30
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama 2 bulan dengan jadwal penelitian sebagai berikut: Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Bulan April 2016 Kegiatan
Mei 2016
Pengumpulan Data Analisa data dan Pelaporan 3.2
Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini memakai uji diagnostik eksperimental dengan desain potong lintang (cross sectional).
3.3
Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi sumber Pasien gagal jantung akut yang dirawat di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 3.3.2 Populasi sasaran Pasien gagal jantung akut yang dirawat di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan jumlah 50 subjek.
30
31
Kriteria Inklusi : 1.
Pasien gagal jantung akut sesuai panduan klinis dari AHA tahun 2013.
2.
Usia diatas 18 tahun
3.
Bersihan Kreatinin > 30 mL/min
4.
Pasien dengan kateter urin
Kriteria Eksklusi : 1.
Bersihan Kreatinin ≤ 30 mL/min
2.
Pasien yang pernah menjalani continuous renal replacement therapy dalam kurun waktu kapanpun
3.
Pasien dengan intoleransi furosemide
4.
Pasien dengan syok kardiogenik atau instabilitas hemodinamik
5.
Pasien dengan keganasan dan riwayat kemoterapi
6.
Pasien dengan obstruksi pasca renal
3.3.3 Besar Sampel Rumus besar sampel pada penelitian dengan keluaran AUC (Dahlan, 2009): 2
𝑍𝛼√2𝑉1 − 𝑍𝛽√𝑉1 + 𝑉2 ] 𝑅𝑢𝑚𝑢𝑠 𝑛 = [ 𝜃1 − 𝜃2 Zα
= deviat baku alfa
Zβ
= deviat baku beta
θ1 – θ2
= selisih minimal AUC antara dua indeks yang dianggap
bermakna θ1
= AUC dari indeks yang diteliti
θ2
= AUC dari indeks yang sudah diketahui
V1
= Q11 + Q21 – 2 θ12
V2
= Q12 + Q22 – 2 θ22
Q11
= Nilai Q1 dari indeks yang diteliti = θ1 : (2 – θ1)
Q21
= Nilai Q2 dari indeks yang diteliti = 2 θ12 : (1 + θ1)
Q12
= Nilai Q1 dari indeks yang telah ada = θ2 : (2 – θ2)
32
= Nilai Q2 dari indeks yang diteliti = 2 θ22 : (1 + θ2)
Q22
Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis 1 arah, sehingga Zα = 1, 64 Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20%, maka Zβ = 0, 84 θ2= nilai AUC yang sudah diketahui dari diagnostic sebelumnya. Karena belum ada alat diagnostic sebelumnya, maka θ2= 0, 5 θ1 – θ2 = perbedaan nilai AUC minimal yang dianggap bermakna ditetapkan sebesar 0,2. Dengan demikian θ2 sebesar 0,7 2
1,64√2𝑥0,13 − 0,84√0,13 + 0,17 ] 𝑅𝑢𝑚𝑢𝑠 𝑛 = [ 0,7 − 0,5
Dengan demikian besar sampel untuk penelitian ini adalah 50 pasien. 3.3.4 Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara berurutan (consecutive sampling). 3.4
Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian 3.4.1.1 Variabel terikat : Furosemide stress test 3.4.1.2 Variabel bebas : Acute kidney injury 3.4.1.3 Variabel kendali : Meliputi penatalaksanaan gagal jantung akut sesuai panduan AHA 2013 dan teknik pengambilan serum, teknik penyimpanan serum serta jenis alat yang digunakan untuk pemeriksaan. 3.4.2. Variabel yang diukur Kejadian cedera ginjal akut selama perawatan, yang diukur kreatinin serum di hari pertama dan ke-3 paska furosemide stress test, nilai normal kreatinin serum <1.3 mg/dL sebagai baku emas penegakan diagnosis AKI.
33
Produksi urin furosemide stress test yang diukur melalui perhitungan produksi urin 2 jam setelah bolus furosemide s dengan nilai normal produksi urin >200ml (100ml/ jam). 3.4.3 Definisi Operasional 3.4.3.1 Acute Kidney Injury merupakan penurunan fungsi ginjal mendadak (dalam waktu 48 jam) yang ditandai oleh peningkatan lebih dari atau sama dengan 0.3 mg/dL dari baseline atau peningkatan kreatinin serum lebih atau sama dengan 50% (1,5 kali dari baseline). Diagnosis AKI didasarkan pada kriteria AKIN seperti tercantum pada tabel 2.2. Pengukuran kadar kreatinin serum untuk menilai progresifitas AKI dilakukan saat awal pasien masuk untuk baseline kreatinin dan menghitung bersihan kreatinin sebagai sarat inklusi pasien. Pengukuran kedua dilakukan >48 jam paska FST untuk melihat ada atau tidaknya kejadian AKI selama perawatan. Pengukuran kadar kreatinin serum dilakukan dengan mengambil darah vena 3 cc kemudian disentrifugasi untuk diambil serumnya dan diukur secara kuantitatif dengan metode Jaffe dengan alat ADVIA 1800 Chemistry System (Siemens Healthcare GmbH, Germany) di laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kadar kreatinin normal 0,8-1,3 mg/dL. Skala data untuk kreatinin serum adalah nominal, dengan kejadian AKI bila terjadi peningkatan stadium AKIN, dan tidak terjadi AKI bila tidak terjadi peningkatan stadium atau dalam stadium AKIN yang sama. 3.4.3.2 Pemeriksaan
Furosemide
Stress
Test
merupakan
pemeriksaan fungsional terbaru yang dinamis untuk menilai fungsi tubuler yang memiliki kemampuan prediktif untuk mengidentifikasi pasien yang kemungkinan akan mengalami perburukan menjadi AKI tahap lanjut. Penggunaan FST pada
34
