BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup / sumberdaya manusia terdiri dari 3 ( tiga ) jenis, yaitu ; 1. Alam, 2. Biotik, dan 3. Binaan. Penelitian ini membahas tentang Binaan, dimana yang tergolong dengan lingkungan hidup / sumberdaya manusia binaan adalah salah satunya yaitu kota. Kota merupakan lingkungan binaan manusia yang sangat komplek. Kota itu suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dalam strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya materialistik. Setiap kota memiliki ciri dan karakteristik tersendiri yang membedakan kota tersebut dengan kota-kota lainnya. Setiap kota pada memiliki kawasan lama/bersejarah yang ditandai sebagai lokasi awal pertumbuhannya. Sejarah kota dimulai dari kawasan ini dimana bangunan-bangunannya mudah dicirikan identitasnya, penuh dengan makna sejarah dan arsitekural, sehingga secara total memancarkan citra yang kuat. Tanpa adanya kawasan ini, masyarakat akan merasa terasing tentang asal-usul lingkungannya, karena tidak mempunyai orientasi pada masa lampau. Pada masa lampau kawasan lama atau sering juga disebut dengan inti kota lazimnya berfungsi sebagai pusat perdagangan, market centres, atau marketplace untuk melayani kebutuhan masyarakat sekitar. Penampilan kota sering bersifat simbolis dan historis, berskala manusia, memiliki kekhasan dengan kultural – kultural yang beragam, menyuguhkan morfologi ruang dan massa yang berkesinambungan dalam kurun waktu cukup panjang. Sebuah kota senantiasa akan berkembang dari waktu ke waktu, di mana semua kegiatan / aktivitas manusia terekam di dalam sebuah
Universitas Sumatera Utara
kota. Kemudian, kota itu memiliki kultur dan karakteristik yang berbeda – beda dengan kota yang lainnya. Karena kota memiliki karakteristik yang berbeda, maka setiap kota itu memiliki identitas – identitas tersendiri dibandingkan dengan kota yang lain, identitas-identitas tersebut memiliki makna yang berbeda. Kawasan kota lama merupakan suatu kawasan yang menjadi landasan pembentuk kota pada suatu masa, saat awal terbentuknya kota tersebut. kawasan kota lama biasanya merupakan kawasan bersejarah atau “heritage district”. Kawasan kota lama/bersejarah tersebut merupakan suatu area didalam kota dimana terdapat banyak bangunan-bangunan yang signifikan sebagai bangunan lama yang memiliki nilai sejarah, dan biasanya lokasi ini merupakan bagian kecil area dalam suatu kota. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya supaya kota ini tidak kehilangan jati dirinya, maka kota tersebut harus menjaga fitur – fitur budaya, menjaga berbagai macam bentuk / landscape bangunan – bangunan yang memiliki makna sejarah sebagaimana hal tersebut melambangkan sebagai identitas kota itu. Yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah, hilangnya nilai – nilai sejarah di dalam kota tersebut telah hilang. Kepentingan
ekonomi
dan
globalisasi
mengakibatkan
terjadinya
penyeragaman wajah kota-kota yang ditunjukkan dari adanya penyamaan bentuk arsitektur. Gejala penyeragaman wajah kota ini dimulai dengan terjadinya gejala pengrusakan bangunan dan kawasan peninggalan bersejarah di perkotaan. Bangunanbangunan kuno bersejarah pada suatu kota banyak yang dibongkar untuk memberikan tempat bagi bangunan baru yang modern, yang berupa pencakar langit berbentuk kotak kaca yang tunggal rupa yang akhirnya menghilangkan ciri dan karakteristik kota tersebut. Akibat semakin padatnya arus lalu lintas pada masa sekarang ini mengakibatkan matinya aktivitas disuatu kawasan bersejarah/lama. Selain itu adanya
Universitas Sumatera Utara
pula tataguna lahan yang tunggal yang mengakibatkan aktivitas di kawasan tersebut hanya aktif pada waktu-waktu tertentu saja. Perkembangan kota menuntun kearah pembangunan yang berorientasi modern. Dengan dukungan teknologi transportasi dan komunikasi semakin maju, pembangunan baru di luar kawasan lama telah banyak dilakukan, dan ada juga yang memilih untuk merombak dan membongkar unsurunsur fisik di
