BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Pelaksanaan Penelitian 4.1.1 Pelaksanaan Pre-Test Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pre-test terlebih dahulu sebelum menyebarkan kuesioner yang sebenarnya kepada para responden. Pre-test ini dilakukan untuk menguji konstruk semua peryataan yang peneliti gunakan dalam kuesioner penelitian. Uji pre-test ini dilakukan terhadap 30 responden guna mengetahui validitas dan realibilitas setiap item pernyataan dalam kuesioner penelitian. Uji validitas dan realibilitas ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 11.5 for windows. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur konsistensi dan reliabilitas pernyataan yang terdapat dalam kuesioner penelitian dengan melihat nilai cronbach’s alpha (α) sebesar 0,6. Jika nilai cronbach’s alpha (α) melebihi atau sama dengan 0.6 maka pernyataan-pernyataan tersebut konsisten dan relevan terhadap variabel serta reliable tau dapat diandalkan jika diterapkan pada sampel, tempat, dan waktu pengambilan data yang berbeda (Malhotra, 2007). Uji validitas adalah pengujian yang dilakukan untuk melakukan analisis faktor berdasarkan variabel-variabel yang ada di dalam penelitian ini. Persyaratan untuk uji validitas yaitu nilai Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) sebesar ≥ 0.5. Setelah melakukan pre-test, peneliti mendapatkan 31 butir pernyataan yang teruji memenuhi syarat validitas dan realibilitas yang baik. Dengan demikian, ke-31 pernyataan tersebut dapat dijadikan indikator atau variabel teramati untuk mengukur empat variabel laten yang akan dianalisis dalam penelitian ini.
48
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
49
4.1.2 Pelaksanaan Survei Ukuran sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah 158 responden yang merupakan karyawan perusahaan media baik media cetak maupun elektronik di wilayah DKI Jakarta yang telah bekerja setidaknya enam bulan dalam perusahaan tersebut. Periode penyebaran kuesioner dilakukan mulai dari bulan April 2009. Peneliti menyebarkan kuesioner dengan mendatangi perusahaan media sebelum terlebih dahulu menghubungi pihak terkait untuk meminta izin penyebaran kuesioner penelitian. Sistem penyebaran kuesioner dilakukan secara random oleh pihak perusahaan dan diberikan langsung kepada responden yang memenuhi persyaratan peneliti, yakni telah bekerja selama setidaknya enam bulan dalam perusahaan tersebut. Peneliti menyebarkan kuesioner kepada responden sebanyak 205 kuesioner yang terbagi dalam beberapa perusahaan media baik media cetak maupun elektronik. Sumber responden dalam penelitian ini ialah enam perusahaan media elektronik seperti stasiun televisi maupun radio, dan delapan perusahaan media cetak baik koran maupun majalah. Akan tetapi, karena keterbatasan waktu penelitian, peneliti hanya mendapatkan 158 kuesioner yang dapat diikutsertakan dalam pengujian. Sebanyak 47 eksemplar kuesioner tidak dapat diikutsertakan dalam pengujian selanjutnya karena beberapa sebab, 20 eksemplar kuesioner tidak memenuhi syarat atas screening test yang dilakukan peneliti, dan 27 eksemplar kuesioner ada responden yang tidak mengembalikan kuesioner dengan alasan hilang dan lain sebagainya. Dengan data yang telah terkumpul, peneliti mengolah data dengan menggunakan program SPSS 11.5 untuk mengetahui tabel frekuensi mengenai profil responden. Sedangkan untuk mengukur model dan menguji hipotesis, peneliti menggunakan program Lisrel 8.7.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
50
4.2 Profil Responden 4.2.1 Jenis Kelamin Dari 158 responden yang diteliti, responden pria berjumlah 58 orang atau sebesar 36,7% dan responden wanita berjumlah 100 orang atau 63,3%. Dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini responden wanita lebih banyak daripada responden pria. Dari hasil ini, bisa disimpulkan bahwa dalam beberapa perusahaan media khususnya pada departemen (tim) kreatif, terdapat lebih banyak karyawan wanita daripada karyawan pria. Profil data jenis kelamin responden dapat dilihat lebih jelas pada lampiran 3.
4.2.2 Usia Dari keseluruhan responden yang diteliti dalam penelitian ini, peneliti mengklasifikasi responden dalam empat kelompok usia, yaitu : 1. Kurang dari 25 tahun ( < 25 tahun ) 2. 25 – 30 tahun 3. 31 – 35 tahun 4. Lebih dari 35 tahun ( > 35 tahun ) Dari total responden yang diteliti, responden yang masuk kelompok usia yang kurang dari 25 tahun sebanyak 58 orang atau 36,7%. Responden yang masuk kelompok usia 25 – 30 tahun sebanyak 75 orang atau 47,5%. Responden yang masuk kelompok 31 – 35 tahun sebanyak 23 orang atau 14,6%. Dan, responden yang masuk kelompok usia lebih dari 35 tahun sebanyak 2 orang atau 1.3%. Gambaran komposisi usia responden yang diteliti dalam penelitian ini dapat dilihat lebih jelas pada lampiran 3.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
51
4.3 Metode Estimasi Metode estimasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah Maximum Likehood, yakni estimasi pada satu variabel teramati diwakili oleh lima respoden sehingga jumlah responden yang diteliti haruslah memenuhi syarat n (jumlah variabel teramati) x 5. Dalam penelitian ini, terdapat 31 variabel teramati. Untuk itu, peneliti melakukan penelitian setidaknya terhadap 155 responden.
