BAB 4 PEMBAHASAN
4.1
Penerapan Pajak Air Tanah di Provinsi DKI Jakarta Penerimaan pajak air tanah merupakan bagian dari penerimaan pajak daerah
yang merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah dalam pengambilan dan pemanfaatan air tanah selain untuk target pendapatan asli daerah juga untuk mengendalikan kondisi air tanah dalam rangka konservasi dan pelestarian sumber daya air tanah karena ketergantungan supply air di Jakarta sangat tinggi sehingga tingkat ketahanan air menjadi lemah dengan pemakaian air tanah yang berlebihan telah menyebabkan terjadinya penurunan muka tanah secara signifikan. Penerimaan pajak air tanah akan memberikan kontribusi baik terhadap penerimaan pajak daerah maupun terhadap pendapatan asli daerah yang juga untuk membantu pelestarian sumber daya air tanah.
4.1.1
Pendaftaran Pajak Air Tanah Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 76 Tahun 2005 Tentang Mekanisme Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah setiap oang pribadi atau badan yang mengambil atau memanfaatkan air bawah tanah, 1. Orang pribadi atau Badan wajib mendaftarkan diri dan melaporkan objek pajaknya dengan menggunakan Surat Pendaftaran Objek Pajak Daerah (SPOPD) yang diambil sendiri atau disampaikan oleh Petugas Pajak kepada Wajib Pajak atau penanggung pajak dan harus diisi dengan benar, jelas dan lengkap serta di tanda tangani oleh WP dengan melampirkan: a. Fotokopi KTP b. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) c. Surat keterangan domisili perusahaan d. Surat Izin Pemanfaatan Air Bawah Tanah (SIPA) 2. SPOPD disampaikan ke Unit Pelayanan Pajak Daerah (UPPD)
yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan usaha WP untuk mendaftarkan diri dan melaporkan objek pajaknya 3. UPPD Kecamatan menyampaikan SPOPD ke Subdis Inforda untuk menerbitkan NPWPD/NPOPD 35
36 4. UPPD memberikan NPWPD/NPOPD kepada Wajib Pajak 5. Petugas BPLHD melakukan pencatatan meter air ke lokasi WP dan WP memberikan informasi Dalam mekanisme pencatatan meter air yang diselenggarakan oleh BPLHD Provinsi DKI Jakarta dilakukan dari tanggal 1 sampai tanggal 15 setiap bulannya dengan mempergunakan Surat Bukti Pencatatan Meter Air. Kepala BPLHD Provinsi DKI Jakarta melakukan tugas sebagai berikut: a. Menyampaikan data kepelangganan SIPA dan lain lain yang ada kaitannya dengan pengambilan/pemanfaatan air bawah tanah ke UPPD b. Melakukan pemasangan, penggantian, perbaikan dan pengawasan terhadap alat meter air c. Melakukan
pengecoran
(penutupan)
terhadap
setiap
sumur
bor/pantek yang tidak digunakan lagi. d. Membuat rekapitulasi daftar hasil pencatatan meter air e. Manyampaikan daftar dalam bentuk rekapitulasi paling lambat tanggal 20 setiap bulannya. 6. BPLHD membuat daftar hasil pencapaian meter air dan daftar pelanggan mutasi ke masing-masing rangkap 4 yaitu surat bukti pencatatan meter airm lembar ke-2 ditindaklanjuti oleh BPLHD sedangkan lembar ke-1,3 dan 4 disampaikan ke DPP / UPPD. 7. UPPD menerima surat bukti pencatatan meter air dan meneliti daftar hasil pencatatan meter air, daftar ijin eksplorasi, daftar meter air yang rusak dan daftar pelanggan yang mutasi 8. Menerbitkan SKPD dan mendistribusikan SKPD ke UPPD Kecamatan paling lambat tanggal 26 setiap bulannya. UPPD mencocokan SKPD dengan daftar rekapitulasi yang di terima dari DPP, jika tidak ada kesalahan UPPD menyampaikan kepada WP paling lambat tanggal 30 setiap bulannya. Apabila terdapat kesalahan penerbitan SKPD maka UPPD mengembalikan SKPD untuk dilakukan penerbitan paling lambat tanggal 28 setiap bulannya dan DPP menerbitkan SKPD (hasil perbaikan) disampaikan ke
37 UPPD kembali paling lambat tanggal 30 setiap bulannya dan UPPD menyampaikan ke WP paling lama tanggal 1 setiap bulannya. 9. WP menerima SKPD dalam 4 rangkap dari UPPD dan melakukan pembayaran pajak terutang menggunakan SKPD ke KPKD atau bank yang ditunjuk. Pajak yang terutang wajib dilunasi dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak tanggal terbit SKPD. 10. WP melaporkan pembayaran dengan menyerahkan SKPD yang sudah di validasi ke UPPD lalu UPPD mendistribusikan tindasan SKPD ke DPP.
Sebelum izin pemanfaatan air dan membayar pajaknya setiap WP harus mendapatkan izin pemboran air bawah tanah terlebih dahulu, untuk mendapatkan izin pemboran disampaikan selambat-lambatnya 3 bulan sebelum pekerjaan dimulai dengan mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan fotocopy KTP pemohon untuk perorangan atau pimpinan/penanggung jawab untuk badan usaha/hukum, peta lokasi sumur dan lokasi sumur yang telah dilengkapi dengan gambar pensil dengan skala detail/besar 1:1.000, peta situasi topografi dengan skala 1:10.000, fotocopy Izin Mendirikan Bangunan/Blok Plan, fotocopy izin perusahaan pemboran air tanah dari BPLHD Propinsi DKI Jakarta.
38
Menyampaikan ke UPPD
BPLHD melakukan pencatatan
Menyampaikan ke UPPD
Menerbitkan SKPD
WP membayar & melaporkan SKPD
Gambar 4.1 Pendaftaran Pajak Air Tanah
4.1.2
Pembayaran Pajak Air Tanah Pemungutan pajak air tanah didasarkan pada sistem official assesment yang
artinya pajak ditentukan oleh fiskus atau Gubernur. Maka formulir yang digunakan hanya SKPD. SKPD terdiri dari 4 lembar, lembar pertama untuk wajib pajak, lembar kedua untuk Dinas Pelayanan Pajak, lembar ketiga untuk bank DKI, lembar keempat untuk BPKD, dan lembar terakhir disimpan sebagai arsip. Besarnya pajak air tanah terutang adalah mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak (DPP). DPP diperoleh dari pemakaian volume air dikalikan dengan harga dasar air. Besarnya tarif ditetapkan paling tinggi 20%. Untuk lebih jelasnya, penulis akan memberi contoh soal mengenai perhitungan besarnya pajak terutang.