kawasan lama, menggantikannya dengan yang baru. Semua itu
dilakukan demi memenuhi tuntutan efisiensi dan ekonomis. Kota Medan juga memiliki fitur budaya dan landscape – landscape bangunan tersendiri. Dengan perkembangan kota tersebut, banyak bangunan – bangunan tua / bersejarah yang memiliki makna kebudayaan di dalam kota ini telah hilang dan digantikan dengan bangunan – bangunan yang komersial. Pembangunan
yang
dilakukan pada inti kota Medan zaman dulu ini dilakukan karena pada daerah kota ini ialah salah satu daerah di kota Medan yang dianggap sudah matang. Pembangunan – pembangunan yang dilakukan akhirnya mengakibatkan adanya perubahan tata ruang terhadap kota Medan. Ini didasari karena adanya unsur kerjasama antara pemerintah, pengusaha dan investor elit. Hal ini dikarenakan bahwa daerah dikawasan kota lama kota Medan ini sudah memiliki konsumen – konsumen yang lengkap / penuh, sehingga tidak perlu lagi mencari konsumen – konsumen, dan tidak perlu lagi membangun infrastruktur tetapi hanya perlu membeli lahan saja. Persoalannya dikawasan kota lama kota Medan ini yang dianggap juga sebagai inti kota, yang dulunya banyak bangunan – bangunan bersejarah dan akhirnya harus dikorbankan demi kepentingan ekonomi. Saat ini, dilihat sudut pandang kota, bahwa kota Medan adalah kota tanpa perencanaan tata ruang yang reprensentatif. Bangunan – bangunan bersejarah rela dikorbankan demi pembangunan dalam ekonomi dan politik. Maka terjadilah tata
Universitas Sumatera Utara
ruang kota Medan yang semberawut, seperti yang ada sekarang ini dikawasan kota lama yang dianggap sudah matang, dimana didaerah tersebut banyak bangunan – bangunan bersejarah yang merupakan salah satu bangunan yang telah dirancang oleh Bangsa Belanda, dengan maksud bahwa kota Medan tersebut memiliki makna kultural yang berbeda dengan kota yang lainnya, kini telah hilang dan hanya tinggal puing – puing kenangan saja, dan kini bangunan tersebut berubah menjadi suatu kawasan komersial yang dikorbankan demi kepentingan ekonomi dan dunia bisnis. Perubahan Tata Ruang Kota Medan disebabkan oleh manusianya juga. Seiring berjalannya waktu, dinamika kehidupan manusia yang tinggal di kota Medan ikut berperan serta dalam menciptakan arus perubahan tata ruang kota Meda. Karena proses perubahan tersebut dilalui oleh dua ( 2 ) fase, yaitu: 1. Zaman Kesultanan Deli / penjajahan Belanda. Melihat Medan tempo dulu, kita harus melihat cerita awal Kesultanan Deli dan tentu saja Kota Medan itu sendiri. Berdirinya Kesultanan Deli ini juga salah satu cikal berdirinya Kota Medan. Nama Deli sesungguhnya muncul dalam “Daghregis ter” VOC di Malaka sejak April 1641, yang dituliskan sebagai Dilley, Dilly, Delli, atau Delhi. Mengingat asal Gocah Pahlawan dari India, ada kemungkinan nama Deli itu berasal dari Delhi, nama kota di India. Dimana pada fase ini, tata ruang kota Medan tertata dengan rapi dan teratur. Belum lagi Kota Medan ini disimbolkan dengan kota Medan yang bernuansa Melayu. Dan pada saat penjajahan Belanda memasuki daerah kota Medan, kota ini dirancang langsung oleh arsitektur Belanda, yang menyerupai dengan pusat kota yang ada di Belanda. Ruang-ruang kota tertata dengan rapi sesuai dengan konsepnya. Misalnya daerah untuk perdangan, di bedakan dengan daerah untuk perkantoran pemerintahan, dan dibedakan juga dengan
Universitas Sumatera Utara
daerah untuk pendidikan. Sehingga dengan hal tersebut masyarakat kota Medan dalam menjalani kehidupannya berlangsung dengan rapi dan teratur. Menurut bahasa Melayu, Medan berarti tempat berkumpul, karena sejak zaman kuno di situ sudah merupakan tempat bertemunya masyarakat dari hamparan Perak, Sukapiring, dan lainnya untuk berdagang, berjudi, dan sebagainya. Desa Medan dikelilingi berbagai desa lain seperti Kesawan. Medan sebagai embrio sebuah kota secara kronologis berawal dari peristiwa penting tahun 1918, yaitu saat Medan menjadi Gemeente (Kota Administratif), tetapi tanpa memiliki wali kota sehingga wilayah tersebut tetap di bawah kewenangan penguasa Hindia Belanda.
