversi Menggunakan Metode Phased in Cut Over. Gambar 12. Proses Konversi Menggunakan Metode Pilot Approach. Gambar 13.Proses Konversi Menggunakan Metode Parallel Cut Over .
37