BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1
Perencanaan Evaluasi Pengendalian Internal Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu proses operasi atau prosedur suatu perusahaan dibutuhkan perencanaan terlebih dahulu agar proses evaluasi berjalan dengan efektif. Tujuannya dilakukan perencanaan evaluasi yaitu untuk memperoleh bukti yang cukup untuk penelitian, mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan pada pengendalian internal Bank DKI. Pada perencanaan evaluasi ini tahap yang ditetapkan adalah penetapan ruang lingkup, tujuan pelaksanaan evaluasi serta pengumpulan bukti.
4.1.1
Ruang Lingkup Evaluasi Pengendalian Internal Ruang lingkup evaluasi pengendalian internal atas prosedur pemberian kredit mikro adalah: 1. Mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan pengendalian internal atas prosedur pemberian kredit mikro pada PT. Bank DKI. 2. Mengevaluasi 5 komponen pengendalian internal menurut COSO, yaitu lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan terkait dengan proses pemberian kredit mikro. 3. Membuat saran perbaikan atas kelemahan-kelemahan pengendalian internal yang ditemukan dalam proses pemberian kredit mikro.
4.1.2
Tujuan Pelaksanaan Evaluasi Pengendalian Internal Tujuan pelaksanaan evaluasi adalah untuk mengetahui keandalan sistem pengendalian internal dan pelaksanaan pengendalian internal berdasarkan 5 komponen pengendalian internal COSO dalam proses pemberian kredit mikro pada PT. Bank DKI.
47
48 4.1.3
Pengumpulan Bukti Sumber informasi yang di dapat hanya berdasarkan prosedur umum pemberian kredit mikro. Cara yang dilakukan untuk mengumpulkan bukti adalah sebagai berikut: 1. Kuisioner Kuisioner yang digunakan adalah Internal Control Questionnaire (ICQ). Tujuan dilakukannya pengisian Internal Control Questionnaire agar lebih dapat memahami prosedur atas pemberian kredit mikro di PT. Bank DKI lebih baik lagi. Kuisioner terdiri dari tabel daftar pertanyaan seputar unsur-unsur pokok pengendalian internal yang berpedoman pada unsurunsur COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission) yang akan diberikan kepada bagian terkait dengan proses pemberian kredit. Internal Control Questionnaire ini juga dilengkapi dengan kolom pilihan jawaban yang terdiri dari: 1. Jawaban “Ya” menunjukan adanya kekuatan dalam pelaksanaan pengendalian atas proses pemberian kredit 2. Jawaban “Tidak” menunjukan bahwa sistem dan prosedur belum diterapkan dengan baik sebagaimana mestinya dan menunjukan kelemahan
dalam
pelaksanaan
pengendalian
terhadap
proses
pemberian kredit mikro. 2. Wawancara Pelaksanaan wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan seputar proses pemberian kredit mikro dan pengendalian intern dengan menggunakan prinsip COSO. Proses wawancara dilakukan dengan cara menyiapkan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan proses pemberian kredit dan pengendalian internal yang disesuaikan dengan prinsip COSO dan Pedoman Bank Indonesia tentang Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum SE No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003. Dari proses wawancara, diharapkan dapat memperoleh informasi tentang proses kredit mikro dan mengenai keadaan perusahaan.
49 3. Studi Dokumentasi Pengumpulan bukti dilakukan dengan mempelajari buku pedoman kredit mikro dan dokumen-dokumen yang digunakan dalam proses pemberian kredit.
4.2
Evaluasi Pengendalian Internal Pengendalian internal terdiri dari lima elemen utama yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan. Pengendalian internal dapat dinilai memadai apabila seluruh kebijakan dan prosedur yang dilaksanakan oleh perusahaan telah sesuai dengan komponen pengendalian internal dan kebijakan serta prosedur. Setelah penulis melakukan wawancara, observasi, dan mempelajari dokumen yang ada serta menganalisis hasil kuisioner seperti yang ditunjukan dalam lampiran, maka berikut ini diuraikan mengenai pengendalian internal terhadap proses pemberian kredit di PT. Bank DKI disertai dengan evaluasi terhadap sistem pengendalian intern yang berlaku. Untuk lebih memperjelas pembahasan, evaluasi dilakukan untuk tiap elemen pengendalian intern yang terdiri
dari
lingkungan
pengendalian,
penaksiran
risiko,
aktivitas
pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan.