2. Zaman sekarang Tata ruang kota Medan sekarang sudah berubah yang menjadi tata ruang kota yang semberawut. Kota Medan tidak lagi menunjukkan kota yang memiliki idenditasnya sendiri, hal ini semakin lama semakin terasa dengan adanya perubahan terhadap tata ruang kota Medan, seiring mengikuti dengan perkembangannya juga. Diambil contoh pada kawasan kota lama, yang sesuai dengan daerah penelitian saya, semakin lama daerah kota lama ini semakin mengalami kesemberawutan pada tata ruangnya, contohnya : Lapangan merdeka yang dahulu dikatakan sebagai daerah pusat kota di kota Medan, yang merupakan suatu daerah yang banyak meninggalkan nilai-nilai budaya pada masa penjajahan Belanda, kini menjadi suatu daerah kota Medan yang bernuansa food court ala Singapore. Tetapi apa yang terjadi, semuanya berubah karena adanya unsur ekonomi yang politik. Dan dapat juga dilihat, bahwa terjadinya
Universitas Sumatera Utara
perubahan tersebut dimayoritaskan pada masyarakat yang beretnis Tionghoa. Banyak masyarakat yang tidak semuanya dapat menikmati adanya perubahan yang terjadi di kota Medan. Akhirnya demi menutupi rasa ketidakmampuan mayarakat terutama pada masyarakat golongan bawah terhadap perubahan kota Medan. Sehingga mereka juga membuka lahan mereka sendiri dengan adanya pemukiman-pemukiman kumuh di daerah pinggiran. Ini terjadi pada daerah pemukiman kumuh dikampung Madras samping sungai Deli Kampung Keling, dimana semua masyarakat golongan menengah kebawah membuka lahan mereka sendiri dari berbagai suku-suku masyarakat yang ada di dalamnya. Masalah yang paling menonjol ialah perubahan tata ruang kota Medan yang terjadi sekarang ini disebabkan dan dilakukan oleh manusia dengan adanya sifat dan budaya ingin menguasai dan akhirnya dampak ini juga mempengaruhi terhadap manusianya juga. Sehingga banyak masyarakat yang dapat menerima apa yang terjadi terhadap perubahan tata ruang kota Medan sekarang. Dan inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini, yang semakin lama semakin terasa adanya perubahan terhadap tata ruang kota Medan, seiring mengikuti dengan perkembangan zaman juga.
Keterbatasan akan sumber daya dan banyaknya kepentingan yang harus ditampung serta diwujudkan dalam pemanfaatan kawasan kota lama/bersejarah sebagai ruang publik merupakan dasar dari timbulnya permasalahan – permasalahan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1.2 TINJAUAN PUSTAKA Perubahan – perubahan tata ruang yang terjadi di kota Medan di sebabkan oleh adanya proses evolusi dan fungsional di dalam sebuah kota tersebut, dan jika dilihat dari segi lingkungannya perubahan tersebut terjadi karena adanya pembangunan – pembangunan yang bersifat komersial yang didasari oleh faktor ekonomi, dan didasari oleh adanya sifat-sifat manusia.
Pengertian Kota Menurut Amos Rappoport Definisi Klasik Suatu permukiman yang relatife besar, padat dan permanen, yang terdiri dari kelompok individu - individu yang heterogen dari segi sosial. Definisi Modern Suatu Permukiman dirumuskan bukan dari ciri morfologi kota tetapi dari suatu fungsi yang
menciptakan ruang - ruang
efektif melalui
pengorganisasian ruang dan hirarki tertentu.
Selain itu dalam Pengenalan dan Pemahaman Kota dan Perkotaan, Djoko Sujarto mengatakan bahwa kota dapat diberikan arti dan berbagai sudut tinjauan.
Secara demografis, merupakan suatu tempat dimana terdapat pemusatan atau konsentrasi penduduk yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah sekitarnya.
Secara sosial budaya, merupakan suatu lingkungan dengan pola sosial budaya yang sangat beragam dengan berbagai pergeseran dan perubahan.
Secara sosial ekonomi, merupakan suatu lingkungan dengan kegiatan perekonomian dan kegiatan usaha yang beragam dan didominasi oleh kegiatan usaha bukan pertanian yaitu jasa, perdangan, perangkutan dan perindustrian.