4.4 Spesifikasi Model Struktural Bentuk umum Structural Equation Modeling (SEM) ialah penggabungan dari persamaan matematika dari model pengukuran dengan model kesalahan struktural secara lengkap (Wijanto, 2007). Persamaan matematika model dalam penelitian ini adalah : ETA1 = GAMMA11 x KSI1+ ZETA1 atau η1 = γ11 x ξ1+ ζ 1
Persamaan 4.1
ETA2 = GAMMA21 x KSI1+ ZETA2 atau η2 = γ21 x ξ1+ ζ 2
Persamaan 4.2
ETA3 = BETA31 x ETA1 + BETA32 x ETA2+ ZETA3 atau η3 =
β31 x η1 + β32 x η2+ ζ 3
Persamaan 4.3
Keterangan: a. Variabel: KSI1 (γ11) = variabel laten eksogen gaya kepemimpinan ETA1 (η1) = variabel laten endogen pemikiran kreatif ETA2 (η2) = variabel laten endogen motivasi intrinsik Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
52
ETA3 (η3) = variabel laten endogen kreativitas b. Parameter regresi GAMMA11 (γ11) = regresi variabel laten endogen pemikiran kreatif menuju variabel laten eksogen gaya kepemimpinan GAMMA21 (γ21) = regresi variabel laten endogen motivasi intrinsik menuju variabel laten eksogen gaya kepemimpinan BETA31 (β31) = regresi variabel laten endogen pemikiran kreatif menuju variabel laten endogen kreativitas BETA32 (β32) = regresi variabel laten endogen motivasi intrinsik menuju variabel laten endogen kreativitas. c. Kesalahan (error) ZETA1 (ζ 1) = kesalahan variabel endogen pemikiran kreatif ZETA2 (ζ 2) = kesalahan variabel endogen motivasi intrinsik ZETA3 (ζ 3) = kesalahan variabel endogen kreativitas
4.5 Confirmatory Factor Analysis (CFA) Model pengukuran memodelkan hubungan antara variabel laten dengan variabel-variabel teramati. Hubungan ini bersifat reflektif, dimana variabel-variabel teramati merupakan refleksi dari variabel laten terkait. Dalam SEM, hubungan ini bersifat con-generic, yaitu satu variabel teramati hanya mengukur atau merefleksikan sebuah variabel laten. Model pengukuran berusaha untuk mengkonfirmasikan apakah variabelvariabel teramati tersebut memang merupakan ukuran atau refleksi dari sebuah Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
53
variabel laten. Oleh karena itu, analisis model pengukuran ini disebut juga sebagai Confirmatory Factor Analysis (CFA). Hasil akhir CFA yang diperoleh melalui uji kecocokan keseluruhan model, analisis validitas model dan analisis realibilitas model (Wijanto, 2007). 4.5.1 Analisis Offending Estimate Berdasarkan hasil olahan peneliti dengan menggunakan Lisrel 8.7, semua variabel teramati tidak ada yang memiliki nilai negative error variance dan standardized loading factors > 1.0 dan juga tidak memiliki nilai standard error yang besar. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel teramati dalam penelitian ini telah memenuhi syarat yang baik dengan tidak adanya offending estimate sehingga pengujian selanjutnya dapat dilanjutkan. 4.5.2 Uji Validitas dan Realibilitas Analisis validitas model pengukuran pada tahap pertama CFA ini dilakukan dengan memeriksa apakah (a) t-value dari standardized loading factor dari variabel teramati dalam model memenuhi syarat yang baik yakni ≥ 1.96, dan (b) standardized loading factor dari variabel-variabel teramati dalam model telah memenuhi syarat yang baik yakni ≤ 0.70 atau sesuai pendapat Igbaria et.al., (1997) yakni ≤ 0.50. Analisis realbilitas model pengukuran dilakukan dengan menghitung nilai construct realibility (CR) dan variance extracted (VE) dari nilai standardized loading factors, dan error variance dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Persamaan 4.4
Persamaan 4.5
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
54
Keterangan : Σ
= jumlah keseluruhan
Std.loading
= standardized loading factors (muatan faktor standar)
ej
= kesalahan (error)
a. Validitas dan Realibilitas Variabel Gaya Kepemimpinan Variabel laten gaya kepemimpinan diukur dari 19 variabel teramati. Dari semua variabel teramati tersebut di atas, diketahui bahwa semua variabel teramati memenuhi syarat validitas, dimana loading factors ≥ 0.50 dan t-value ≥ 1.96 kecuali variabel teramati atau indikator gaya kepemimpinan yakni kepemimpinan transaksional poin 9 (KTS9) dan kepemimpinan transaksional poin 10 (KTS10). Kedua variabel ini tidak memenuhi syarat validitas karena meskipun keduanya memiliki t-value ≥ 1.96, kedua variabel ini tidak memiliki loading factors ≥ 0.50, dimana KTS9 memiliki loading factor 0.40 dan KTS10 memiliki loading factor 0.49, sehingga tidak memenuhi standar SLF yang baik untuk uji validitas. Untuk itu, peneliti menghilangkan variabel tersebut agar data yang diteliti memenuhi syarat validitas secara sempurna. Setelah menguji validitas, peneliti melakukan uji realibilitas dengan menghitung nilai Construct Realibility (CR) dan Variance Extracted (VE) pada semua variabel teramati untuk variabel laten gaya kepemimpinan. Hasil yang diperoleh dari penghitungan tersebut ialah seluruh variabel teramati yang dipakai untuk mengukur variabel laten gaya kepemimpinan memenuhi syarat realibilitas yang baik. Hal ini terlihat jelas dari nilai CR sebesar 0.95 yang telah memenuhi syarat ketentuan realibilitas, dimana nilai CR ≥ 0.70. Selain dengen melihat nilai CR, uji realibilitas dapat dilakukan dengan menggunakan cara lain, yakni dengan melihat nilai variance extracted (VE). Metode ini bukanlah metode yang harus dilakukan untuk menguji realibilitas, akan tetapi peneliti juga menggunakan variance extracted Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
55
untuk menguji realibilitas variabel teramati dalam penelitian ini. Dan diketahui dari tabel di atas bahwa nilai VE yang dimiliki sebesar 0.52, dimana nilai ini telah memenuhi syarat ketentuan realibilitas yaitu nilai VE ≥ 0.50. Oleh karena peneliti menghilangkan variabel teramati KTS9 dan KTS10 karena keduanya tidak memenuhi syarat validitas maka peneliti melakukan kembali pengolahan data CFA untuk menguji validitas dan realibilitas. Setelah dilihat, terdapat perubahan nilai loading factor pada tiap variabel teramati dibandingkan dengan hasil pengolahan sebelum kedua variabel tersebut dihilangkan. Akan tetapi, data yang diperoleh menunjukkan bahwa semua nilai loading factor pada tiap variabel telah memenuhi syarat validitas yang baik yakni ≥ 0.70 atau 0.50 (Igbaria et.al., 1997). Untuk realibilitas, peneliti kembali menghitung nilai CR dan VE dari ke-17 variabel teramati yang tersisa setelah proses penghilangan model KTS9 dan KTS10. Nilai CR yang didapat ialah 0.95 dan nilai VE yang diperoleh ialah 0.56. Hasil ini menunjukkan bahwa ke-17 variabel teramati ini telah memenuhi syarat realibilitas yang baik, dimana nilai CR ≥ 0.70 dan nilai VE ≥ 0.50. Data mengenai analisis validitas dan realibilitas variabel gaya kepemimpinan yang awal dan setelah adanya penghilangan variabel KTS9 dan KTS10 ditampilkan pada lampiran 5 . b. Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Pemikiran Kreatif Variabel pemikiran kreatif diukur dari empat indikator atau variabel teramati. Apabila dilihat dari t-value, semua indikator atau variabel teramati tersebut memiliki syarat validitas yang baik karena semua variabel teramati memiliki nilai t ≥ 1.96. Dari keempat variabel teramati tersebut, variabel teramati atau indikator pemikiran kreatif poin ketiga (PK3) tidak memenuhi syarat validitas yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai loading factor PK3 sebesar 0.25, dimana nilai tersebut di bawah persyaratan nilai SLF yang baik yakni 0.50. Oleh karena itu, peneliti menghilangkan variabel PK3 dari model.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
56
Peneliti juga menguji realibilitas keempat variabel teramati yang digunakan untuk mengukur variabel laten pemikiran kreatif.