4.2.1
Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan para pemilik dan manajemen entitas mengenai pentingnya pengendalian internal entitas. Efektivitas infromasi dan komunikasi serta aktivitas pengendalian sangat ditentukan oleh atmosfer yang diciptakan oleh lingkungan pengendalian. Oleh karena itu lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur pengendalian intern, yang membentuk disiplin dan struktur. Dalam lingkungan pengendalian terdapat berbagai faktor yang membentuk pengendalian dalam suatu entitas yaitu: 1. Integritas dan nilai etika Tanggung jawab manajemen adalah menjunjung tinggi nilai integritas, yaitu suatu kemampuan untuk mewujudkan apa yang dikatakan atau telah menjadi komitmennya. Selain itu, dalam menjalankan aktivitas bisnisnya,
50 manajer dituntut untuk mendasarkan pada etika bisnis. Nilai integritas dan etika bisnis tersebut dapat dikomunikasikan oleh manajer melaui personal behavior dan operational behavior. Integritas dan nilai etika yang terdapat pada Bank DKI adalah: a. Terdapat Pokok-pokok Code of Conduct Bank DKI yang mengatur hal-hal sebagai berikut: 1) Visi Misi 2) Tata Nilai KTTP DKI Tata Nilai KTTP merupakan budaya kerja yang di tetapkan oleh Bank DKI untuk seluruh pegawai, yang terdiri dari komitmen, teamwork, profesional, pelayanan, disiplin, kerja keras dan integritas. 3) Prinsip GCG (TARIF) 4) Kode Etik Bankir 5) Ketentuan Mengenai Informasi Rahasia Perusahaan dan Benturan Kepentingan 6) Peraturan dan Ketentuan Yang Berlaku di Bank DKI Penyebaran Kode Etik dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media dan kesempatan internal event kepada seluruh karyawan Bank DKI pada segala tingkatan termasuk tenaga outsourcing. Media penyebaran COC antara lain dilakukan melalui sms broadcast, surat edaran, briefing dan doa pagi, corporate mail, dan social site network. b. Bank DKI memiliki pedoman (manual of operation) di bidang perkreditan Setiap perusahaan seharusnya memiliki pedoman untuk aktivitas bisnisnya, karena dengan adanya pedoman maka kegiatan operasional akan
berjalan
dengan
efektif
dan
menghindari
terjadinya
ketidaksesuaian antara prosedur yang ditetapkan dengan prosedur yang berjalan. Bank DKI telah memiliki buku pedoman perkreditan khusus untuk kredit mikro yang mengatur tentang pemberian kredit mikro, sehingga memudahkan karyawan untuk melakukan kegiatan operasional dan
51 mengurangi adanya kemungkinan terjadi kesalahan dalam proses pemberian kredit. c. Karyawan Bank DKI selalu patuh dan disiplin terhadap kebijakan yang berlaku Para pegawai Bank DKI yang bertanggung jawab terhadap pemberian kredit selalu patuh terhadap peraturan yang berlaku, ini dikarenakan Bank DKI telah memiliki aturan dan prosedur kebijakan pemberian kredit mikro secara tertulis. Selain itu, evaluasi terhadap kinerja karyawan juga dilakukan secara rutin terhadap karyawan Bank DKI. Hal ini menyebabkan karyawan Bank DKI menjadi patuh dan disiplin terhadap kebijakan yang telah ada. d. Tidak terdapatnya conflict of interest dalam proses pemberian kredit Dalam proses pemberian kredit, setiap pegawai yang terlibat dalam proses pemberian kredit harus terlepas dari kepentingan pribadi. Hal ini dimaksudkan agar kredit yang diputuskan bersifat obyektif. Bank DKI telah mengatur mengenai hubungan kepentingan dan ketentuan memutus kredit, pegawai tidak diperbolehkan
untuk
memutus kredit kepada orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat-keluarga sampai dengan derajat kedua dalam garis lurus dan garis kesamping. Apabila terdapat hubungan kekerabatan dalam pemberian kredit, maka hubungan kekerabatan harus dicatat dan dicantumkan pada Memorandum Analisa Kredit. e. Konsisten dalam menjalankan prinsip kehati-hatian Prinsip kehati-hatian merupakan prinsip utama bagi perbankan dalam
menjalankan
usahanya.