Universitas Sumatera Utara
Secara fisik, merupakan suatu lingkungan dimana terdapat suatu tatanan lingkungan fisik yang didominasi oleh struktur binaan.
Secara politis administratif, merupakan suatu wilayah dengan batas kewenangan pemerintahan
yang
dibatasi oleh suatu
batas
wilayah
administratif kota.
Menurut Arthur B. Gallion dan Simon Eisner ( 1992 ), kota merupakan suatu organisme yang kompleks; merupakan kumpulan berbagai jenis bangunan untuk menampung segala kegiatan dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual penduduknya. Unsur – unsur itu terjalin menjadi satu oleh suatu jaringan jalan atau jalur transportasi, saluran air, ruang – ruang kota, komunikasi dan dipersatukan oleh ikatan sosial dan tradisi ekonomi. Seharusnya kota itu, khususnya pada pusat – kotanya, menunjukkan jati dirinya sebagai panggung aktivitas sosial, ekonomi dan seni budaya dari segenap warganya. Kota adalah suatu karya seni sosial. Hal ini dapat dikaitkan dengan apa yang dimaksud oleh Marvin Harris sebagai teori Materialisme Kebudayaan. Materialisme budaya merupakan sebuah pendekatan yang berangkat dari konsep materialismenya Marx. Materialisme ini selalu dikaitkan dengan nama Marvin Harris, yang mengusulkan nama pendekatan itu sendiri. Materialisme kebudayaan didasarkan pada konsep bahwa kondisi-kondisi materi masyarakat menentukan kesadaran manusia, dan bukan sebaliknya. Harris sangat dipengaruhi gagasan Marxis tentang basis (base) dan suprastruktur (superstructure). Ia menyebut basis sebagai “infrastruktur”. Ia memodifikasi skema Marxis dengan memasukkkan unsur reproduksi manusia ke dalam basis (infrastruktur), bersama-sama dengan mode ekonomi dari produksi. Selain itu, ia juga mengusulkan suatu kategori “antara”
Universitas Sumatera Utara
(intermediate category), yakni struktur (structure), di antara basis dan suprastruktur, suatu kategori yang tidak terdapat dalam skema Marxis. Materialisme didasarkan pada konsep bahwa dunia ini terdiri dari objek-objek materi yang berinteraksi dan berpotongan satu sama lain dalam berbagai keadaan, baik tetap maupun bergerak. Harris memandang ketiga kategori tersebut, yaitu basis, struktur, dan suprastruktur, sebagai fenomena etik. Artinya ketiga kategori tersebut dapat ditemukan oleh ahli ilmu sosial yang menelitinya sebagai ilmuwan. Suprastruktur mengandung fenomena etik maunpun emik. Fenomena emik adalah komponen mental dalam pikiran orangorang yang merupakan anggota suatu kebudayaan atau masyarakat, yang memandang diri mereka sendiri dan dunia dari perspektif spesifik mereka sendiri, atas dasar nilainilai, pengetahuan, dan sikap yang dipelihara dalam kebudayaan. Materialisme kebudayaan mengemukakan hipotesis bahwa perilaku manusia dikontrol oleh persyaratan kebutuhan protein, energi, atau faktor-faktor alamiah lainnya. Metodologi materialisme kebudayaan terletak pada metode ilmiah dan aturan-aturannya
dalam
menghimpun
data,
memverifikasi
hipotesis,
dan
mengembangkan analisis logika dan pembuktian yang tepat. Prinsip umum yang harus dipegang mengenai Materialisme Kebudayaan adalah “budaya dikembangkan oleh suatu masyarakat berdasarkan pada materi (benda) yang dimilikinya”. Selain itu, Materialisme Kebudayaan berbanding lurus dengan benda-benda yang dimiliki suatu masyarakat dalam suatu wilayah tertentu dan kebudayaan berkembang seiring dengan berkembangnya pemikiran manusia. Kaum materialis memandang manusia sebagai materi, realitas konkret, bersama dengan produk-produk pikiran manusia dan perilaku manusia, yang terdiri dari objek-objek fisik seperti peralatan dan bendabenda, dan produk pikiran seperti teknologi, ilmu pengetahuan, pengetahuan, nilainilai, hukum, agama, dan kebudayaan.