39 Tabel 4.1 Faktor Nilai Air (Fn-Air) No
Subjek Pemakai/ Kelompok Pemakaian Air
0-50
51-
251-
501-
751-
250
500
750
1000
>1000
1
Non Niaga
0,1
0,1
0,2
0,2
0,2
0,2
2
Niaga Kecil
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
3
Industri Kecil
5,0
5,3
5,6
5,9
6,2
6,5
4
Niaga Besar
7,0
7,4
7,8
8,2
8,6
9,0
5
Industri Besar
10,0
10,5
11,0
11,5
12,0
12,5
Tabel 4.2 Bobot Komponen SDA & HDA Bobot Komponen SDA No
Bobot Komponen HDA
Kriteria
Bobot
Kriteria
Bobot
1
Di Dalam Jangkauan PDAM
5
Komponen SDA
0,6
2
Di Luar Jangkauan PDAM
3
Komponen Kompensasi Pemulihan
0,4
Tabel 4.3 Faktor Nilai Air Dalam Jangkauan PDAM No
Subjek Pemakai/ Kelompok Pemakaian Air
(m3) 0-50
51-
251-
501-
751-
250
500
750
1000
>1000
1
Non Niaga
3,04
3,04
3,08
3,08
3,08
3,08
2
Niaga Kecil
3,4
3,48
3,55
3,64
3,72
3,8
3
Industri Kecil
5
5,12
5,24
5,36
5,48
5,6
4
Niaga Besar
5,8
5,96
6,12
6,28
6,44
6,6
5
Industri Besar
7
7,2
7,4
7,6
7,8
8
Faktor Nilai Air Dalam Jangkauan PDAM = (Bobot Komponen SDA dalam jangkauan PDAM x Bobot Komponen HAD komponen Sumber Daya Alam) + ( Kompensasi Pemulihan x subjek pemakai)
40 Tabel 4.4 Faktor Nilai Air Di Luar Jangkauan PDAM No
Subjek Pemakai/ Kelompok Pemakaian Air
(m3) 0-50
51-
251-
501-
751-
250
500
750
1000
>1000
1
Non Niaga
1,84
1,84
1,88
1,88
1,88
1,88
2
Niaga Kecil
2,20
2,28
2,36
2,44
2,52
2,60
3
Industri Kecil
3,80
3,92
4,04
4,16
4,28
4,40
4
Niaga Besar
4,60
4,76
4,92
5,08
5,24
5,40
5
Industri Besar
5,80
6,00
6,20
6,40
6,60
6,80
Faktor Nilai Air Di Luar Jangkauan PDAM = (Bobot Komponen SDA di luar jangkauan PDAM x Bobot Komponen HAD komponen Sumber Daya Alam) + ( Kompensasi Pemulihan x subjek pemakai)
Tabel 4.5 Nilai Air Dalam Jangkauan PDAM No
(m3)
Subjek Pemakai/ Kelompok
0-50
51-250
Pemakai Air
251-
501-
751-
500
750
1000
>1000
1
Non Niaga
44.332
44.332
44.916
44.916
44.916
44.916
2
Niaga Kecil
49.582
50.749
51.915
53.082
24.249
55.415
3
Industri Kecil
72.915
74.665
76.415
78.165
79.915
81.665
4
Niaga Besar
84.581
86.915
89.248
91.581
93.915
96.248
5
Industri Besar
102.081 104.998 107.914 110.631 113.747 116.664
Nilai Air Dalam Jangkauan PDAM = Harga Air Baku x Faktor Nilai Air Dalam Jangkauan PDAM
41 Tabel 4.6 Nilai Air Dalam Jangkauan PDAM No
(m3)
Subjek Pemakai/ Kelompok Pemakai
0-50
51-250
Air
251-
501-
751-
500
750
1000
>1000
1
Non Niaga
26.833
26.833
27.416
27.416 27.416 27.416
2
Niaga Kecil
32.083
33.249
34.416
35.583 36.749 37.916
3
Industri Kecil
55.415
57.165
58.915
60.665 62.415 64.165
4
Niaga Besar
67.082
69.415
71.748
74.082 76.415 78.748
5
Industri Besar
84.581
87.498
90.415
93.331 96.248 99.164
Nilai Air Di Luar Jangkauan PDAM = Harga Air Baku x Faktor Nilai Air Luar Jangkauan PDAM
a. Perhitungan Pajak Air Tanah Tanpa Kelebihan Debit
Luas yang diizinkan
= 3.000 m3/bulan
Volume pemakaian bulan ini
= 2.500m3
Golongan Tarif
= Industri Besar
Dalam Jangkauan PAM
Pajak PABT
= Tarif Pajak x Volume pemakaian x NPA
Pajak PABT (1) = 20% x 50 m3
x 102.081
= Rp
1.020.810
Pajak PABT (2) = 20% x 200 m3
x 104.998
= Rp
4.199.920
Pajak PABT (3) = 20% x 250 m3
x 107.914
= Rp
5.395.700
Pajak PABT (4) = 20% x 250 m3
x 110.631
= Rp
5.531.550
x 113.747
= Rp
5.687.350
x 116.664
= Rp 34.999.200
Pajak PABT (5) = 20% x 250 m3 Pajak PABT (6) = 20% x 1.500 m Pajak tanpa lebit debit
3
(2.500 m3)
b. Perhitungan Pajak Air Tanah Dengan Kelebihan Debit Luas yang diizinkan
= 3.000 m3/bulan
Volume pemakaian bulan ini
= 4.000 m3
= Rp 56.834.530
42 Golongan Tarif
= Industri Besar
Dalam Jangkauan PAM
Pajak PABT
= Tarif Pajak x Volume pemakaian x NPA
Pajak PABT (1) = 20% x 50 m3
x 102.081
= Rp
1.020.810
Pajak PABT (2) = 20% x 200 m3
x 104.998
= Rp
4.199.920
Pajak PABT (3) = 20% x 250 m3
x 107.914
= Rp
5.395.700
Pajak PABT (4) = 20% x 250 m3
x 110.631
= Rp
5.531.550
Pajak PABT (5) = 20% x 250 m3
x 113.747
= Rp
5.687.350
x 116.664
= Rp 69.998.400
Pajak PABT (6) = 20% x 3.000 m3 Pajak tanpa lebit debit
3
(4.000 m )
= Rp 91.833.730
Denda Kelebihan Debit = (50% x Tarif Pajak x NPA x (Volume pemakaian – Luas Volume yang diizinkan) Volume Lebih Debit
= 4.000 m3 – 3.000 m3
Denda Lebih Debit (1)
= 50 % x 20% x 50 m3 x 102.081
= Rp
510.405
Denda Lebih Debit (2)
= 50 % x 20% x 200 m3 x 104.998
= Rp
2.099.960
Denda Lebih Debit (3)
= 50 % x 20% x 250 m3 x 107.914
= Rp
2.697.850
Denda Lebih Debit (4)
= 50 % x 20% x 250 m3 x 110.631
= Rp
2.765.775
Denda Lebih Debit (5)
= 50 % x 20% x 250 m3 x 113.747
= Rp
2.843.675
Denda Lebih Debit
Pajak lebih dengan lebih debit
1.000 m
3
= Rp 10.917.665
= Pajak PABT + Denda Lebih Debit Rp 91.833.730 + Rp 10.917.665 = Rp 102.751.395,00
WP dapat membetulkan SKPD atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan kekeliruan dalam penerapan pajak daerah, membatalkan dan mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar dan mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi karena kekhilafan WP bukan karena kesalahannya. Ini harus disampaikan secara tertulis oleh WP kepada UPPD dalam jangka waktu 4bulan sejak diterbitkan surat ketetapan pajak.