pasien dengan tanda-tanda awal AKI berguna dalam menentukan stratifikasi risiko progresifitas penurunan fungsi ginjal, produksi urin dalam 2 jam setelah dilakukan uji FST dosis tinggi (1mg/kg berat badan bagi pasien naif, dan 1.5mg/kg berat badan bagi pasien yang telah terpajan furosemide sebelumnya) pada pasien dengan AKI awal, memiliki nilai prediksi untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami perburukan. Hasil FST diukur dari produksi urin dalam 2 jam. Nilai normal FST bila produksi urin dalam 2 jam > 200mL. Skala data untuk FST adalah nominal, dimana peningkatan risiko kejadian AKI bila produksi urin dalam 2 jam ≤ 200 mL, dan tidak berisiko terjadinya kejadian AKI bila produksi urine dalam 2 jam >200mL. 3.5 Alur Penelitian Pasien gagal jantung akut Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi Kreatinin serum
Furosemide Stress Test serum Kreatinin serum > 48 jam
AKI
Non AKI
Analisis Statistik Gambar 3.1 Alur Penelitian
35
3.6 Cara Kerja Penelitian 3.6.1 Perlakuan: Pasien yang terdiagnosis dengan gagal jantung akut yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan kedalam kelompok sampel penelitian secara berurutan sebanyak 50 orang. Semua populasi sampel dilakukan pengambilan sampel darah intravena sebelum dilakukannya furosemide stress test untuk mengetahui kadar kreatinin serum baseline. Pengambilan sampel darah intravena sebanyak 5 ml menggunakan spuit 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung vacutainer dan dibiarkan membeku. Sampel darah kemudian dikirim ke Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi untuk dilakuakn pemeriksaan Kreatinin serum. Pemeriksaan Furosemide stress test dilakukan sesuai standar yang telah diteliti oleh Chawla dan kawan–kawan (Chawla et al., 2013), dengan menggunakan injeksi furosemide intravena sebanyak 1 mg/ kg berat badan bagi pasien yang belum pernah menggunakan furosemide atau penggunaan furosemide terakhir sejak 5 hari sebelum dilakukannya uji beban, atau dosis 1,5 mg/ kg berat badan bagi pasien yang sudah mendapatkan furosemide dalam jangka waktu 5 hari sebelum dilakukannya uji beban dengan sebelumnya dilakukan pengosongan kandung kencing melalui evakuasi urin dari kateter dan dilakukan pengosongan kantung penyimpanan urin (urine bag). Penghitungan jumlah urin dalam kantung penyimpanan urin kemudian dilakukan tiap jam ke-1, ke-2 dan ke-6 dan hasilnya dicatat untuk kemudian dianalisis. Pada hari ke-3 perawatan dilakukan pengambilan darah vena 3 mL untuk kemudian dikirim ke laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi untuk pemeriksaan kreatinin serum ke-2 untuk mengetahui ada tidaknya kejadian AKI.
36
3.6.2 Monitoring:
Dilakukan monitoring dalam 24 jam untuk mengetahui efek samping yang timbul. Dicari adanya tanda-tanda dehidrasi dengan memonitor volume urine dan dengan bantuan echo hemodinamik.
Pemberian terapi resusitasi diperbolehkan bila dalam perjalanannya didapatkan tanda-tanda dehidrasi.
Pemberian terapi diuretik Furosemide dapat diberikan kembali setelah jam ke 6 pasca FST.
Pemberian terapi diuretik hemat kalium (spironolactone) dapat diberikan sesuai guidelines ESC dan AHA apabila dosis obat-obatan ACEi dan penyekat beta sudah optimal.
Pemantauan produksi urine harian dan balans cairan dilakukan dan dijaga produksi urin >0,5 sampai dengan 1mg/kg/ jam.
Dilakukan pemeriksaan kreatinin serum dan ureum dalam waktu > 48 jam untuk melihat adanya AKI, atau apabila ditemukan tandatanda AKI sebelum 48 jam.
3.6.3 Tindakan bila ada efek samping:
Penanganan efek samping sesuai indikasi.
Melaporkan kejadian tersebut ke Komisi Tim Pengawas Penelitian RSUD Dr. Moewardi Surakarta secepatnya
3.6.4 Pengambilan darah dan penanganan spesimen: Pemeriksaan kadar kreatinin serum dilakukan sebelum dilakukannya furosemide stress test Darah yang akan dilakukan pemeriksaan kreatinin serum diambil melalui vena antecubiti di ruangan yang tenang dengan temperatur terkontrol (24 – 250C) pada saat diagnosis gagal jantung akut ditegakkan dan sebelum dilakukannya furosemide stress test.
37
Proses penanganan spesimen untuk sampel darah yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung vacutainer yang sudah diberi kode dan dibiarkan membeku. Sampel darah kemudian diserahkan pada Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk pemeriksaan Kreatinin serum.
3.7 Analisis Statistik
Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis statistik menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Science ) 22 for Window:
Analisis tabel 2x2 dengan keluaran berupa sensitivitas, spesifisitas dan probabilitas dari parameter hasil furosemide stress test dan kreatinin serum sebagai baku emas kejadian AKI sebagai prediktor cedera ginjal akut pada pasien gagal jantung akut.
Analisis kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) dengan keluaran berupa Area Under the Curve (AUC) dan titik potong.