Uji realibilitas yang dilakukan
ialah dengan menghitung nilai CR dan nilai VE dari keempat variabel tersebut. Hasil yang diperoleh ialah nilai CR sebesar 0.72 dan nilai VE sebesar 0.42. Nilai VE yang diperoleh lebih kecil dari persyaratan realibilitas (VE ≥ 0.50) tetapi berdasarkan teori Hair (1998) yang menyatakan bahwa VE bersifat optional dalam penelitian untuk mengukur realibilitas maka peneliti memfokuskan uji realibilitas variabel teramati pada variabel pemikiran kreatif pada nilai CR, dimana nilai CR yang diperoleh telah memenuhi syarat realibilitas (CR ≥ 0.70). Setelah melakukan penghilangan variabel PK3 dari keempat variabel teramati, terjadi perubahan pada loading factor pada tiap variabel teramati. Dari perubahan loading factor tersebut, peneliti menguji kembali validitas dan realibilitasnya. Ketiga variabel tearmati yang tersisa memiliki nilai loading factor yang lebih dari 0.50 sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga variabel teramati atau indikator ini dikatakan memenuhi syarat validitas yang baik dan dapat dikatakan valid. Ketiga variabel teramati yang tersisa juga duji realibilitasnya dengan menghitung nilai CR dan VE. Hasil yang diperoleh ialah nilai CR sebesar 0.78 dan nilai VE sebesar 0.55. Keduanya menunjukkan bahwa ketiga variabel teramati ini memiliki realibilitas yang baik karena memenuhi syarat realibilitas yang baik, dimana CR ≥ 0,70 dan VE ≥ 0,50. Data mengenai analisis validitas dan realibilitas variabel pemikiran kreatif yang awal dan setelah adanya penghilangan variabel PK3 ditampilkan pada lampiran 5. c. Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Motivasi Intrinsik Variabel motivasi intrinsik diukur dari tiga indikator atau variabel teramati. Ketiga variabel teramati tersebut memiliki nilai loading factor ≥ 0.50, dimana variabel teramati atau indikator motivasi intrinsik poin pertama (MI1) yang memiliki nilai sebesar 0.84, MI2 sebagai notasi variabel teramati motivasi intrinsik kedua yang memiliki nilai sebesar 0.83, dan MI3 sebagai notasi variabel teramati motivasi Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
57
intrinsik ketiga memiliki nilai sebesar 0.64. Selain itu, ketiga variabel teramati ini memiliki t-value ≥ 1.96, dimana pada hasil olahan Lisrel 8.7 t-value yang dimiliki MI1 digambarkan dengan garis putus-putus yang menandakan bahwa variabel teramati yang digunakan untuk merefleksikan motivasi intrinsik sudah memenuhi syarat t-value yang ditetapkan dalam program Lisrel, MI2 memiliki t-value sebesar 9.82 dan MI3 memiliki t-value sebesar 7.88. Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga variabel teramati tersebut sudah memenuhi syarat validitas yang baik dan dapat dikatakan valid untuk merefleksikan variabel motivasi intrinsik. Untuk menguji realibilitas ketiga variabel teramati ini, maka peneliti melakukan penghitungan construct realibility (CR) dan variance extracted (VE) pada ketiga variabel teramati tersebut. Hasil CR yang diperoleh ialah 0.82 dan nilai VE sebesar 0.6, dimana hasil ini membuktikan bahwa ketiga variabel teramati telah memenuhi syarat realibilitas yang baik (CR ≥ 0.70 dan VE ≥ 0.50) sehingga ketiga variabel teramati tersebut dapat dikatakan realible dan dapat menghasilkan hasil yang konsisten meskipun digunakan dalam penelitian yang lain. Data mengenai analisis validitas dan realibilitas variabel motivasi intrinsik ditampilkan pada lampiran 5. d. Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Kreativitas Variabel laten kreativitas diukur dengan menggunakan lima indikator atau variabel teramati. Kelima variabel teramati tersebut terbukti memiliki validitas yang baik atau bias dikatakan kelima variabel tersebut dinilai valid untuk merefleksikan variabel laten kreativitas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai loading factor yang dimiliki kelima variabel teramati tersebut yang telah memenuhi syarat validitas yang baik, yakni loading factor ≥ 0.50. Hal ini dilihat dari nilai variabel teramati untuk kreativitas yang pertama (K1) dan notasi K digunakan peneliti sebagai notasi variabel teramati untuk variabel laten kreativitas selanjutnya, ialah sebesar 0.75. Selanjutnya untuk nilai K2 sebesar 0.82, K3 sebesar 0.77, K4 sebesar 0.76, dan K5 sebesar 0.75. Selain itu, validitas kelima variabel teramati tersebut juga dapat dilihat dari t-value yang dimiliki oleh masing-masing variabel teramati yang telah memenuhi syarat Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
58
validitas yang baik ( t-value ≥ 1.96). Hal ini dilihat dari t-value K1 yang ditunjukkan oleh hasil olahan Lisrel 8.7 yang berupa garis putus-putus yang berarti bahwa variabel teramati tersebut memang sudah memenuhi syarat validitas yang baik berdasarkan t-value. Kemudian t-value K2 sebesar 0.82, t-value K3 sebesar 0.77, tvalue K4 sebesar 0.76, dan t-value K5 sebesar 0.75. Untuk mengukur realibilitas kelima variabel teramati tersebut, peneliti melakukan penghitungan construct realibility (CR) dan variance extracted (VE). Kelima variabel teramati memiliki nilai CR dan VE yang telah memenuhi syarat realibilitas yang baik (CR ≥ 0.70 dan VE ≥ 0.50). Hal ini terlihat dari hasil nilai CR dari kelima variabel teramati tersebut sebesar 0.88 dan nilai VE yang diperoleh dari penghitungan ialah sebesar 0.59. Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa kelima variabel teramati tersebut realible dan dapat memberikan hasil yang konsisten terhadap variabel kreativitas. Data mengenai analisis validitas dan realibilitas variabel kreativitas ditampilkan pada lampiran 5. 4.6 Second Order Confirmatory Factor Analysis (2ndCFA) Second order confirmatory factor analysis ialah model pengukuran yang terdiri dari dua tingkat, dimana tingkat pertama adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel teramati sebagai indikator-indikator dari variabel laten terkait sedangkan tingkat kedua ialah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten pada tingkat pertama sebagai indikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua. Pada CFA tingkat pertama, peneliti mengukur validitas dan realibilitas dari variabel-variabel teramati terhadap variabel laten yang ingin diukur dalam penelitian ini. Setelah dipastikan bahwa kecocokan model fit (baik). Terakhir, dilakukan pengujian kecocokan model struktural yang akan menguji hipotesis penelitian dengan mengevaluasi nilai t-value pada model strukturalnya yaitu ≥ 1.96.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
59
4.6.1 Analisis Kecocokan Keseluruhan Model Uji kecocokan keseluruhan model atau overall model fit berkaitan dengan analisis terhadap Goodness of Fit statistic (GOF) statistic yang dihasilkan oleh program Lisrel 8.7. Dengan menggunakan pedoman ukuran-ukuran GOF pada lampiran 2 dan hasil Goodness of Fit statistic (GOF) pada dilampiran 6. Dari hasil olahan peneliti dengan menggunakan program Lisrel 8.7, peneliti membagi hasil olahan tersebut ke dalam tujuh kelompok. Kelompok 1 terdiri dari nilai chi-square dan Non-centrality Parameter (NCP). e. Nilai chi-square (df =346) adalah 978.41 dan p=0.00. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai chi-square yang didapat sangat besar sedangkan yang diharapkan ialah nilai chi-square yang kecil dan p > 0.05. Berdasarkan nilai chi-square yang diperoleh tersebut maka dapat dikatakan kecocokan keseluruhan model kurang baik. f. NCP = 632.41. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai NCP yang diperoleh cukup besar dan nilai 90% confident interval dari NCP = (542.83 : 729.62) merupakan interval yang lebar. Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik. Kelompok 2 mencakup mengenai Root Mean Square Error Approximation (RMSEA). •
RMSEA = 0.11 > 0.100 yang menunjukkan kecocokan keseluruhan model yang kurang baik. Hal ini dikarenakan nilai RMSEA ini tidak memenuhi syarat RMSEA dikatakan close fit, dimana nilai RMSEA < 0.05 ataupun good fit, dimana nilai RMSEA berada diantara 0.05 dengan 0,100 (0.05 < RMSEA ≤ 0.100).