43 WP dapat mengajukan permohonan keberatan kepada UPPD yang dilakukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dan menyebutkan jumlah pajak terutang menurut perhitungan WP berikut bukti serta fakta yang mendukung alasan tersebut dan dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak diterima kecuali WP dapat menunjukan jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. UPPD dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. UPPD dapat menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan sudah lewat maka keberatan dianggap dikabulkan. Terhadap keputusan keberatan yang dikeluarkan oleh UPPD, WP dapat mengajukan banding ke pengadilan pajak yang diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak keputusan keberatan diterima WP dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak ke DPP dengan melampirkan bukti setoran pajak, perhitungan pembayaran pajak menurut WP, dokumen atau keterangan yang menjadi dasar pembayaran pajak setelah itu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui kebenaran atas permohonan tersebut dan memberikan keputusan SKPDLB dalam jangka waktu paling lama 12 bulan apabila jangka waktu tersebut DPP tidak memberikan jawaban maka dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan. Apabila pengembalian pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu maka DPP memberikan imbalan bunga sebesar 2% sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak. Paling lama 24 bulan.
4.2
Tingkat Pertumbuhan Pajak Air Tanah selama periode 2011 s.d 2013 Pemakaian air tanah dari tahun 1950 sampai tahun 1995 mengalami kenaikan
dari 1 juta m3/tahun sampai 35 juta m3/tahun dan pada saat itu pengenaan tarif masih berupa retribusi dan tarif retribusi air tanah masih sangat murah dan pemakain air PAM masih terbatas sehingga pendapat retribusi air tanah masih sangat rendah disamping itu dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat pengambilan adalah
44 penurunan muka air tanah, penurunan tanah dan penurunan kualitas air tanah dengan penyusupan air asin dan bakteri koli dari limbah rumah tangga. Dengan berpindahnya pengelolaan air tanah dari Perusahaan Air Minum DKI Jakarta ke Dinas Pertambangan Provinsi DKI Jakarta dan terjadinya perubahan tarif retribusi air tanah maka terjadi pengendalian dalam pemanfaatan air tanah. Akibat dampak krisis monuter pada tahun 1998 dan berlaku Peraturan Daerah nomor 10 tahun 1998 tentang Pajak dan pemanfaatan air tanah terjadi penurunan pemakaian air tanah berkisar antara 22 juta m3/tahun, dengan pajak air tanah berkisar antara Rp.60 millar /tahun. Mulai tahun 2009 berlaku Peraturan Gubernur nomor 37 tahun 2009 tentang Harga Dasar Air Tanah dimana pajak air tanah mengalami kenaikan dari antara Rp.650,- sampai Rp.4.400,- /m3 menjadi antara Rp. 5.333,- sampai Rp.23.333,- / m3, dan tarif PAM antara Rp.1.000,- sampai Rp. 12.500,-/m3, dengan berlakunya kenaikan tarif pajak air tanah yang lebih besar dari tarif PAM terjadi penurunan pemakaian air tanah dan saat antara 7 – 8 juta m3 / tahun dan pajak air tanah terjadi kenaikan mencapai Rp.100 Milyar / tahun. Peraturan Gubernur nomor 37 tahun 2009 diubah menjadi Peraturan Gubernur nomor 86 tahun 2012 tentang Harga Dasar Air Tanah dengan penambahan pengenaan pajak air tanah untuk pengambilan air tanah dari kegiatan dewatering dan denda kelebihan debit pemakaian air tanah dari izin yang diperbolehkan.
4.2.1
Tingkat Pertumbuhan Sumur Bor/Pantek Per Wilayah periode 2011 s.d 2013 Tabel 4.7 Rekapitulasi Jumlah Sumur Bor/Pantek Per Wilayah
NO
WILAYAH
DATA 2011
DATA 2012
DATA 2013
Bor
Pantek
bor
pantek
bor
Pantek
1
Jakarta Pusat
419
189
435
179
443
184
2
Jakarta Barat
383
297
381
334
387
348
3
Jakarta Selatan
800
695
822
724
853
739
4
Jakarta Timur
540
450
549
419
552
429
5
Jakarta Utara
309
149
301
149
302
150
2451
1780
2488
1805
2.537
1850
TOTAL
4.321
4.293
4.387
45 Dari tabel di atas menunjukan data rekapitulasi sumur bor/pantek per wilayah periode 2011 s.d 2013 adalah sebagai berikut 1.
Tahun 2011 total bor/pantek sebesar 4.321
dengan jumlah bor/pantek
yang paling besar terdapat di Jakarta selatan masing-masing bor 800 dan pantek 695 dan jumlah bor terkecil terdapat di Jakarta Utara masingmasing bor 309 dan pantek 149.. 2.
Tahun 2012 total bor/pantek sebesar 4.293
dengan jumlah bor/pantek
yang paling besar terdapat di Jakarta selatan masing-masing bor 822 dan pantek 724 lalu yang kedua ditempati oleh Jakarta Timur dengan masingmasing bor 549 dan pantek 419 dan jumlah bor terkecil terdapat di Jakarta Utara masing-masing bor 301 dan pantek 149. 3.
Tahun 2013 total bor/pantek sebesar 4.387
dengan jumlah bor/pantek
yang paling besar terdapat di Jakarta selatan masing-masing bor 853 dan pantek 739 lalu yang kedua ditempati oleh Jakarta Timur dengan masingmasing bor 552 dan pantek 429 dan jumlah bor terkecil terdapat di Jakarta Utara masing-masing bor 302 dan pantek 150. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah Jakarta Selatan adalah daerah yang paling tinggi dan terus meningkat dari tahun 2011 sampai dengan 2013 dan yang kedua ditempati oleh Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat sedangkan Jakarta Utara adalah daerah yang paling kecil tingkat jumlah sumur bor/panteknya. Jumlah ini dinilai karena daerah Jakarta Selatan banyak ditempati oleh perkantoran dan tempat usaha yang menggunakan sumur bor/pantek dan Jakarta Timur yang banyak dipenuhi penduduk Jakarta dan pasokan air bersih dari PAM belum mencukupi dan kualitas air tanah masih relative baik.