Prinsip
kehati-hatian
dalam
memberikan kredit adalah bahwa bank harus mempunyai keyakinan akan itikad baik, kemampuan, dan kesanggupan calon debitur untuk melunasinya utangnya. Keyakinan ini diperoleh dari analisis yang mendalam mengenai ketiga unsur tersebut. Karyawan Bank DKI dalam proses pemberian kredit berhati-hati dalam melakukan penilaian agar tidak merugikan perusahaan jika melakukan kesalahan yang fatal. Ini terlihat dari karyawan melakukan penilaian terhadap debitur dengan melakukan verifikasi karakter
52 debitur, tujuan kredit, usaha debitur dan juga melakukan proses scoring dalam melakukan analisa dan evaluasi kredit. f. Menerapkan prinsip four-eyes principle dalam proses pemberian kredit Four-eyes principle atau pemisahan fungsi dimaksudkan agar setiap orang dalam jabatannya tidak memiliki peluang untuk melakukan dan menyembunyikan kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan tugasnya pada seluruh jenjang organisasi dan seluruh langkah kegiatan operasional. Dalam prakteknya, Bank DKI telah menerapkan prinsip four-eyes principle dengan mempunyai 3 lini dalam menjalankan pemberian kredit mikro yang terdiri dari lini bisnis, lini analis/reviewer, dan lini collection. g. Mengenal debitur dengan baik (know your customer) Untuk menghindari adanya kredit bermasalah maka karyawan Bank DKI yang bertanggung jawab terhadap pemberian kredit melakukan pendekatan kepada debitur sebelum kredit tersebut di setujui dan sesudah pencairan kredit untuk mengetahui perihal keadaan usaha debitur. Sebelum kredit di setujui, karyawan Bank DKI melakukan analisa kuantitatif (yang dapat diukur) dan analisa kualitatif seperti bagaimana karakter debitur, lalu melakukan wawancara, pencarian informasi melalui pihak ketiga dan melakukan kunjungan ke tempat usaha. Hal ini dilakukan untuk mengenal debitur dengan baik agar karyawan yang melakukan penilaian dapat membuat penilaian yang akurat. Setelah kredit di setujui, karyawan Bank DKI yaitu relationship and collection selalu melakukan komunikasi dengan debitur, baik datang langsung ke tempat usaha secara berkala baik harian, mingguan maupun bulanan atau dengan menggunakan media komunikasi lainnya. Dengan adanya komunikasi berkelanjutan dengan debitur, dapat berguna sebagai early warning bagi Bank DKI terhadap calon-calon kredit yang bermasalah. Contohnya, ketika relationship and collection melakukan kunjungan dan ternyata tempat
53 usaha debitur pada hari itu tutup, maka relationship and collection akan menyelidiki lebih jauh alasan mengapa tempat usaha tersebut tutup. Apabila dalam penyelidikan di temukan adanya hal yang mencurigakan, maka relationship and collection sudah mengetahui terlebih dahulu dan dapat menentukan tindakan-tindakan yang harus di ambil jika ternyata kecurigaan tersebut benar. Berdasarkan penjelasan mengenai integritas dan nilai etika yang ada di Bank DKI, dapat disimpulkan bahwa integritas dan etika pada Bank DKI sudah memadai dalam pemberian kredit. Hal ini di karenakan Bank DKI telah memiliki panduan berupa kode etik atau Code of Conduct (COC) sebagai pedoman etika yang menjadi prinsip dan dasar yang memandu hubungan di antara manajemen dan karyawan Bank DKI dan hubungan dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam berbisnis, sehingga setiap karyawan Bank DKI harus mengikuti kode etik yang telah ditetapkan oleh Bank DKI dalam proses pemberian kredit. Juga terdapat manual of operation yang berupa buku pedoman perusahaan kredit mikro. Bank DKI telah memiliki aturan dan prosedur kebijakan pemberian kredit mikro secara tertulis dan mengevaluasi kinerja karyawan secara rutin sehingga karyawan selalu patuh dan disiplin terhadap kebijakan yang berlaku. Tidak terdapat conflict of interest dalam proses pemberian kredit mikro karena hubungan kepentingan sudah diatur dengan jelas dalam buku pedoman perkreditan. Lalu karyawan dalam melakukan kegiatan operasional selalu menjalankan prinsip kehati-hatian yang dapat terlihat dengan dilakukannya analisis atau penilaian yang mendalam sebelum memberikan kredit kepada debitur. Telah diterapkannya prinsip four-eyes principle dalam proses pemberian kredit yang dibuktikan dengan adanya 3 lini dalam proses pemberian kredit. Serta karyawan Bank DKI mengenal debiturnya dengan baik dengan cara melakukan komunikasi secara berkala dan mendatangi nasabahnya langsung. 2. Komitmen terhadap kompetensi Untuk mencapai tujuan entitas, personel di setiap tingkat organisasi harus memiliki
pengetahuan
dan
keterampilan
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan tugasnya secara efektif. Komitmen terhadap kompetensi mencakup pertimbangan manajemen atas pengetahuan dan keterampilan yang