•
90% confident interval dari RMSEA = (0.100 ; 0.12), dan nilai RMSEA adalah 0.11. Hal ini menunjukkan bahwa nilai RMSEA berada di antara interval dan menunjukkan bahwa estimasi nilai RMSEA mempunyai presisi yang baik (good degree of precision).
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
60
•
P-value for test of close fit (RMSEA < 0.05) = 0.00 < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik. Hal ini karena p-value yang diharapkan untuk test of close fit adalah ≥ 0.50. Kelompok 3 mencakup mengenai Expected Cross-Validation Index (ECVI).
•
ECVI digunakan untuk perbandingan model. Untuk sebuah model, kecocokan model diuji melalui ECVI saturated dan ECVI independence karena ECVI saturated model mewakili best fit dan ECVI independence model mewakili worst fit. Hasil olahan peneliti menggunakan Lisrel, diketahui bahwa nilai ECVI ialah sebesar 7.00, ECVI saturated model sebesar 6.43, dan ECVI independence model sebesar 7.62. Dari hasil ini, dapat dilihat bahwa nilai ECVI lebih condong dekat dengan ECVI saturated model. Hal ini dapat dikuatkan dengan mengasumsi jarak antara ECVI saturated model dengan ECVI independence model adalah 100. Lalu, peneliti menghitung jarak ECVI model yang diperoleh ke ECVI saturated model dengan cara : (7.00 - 6.43) * 100 = 47.89 (7.62 – 6.43) Kemudian, peneliti menghitung jarak ECVI model ke ECVI independence model dengan cara : 100 – 47.89 = 52.11 Dari kedua hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa ECVI model lebih dekat ke ECVI saturated model dibandingkan dengan ECVI ke independence model karena jarak ECVI model ke saturated model (47.89) lebih kecil dari jarak ECVI model ke ECVI independence model (52.11). Hasil tersebut menunjukkan bahwa dari ECVI kecocokan keseluruhan model adalah baik. Selain itu, ECVI model berada dalam 90% confidence interval yang menunjukkan estimasi nilai ECVI mempunyai presisi yang baik (good degree of precision). Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
61
Kelompok 4 mencakup analisis Akaike Information Criterion (AIC) dan Consistent Akaike Information Criterion (CAIC). Seperti halnya ECVI, AIC juga digunakan untuk perbandingan model. •
AIC model adalah 1098.41, sedangkan AIC saturated model ialah 812.00 dan AIC independence model ialah 9983.45. Seperti halnya pada ECVI, peneliti melakukan penghitungan mengenai jarak AIC model pada AIC saturated model dengan mengasumsikan jarak antara AIC saturated model ke AIC independence model sebesar 100. Perhitungannya adalah sebagai berikut : (1098.41 – 812.00) * 100 = 3.12 (9983.45 – 812.00) Kemudian, peneliti menghitung jarak antara AIC model dengan AIC independence model dengan cara : 100 – 3.12 = 96.88 Kedua hasil ini menunjukkan bahwa jarak AIC model sangat dekat dengan AIC saturated model dibandingkan dengan dengan AIC independence model karena jarak AIC model ke AIC saturated model (3.12) lebih kecil daripada ke AIC independence model (96.88). Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model ialah baik.
•
Demikian halnya dengan AIC, penghitungan jarak CAIC model ke CAIC saturated model dan CAIC independence model dengan mengasumsikan jarak antara CAIC saturated model ke CAIC independence model adalah 100. Jarak antara CAIC model ke CAIC saturated model ialah : (1342.16 – 2461.41) * 100 = 14.65 (10097.20 – 2461.41) Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
62
Hasil ini menunjukkan nilai yang berarti CAIC model berada lebih dekat dengan CAIC saturated model daripada CAIC independence model. Hal ini berarti bahwa dari CAIC kecocokan keseluruhan model baik. Kelompok 5 terdiri dari Parsimonious Normed Fit Index (PNFI) dan GOF indices (GOFI). PNFI dan GOFI digunakan untuk perbandingan model. GOFI dikenal sebagai ‘magic 0.90’ yang berarti bahwa GOFI ≥ 0.90 menunjukkan kecocokan keseluruhan model yang baik. Nilai-nilai GOFI yang diperoleh dari hasil olahan Lisrel adalah : •
Normed Fit Index (NFI) = 0.91 Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik karena hasil NFI telah memenuhi syarat kecocokan model yang baik, yakni NFI ≥ 0.90.
•
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.94 Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik karena hasil NNFI telah memenuhi syarat kecocokan model yang baik, yakni NNFI ≥ 0.90.
•
Comparative Fit Index (CFI) = 0.94 Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik karena hasil CFI telah memenuhi syarat kecocokan model yang baik, yakni CFI ≥ 0.90.
•
Incremental Fit Index (IFI) = 0.94 Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik karena hasil IFI telah memenuhi syarat kecocokan model yang baik, yakni IFI ≥ 0.90.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
63
•
Relative Fit Index (RFI) = 0.90 Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik karena hasil RFI telah memenuhi syarat kecocokan model yang baik, yakni RFI ≥ 0.90. Kelompok 6 terdiri dari Critical N (CN), dimana nilai CN harus ≥ 200 agar
sebuah model dapat dikatakan cukup merepresentasikan data sampel atau ukuran sampel mencukupi untuk mengahasilkan model fit menggunakan Chi-square test. Pada penelitian ini, hasil olahan Lisrel menunjukkan nilai CN adalah 72.92 yang artinya kecocokan keseluruhan model kurang baik. Kelompok 7 terdiri dari Root Mean Square Residual (RMR), Goodness of Fit Index (GFI), Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI), dan Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI). •
Standardized RMR = 0.11. Nilai standardized RMR yang diperoleh lebih besar dari 0.05. Hasil ini tidak memenuhi syarat kecocokan model yang baik, yakni nilai standardized RMR ≤
0.05 sehingga dapat dikatakan dari
standardized RMR kecocokan keseluruhan model kurang baik. •
Nilai GFI yang diperoleh ialah 0.69. Nilai ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik karena nilai GFI ≤ 0.90.
•
Nilai AGFI yang diperoleh ialah 0.64. Nilai ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik karena nilai AGFI ≤ 0.90.