46 4.2.2
Tingkat Pertumbuhan Pemakaian Jumlah Sumur Bor/Pantek periode 2011 s.d 2013
Tabel 4.8 Laporan Pemakaian Air Sumur Bor/Pantek REKAPITULASI PEMAKAIAN AIR SUMUR BOR/PANTEK Tahun
Total Bor/Pantek (m3)
Total Rupiah
2011
7.864.787
Rp
121.954.891.669
2012
8.110.707
Rp
101.480.358.489
2013
7.758.116
Rp
99.185.861.535
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa rekapitulasi pemakaian air sumur bor/pantek periode 2011 s.d 2013 adalah sebagai berikut 1. Tahun 2011 total bor/pantek sebesar 7.864.787m3 dengan total penerimaan Rp 121.954.891.669 2. Tahun 2012 total bor/pantek sebesar 8.110.707m3 dengan total penerimaan Rp 101.480.358.489 3. Tahun 2013 total bor/pantek sebesar 7.758.116m3 dengan total penerimaan Rp 99.185.851.535 Dengan data tersebut terlihat dari tahun 2011 s.d 2012 mengalami penurunan pemakaian air sumur bor/pantek dan pajak air tanahnya dalam penerimaannya mengalami kenaikan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pemakaian air sumur/bor beralih ke air pam karena harga dasar air tanah mengalami kenaikan tarif pajak air tanah yang lebih besar dari pada pam
47 1.2.3
Tingkat Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah tahun 2011 s.d 2013 Propinsi DKI Jakarta
Tabel 4.9 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah tahun 2011 s.d 2013 Tahun
Target Penerimaan
Realisasi Penerimaan
% Realisasi Penerimaan
2011
Rp 13.965.000.000.000
Rp 15.221.249.152.689,50
109%
2012
Rp 16.525.000.000.000
Rp 17.721.493.016.509,00
107,24%
2013
Rp 22.618.000.000.000
Rp 23.367.019.942.823,50
103,31%
Dari tabel diatas menyatakan bahwa dari tahun 2011 sampai dengan 2013 realisasi penerimaan pajak daerah selalu mencapai target yang diharapkan dengan target dari tahun 2011 sampai dengan 2013 yang semakin meningkat walaupun persentase penerimaan nya menurun seperti terlihat dijelaskan berikut: 1. 2011 pemerintah propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak daerah sebesar Rp 13.965.000.000.000 yang mencapai target realisasinya sebesar Rp 15.221.249.152.689,50
dengan
kata
lain
bertambah
sebesar
Rp
1.508.159.915.268.950 atau 109%. 2. Tahun 2012, pemerintah menargetkan penerimaan pajak daerah propinsi DKI Jakarta sebesar Rp 16.525.000.000.000 yang berhasil mencapai target realisasinya sebesar Rp 17.721.493.016.509 dengan kata lain bertambah sebesar 1.196.493.016.509 atau 107.24%. 3. Tahun 2013, pemerintah propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak daerah sebesar
Rp 22.618.000.000.000 yang berhasil mencapai target
realisasinya sebesar Rp 23.367.019.942.823,50 dengan kata lain bertambah sebesar 749.019.942.823,50 dari target yang diharapkan atau sebesar 103,21%. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis lampirkan grafik tingkat realisasi penerimaan pajak daerah Penerimaan pajak daerah diatas terdiri dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air
48 tanah, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parki dan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan pada periode 2011 sampai dengan 2013. Pada tahun 2011 Penerimaan pajak daerah yang paling besar persentase pencapaiannya adalah pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar 134,21% dan yang terkecil bahkan penerimaannya tidak mencapai target adalah pajak air tanah sebesar 67,32%. Pada tahun 2012 penerimaan pajak daerah yang paling besar persentasenya adalah pajak bea balik nama kendaraan bermotor sebesar 118,19% dan yang terkecil pencapaiannya adalah pajak air tanah sebesar 60,03%. Pada tahun 2013 penerimaan pajak daerah yang paling besar adalah pajak reklame sebesar 127,12% lalu pajak restaurant sebesar 110,88% dan yang terkecil pencapaiannya adalah pajak air tanah sebesar 79,46%.
Gambar 4.2 Grafik Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun 2011 s.d 2013
49 4.2.4
Tingkat Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Air Tanah
Tabel 4.10 Tabel Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Air Tanah Tahun 2011 s.d 2013 Realisasi Penerimaan
% Realisasi
Tahun
Target Penerimaan
2011
Rp 170.000.000.000,00
Rp
114.442.293.835,54
67,32%
2012
Rp 170.000.000.000,00
Rp
102.046.137.531,00
60,03%
2013
Rp 120.000.000.000,00
Rp
95.346.034.924,90
79,46%
Penerimaan
Dari tabel diatas menyatakan dari tahun 2011 s.d tahun 2013 tingkat penerimaan pajak air tanah tidak pernah mencapai target yang diharapkan seperti terlihat yang dijelaskan berikut: 1. 2011 pemerintah propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak air tanah sebesar Rp 170.000.000.000,00 yang ternyata target realisasinya sebesarnya mencapai Rp 114.442.293.835,54 dengan kata lain tidak mencapaib target yang ditentukan hanya mencapai 67,32%. 2. 2012 pemerintah propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak air tanah sebesar Rp 170.000.000.000,00 yang ternyata target realisasinya sebesarnya mencapai Rp 102.046.137.531 dengan kata lain tidak mencapai target yang ditentukan hanya mencapai 60,03%. 3. 2013 pemerintah propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak air tanah sebesar Rp 170.000.000.000,00 yang ternyata target realisasinya sebesarnya mencapai Rp 95.346.034.924,90 dengan kata lain tidak mencapai target yang ditentukan hanya mencapai 79,46%. Dalam hal ini pajak air tanah tidak pernah mencapai target penerimaan pajaknya, ada beberapa hal yang menyebabkan pajak air tanah selalu dibawah target penerimaan seperti a. Penyebab awal pemakaian air tanah yang sedikit di Jakarta dan lebih memilih menggunakan air PAM karena pemakaian air tanah yang dibatasi pemerintah sesuai ijin yang diberikan dan pada tahun 2009 terjadi kenaikan tarif Harga Dasar Air Tanah yang signifikan yaitu dari Rp 650/ m3 sampai Rp 4.400/m3
50 menjadi antara Rp 5.333/ m3 sampai Rp 23.333/ m3 dan tarif PAM Rp 1.000/ m3 sampai Rp 12.500/ m3. b. Kurangnya kerja sama Dinas Pelayanan Pajak dengan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta yang menyebabkan tidak terdaftarnya pengguna sumur bor/pantek menjadi wajib pajak karena badan pengelola lingkungan hidup yang tidak cepat tanggap menangani pengecekan sumur bor/pantek. c. Kurangnya pengetahuan wajib pajak dalam membayarkan pajak d. Kurangnya pengawasan pemerintah dan kurangnya kesadaran wajib pajak dalam membayarkan pajak.
Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Air Tanah Tahun 2011 s.d 2013
4.2.5
Tingkat Pertumbuhan Penerimaan Pajak Air Tanah Tahun 2011 s.d 2013 Tabel 4.11 Tingkat Pertumbuhan Penerimaan Pajak Air Tanah
Tahun
Realisasi penerimaan
Pertumbuhan (Rp)
Pertumbuhan
pajak air tanah
(%)
2010
Rp 156.690.521.376,00
Rp
30.243.589.840,00
2011
Rp 114.442.293.835,54
Rp
(42.248.227.540,46)
-27%
2012
Rp 102.046.137.531,00
Rp
(12.396.156.304,54)
-11%
2013
Rp 95.346.034.924,90
Rp
(6.700.102.606,10)
-7%
Rata-rata pertumbuhan
-15%
51 Cara penghitungan persentase tingkat pertumbuhan penerimaan pajak air tanah 20111 adalah sebagai berikut Pertumbuhan penerimaan pajak air tanah 2011 = (Realisasi penerimaan pajak air tanah 2011 – Realisasi penerimaan pajak air tanah 2010) = Rp 114.442.293.835,54 - Rp 156.690.521.376.00 = (42.248.227.540,46)
Persentase pertumbuhan penerimaan pajak air tanah 2011=
Pertumbuhan penerimaan pajak air tanah 2011 x 100% Realisasi Penerimaan Pajak Air Tanah 2010
= (42.248.227.540,46) x 100% 114.442.293.835,54 = -27% Dari penghitungan di atas pada tahun 2011 pertumbuhan penerimaan pajak air tanah mengalami penurunan Rp (42.248.227.540,46) atau -27% Dari perhitungan ini dapat disimpulkan dari tahun 2011 sampai 2013 tingkat pertumbuhan terus menurun walaupun tidak signifikan karena tidak pernah mencapai target yang ditentukan dengan rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak air tanah sebesar -15%.
52 4.2.6
Tingkat Pertumbuhan SKPD yang Diterbitkan Per Tanggal Terbit Tahun 2011 s.d 2013
Tabel 4.12 SKPD Terbit Pertanggal Terbit DAFTAR SKPD YANG DITERBITKAN PER TGL TERBIT Tahun
PEMANFAATAN (m3)
SKPD
PAJAK
2011
36566
10.387.381
Rp 138.947.604.734,00
2012
33862
8.668.715
Rp 104.179.919.715,00
2013
24503
6.709.079
Rp 99.612.224.476,00
Pada tahun 2011
SKPD yang diterbitkan sebanyak 36.566 wajib pajak
dengan total pemanfaatan air tanah 10.387.381 m3 dan total pajak pemanfaatannya sebesar Rp 138.947.604.734 Pada tahun 2012 mengalami penurunan SKPD yang terbit sebanyak 33.862 wajib pajak dengan total pemanfaatan air tanah 8.668.715 m3 dan total pajak pemanfaatannya sebesar Rp 104.179.919.715 Pada tahun 2013 mengalami penurunan dari tahun 2011 dan 2012 SKPD yang terbit hanya 24.503 dengan total pemanfaatan air tanah 6.709.079 m3 dan total pajak pemanfaatannya sebesar Rp 99.612.224.476
4.2.6 Tingkat Pertumbuhan Tunggakan SKPD Yang Diterbitkan Per Tanggal Terbit Periode 2011 s.d 2013
Tabel 4.13 Daftar Tunggakan SKPD Yang Diterbitkan PerTanggal Terbit DAFTAR TUNGGAKAN SKPD YANG DITERBITKAN PER TGL TERBIT TAHUN SKPD
PEMANFAATAN
KETETAPAN
TUNGGAKAN
(m3)
PAJAK (Rp)
PAJAK (Rp)
2011
11.796
5.292.948
87.777.443.392
87.675.811.653,00
2012
7.603
2.429.169
37.276.051.030
37.105.251.109,00
2013
7.285
2.309.397
35.088.861.602
34.813.778.574,00
26.684
10.031.514
160.142.356.024
159.594.841.336,00
53 Pada tahun 2011 daftar total tunggakan SKPD yang diterbitkan sebanyak 11.796 wajib pajak dengan pemanfaatan air tanah sebesar 5.292.948 m3 yang di tetapkan pajak sebesar Rp 87.777.443.392 dan tunggakan pajak per tanggal terbit sebesar Rp. 87.675.811.653 Pada tahun 2012 daftar total tunggakan SKPD yang diterbitkan sebanyak 7603 wajib pajak dengan pemanfaatan air tanah sebesar 2.429.169 m3 yang di tetapkan pajak sebesar Rp 37.276.051.030 dan tunggakan pajak per tanggal terbit sebesar Rp. 37.105.251.109 Pada tahun 2013 daftar total tunggakan SKPD yang diterbitkan sebanyak 7258 wajib pajak dengan pemanfaatan air tanah sebesar 2.309.397 m3 yang di tetapkan pajak sebesar Rp 35.088.861.602 dan tunggakan pajak per tanggal terbit sebesar Rp. 34.813.778.574 Dapat disimpulkan selama tahun 2011 sampai dengan 2013 daftar tunggakan terus mengalami pengurangan. Selama 3 tahun total SKPD 26.684 wajib pajak dengan total pemanfaatan air tanahnya 10.031.514 m3 yang total ditetapkan pajak sebesar Rp 160.142.356.024 dan total tunggakan pajak per tanggal terbit sebesar Rp 159.594.841.336 Factor yang menyebabkan terjadinya tunggakan per tanggal terbit adalah kurang disiplinnya wajib pajak dalam membayarkan pajaknya namun dari tabel diatas selama 2011 sampai 2013 daftar tunggakan per tanggal terbit terus berkurang seiring dengan kesadaran wajib pajak dalam membayarkan pajaknya.