54 diperlukan, dan paduan antara kecerdasan, pelatihan, dan pengalaman yang dituntut dalam pengembangan kompetensi. Tenaga kerja yang di rekrut oleh Bank DKI merupakan tenaga kerja profesional (pro hire) yang berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Bank DKI memiliki syarat bagi karyawannya yang berada di divisi kredit mikro yaitu mempunyai pengalaman minimal 2 tahun di bidang risiko jadi yang di rekrut oleh Bank DKI memang merupakan orang-orang yang kompeten dan sudah berpengalaman di bidang mikro. Bank DKI juga memberikan pelatihan kepada karyawannya. Ketika pertama kali masuk karyawan diberikan pelatihan berupa induction training, di dalam pelatihan tersebut akan dijelaskan mengenai visi misi Bank DKI, pencapaian apa yang ingin di raih oleh Bank DKI, ini dilakukan karena setiap bank memiliki tujuan dan target pencapaian yang berbeda-beda. Lalu, setiap akan melakukan penilaian risiko, karyawan akan diberikan pelatihan terlebih dahulu agar dapat menjalankan tugasnya secara maksimal. Selain itu, terdapat evaluasi secara rutin mengenai kinerja karyawan Bank DKI sehingga jika hasil evaluasi terdapat kinerja karyawan yang kurang baik karena di sebabkan oleh keterbatasan pengetahuan atau keterampilan maka akan diberikan pelatihan untuk meningkatkan kinerja karyawan tersebut. Pengendalian internal Bank DKI dalam komitmen terhadap kompetensi dapat dinilai sudah memadai, karena Bank DKI memastikan bahwa hanya tenaga profesional yang bisa menjadi karyawan Bank DKI, selain itu Bank DKI juga membekali karyawan dengan pelatihan dan cepat tanggap terhadap kurangnya pengetahuan atau keterampilan karyawan sehingga dapat mengantisipasi penurunan kinerja karyawan Bank DKI yang dapat mengakibatkan kerugian pada Bank DKI. Kompetensi karyawan Bank DKI juga dapat dibuktikan dengan sudah selama 1,5 tahun Bank DKI memiliki NPL 0%. 3. Dewan komisaris dan komite audit Dalam proses pemberian kredit mikro, dewan komisaris tidak ikut berpartisipasi untuk memutuskan kredit dikarenakan limit kredit mikro maksimal hanya Rp. 500.000.000 sehinga jenjang keputusan kredit tidak sampai kepada dewan komisaris. Dewan komisaris hanya melakukan review terhadap kinerja divisi kredit mikro. Dewan komisaris akan mengundang
55 divisi kredit mikro untuk melaporkan perkembangan dan kendala-kendala apa saja yang ada dalam pemberian kredit, lalu dewan komisaris akan memberikan arahan-arahan kepada divisi kredit mikro terkait dengan kendala-kendala yang dihadapi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengendalian terhadap dewan komisaris dan komite audit dapat dikatakan sudah memadai, karena dewan komisaris Bank DKI
telah berjalan sesuai dengan fungsi dari dewan
komisaris yaitu mengawasi pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen. 4. Filosofi dan gaya operasi manajemen Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar parameter bagi perusahaan dan karyawannya. Filosofi merupakan apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dikerjakan oleh perusahaan. Sedangkan gaya operasi mencerminkan ide manajer tentang bagaimana operasi suatu entitas harus dilaksanakan. Filosofi yang dimiliki Bank DKI dalam proses pemberian kredit mikro adalah memberikan pelayanan kepada debitur secara profesional dan proporsional. Artinya adalah dalam proses pemberian kredit, Bank DKI selalu menjunjung tinggi nilai profesionalisme, dan selalu memberikan jumlah kredit secara proporsional sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan dan juga berdasarkan kondisi kenyataan yang ada, dan juga setiap karyawan Bank DKI harus memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi, serta mendahulukan kepentingan perusahaan di atas kepentingan pribadi. Dengan adanya filosofi dan gaya operasi yang menyatakan bahwa Bank DKI harus memberikan pelayanan kepada debitur secara professional dan proporsional, dapat dikatakan bahwa dalam filosofi dan gaya operasi Bank DKI dalam melakukan proses pemberian kredit dapat dikatakan telah memadai. 5. Struktur organisasi Struktur
organisasi
memberikan
rerangka
untuk
perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan pemantauan aktivitas perusahaan. Bank DKI telah memiliki struktur organisasi yang menggambarkan hubungan antara bagian yang saling terkait serta telah terdapat deskripsi tugas dan wewenang secara rinci dan tertulis baik untuk struktur organisasi Bank DKI kantor pusat dan divisi kredit mikro. Sehingga penilaian evaluasi dalam struktur organisasi
56 sudah memadai karena fungsi dan tanggung jawab telah tercantum di buku pedoman perkreditan mikro. 6. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia Dari sekian banyak sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Sumber daya manusia (SDM) merupakan sumber daya yang sangat penting. Memiliki SDM yang berkualitas sangat dibutuhkan oleh perusahaan agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Jika perusahaan memiliki karyawan yang kompeten dan jujur, unsur pengendalian internal yang lain dapat dikurangi sampai batas minimum. Dalam hal kebijakan dan praktik sumber daya manusia Bank DKI memiliki kebijakan dan prosedur kepegawaian dalam rangka mendapatkan SDM yang jujur dan kompeten terhadap tugasnya dan juga tidak segan untuk melakukan tindakan terhadap karyawan yang berbuat penyimpangan. Bank DKI juga memiliki aturan dan sanski tertulis untuk setiap pelanggaran yang dilakukan karyawannya. Manajamen akan melakukan tindakan secara intensif untuk mengurangi tindakan pegawai yang tidak jujur atau melakukan perbuatan menyimpang. Seperti diberikannya surat teguran, surat peringatan 1, 2, sampai 3 jika tindakan tersebut tidak dapat mengatasi perilaku karyawan yang tidak jujur maka Bank DKI akan melakukan pemecatan terhadap karyawan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan baru berjalannya divisi kredit mikro selama 1,5 tahun tapi sudah terdapat 10 unit mikro yang di cut karena melakukan perbuatan menyimpang. Pada bagian kredit mikro juga dilakukan rotasi karyawan dalam jangka waktu tertentu dan bersifat situasional. Ini menunjukan bahwa evaluasi pengendalian internal atas kebijakan dan praktik sumber daya manusia telah memadai.