•
Nilai PGFI adalah 0.59 yang digunakan untuk perbandingan model. Keseluruhan hasil analisis kecocokan keseluruhan model di atas dapat
dirangkum pada tabel di bawah ini.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
64
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kecocokan Keseluruhan Model Penelitian Ukuran GOF
Target Kecocokan
Hasil Estimasi
Chi-square
Nilai yang kecil
X2 = 978.41
P
p > 0.05
(p = 0.00)
NCP
Nilai yang kecil
632.41
Interval
Interval yang sempit
(542.83 ; 729.62)
RMSEA p (close fit)
RMSEA ≤ 0.08
0.11
p ≥ 0.50
p = 0.00
Nilai yang kecil dan dekat dengan ECVI saturated
Model = 7.00
ECVI
Tingkat Kecocokan Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik (good fit)
Saturated = 6.43 Independence = 7.62
AIC
Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated
Model = 1098.41
Baik (good fit)
Saturated = 812.00 Independence = 9983.45
CAIC
Nilai yang kecil dan dekat dengan CAIC saturated
Model = 1342.16
Baik (good fit)
Saturated = 2461.41 Independence=10097.20
NFI
NFI ≥ 0.90
0.91
Baik (good fit)
NNFI
NNFI ≥ 0.90
0.94
Baik (good fit)
CFI
CFI ≥ 0.90
0.94
Baik (good fit)
IFI
IFI ≥ 0.90
0.94
Baik (good fit)
RFI
RFI ≥ 0.90
0.90
Baik (good fit)
CN
CN ≥ 200
72.92
Kurang baik
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
65
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kecocokan Keseluruhan Model Penelitian (lanjutan) Ukuran GOF
Target Kecocokan
Hasil Estimasi
Tingkat Kecocokan
RMR
Standardized RMR ≤ 0.05
0.11
Kurang baik
GFI
GFI ≥ 0.90
0.69
Kurang baik
AGFI
AGFI ≥ 0.90
0.64
Kurang baik
Sumber: Data hasil olahan peneliti (2009)
Dari tabel di atas, dapat diihat bahwa terdapat tujuh ukuran Goodness of Fit yang menunjukkan kecocokan yang kurang baik dan delapan ukuran GOF yang menunjukkan kecocokan yang baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik.
4.6.2 Perbandingan Model Untuk membuktikan bahwa hubungan gaya kepemimpinan dengan kreativitas karyawan dimediasi oleh pengaruh pemikiran kreatif dan motivasi intrinsik, peneliti perlu menganalisa hubungan gaya kepemimpinan dengan kreativitas karyawan secara langsung tanpa adanya pengaruh mediasi. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Chen, Li, dan Tang (2007), model penelitian dibandingkan dengan model pembanding dimana model pembanding merupakan model penelitian yang ditambahkan dengan adanya hubungan langsung antara gaya kepemimpinan dengan kreativitas. Hal ini dilakukan untuk menganalisis apakah hubungan gaya kepemimpinan dengan kreativitas karyawan perlu dimediasi oleh variabel pemikiran kreatif dan motivasi intrinsik. Oleh karena itu, peneliti menganalisis kembali kecocokan model pada model pembanding tersebut. Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
66
Seperti halnya pada model penelitian, analisis kecocokan model pembanding dibagi ke dalam tujuh kelompok. Kelompok pertama, merupakan chi-square dan pvalue. Pada model pembanding, diketahui bahwa nilai chi-square ialah sebesar 975.56 dan nilai p sebesar 0.0. Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan model pembanding kurang baik karena tidak memenuhi syarat kecocokan model, yakni nilai chi-square yang kecil dan nilai p > 0.05. Selain itu, pada kelompok pertama diketahui bahwa nilai NCP yang diperoleh ialah sebesar 630.56 dan interval yang lebar (541.12 ; 727.63). Hasil ini juga menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model pembanding ini kurang baik karena nilai NCP yang diperoleh cukup besar dan intervalnya tidak sempit. Kelompok 2 mencakup mengenai Root Mean Square Error Approximation (RMSEA). •
RMSEA = 0.11 > 0.100 yang menunjukkan kecocokan keseluruhan model yang kurang baik. Hal ini dikarenakan nilai RMSEA ini tidak memenuhi syarat RMSEA dikatakan close fit, dimana nilai RMSEA < 0.05 ataupun good fit, dimana nilai RMSEA berada diantara 0.05 dengan 0,100 (0.05 < RMSEA ≤ 0.100).
•
90% confident interval dari RMSEA = (0.100 ; 0.12), dan nilai RMSEA adalah 0.11. Hal ini menunjukkan bahwa nilai RMSEA berada di antara interval dan menunjukkan bahwa estimasi nilai RMSEA mempunyai presisi yang baik (good degree of precision).
•
P-value for test of close fit (RMSEA < 0.05) = 0.00 < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik. Hal ini karena p-value yang diharapkan untuk test of close fit adalah ≥ 0.50. Kelompok 3 mencakup mengenai Expected Cross-Validation Index (ECVI).
•
ECVI digunakan untuk perbandingan model. Untuk sebuah model, kecocokan model diuji melalui ECVI saturated dan ECVI independence karena ECVI saturated model mewakili best fit dan ECVI independence model mewakili worst fit. Hasil olahan peneliti menggunakan Lisrel, diketahui bahwa nilai Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
67
ECVI ialah sebesar 6.99, ECVI saturated model sebesar 5.17, dan ECVI independence model sebesar 23.13. Dari hasil ini, dapat dilihat bahwa nilai ECVI lebih condong dekat dengan ECVI saturated model. Hal ini dapat dikuatkan dengan mengasumsi jarak antara ECVI saturated model dengan ECVI independence model adalah 100. Lalu, peneliti menghitung jarak ECVI model yang diperoleh ke ECVI saturated model dengan cara : (6.99 – 5.17) * 100 = 10.13 (23.13 – 5.17) Kemudian, peneliti menghitung jarak ECVI model ke ECVI independence model dengan cara : 100 – 10.13 = 89.87 Dari kedua hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa ECVI model lebih dekat ke ECVI saturated model daripada ke ECVI independence model karena jarak ECVI model ke saturated model (10.13) lebih kecil dari jarak ECVI model ke ECVI independence model (89.87). Hasil tersebut menunjukkan bahwa dari ECVI kecocokan keseluruhan model adalah baik. Selain itu, ECVI model berada dalam 90% confidence interval yang menunjukkan estimasi nilai ECVI mempunyai presisi yang baik (good degree of precision). Kelompok 4 mencakup analisis Akaike Information Criterion (AIC) dan Consistent Akaike Information Criterion (CAIC). Seperti halnya ECVI, AIC juga digunakan untuk perbandingan model. •
AIC model adalah 1097.56, sedangkan AIC saturated model ialah 812.00 dan AIC independence model ialah 3631.00. Seperti halnya pada ECVI, peneliti melakukan penghitungan mengenai jarak AIC model pada AIC saturated model dengan mengasumsikan jarak antara AIC saturated model ke AIC independence model sebesar 100. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
68
(1097.56 – 812.00) * 100 = 10.12 (3631.00 – 812.00) Kemudian, peneliti menghitung jarak antara AIC model dengan AIC independence model dengan cara : 100 – 3.12 = 89.88 Kedua hasil ini menunjukkan bahwa jarak AIC model sangat dekat dengan AIC saturated model dibandingkan dengan dengan AIC independence model karena jarak AIC model ke AIC saturated model (10.12) lebih kecil daripada ke AIC independence model (89.88). Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model ialah baik. •
Demikian halnya dengan AIC, penghitungan jarak CAIC model ke CAIC saturated model dan CAIC independence model dengan mengasumsikan jarak antara CAIC saturated model ke CAIC independence model adalah 100. Jarak antara CAIC model ke CAIC saturated model ialah : (1345.38 – 2461.41) * 100 = 86.96 (absolut) (3744.75 – 2461.41) Hasil ini menunjukkan nilai yang berarti CAIC model berada jauh dengan CAIC saturated model daripada CAIC independence model. Hal ini berarti bahwa dari CAIC kecocokan keseluruhan model baik. Kelompok 5 terdiri dari Parsimonious Normed Fit Index (PNFI) dan GOF
indices (GOFI). PNFI dan GOFI digunakan untuk perbandingan model. GOFI dikenal sebagai ‘magic 0.90’ yang berarti bahwa GOFI ≥ 0.90 menunjukkan kecocokan keseluruhan model yang baik. Nilai-nilai GOFI yang diperoleh dari hasil olahan Lisrel adalah : Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
69
•
Normed Fit Index (NFI) = 0.75 Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah kurang baik karena hasil NFI tidak memenuhi syarat kecocokan model yang baik, yakni NFI ≥ 0.90.