4.2.7
Tingkat Pertumbuhan SKPD yang Dibayarkan Per Tanggal SKPD Tahun 2011 s.d 2013
Tabel 4.14 Daftar SKPD yang Dibayarkan PerTanggal SKPD DAFTAR SKPD YANG DIBAYARKAN PER TANGGAL SKPD PERIODE 2011-2013 2011 SKPD Pemanfaatan
2012
2013
8.857
12.853
12.672
3.210.471 m3
4.270.778 m3
4.401.058 m3
Total Pajak
Rp
52.376.508.160
Rp
67.443.001.936
Rp
69.315.191.453
Pembayaran
Rp
51.780.494.889
Rp
77.119.913.389
Rp
72.481.844.256
Tunggakan
Rp
596.013.271
Rp
(9.676.911.453)
Rp
(3.166.652.803)
54 Pada tahun 2011 jumlah SKPD yang dibayarkan per tanggal SKPD adalah sebanyak 8.857 wajib pajak dengan pemanfaatan air tanahnya 3.210.471 m3 dan total pajaknya sebesar Rp 52.376.508.160 namun yang dibayarkan per tanggal SKPD pada tahun 2011 hanya Rp 51.780.494.889 jadi pada tahun 2011 terdapat tunggakan atau kurang bayar per tanggal SKPD sebesar Rp 596.013.271 Pada tahun 2012 jumlah SKPD yang dibayarkan per tanggal SKPD adalah sebanyak 12.853 wajib pajak dengan pemanfaatan air tanahnya 4.270.778 m3 dan total pajaknya sebesar Rp 67.443.001.936 namun yang dibayarkan per tanggal SKPD pada tahun 2012 hanya Rp 77.119.913.389 jadi pada tahun 2012 terdapat kelebihan bayar per tanggal SKPD sebesar Rp 9.676.911.453 Pada tahun 2013 jumlah SKPD yang dibayarkan per tanggal SKPD adalah sebanyak 12.672 wajib pajak dengan pemanfaatan air tanahnya 4.401.058 m3 dan total pajaknya sebesar Rp 69.315.191.453 namun yang dibayarkan per tanggal SKPD pada tahun 2012 hanya Rp 72.481.844.256 jadi pada tahun 2012 terdapat kelebihan bayar per tanggal SKPD sebesar Rp 3.166.652.803 Kesimpulannya pada tahun 2011 terdapat tunggakan yang terjadi karena wajib pajak belum membayarkan pajaknya atau kurang bayar per tanggal SKPD. Pada tahun 2012 dan 2013 SKPD yang dibayarkan per tanggal SKPD terdapat kelebihan bayar dari total pajak yang seharusnya, ini terjadi karena ada beberapa wajib pajak yang kelebihan bayar.
4.2.8
Tingkat Pertumbuhan Pembayaran Denda PerTanggal Pembayaran Tahun 2011 s.d 2013
Tabel 4.15 Daftar Pembayaran Denda PerTanggal Pembayaran DAFTAR PEMBAYARAN DENDA PER TGL PEMBAYARAN PERIODE 2011-2013 SKPD
Pemanfaatan
Pajak (Rp)
Pembayaran (Rp)
2011
1
514 m3
7.242.250
144.845
2012
305
61.071 m3
933.444.673
58.568.275
2013
1043
373.152 m3
5.819.226.829
370.679.539
55 Menurut keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 42 Tahun 2001 tentang perubahan atas keputusan Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta Nomor 88 tahun 1999 tentang petunjuk pelaksaan penyelenggaraan dan pemungutan pajak air bawah tanah dan air permukaan di DKI Jakarta. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan wajib dibayar setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. SKPDKB, SKPDKBT, STP, SKPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak tanggal diterbitkan dan apabila terlambat atau kekurangan maka dikenakan sanksi 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Pembayaran pajak dilakukan di Kantor Kas Daerah atau Bank DKI. Pada tahun 2011 Daftar pembayaran denda per tanggal pembayaran SKPD yang tercatat di Dinas Pelayanan Pajak hanya 1 wajib pajak dengan total pemanfaatan 514 m3 dan total pajaknya Rp 7.242.250 dan pembayaran denda sebesar Rp 144.845 karena menurut data terlampir wajib pajak telat bayar 1 bulan. Pada tahun 2012 daftar pembayaran denda per tanggal pembayaran SKPD yang tercatat di Dinas Pelayanan Pajak terdapat 305 wajib pajak dengan total pemanfaatan 61.071 m3 dan total pajaknya Rp 933.444.673 dengan pembayaran denda sebesar Rp 58.568.275 Pada tahun 2013 daftar pembayaran denda per tanggal pembayaran SKPD yang tercatat di Dinas Pelayanan Pajak terdapat 1.043 wajib pajak dengan total pemanfaatan 373.152 m3 dan total pajaknya Rp 5.819.226.829 dengan pembayaran denda sebesar Rp 370.679.539
4.3
Dampak Penerapan Pajak Air Tanah Dengan terbatasnya penyediaan air PAM di DKI Jakarta karena potensi air
baku masih terbatas, kualitas air sungai yang buruk dan tingkat kebocoran air PAM yang masih besar maka pemakaian air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih masih cukup besar. Oleh karena itu pemerintah menaikan tarif pajak air tanah yang lebih tinggi dari PAM dan menggunakan tarif progresif. Dampak terhadap lingkungan yang besar akibat pengambilan air tanah yang berlebihan akan terjadinya penurunan elevasi muka tanah yang berdampak
56 menambah potensi daerah genangan air/banjir, penurunan muka air tanah, penurunan elevasi tanggul didaerah pantai, penurunan pondasi bangunan, jalan dan jembatan. Oleh karena itu pengambilan dan pemanfaatan air tanah bukan target pendapatan daerah tetapi pengendaliannya dengan memperhatikan kondisi air tanah dalam rangka konservasi dan pelestarian sumber daya air tanah yang lebih efisien. Dimana air tanah merupakan sumber daya alam yang terbarukan sehingga pemanfaatan air tanah harus seimbang dengan upaya pemulihan dengan konservasi air tanah dan kondisi DKI Jakarta dengan kepadatan penduduk yang sudah melebihi ambang batas mengakibatkan luas tutupan lahan untuk penyerapan air hujan sangat terbatas sehingga upaya pemulihan menjadi salah satu kendala dalam upaya konservasi air tanah karena pemulihan air tanah sangat tergantung pada proses penyerapan air hujan oleh permukaan tanah. Selain itu pengmbilan air tanah yang berlebihan mengakibat penurunan kualitas air tanah yaitu karena intrusi air laut dan pencemaran bakteri koli dari limbah rumah tangga, penurunan kuantitas air tanah dengan semakin menurunnya muka air tanah dan penurunan muka tanah terutama di wilayah Jakarta bagian utara yang menimbulkan daerah genangan / banjir. Indonesia Water Institute (IWI) memperkirakan jumlah air tanah yang disedot DKI Jakarta mencapai 248.000.000 m3 per tahun. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah air tanah yang dibayarkan pajaknya atau mendapat izin pengambilan sebesar 8.900.000 m3 per tahun. Sebagian dari dampak tersebut dapat dipulihkan melalui usaha penerapan teknologi yang membutuhkan biaya mahal, sulit dan waktu yang lama namun tidak dapat dipulihkan ke keadaan semula. Biaya lingkungan amblesan tanah sulit dihitung dan belum dapat dijadikan acuan disamping pengaruhnya yang hanya sekitar 17% dari keseluruhan dampak yang di hasilkan oleh Land Subsidence dan belum diketahui pengaruh mekanisme factor penyebab amblesan tanah yang lain seperti beban bangunanm kompaksi alamiah maupun struktur geologi.