4.2.2
Penaksiran Risiko Penaksiran risiko merupakan suatu serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh direksi dalam rangka identifikasi, analisis dan menilai risiko yang dihadapi bank untuk mencapai sasaran usaha yang ditetapkan. Suatu sistem pengendalian internal yang efektif mengharuskan bank secara terus menerus mengidentifikasi dan menilai risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran.
57 Bank DKI melakukan penilaian risiko dengan cara scoring yang mencakup analisa kuantitatif (yang dapat diukur) dan analisa kualitatif (yang tidak dapat diukur). Analisa kuantitatif diukur menggunakan rasio-rasio seperti repayment capacity, current ratio, dan profitability ratio. Sedangkan dalam analisa kualitatif yang di analisa adalah karakter, manajemen, kondisi lingkungan usaha, fasilitas dan agunan. Untuk sistem penilaian risiko Bank DKI menggunakan sarana yang bernama credit application system. Cara kerja dari credit application system tersebut adalah dengan memasukan omset debitur lalu biaya usaha dan biaya rumah tangga, setelah itu barulah didapatkan berapa keuntungan usaha debitur, dan jika debitur mempunyai cicilan lain (kartu kredit, KPR, dan lain-lain) harus dimasukan lagi sebagai sistem sebagai pengurang maka akan mendapatkan disposable income. Setelah itu melakukan analisa Installment to Dispossible Income Ratio (IDIR) dan IDIR yang dipersyaratkan adalah 80%. Lalu dilakukan analisa Repayment Capacity (RPC) dengan mengkalikan keuntungan usaha dengan rasio maksimal 75%, Bank DKI memiliki aturan bahwa nilai angsuran debitur harus di atas 2 kali repayment capacity. Terakhir dilakukan scoring dan akan keluar hasil perhitungan apakah termasuk low risk, medium risk atau high risk. Jika tingkat hasil scoring menunjukan high risk maka proses kredit tidak dapat dilanjutkan, tapi jika medium risk dan low risk maka proses kredit boleh dilanjutkan. Bank DKI juga senantiasa meningkatakan Risk Awareness dalam penerapan budaya sadar risiko terus diimplementasikan kepada seluruh karyawan Bank DKI pada setiap tingkatan dan pada setiap pelaksanaan aktivitas operasional dan non operasional perbankan. Salah satunya adalah Bank DKI telah memiliki pedoman manajemen risiko dan buku pedoman perusahaan kredit mikro yang harus di mengerti oleh setiap karyawan Bank DKI. Untuk meningkatkan kesadaran karyawan Bank DKI terhadap manajemen risiko, maka Bank DKI melakukan sosialisasi dengan cara melakukan training mengenai manajemen risiko tersebut, kemudian dengan melakukan coaching kepada setiap unit mikro dengan cara studi kasus langsung terjun ke lapangan dan juga dilakukan pendampingan terhadap unitunit mikro tersebut.
58 Selain itu Bank DKI di dalam melakukan pengelolaan risikonya menerapkan 8 (delapan) jenis risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, yaitu: Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Kepatuhan, Risiko Reputasi dan Risiko Strategis. Bank DKI juga mengevaluasi penilaian risiko-risiko setiap 6 bulan atau 1 tahun sekali. Pegendalian internal terhadap penilaian risiko cukup baik, ini terlihat dari profil risiko Bank DKI tahun 2012 yang berada pada posisi “rendah ke sedang”, namun masih terdapat kelemahan. Kelemahan yang terdapat dalam penaksiran risiko proses pemberian kredit adalah: 1. Grup Audit Internal tidak dilibatkan dalam penilaian risiko dalam proses pemberian kredit. Grup Audit Internal terlibat ketika kredit tersebut telah dicairkan. Perannya adalah mengontrol apakah proses pemberian kredit sudah sesuai dengan aturan yang ada dan apakah benar terdapat nasabah tersebut.