•
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.81 Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah cukup baik (marginal fit) karena hasil NNFI tidak memenuhi syarat kecocokan model yang baik, yakni NNFI ≥ 0.90, namun memenuhi syarat kecocokan model yang dikatakan cukup baik (marginal fit), yakni 0.80 ≤ NNFI ≤ 0.90.
•
Comparative Fit Index (CFI) = 0.83 Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah cukup baik (marginal fit) karena hasil CFI telah memenuhi syarat kecocokan model yang cukup baik (marginal fit), yakni 0.80 ≤ CFI ≤ 0.90.
•
Incremental Fit Index (IFI) = 0.83 Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah cukup baik (marginal fit) karena hasil IFI telah memenuhi syarat kecocokan model yang cukup baik (marginal fit), yakni 0.80 ≤ CFI ≤ 0.90.
•
Relative Fit Index (RFI) = 0.73 Hasil ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah kurang baik karena hasil RFI tidak memenuhi syarat kecocokan model yang baik, yakni RFI ≥ 0.90. Kelompok 6 terdiri dari Critical N (CN), dimana nilai CN harus ≥ 200 agar
sebuah model dapat dikatakan cukup merepresentasikan data sampel atau ukuran sampel mencukupi untuk mengahasilkan model fit menggunakan Chi-square test. Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
70
Pada penelitian ini, hasil olahan Lisrel menunjukkan nilai CN adalah 72.89 yang artinya kecocokan keseluruhan model kurang baik. Kelompok 7 terdiri dari Root Mean Square Residual (RMR), Goodness of Fit Index (GFI), Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI), dan Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI). •
Standardized RMR = 0.11. Nilai standardized RMR yang diperoleh lebih besar dari 0.05. Hasil ini tidak memenuhi syarat kecocokan model yang baik, yakni nilai standardized RMR ≤
0.05 sehingga dapat dikatakan dari
standardized RMR kecocokan keseluruhan model kurang baik. •
Nilai GFI yang diperoleh ialah 0.69. Nilai ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik karena nilai GFI ≤ 0.90.
•
Nilai AGFI yang diperoleh ialah 0.64. Nilai ini menunjukkan bahwa kecocokan keseluruhan model kurang baik karena nilai AGFI ≤ 0.90.
•
Nilai PGFI adalah 0.59 yang digunakan untuk perbandingan model. Keseluruhan analisis model pembanding di atas, dirangkum dalam tabel di
bawah ini. Tabel 4.2 Hasil Analisis Kecocokan Model Pembanding Ukuran GOF
Target Kecocokan
Hasil Estimasi
Chi-square
Nilai yang kecil
X2 = 975.56
P
p > 0.05
(p = 0.0)
Tingkat Kecocokan Kurang baik
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
71
Tabel 4.2 Hasil Analisis Kecocokan Model Pembanding (lanjutan) Ukuran GOF
Target Kecocokan
Hasil Estimasi
NCP
Nilai yang kecil
630.56
Interval
Interval yang sempit
(541.12 ; 727.63)
RMSEA p (close fit)
RMSEA ≤ 0.08
0.11
p ≥ 0.50
p = 0.00
Nilai yang kecil dan dekat dengan ECVI saturated
Model = 6.99
ECVI
Tingkat Kecocokan Kurang baik
Kurang baik
Baik (good fit)
Saturated = 5.17 Independence = 23.13
AIC
Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated
Model = 1097.56
Baik (good fit)
Saturated = 812.00 Independence 3631.00
CAIC
Nilai yang kecil dan dekat dengan CAIC saturated
=
Model = 1345.38
Kurang baik
Saturated = 2461.41 Independence 3744.75
=
NFI
NFI ≥ 0.90
0.75
Kurang baik
NNFI
NNFI ≥ 0.90
0.81
Cukup baik
CFI
CFI ≥ 0.90
0.83
Cukup baik (marginal fit)
IFI
IFI ≥ 0.90
0.83
Cukup baik (marginal fit)
RFI
RFI ≥ 0.90
0.73
Kurang baik
CN
CN ≥ 200
72.89
Kurang baik Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
72
Tabel 4.2 Hasil Analisis Kecocokan Model Pembanding (lanjutan) Ukuran GOF
Target Kecocokan
Hasil Estimasi
Tingkat Kecocokan
GFI
GFI ≥ 0.90
0.69
Kurang baik
AGFI
AGFI ≥ 0.90
0.64
Kurang baik
Sumber: Data hasil olahan peneliti (2009)
Berdasarkan hasil analisis model pembanding di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua ukuran GOF yang menunjukkan kecocokan yang baik, tiga ukuran GOF yang menunjukkan kecocokan yang cukup baik (marginal fit), dan sepuluh ukuran GOF yang menunjukkan kecocokan yang kurang baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa model pembanding memiliki kecocokan model yang kurang baik. Dari kesimpulan di atas, didapat bahwa kecocokan model penelitian lebih baik daripada model penelitian. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan berhubungan dengan kreativitas apabila mendapat pengaruh mediasi dari pemikiran kreatif dan motivasi intrinsik. Di bawah ini merupakan gambar model penelitian dan model pembanding berdasarkan nilai-t yang diperoleh dari hasil uji dengan menggunakan Lisrel 8.7 yang menguatkan kesimpulan peneliti.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
73
5.94
2.59
Gaya kepemimpinan
4.89
Pemikiran Kreatif
2.13 Motivasi Intrinsik 5.92
5.81 5.68
Kreativitas
4.41
Gambar 4.1 Kerangka Model Penelitian Sumber: Data peneliti (2009)
Pemikiran Kreatif
4.90 2.36 Gaya kepemimpina n
5.94
Motivasi Intrinsik
1.97 5.81 1.38
5.82 4.42
5.42 Kreativitas
Gambar 4.2 Kerangka Model Pembanding Sumber: Data peneliti (2009)
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
74
4.6.3 Analisis Model Struktural Analisis model struktural berhubungan dengang evaluasi terhadap koefisienkoefisien atau parameter-parameter yang menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh satu variabel laten terhadap variabel laten yang lain. Analisis model struktural mencakup t-value dari koefisien atau parameter, nilai koefisien atau parameter, koefisien Determinasi (R2).