Universitas Sumatera Utara
Penulis melihat bahwa Materialisme Kebudayaan ini hadir dalam fakta yang sedang terjadi sekarang ini, yaitu mengenai perubahan tata ruang Kota Medan. Karena seperti yang telah dikemukakan Teori Materialisme Kebudayaan bahwa kondisi materi itu menentukan kesadaran manusia. Adanya perubahan tata ruang itu dilakukan dengan
kesadaran
manusia
tersebut.
Manusia
menyadari
dengan
adanya
perkembangan zaman infrastrukutur yang terdapat pada kota akan mengalami perubahan, walaupun mereka menyadari infrastruktur tersebut memiliki makna tersendiri sebagai simbol identitas kota, tetapi demi kesenjangan ekonomi infrastruktur tersebut di bumi hanguskan. Marvin harris menegaskan bahwa apabila kondisi-kondisi dalam infrastruktur tidak matang, maka tidak akan ada aktivisme ekonomi dan politik yang membawa perubahan. Inilah yang terjadi pada perubahan tata ruang Kota Medan. Banyak bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai sejarah bagi Kota Medan telah hilang. Dan bangunan-bangunan tersebut dominan berada kawasan kota lama yang dianggap sebagai inti dari Kota Medan, dimana pada pada kawasan kota lama tersebut dianggap suatu daerah kota yang sudang matang, sehingga para pengusaha memiliki ide mengganti bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai sejarah dengan infrastruktur yang mewah dan modern. Perubahan infrastruktur yang dominan terjadi pada kawasan kota lama yang dianggap sebagai daerah kota yang sudang matang, hal ini akan membuat perubahan yang cepat dan efisien, karena pada daerah kota yang dianggap sudah matang ini, awalnya sudah memiliki SDA dan SDM yang lengkap. Dan sebaliknya, jika perubahan tersebut dilakukan pada daerah yang masih naturalis, para manusia yang ikut serta berperan dalam perubahan tata ruang Kota Medan akan merasa kesulitan, karena akan lebih banyak menyita waktu, tenaga dan materi.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga muncul kembali dasar dari sifat manusia tersebut yang ingin menguasai dan tidak mau dirugikan. Sejarah dan kebudayaan juga mempengaruhi karakter fisik dan sifat dari masyarakat di sebuah kota. Sebagian besar masyarakat melestarikan tempat – tempat bersejarah
tertentu
secara permanen dan
melindunginya
dari
perambahan
perkembangan lahan yang tidak sesuai. Sepanjang sejarah, berbagai bangunan penting seperti kuil, gereja, masjid, dan tempat – tempat pemujaan lainnya telah dilestarikan. Makam dan kuburan oleh para perencana kota terdahulu dianggap sebagai penggunaan tanah di perkotaan yang paling tidak dapat diganggu gugat, karena kepercayaan tentang hubungan dengan nenek moyang dan keagamaan yang telah melekat di masyarakat sejak berabad – abad lamanya. Oleh karena itu, dengan tumbuhnya minat untuk memelihara kebudayaan, banyak kota yang mempersyaratkan perlunya situs – situs sejarah yang penting atau perlunya untuk menunda pembongkaran selama jangka waktu tertentu, sebelum pendirian
bangunan baru
dimulai. Hampir semua kota mempunyai tempat – tempat yang diperlakukan khusus untuk kepentingan sejarah dan kebudayaan. Materialisme paradigma,
yang
prinsip-prinsipnya
tampaknya
budaya
relevan
adalah sebuah bagi
tata
laku
penyelenggaraan riset dan pengembangan teori dalam seluruh bidang dan sub-bidang antropologi. Bagi kaum materialis budaya, apakah mereka seorang antropolog budaya, arkeolog, antropolog biologi, atau ahli bahasa, pengalaman intelektual utama antropologi bukanlah etnografi, tetapi pertukaran data dan teori di antara bidang dan sub-bidang yang berbeda-beda, yang terkait dengan studi global, komparatif, diakronis, dan sinkronis tentang umat manusia, dan studi-studi lainnya. Menurut Marvin Harris, materialisme budaya didasarkan pada prinsip-prinsip epistemologis tertentu, yang dipegang secara umum oleh semua disiplin yang mengklaim memiliki
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah itu didapat melalui operasi-operasi yang bisa diulang (replicable) dan terbuka (public), yaitu lewat observasi dan transformasi logis.