4.2.3
Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur ini memberikan keyakinan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas. Terdapat 4 tipe dalam aktivitas pengendalian, yaitu: 1. Pengendalian pengolahan informasi Bank melaksanakan verifikasi terhadap akurasi dan kelengkapan transaksi dan melaksanakan prosedur otorisasi, sesuai dengan ketentuan internal. Kegiatan pengendalian sistem informasi dapat digolongkan dalam dua kriteria, yaitu pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. a. Pengendalian umum Unsur pengendalian umum meliputi: organisasi pusat pengelolaan, prosedur dan standar untuk perubahan program, pengembangan sistem dan pengoperasional fasilitas pengolahan data. Dalam hal ini Bank DKI menggunakan core banking system berupa bank vision untuk memproses loan, saving, customer
59 information file hingga berbagai layanan perbankan lainnya. Selain itu Bank DKI baru mempunyai MIS (Management Information System) yaitu petugas yang bertugas khusus mengelola data untuk di laporkan ke seluruh cabang. Laporan tersebut dikirim setiap hari pada jam 11 siang dan berisi mengenai posisi Bank DKI, nasabah, kualitas, dan juga pencapaian divisi kredit mikro. Pengendalian umum Bank DKI termasuk memadai karena sudah terdapat petugas khusus yang melakukan pengelolaan data dan selalu mengupdate laporan kepada seluruh cabang. b. Pengendalian aplikasi Pengendalian
aplikasi
diterapkan
terhadap
program
yang
digunakan Bank dalam mengolah transaksi dan untuk memastikan bahwa semua transaksi adalah benar, akurat dan telah di otorisasi secara benar. Pengendalian aplikasi dikelompokkan menjadi: 1) Prosedur otorisasi yang memadai Proses autorisasi sebuah kredit dimulai ketika credit reviewer atau area credit reviewer melakukan pemeriksaan dokumen (identitas, agunan, dan lainnya) serta evaluasi terhadap seluruh rincian data pengajuan kredit dan memberikan rekomendasi di Memorandum Analisa Kredit sebelum meneruskan proses persetujuan kredit kepada micro unit head atau micro area head. Setelah itu, micro unit head atau micro area head wajib membaca dan mempelajari rekomendasi yang disampaikan oleh marketing dan credit reviewer atau area credit reviewer beserta dokumendokumen pendukungnya, juga melakukan pengecekan karakter dan tujuan kredit debitur. Setelah menandatangani memorandum analisa kredit, credit reviewer, area credit reviewer, dan micro unit head atau micro area head bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua informasi yang telah di verifikasi dan tercantum di dokumen kredit. Setelah itu dilakukan pengambilan keputusan atas kredit, yang melakukan persetujuan atas kredit telah ditetapkan oleh Bank DKI sesuai dengan limit kewenangannya dan besarnya plafon kredit tersebut, yaitu:
60 1. Plafond kredit Rp. 5.000.000 s/d Rp/ 50.000.000: maka credit reviewer sebagai pemberi rekomendasi dan micro unit head sebagai pemutus kredit. 2. Plafond kredit Rp. 50.000.000 s/d Rp/ 100.000.000: maka area credit reviewer sebagai pemberi rekomendasi dan micro area head sebagai pemutus kredit. 3. Plafond kredit Rp. 100.000.000 s/d Rp/ 150.000.000: maka risk officer sebagai pemberi rekomendasi dan sales and distribution manager sebagai pemutus kredit. 4. Plafond kredit Rp. 150.000.000 s/d Rp/ 500.000.000: maka risk manager sebagai pemberi rekomendasi dan pemimpin divisi kredit mikro sebagai pemutus kredit. Untuk
mendapatkan
informasi
mengenai
debitur
saat
melakukan penilaian kredit yang tercantum dalam laporan kunjungan debitur dan memorandum analisa kredit, Bank DKI melakukan tindakan sebagai berikut: 1. Wawancara Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan mengenai debitur dan apakah data yang terima bank sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Yang bertugas untuk melakukan wawancara adalah marketing, credit reviewer 2. Kunjungan ke lokasi usaha (on the spot) Kunjungan langusng ke tempat debitur untuk menggali informasi mengenai akvititas usaha debitur dan juga untuk memastikan secara fisik mengenai kebenaran data permohonan kredit. Kunjungan ini bisa bersifat terencana dan bersifat dadakan. Prosedur otorisasi Bank DKI sudah memadai karena terdapat lebih dari satu orang yang melakukan proses otorisasi kredit. Dan sudah di atur jelas mengenai tugas dan tanggung jawab pemutus kredit, juga siapa yang berhak melakukan pemutusan kredit di dalam buku pedoman perkreditan mikro, selain itu semua pihak yang terlibat dalam pemberian kredit mikro menyertakan tanda
61 tangannya sebagai bentuk tanggung jawab terhadap hasil penilaian kredit tersebut. 2) Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang cukup Bank
sekurang-kurangnya
memformalkan
dan
mendokumentasikan kebijakan, prosedur, sistem dan standar akutansi serta proses audit secara memadai. Dokumen tersebut harus diperbarui secara berkala guna kegiatan operasional bank secara aktual, dan harus di informasikan kepada pejabat dan pegawai. Pengendalian dalam perancangan dokumen dan catatan sudah memadai. Karena Bank DKI telah memiliki buku pedoman perkreditan mikro yang berisi