4.6.3.1 T-value dari koefisien atau parameter •
Gaya kepemimpinan
Pemikiran Kreatif = 2.59
Nilai ini menunjukkan bahwa variabel laten gaya kepemimpinan terhadap variabel laten pemikiran kreatif memiliki koefisien yang signifikan karena tvalue yang dimiliki > 1.96. •
Gaya kepemimpinan
Motivasi intrinsik = 2.13
Nilai ini menunjukkan bahwa variabel laten gaya kepemimpinan terhadap variabel laten motivasi intrinsik memiliki koefisien yang signifikan karena memiliki t-value > 1.96. •
Pemikiran kreatif
Kreativitas = 5.68
Nilai ini menunjukkan bahwa variabel laten pemikiran kreatif terhadap variabel laten kreativitas memiliki koefisien yang signifikan karena memiliki t-value > 1.96. •
Motivasi intrinsik
Kreativitas = 5.92
Nilai ini menunjukkan bahwa variabel laten motivasi intrinsik terhadap variabel laten kreativitas memiliki koefisien yang signifikan karena memiliki t-value > 1.96.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
75
4.6.3.2 Nilai koefisien atau parameter Berdasarkan estimasi dari hasil olahan Lisrel pada model penelitian, didapatkan nilai koefisien pada hubungan antar variabel-variabel laten ialah sebagai berikut: •
Gaya kepemimpinan
Pemikiran Kreatif = 0.15
•
Gaya kepemimpinan
Motivasi intrinsik = 0.15
•
Pemikiran kreatif
Kreativitas = 0.46
•
Motivasi intrinsik
Kreativitas = 0.36
4.6.3.3 Koefisien Determinasi (R2) Menurut JÖreskog (1971), koefisien determinasi (R2) pada structural equation dalam hasil olahan Lisrel yang terdapat lampiran 6 tidak memiliki interprestasi yang jelas dan untuk menginterprestasikan R2 maka peneliti harus mengambilnya dari reduced form equation, yakni : •
Gaya kepemimpinan
pemikiran kreatif, memiliki koefisien determinasi
2
(R ) sebesar 0.056 atau dapat dikatakan 5.6% dari variasi pada pemikiran kreatif dijelaskan oleh variasi gaya kepemimpinan. •
Gaya kepemimpinan
Motivasi intrinsik, memiliki koefisien determinasi
2
(R ) sebesar 0.035 atau dapat dikatakan bahwa 3.5% dari variasi pada motivasi intrinsik dijelaskan oleh variasi gaya kepemimpinan. •
Gaya kepemimpinan
Kreativitas, memiliki koefisien determinasi (R2)
sebesar 0.048 atau dapat dikatakan bahwa 4.8% dari variasi pada kreativitas dijelaskan oleh variasi gaya kepemimpinan.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
76
Dari keseluruhan hasil analisis model struktural di atas, dapat dirangkum dalam tabel di bawah ini dengan mengaitkan hasil analisis tersebut dengan hipotesishipotesis dari model penelitian : Tabel 4.3 Evaluasi terhadap Koefisien Model Struktural dan Kaitannya dengan Hipotesis Penelitian Hipotesis 1
Path Gaya
kepemimpinan
–
Estimasi
Nilai – t
Kesimpulan
0.15
2.59
Signifikan (Hipotesis 1
Pemikiran Kreatif 2
Gaya
diterima)
kepemimpinan
–
0.15
2.13
Motivasi intrinsik 3
Pemikiran
diterima)
kreatif
–
0.46
5.68
Kreativitas 4
Motivasi
Signifikan (Hipotesis 2
Signifikan (Hipotesis 3 diterima)
intrinsik
–
0.36
5.92
Kreativitas
Signifikan (Hipotesis 4 diterima)
Sumber: Data peneliti (2009)
4.6.3.4 Analisis Hipotesis 1 (H1) Pada analisis model struktural antara variabel gaya kepemimpinan dengan pemikiran kreatif, dapat dilihat bahwa hipotesis pertama, yakni ada hubungan positif antara gaya kepemimpinan dengan pemikiran kreatif, diterima karena t-value yang diperoleh sebesar 2.59 dan koefisien estimasi sebesar 0.15. Nilai tersebut dikatakan signifikan karena t-value > 1.96 dan nilai estimasi yang cukup tinggi menunjukkan adanya hubungan yang positif antara variabel gaya kepemimpinan dengan pemikiran kreatif.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
77
Diterimanya hipotesis 1 ini, memperkuat teori yang dinyatakan oleh Yukl dan Van Fleet (1982) yakni gaya kepemimpinan menentukan bagaimana cara pengikut atau karyawan berpikir mengenai suatu masalah dan menemukan solusi pemecahan masalah tersebut. Pemimpin dapat memberikan stimulus pada karyawan untuk berpikir keluar dari areanya (think out of the box) sehingga karyawan berpikir kreatif dalam menyelesaikan pekerjaannya tanpa merasa takut akan resiko kegagalan yang mungkin terjadi. Peneliti menganalisis bahwa pada perusahaan media baik media cetak maupun elektronik, gaya kepemimpinan seorang atasan memiliki hubungan yang positif terhadap cara karyawan berpikir kreatif dalam melakukan pekerjaannya, dimana pekerjaannya tersebut sangat menuntut kreativitas yang tinggi untuk menghasilkan ide atau karya yang kreatif yang dapat dijual oleh perusahaan sebagai keunggulan kompetitif di tengah persaingan bisnis yang ketat.
4.6.3.5 Analisis Hipotesis 2 (H2) Pada uji analisis model struktural antara variabel laten gaya kepemimpinan dengan motivasi intrinsik, diketahui juga bahwa hipotesis 2 juga diterima karena hasil koefisien estimasi dan t-value ialah signifikan. Hasil ini dikatakan signifikan karena nilai-t sebesar 2.13 merupakan nilai yang lebih besar dari 1.96 dan koefisien estimasi sebesar 0.15 yang cukup tinggi. Oleh karena itu, hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positf antara gaya kepemimpinan dengan motivasi intrinsik sehingga dapat dikatakan hipotesis penelitian 2 diterima. Dengan diterimanya hipotesis 2, memperkuat teori Wahjosumidjo (1987) dalam bukunya Kepemimpinan dan Motivasi yang menyatakan bahwa setiap pemimpin memiliki tantangan untuk dapat menggerakkan pengikut atau karyawannya agar mereka secara sadar berperilaku untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan memiliki kaitan yang erat dengan motivasi karyawan baik itu secara intrinsik maupun ekstrinsik. Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
78
Pada penelitian ini, peneliti menganalisis bahwa motivasi intrinsik karyawan pada perusahaan media baik media cetak maupun elektronik berkaitan erat dengan gaya kepemimpinan atasannya. Pemimpin memiliki peran dalam memotivasi karyawan secara intrinsik untuk bekerja sesuai dengan kesepakatan dan harapan pemimpin. Gaya kepemimpinan seorang atasan dapat membuat karyawan semangat untuk bekerja dan tidak merasa dipaksa untuk menampilkan kinerja yang maksimal.