57
Gambar 4.4 Masalah Pengelolaan Sumber Daya Air
4.4
Strategi Pengelolaan Air Tanah di Jakarta yang Berpengaruh pada Pajak Air Tanah Sehubungan dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta Melihat dampak pengambilan air tanah yang dijelaskan diatas kebijakan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penyedian air bersih memutuskan bahwa kebutuhan utama air bersih dari air PAM dan air tanah sebagai cadangan. Untuk menjaga kelestarian / keseimbangan lingkungan pemanfaatan air tanah upaya yang harus dilakukan adalah seperti pengendalian pemanfaatan air tanah dengan pencatatan pemakaian air tanah, pengenaan tarif pajak, pengaturan debit pengambilan air tanah, pengaturan kedalaman dan kontruksi sumur, pengawasan pemanfaatan air dan konservasi air tanah dengan pelestarian situ danau dan membuat sumur resapan Strategi dalam pengelolaan air tanah di DKI Jakarta adalah sebagai berikut: a. Setiap pengambilan air tanah untuk kegiatan usaha dikenakan izin dan pajak air tanah. b. Membatasi pengambilan air tanah Membatasi pemakaian air tanah untuk keperluan komersial: 1. Sumur Dalam/Bor maksimum
:
100
m3/hari
58 2. Sumur Pantek maksimum
:
10
m3/hari
Sumur pantek dengan kedalaman pengambilan maksimum 40 m dan sumur bor dengan kedalaman pengambilan antara 200-300 m c. Daerah yang sudah dilayani air PAM, air tanah hanya sebagai cadangan d. Monitoring pemakaian air tanah setiap bulan dengan pemasangan meter sebagai dasar perhitungan pajak dan pengendalian pemakaian air tanah. e. Pengenaan tarif progresif sesuai dengan kegiatan usaha dan volume pemakaian. f. Tarif pajak lebih besar dari tarif PAM dan pengenaan denda kelebihan debit apabila pengambilan air tanah lebih besar dari debit yang telah ditentukan. g. Melaksanakan pengendalian, pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan pengeboran dan pemakai air tanah serta memberikan tegoran, peringatan , penyegelan dan penutupan sumur h. Membuat sarana konservasi sumur imbuhan dan pemantauan muka air tanah dari sumur pantau untuk tujuan konservasi
Dan berikut ini adalah strategi lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk pengelolaan air tanah di Jakarta yang berpengaruh kepada pajak air tanahnya: 1. Dengan Pengendalian Tingkat Kebutuhan dan Pola Konsumsi Air Bersih dan Pengembangan Jaringan Distribusi PAM 2. Penurunan Tingkat Kehilangan Air Bersih Perpipaan 3. Atur dan Dorong Upaya Pemanfaatan Air Hasil Olahan Air Bekas (Reclaim Water) 4. Mengubah Pola dan Prinsip Pengendalian Banjir Konvensional
dan
Peningkatan Imbuhan Air Tanah 5. Membangun
Kesadaran
(Pengendalian
Pencemaran)
dan
Kapasitas
Masyarakat dan Dunia Usaha 6. Memperketat perijinan pemanfaatan air tanah dalam terutama pada daerah resiko penurunan muka tanah tinggi/ besar sebagai mana diindikasi dari hasil pengamatan di Lapangan oleh Tim ITB. 7. Daerah yang berada daerah layanan PAM, air tanah hanya semata-mata sebagai cadangan dalam keadaan darurat.
59 8. Membuat sarana konservasi (sumur resapan dan injeksi di Situ Babakan, Danau Sunter, Duku Atas, dan Pulo Mas) dan alat pemantauan dengan AWLR dan Telemetri. 9. Peningkatan Tarif PABT yang relatif lebih tinggi dari tarif air bersih perpipaam (PAM) untuk tujuan konservasi. 10. Meningkatkan pengendalian, pengawasan dan pembinaan terhadap pemboran dan pemakaian air tanah
dengan memberikan tegoran, peringatan,
penyegelan dan pengecoran sumur. 11. Melakukan Sosialisasi kepada masyarakat akan kondisi dan akibat pengambilan air tanah 12. Pembangunan stasiun monitoring penurunan tanah sampai kedalaman 300 meter di Jl. Tongkol Jakarta Utara. Dan Pulomas sedalam 135 m dan 300 meter tahun 2009 13. Pengawasan pelaksanaan dewatering pada proyek-proyek pembangunan gedung di Jakarta. 14. Melakukan gerakan peduli sumur resapan yang telah dicanangkan pada bulan Maret 2008. 15. Melakukan menunjang pelestarian air tanah dengan melaksanakan 5 R yaitu penghematan (Reduce), penggunaan kembali air bekas (Reuse), daur ulang (Recycle), pengisian kembali (Recharge),
dan memfungsikan kembali
(Recovery) situ-situ. Menyediakan air untuk kepentingan masyarakat sekitar sebesar 10% dari batasan debit yang diijinkan di lingkungan perusahaan masing-masing 16. Menaikan tarif air tanah sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 37 Tahun 2009 tentang Harga Dasar Air Tanah Terendah Rp. 5.333,Tertinggi Rp. 23.333,17. Mengembangkan program daur ulang limbah cair (wastewater reclamation) untuk suplisi air baku air bersih 18. Melaksanakan Program “Zero” Pengambilan Air Tanah Dalam pada wilayah yang mampu dilayani air bersih PAM 19. Melaksanakan Program Green Building (Gedung Hijau) yang berasaskan penghematan energi dan Air
60
Pemenuhan dari PAM (Utama)
Kondisi Air Tanah Kebutuhan Air
Pengambilan Air Tanah (cadangan)
Kebijakan Pemda DKI Jakarta
Pengaturan Konstruksi Sumur
Pemanfaatan
Batas Aman Pengambilan
Perlindungan & Konservasi
Tarif Pajak/Retribusi
Pengendalian
Potensi Air
Konservasi
Kelestarian Lingkungan
Gambar 4.3 Pengelolaan Air Tanah
4.5
Pengaruh pajak air tanah ke pendapatan daerah DKI Jakarta Walaupun pengenaan pajak air tanah lebih difokuskan sebagai upaya untuk
menjaga keseimbangan lingkungan dari pada untuk menaikan pendapatan daerah namun disamping hal ini pajak air tanah juga membantu kenaikan pendapatan daerah meskipun tidak berpengaruh banyak dan terjadi penurunan pemakaian air tanah. Kebijakan yang mempengaruhi kenaikan pajak air tanah dan penurunan pemakaian air tanah adalah Tarif pajak air tanah lebih besar dari tarif air PAM, tarif pajak air tanah antara Rp. 5.333,- sampai Rp.23.333,- / m3, dan tarif PAM antara
61 Rp.1.000,- sampai Rp. 12.500,-/m3, Pengenaan tarif progresif sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang meliputi Non niaga, Niaga kecil, Industri kecil / menengah, Niaga besar, Industri besar, Pengenaan denda kelebihan debit yang telah ditentukan, sebesar 50% dari volume kelebihan debit. Berikut ini adalah perubahan peraturan dan kenaikan pendapatan pajak air tanah pada periode tertentu: 1) Tahun 1995, masih berlaku retribusi air tanah dengan volume pemakaian 35 juta m3/tahun, pendapatan retribusi air tanah sekitar Rp.50 milyard 2) Tahun 1998 dan berlaku Peraturan Daerah nomor 10 tahun 1998 tentang Pajak dan pemanfaatan air tanah terjadi penurunan pemakaian air tanah berkisar antara 22 juta m3/tahun, dengan pajak air tanah berkisar antara Rp.60 millar /tahun. 3) Tahun 2009 berlaku Peraturan Gubernur nomor 37 tahun 2009 tentang Harga Dasar Air Tanah dimana terjadi penurunan pemakaian air tanah dan saat antara 7 – 8 juta m3 / tahun dan pajak air tanah terjadi kenaikan mencapai Rp.100 Milyar / tahun. 4) Peraturan Gubernur nomor 37 tahun 2009 diubah menjadi Peraturan Gubernur nomor 86 tahun 2012 tentang Harga Dasar Air Tanah dengan penambahan pengenaan pajak air tanah untuk pengambilan air tanah dari kegiatan dewatering dan denda kelebihan debit pemakaian air tanah dari izin yang diperbolehkan.