tentang kebijakan perusahaan,
prosedur pemberian kredit, sistem yang digunakan dalam perusahaan dan standar akuntansi yang digunakan dalam proses audit. Dan dokumen pemberian kredit telah bernomor urut dan tercetak, serta ikatan perjanjian kredit selalu dibuatkan secara lengkap oleh karyawan Bank DKI. Selain itu, terdapat beberapa rangkap bukti pemberian kredit yang di distribusikan kepada bagian yang berbeda untuk kepentingan pengawasan internal. Dan Bank DKI selalu mengupdate perjanjian kredit yang ada sehingga perjanjian kredit yang akan jatuh tempo segera di proses agar tidak terjadinya overdue. 2. Pemisahan fungsi yang memadai Pemisahan fungsi memiliki tujuan agar setiap orang dalam jabatannya tidak memiliki peluang untuk melakukan dan menyembunyikan kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan tugasnya pada seluruh jenjang organisasi dan seluruh langkah kegiatan operasional. Bank harus mematuhi prinsip pemisahan fungsi ini,yang dikenal sebagai “Four-eyes principle”. Bank DKI telah menerapkan four-eyes principle dalam proses pemberian kredit. Ini dapat dilihat dari adanya pemisahan antara lini bisnis, lini analis dan lini collection. Pemisahan fungsi yang diterapkan oleh Bank DKI adalah sebagai berikut:
62 a. Lini Bisnis Dalam pemberian kredit mikro lini bisnis dijalankan oleh marketing, micro unit head, micro area head, business support officer, sales management officer dan sales and distribution manager. b. Lini Analis Divisi yang terdapat dalam lini analis/reviewer adalah credit reviewer, area credit reviewer, risk management and reviewer officer, dan risk management and reviewer manager. c. Lini Collection Untuk lini collection terdiri dari relationship and collection, area collection head, relationship and collection officer, dan relationship and collection manager. 3. Pengendalian fisik atas kekayaan dan catatan Pengendalian
aset
fisik
dilaksanakan
untuk
menjamin
terselenggaranya pengamanan fisik terhadap aset bank. Kegiatan ini meliputi pengamanan aset, catatan dan akses terbatas terhadap program komputer dan file data. Bank DKI telah memiliki pengendalian aset fisik yang memadai karena seluruh dokumen penting telah disimpan di tempat yang aman terhadap pencurian, api, dan-lain-lain. Tempat tersebut berada di unit mikro dan berada ditempat yang terbebas dari bencana, dan juga yang memiliki akses ke dokumen tersebut adalah dari mulai kepala unit sampai credit administrasion dan pada saat penyerahan dokumen ke unit mikro menggunakan tanda terima. 4. Review atas kinerja Kegiatan pengendalian diterapkan pada semua tingkatan fungsional sesuai struktur organisasi bank, yang sekurang-kurangnya meliputi: a. Kaji Ulang Manajemen (Top Level Reviews) Direksi bank secara berkala meminta penjelasan dan laporan kinerja operasional dari pejabat dan staf sehingga memungkinkan untuk mengkaji ulang hasil kemajuan (realisasi) dibandingkan dengan target yang akan dicapai. Evaluasi yang dilakukan Bank DKI dapat dikatakan baik, karena jajaran direksi melakukan review terhadap pemberian
63 kredit dengan cara mengumpulkan unit-unit kerja lalu melakukan laporan mengenai pencapaian dan rencana kedepan unit mikro. Direksi juga meminta divisi mikro untuk membuat laporan selama 6 bulan sekali dan mulai dari sekarang laporan di minta untuk di buat setiap minggu. Dengan adanya laporan tersebut, direksi akan segera mendeteksi permasalahan seperti kelemahan pengendalian, kesalahan laporan keuangan atau penyimpangan lainnya. b. Kaji Ulang Kinerja Operasional (Functional Review) Kaji ulang kinerja operasional dilaksanakan oleh Satuan Kerja Audit Internal dengan frekuensi yang lebih tinggi, baik kaji ulang secara harian, mingguan maupun bulanan. Dalam prakteknya Bank DKI mempunyai Grup Audit Internal yang secara berkala melakukan audit terhadap proses pemberian kredit. Audit yang dilakukan oleh Grup Audit Internal bisa sudah di rencanakan sebelumnya dan juga dapat berupa audit surprise jika ada sesuatu yang mengkhawatirkan. Setelah dilakukan kaji ulang manajemen maupun kaji ulang operasional maka akan di terbitkan laporan mengenai hasil kaji ulang tersebut. Laporan tersebut akan di bagikan kepada setiap grup dan unit. Lalu grup dan unit akan melakukan tindakan-tindakan berdasarkan laporan tersebut. Berdasarkan penjelasan mengenai aktivitas pengendalian Bank DKI, menunjukan bahwa sudah ada pengendalian yang memadai terhadap pengendalian pengelolaan informasi, pemisahan fungsi yang memadai, Pengendalian fisik atas kekayaan dan catatan, dan review atas kinerja.
4.2.4
Informasi dan Komunikasi Sistem akuntansi, informasi dan komunikasi dalam suatu perusahaan haruslah memadai, hal ini dimaksudkan agar mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul dan digunakan sebagai sarana tukar menukar informasi dalam rangka pelaksanaan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya masingmasing.