4.6.3.6 Analisis Hipotesis 3 (H3) Pada analisis model struktural antara variabel laten pemikiran kreatif dengan kreativitas, diketahui bahwa koefisien estimasi dan t-value yang diperoleh menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini dilihat dari koefisien estimasi sebesar 0.46 yang cukup tinggi dan t-value sebesar 5.68 yang lebih besar dari 1.96. Hasil yang signifikan tersebut membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pemikiran kreatif dengan kreativitas, sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis penelitian 3 diterima. Hasil ini memperkuat pernyataan Amabile (1998) yang menyatakan bahwa pemikiran kreatif merupakan cara orang berpikir untuk memecahkan masalah dan menemukan solusi. Pemikiran kreatif merupakan proses berpikir yang menghasilkan kreativitas. Pada penelitian ini, peneliti menganalisis bahwa pada karyawan di perusahaan media baik media cetak maupun elektronik pemikiran kreatif karyawan memiliki hubungan yang erat dengan kreativitas karyawan dalam bekerja. Pada perusahaan media, kreativitas karyawan merupakan competitive advantage perusahaan dalam persaingan bisnis. Dalam industri media yang merupakan industri kreatif, persaingan bisnis fokus pada kreativitas karyawan yang merupakan refleksi dari pemikiran kreatif karyawan tersebut. Sebagai contoh, karyawan pada perusahaan majalah A dituntut untuk memiliki pemikiran kreatif mengenai bagaimana menarik konsumen untuk membeli majalahnya daripada majalah yang lain. Oleh sebab itu, karyawan Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
79
harus mempunyai pola pikir yang kreatif mengenai kondisi tersebut misalnya dengan mencari berita yang spektakuler dan berbeda dengan majalah lain pada umumnya, dimana berita spektakuler tersebut merupakan produk kreatif yang merefleksikan kreativitas karyawan tersebut.
4.6.3.7 Analisis Hipotesis 4 (H4) Pada analisis model struktural antara variabel laten motivasi intrinsik dengan kreativitas, diketahui bahwa koefisien estimasi yang diperoleh ialah sebesar 0.36 yang cukup tinggi dan t-value sebesar 5.92 yang lebih besar dari 1.96. Hasil ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara variabel laten motivasi intrinsik dengan kreativitas, sehingga membuktikan bahwa hipotesis 4 diterima. Diterimanya hipotesis 4 ini memperkuat teori Amabile (1988) yang menyatakan bahwa motivasi intrinsik mempengaruhi karyawan dalam mengambil keputusan dengan cara yang kreatif dan inovatif. Pada penelitian ini, peneliti menganalisis bahwa motivasi intrinsik karyawan di perusahaan media baik media cetak maupun elektronik memiliki hubungan yang positif dengan kreativitas mereka. Hal ini dapat dilihat dari karyawan yang memiliki motivasi intrinsik yang tinggi memiliki semangat tinggi dan rasa senang dalam melakukan pekerjaannya, dimana pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawan perusahaan media merupakan pekerjaan yang menuntut adanya kreativitas yang tinggi. Dengan kata lain, karyawan yang termotivasi secara intrinsik memiliki semangat yang tinggi untuk menghasilkan ide atau karya kreatif yang merefleksikan kreativitas karyawan tersebut.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
80
4.6.3.8 Analisis Hipotesis 5 (H5) Dengan terbuktinya hipotesis 1 dan hipotesis 3 dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa variabel laten pemikiran kreatif merupakan penghubung antara variabel laten gaya kepemimpinan dengan variabel kreativitas.
4.6.3.9 Analisis Hipotesis 6 (H6) Dengan terbuktinya hipotesis 2 dan hipotesis 4 dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa variabel laten motivasi intrinsik merupakan penghubung antara variabel laten gaya kepemimpinan dengan variabel laten kreativitas.
4.7 Perbandingan Hasil Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Chun-Hsi Vivian Chen, Hung-Hui Li, dan Ya-Yun Tang pada tahun 2007. Pada penelitian ini, peneliti melakukan modifikasi dari model penelitian dan responden sebagai data primer dari penelitian. Pada model penelitian Chen, Li, dan Tang (2007), penelitian menggunakan empat variabel laten yang meliputi kepemimpinan transformasional, pemikrian kreatif, motivasi intrinsik, dan kreativitas. Pada penelitian ini, peneliti mengubah variabel laten kepemimpinan transformasional menjadi gaya kepemimpinan karena peneliti ingin menganalisis hubungan kreativitas tidak hanya dengan salah satu gaya kepemimpinan saja yakni kepemimpinan transformasional melainkan juga dengan gaya kepemimpinan lain yaitu kepemimpinan transaksional. Hal ini dilakukan peneliti karena sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Bass (1985) dalam Amir Asyikin Hasibuan (2001) yang menyatakan bahwa kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional dimungkinkan untuk terdapat pada satu orang pemimpin
karena
dalam
melaksanakan
tindakan
kepemimpinan
ia
dapat
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
81
menampilkan
variasi
dari
gaya
kepemimpinan
transformasional
maupun
transaksional. Oleh karena itu, peneliti melakukan analisis hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kreativitas untuk menghasilkan hasil analisis yang luas. Hal lain yang dimodifikasi oleh peneliti dari penelitian Chen, Li, dan Tang (2007) ialah responden yang diteliti. Penelitian ini menetapkan karyawan perusahaan media baik media cetak maupun media elektronik yang telah bekerja setidaknya enam bulan dalam perusahaan tersebut sebagai responden. Responden yang digunakan peneliti sebagai subyek penelitian berbeda dengan penelitian Chen, Li, dan Tang (2007) yang menggunakan karyawan riset dan pengembangan pada 50 perusahaan di Taiwan. Kedua modifikasi tersebut menyebabkan perbedaan hasil analisis dalam penelitian ini, seperti koefisien estimasi pada variabel gaya kepemimpinan dan variabel pemikiran kreatif sama besarnya dengan koefisien estimasi variabel gaya kepemimpinan dan variabel motivasi intrinsik, yakni 0.15, yang berarti gaya kepemimpinan memiliki hubungan yang sama kuat pada pemikiran kreatif dan motivasi intrinsik. Hal ini berbeda dengan penelitian Chen, Li, dan Tang (2007), dimana koefisien estimasi pada variabel kepemimpinan transformasional dan variabel pemikiran kreatif sebesar 0.35 lebih kecil dari koefisien estimasi variabel kepemimpinan transformasional dan variabel motivasi intrinsik sebesar 0.40. Dari hasil ini, disimpulkan bahwa pada penelitian Chen, Li, dan Tang (2007) kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap motivasi intrinsik daripada pemikiran kreatif. Perbedaan ini dapat terjadi karena gaya kepemimpinan seorang atasan pada perusahaan media baik media cetak maupun media elektronik yang diteliti dapat merefleksikan variasi dari gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional sehingga menghasilkan hubungan yang sama kuat dengan pemikiran kreatif dan motivasi intrinsik karyawannya.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009
82
Perbedaan lain dapat dilihat dari koefisien estimasi pada variabel pemikiran kreatif dan kreativitas karyawan pada penelitian Chen, Li, dan Tang (2007) sebesar 0.54 lebih besar daripada koefisien estimasi pada variabel motivasi intrinsik dan kreativitas yang sebesar 0.31, dimana hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara pemikiran kreatif karyawan dengan kreativitas karyawan tersebut lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antara motivasi intrinsik karyawan dengan kreativitas karyawan tersebut. Hal ini sama dengan hasil analisis yang dilakukan peneliti. Dalam penelitian ini, koefisien estimasi pada variabel pemikiran kreatif dan kreativitas karyawan sebesar 0.46 lebih besar daripada koefisien estimasi pada variabel motivasi intrinsik dan kreativitas yang sebesar 0.36. Dengan kata lain, sama halnya dengan penelitian Chen, Li, dan Tang (2007), penelitian ini membuktikan bahwa pemikiran kreatif karyawan memiliki hubungan yang lebih kuat dibandingkan motivasi intrinsik karyawan terhadap kreativitas karyawan tersebut.
Universitas Indonesia
Hubungan antara..., Ria Agustina, FE UI, 2009