62 Tabel 4.16 Realisasi Pajak Daerah 2011 JENIS PAJAK
TARGET 2011
GRAND TOTAL
% PENCAPAIAN
PKB
3.500.000.000.000,00
3.664.400.165.006,00
104,70%
BBN-KB
4.200.000.000.000,00
4.582.084.588.660,00
109,10%
PBB-KB
824.000.000.000,00
848.569.568.929,00
102,98%
PAT
170.000.000.000,00
114.442.293.835,54
67,32%
HOTEL
815.000.000.000,00
858.337.282.672.60
105,32%
RESTORAN
976.000.000.000,00
1.031.995.530.296,00
105,74%
HIBURAN
350.000.000.000,00
296.510.791.376,32
84,72%
REKLAME
330.000.000.000,00
269.676.010.840,00
81,72%
PPJ
465.000.000.000,00
511.449.292.512,00
109,99%
PARKIR
185.000.000.000,00
158.256.146.738,00
85,54%
BPHTB
2.150.000.000.000,00
2.885.527.481.824,00
134,21%
TOTAL
13.965.000.000.000,00
15.221.249.152.689,50
109,00%
Dalam data realisasi penerimaan pajak daerah pada tahun 2011 pajak air tanah hanya menyumbang Rp 114.442.293.835,54 dimana pajak air tanah hanya mencapai 67,32% dari target yang ditentukan sebesar Rp 170.000.000.000,00. Penerimaan pajak air tanah ini adalah yang paling kecil dari semua jenis pajak daerah namun penerimaan pajak air tanah tetap membantu pemasukan pendapatan walaupun pengaruhnya kecil.
63 Tabel 4.17 Realisasi Pajak Daerah 2012 JENIS
TARGET 2012
PAJAK
Grand Total
% PENCAPAIAN
PKB
4.150.000.000.000,00
4.106.968.370.530
98,96%
BBN-KB
4.660.000.000.000,00
5.507.710.354.550
118,19%
PBB-KB
1.000.000.000.000,00
882.558.921.963
88,26%
170.000.000.000,00
102.046.137.531
60,03%
HOTEL
1.000.000.000.000,00
1.028.521.564.463
102,85%
RESTORAN
1.175.000.000.000,00
1.238.573.704.151
105,41%
HIBURAN
400.000.000.000,00
369.152.83.149
92,29%
REKLAME
410.000.000.000,00
483.178.532.223
117,85%
PPJ
550.000.000.000,00
557.307.626.142
101,33%
PARKIR
210.000.000.000,00
220.901.591.724
105,19%
2.800.000.000.000,00
3.224.573.379.083
115,16%
16.525.000.000.000,00
17.721.493.016.509
107,24%
PAT
BPHTB Grand Total
Dalam data realisasi penerimaan pajak daerah pada tahun 2012 pajak air tanah hanya menyumbang Rp 102.046.137.531,00 dimana pajak air tanah turun dari tahun 2011 hanya dapat mencapai 60,03% dari target yang ditentukan sebesar Rp 170.000.000.000,00.
64 Tabel 4.18 Realisasi Pajak Daerah 2013 JENIS PAJAK PKB
4.400.000.000.000,00
% PENCAPAIAN 4.605.206.082.027,00 104,66%
BBN-KB
5.825.000.000.000,00
6.143.969.692.650,00
105,48%
PBB-KB
1.100.000.000.000,00
1.027,108.786.899,00
93,37%
120.000.000.000,00
95.346.034.924,90
79,46%
HOTEL
1.150.000.000.000,00
1.173.799.319.199,46
102,07%
RESTORAN
1.400.000.000.000,00
1.552.354.508.716,23
110,88%
HIBURAN
440.000.000.000,00
393.132.154.673,35
89,35%
REKLAME
515.000.000.000,00
654.644.317.920,80
127,12%
PPJ
608.000.000.000,00
609.449.433.475,00
100,24%
PARKIR
260.000.000.000,00
319.317.145.056,80
122,81%
BPHTB
3.200.000.000.000,00
3.419.932.665.925,00
106,87%
PBB-P2
3.600.000.000.000,00
3.372.759.801.356,00
93,69%
22.618.000.000.000,00
23.367.019.942.823,50
103,31%
PAT
Grand Total
TARGET 2013
Grand Total
Dalam data realisasi penerimaan pajak daerah pada tahun 2013 pajak air tanah hanya menyumbang Rp 95.346.034.924,90 dimana persentase pajak air tanah mengalami kenaikan mencapai 79,46 % dari target yang ditentukan karena pada tahun 2013 target pajak air tanah dikurangi menjadi Rp 120.000.000.000,00. Pengurangan target ini akan selalu bertambah karena dalam wawancara saya dengan kepala BPLHD menyatakan bahwa Pajak air tanah akan ditiadakan pada tahun 2015 karena dampak yang ditimbulkan buruk untuk DKI Jakarta. Oleh karena itu penerimaan pajak air tanah difokuskan untuk mengurangi pemakaian air tanah tersebut.