64 Evaluasi pengendalian internal untuk komponen informasi dan komunikasi dinyatakan sudah memadai. Hal ini ditunjukan Bank DKI dengan adanya Management Information System sebagai pengelola data, dan mendistribusikan laporan kepada unit-unit mikro. Juga dilakukannya rekonsiliasi secara berkala antara data akunting dan sistem informasi manajemen. Dalam mencari informasi mengenai debitur, Bank DKI melakukan BI Checking. BI Checking adalah proses pengecekan oleh lembaga keuangan baik bank maupun non-bank, kepada suatu sistem yang disebut Sistem Informasi Debitur (SID) yang dikelola Bank Indonesia. Selain itu, Bank DKI juga menggali informasi melalui pihak ketiga seperti dari supplier, buyer atau lingkungan di sekitar tempat usaha debitur. Bank DKI mengamankan seluruh informasi data perkreditan melalui sistem back up data, dengan membentuk hot/mirroring Disaster Recovery Center. Sistem keamanan berteknologi tinggi ini berfungsi menjaga kelangsungan kinerja perusahaan dan meminimalisasi dampak dari gangguan sistem, bencana alam dan kerusakan data yang disebabkan tanpa atau dengan sengaja oleh karyawan maupun pihak luar. Selain itu, Bank DKI juga menyebarkan secara berkala tentang informasi mengenai kegiatan dan aktivitas kinerja perusahaan. Bank DKI menggunakan website sebagai media untuk menyediakan laporan keuangan publikasi triwulanan dan bulanan bank umum serta laporan tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia. Laporan yang ditampilkan didalam website Bank DKI adalah sebagai berikut: 1. Laporan keuangan publikasi triwulan 2. Laporan keuangan publikasi tahunan 3. Laporan tahunan 4. Laporan tata kelola perusahaan Untuk meningkatkan kinerja perusahaan, Bank DKI juga menciptakan komunikasi dua arah antara manajemen dengan karyawan melalui cara berikut:
1. Pertemuan rutin antara manajemen dengan karyawan
65 Pertemuan rutin dilakukan dengan cara kunjungan direksi ke kantor cabang, cabang pembantu, dan kantor kas Bank DKI. 2. Employee gathering Employee gathering dengan karyawan yang dilakukan setiap 6 bulan atau 1 tahun sekali. Hal ini dilakukan agar karyawan saling mengetahui
mengenai
satu
sama
lain
untuk
terciptanya
komunikasi internal yang baik. Dalam sistem komunikasi dan informasi untuk proses pemberian kredit mikro, masih terdapat kelemahan yaitu: 1. Bank DKI tidak melakukan tukar menukar informasi tentang debitur dengan bank lain. Dalam melakukan penilaian debitur sebelum terjadinya persetujuan kredit, Bank DKI hanya melakukan BI Checking dan juga menggali informasi mengenai debitur melalui pihak ketiga. Sebaiknya, Bank DKI melakukan tukar informasi tentang debitur dalam rangka memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain untuk menghindari risiko apabila debitur ternyata memiliki reputasi yang kurang baik, juga supaya penilaian risiko Bank DKI menjadi lebih akurat.
4.2.5
Pemantauan Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan dilaksanakan oleh personel yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoperasian pengendalian, pada waktu yang tepat, untuk menentukan apakah pengendalian internal beroperasi sebagaimana yang diharapkan, dan untuk menentukan apakah pengendalian internal tersebut telah memerlukan perubahan karena terjadinya perubahan keadaan. Pemantauan harus dilaksanakan secara terus menerus terhadap efektivitas keseluruhan pelaksanaan pengendalian internal. Pada proses pemberian kredit mikro di Bank DKI, pemantauan tetap dilakukan setelah kredit dicairkan. Bagian yang melakukan pemantauan terhadap debitur yang telah di cairkan kreditnya adalah relationship and collection dan Grup Audit Internal. Relationship and collection melakukan
66 pemantauan dengan cara melakukan kunjungan berkala kepada debitur untuk mengetahui informasi mengenai keadaan usaha debitur dan apakah kredit yang diberikan digunakan sesuai dengan tujuan dari kredit tersebut. Sedangkan audior internal bertugas untuk mengontrol apakah sudah proses pemberian kredit sudah sesuai dengan aturan yang ada dan apakah benar terdapat nasabah tersebut. Selain itu Grup Audit Internal juga memiliki tugas untuk memantau keefektivitasan sistem pengendalian internal Bank DKI. Manajemen juga melakukan aktivitas pemantauan untuk menilai keefektivitas rancangan dan operasi pengendalian internal pemberian kredit, salah satunya dengan melakukan pertemuan khusus untuk membahas keefektivitasan sistem pengendalian yang dilakukan 2 minggu sekali di unitunit mikro dan 1 bulan sekali untuk rapat secara keseluruhan.