1.3 Perumusan Masalah Penelitian yang dilakukan mengambil judul “ Perubahan Tata Ruang Kota Medan dari Klasik ke Modern”, yang bertujuan untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi di Kota Medan, tetapi peninggalan-peninggalan sejarah rela dihancurkan demi kepentingan ekonomi/bisnis. Perumusahan masalah memerlukan adanya pembatasan masalah, agar penulisan ini tidak menjadi rancu ataupun menjadi meluas kepada hal-hal yang tidak terkait dengan masalah yang sedang diteliti. Adanya pembatasan masalah, diharapkan agar dalam penulisan ini akan menjadi lebih fokus yaitu Mengenai Perubahan Tata Ruang yang terjadi di Kota Medan. Pembahasan yang telah dilakukan dengan cara memasukkan informasi maupun data yang di dapat di lapangan melakukan penelitian maupun studi kepustakaan yang memiliki keterkaitan dengan masalah ini.
1.4 Ruang Lingkup Yang menjadi salah satu masalah di dalam penelitian ini ialah, perubahan tata ruang Kota Medan banyak menghilangkan dan menghancurkan bangunan – bangunan tua yang memiliki nilai sejarah yang dapat memberikan jati diri terhadap kota Medan telah hilang. Dan sumber – sumber masalah lain, yang akan dibuat kedalam beberapa pertanyaan yaitu; 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya perubahan tata ruang kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
2. Sejauh mana peranan masyarakat khususnya warga yang berdomisili di kawasan kota lama Medan dalam mempengaruhi perubahan tata ruang kota. 3. Bagaimana upaya masyarakat untuk
mempertahankan keberadaan
bangunan-bangunan bersejarah dikota lama.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian * Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses interaksi antara perubahan – perubahan yang ada terhadap tata ruang kota Medan yang dahulunya bertemakan kota yang klasik dan bersejarah dan kini menjadi kota Medan yang modern dan ingin mengetahui bagaimana upaya masyarakat untuk mempertahankan keberadaan bangunan bersejarah di dalam arus perubahan yang terjadi. Diharapkan setelah penelitian ini dilakukan, dapat ditemukan suatu pengetahuan baru yang dapat membuka logika berpikir kita mengenai perubahan – perubahan yang terjadi terhadap tata ruang kota Medan yang jelas dan nyata pada sekarang ini.
* Manfaat Penelitian Dalam lingkupan akademis, semoga penelitian ini berguna bagi mahasiswa, dosen dan pihak – pihak akademis yang memiliki perhatian atau fokus kajian masalah – masalah seputar pembangunan yang mengakibatkan perubahan terhadapa tatanan kota Medan. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu media yang tepat untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan.
Universitas Sumatera Utara
1.6 METODE PENELITIAN 1.5.1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif, yang bersifat deskriptif dan mengharuskan sipeneliti harus masuk ke dalam dunia informan, serta melakukan interaksi yang secara dalam, agar adanya terjalin kerjasama yang baik, serta berusaha untuk mengerti cara pandang / pikir informan tersebut. sebagaimana yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1989:29) penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat – sifat suatu individu, keadaan atau gejala atau kelompok tertentu atau
untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu
gejala atau frekuensi adanya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain. Dalam penelitian ini saya akan format peristiwa penelitian tentang hal yang sama tetapi berbeda dengan daerah yang satu dengan yang lain, yang berkaitan dengan adanya fenomena – fenomena yang nyata dan jelas pada sekarang ini. 1.5.2. Teknik Pengumpulan Data Untuk dapat menjaring data ketika penelitian, maka diperlukan beberapa cara yang relevan dalam mencapai tujuan penelitian, yaitu studi lapangan, studi kepustakaan dan bahan visual.
Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur. Literatur ini dilakukan guna untuk melengkapi data yang berhubungan dengan penelitian ini. literatur-literatur tersebut meliputi buku-buku teori, artikel, laporan penelitian, opini dari surat kabar, majalah dan dari media online.
Universitas Sumatera Utara
Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data-data dari lokasi penelitian dan selanjutnya data yang didapat disebut dengan data primer. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data primer ini adalah :
* Observasi Observasi ( pengamatan) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan ( Bungin, 2007:115). Observasi ini dilakukan guna untuk melakukan pendekatan awal dengan objek pengamatan, pastinya ini penting untuk memudahkan saya pada awalnya sebelum kegiatan wawancara dilakukan dan tentu saja untuk menggambarkan kondisi awal. Oleh karena itulah, untuk mendukung kelengkapan data yang dapat diperoleh dengan cara pengamatan maka observasi menjadi pilihan yang tepat dalam penelitian ini.
* Wawancara Wawancara atau interview adalah cara yang dipergunakan seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu (misalnya penelitian) untuk mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden atau informan dengan cara bercakap-cakap, berhadapan muka dengan orang yang diwawancarai. Pertanyaan-pertanyaan awal dengan informasi penting yang dibutuhkan untuk memahami kondisi objektif sangat efektif dengan melakukan metode wawancara. Metode ini dapat mendekatkan diri secara emosional dengan informan, selain
Universitas Sumatera Utara
itu data-data otentikdari sudut pandang emik (emic view) juga dapat dimulai wawancara. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (depth interview) dengan menggunakan alat
bantu
berupa pedoman
wawancara (interview guide) yang berhubungan dengan masalah penelitian serta daya ingat dan catatan kecil. Wawancara ini dilakukan guna mendapatkan data mengenai situasi dan kondisi apa yang mendasari mengenai Perubahan Tata Ruang Kota Medan dari Klasik ke Modern. Dalam melakukan wawancara, penulis memilih informan untuk diwawancarai. Informan tersebut dibagi dalam tiga (3) jenis, yaitu: 1.Informan Pangkal Orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai berbagai masalah yang ada dalam suatu komunitas atau masyarakat. Dalam hal ini yang menjadi informan pangkal ialah Pejabat Birokrasi. 2.Informan Pokok Orang yang memiliki keahlian mengenai suatu masalah yang ada dalam masyarakat tersebut dan yang menjadi perhatian penulis. Dalam penelitian ini, informan pokok diperoleh dari informan pangkal, dan yang menjadi informan pokok adalah Para pengusaha yang terlibat dalam terjadinya Perubahan pada Kota Medan, dan Para Akademis yang memiliki pengetahuan yang luas terhadap Kota Medan khususnya mengenai arsitektur bangunan kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
3.Informan Biasa Orang yang memberikan informasi mengenai suatu masalah dengan pengetahuan yang dimilikinya, namun bukan ahlinya. Dalam hal ini yang menjadi informan biasa antara lain masyarakat umum, baik itu yang dalam golongan rendah ataupun golongan menengah keatas yang menyadari adanya Perubahan Tata Ruang Kota Medan.
Bahan visual
Sebagai bahan informasi sekunder, saya akan mengggunakan dokumentasi visual untuk lebih menguatkan data dari hasil observasi dan wawancara. Bahan atau peralatan yang digunakan untuk mendukung dokumen visual ini disajikan dalam bentuk foto. Gambar visual (foto) yang dihasilkan sebagai bukti yang dapat dilihat oleh semua orang dan sebagai data pelengkapnya yang paling akhir. 1.5.3. Analisa data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yang menganalisa tentang perubahan tata ruang kota Medan. Salah satu tahapan dalam penelitian ini berupa proses hasil wawancara, pengamatan, dokumen yang terkumpul, analisis bersifat terbuka, open ended dan induktif. Maksudnya analisis bersifat longgar, tidak kaku, dan tidak statis, analisis boleh berubah kemudian mengalami perbaikan, dan pengembangan sejalan dengan data yang masuk ( endrawarta, 2006;179) Proses analisis data dilakukan terus menerus baik di lapangan maupun setelah di
lapangan.
Analisis
dilakukan
dengan
cara
mengatur,
mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikan data. Kemudian dicari tema
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi fokus penelitian. fokus penelitian ini diperdalam melalui pengamatan dan wawancara berikutnya.
1.7 Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kawasan kota lama dan sekitarnya. Daerah kawasan kota lama ini merupakan inti kota Medan pada dulunya, yang merupakan salah satu kawasan kota Medan yang sudah matang sebagai ekosistem level domestifikasi. Seperti pada uraian sebelumnya, penelitian ini mengenai perubahanperubahan yang terjadi pada kota Medan, terutama pada konsep tata ruangnya. Perubahan-perubahan tersebut akan lebih saya fokuskan pada kawasan kota-kota lama. Kota lama seperti dalam peta di bawah ditandai dengan adanya garis yang menyerupai seperti gambar segitiga. Dimana kawasan kota lama tersebut, merupakan kawasan yang paling banyak terdapat bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai sejarah bagi kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
( gambar peta : http//www.google.com;gambar peta kota medan.html)
Universitas Sumatera Utara