BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Hasil intrepretasi peta topografi dan pengamatan di lapangan adalah sejumlah data berupa pola kelurusan, pola aliran sungai, bentukan lembah sungai, kemiringan lereng dan tingkat erosi yang terjadi. Berdasarkan data-data tersebut, geomorfologi di daerah penelitian diklasifikasikan berdasarkan Lobeck (1939). 3.1.1 Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian Satuan geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan adanya perbedaan pola kontur pada peta topografi, bentuk relief, persen dan arah kemiringan lereng, dan arah kemiringan lapisan. 3.1.1.1 Satuan Perbukitan Homoklin Satuan ini menempati bagian utara yang kemudian menyebar hingga bagian barat, timur dan bagian tengah daerah penelitian serta mencakup sekitar 60% daerah penelitian. Pada peta geomorfologi ditandai dengan warna coklat muda. Satuan ini memiliki ketinggian sekitar 100-250 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng miring landai-terjal (7-70%) menurut Klasifikasi Kelas Lereng (van Zuidam, 1985). Satuan ini ditandai dengan interpretasi kemiringan lapisan yang relatif searah (kemiringan lapisan ke arah selatan). Pola kontur pada satuan ini agak renggang hingga rapat. Daerah dengan pola kontur agak renggang ditandai dengan bentukan morfologi yang relatif landai dan datar seperti pada daerah Sokawera, Karangtengah, Condong, Karangpucung, Kasih, Picung dan Larangan. Daerah dengan pola kontur rapat ditandai dengan bentukan morfologi dataran tinggi dan berbukit-bukit seperti pada daerah Karangasem, Adiarsa, Igir Tembelang, dan Banjaran.
14
Lembah sungai pada satuan ini berbentuk U dan V. Lembah sungai yang berbentuk U menunjukkan tahapan geomorfik dewasa seperti Kali Kuning, Kali Wotan dan Kali Tambra. Lembah sungai yang berbentuk V menunjukkan proses erosi yang berlangsung merupakan proses erosi ke arah hulu seperti Kali Karangan dan percabangan Kali Wotan yang mengalir dari Daerah Banjaran, Igir Tembelang dan Jaer Lor. Litologi penyusun satuan ini berupa perselingan batupasir-batulempung dan batulempung. Bentukan morfologi berbukit-bukit umumnya disusun oleh perselingan batupasir-batulempung. Adanya litologi batupasir menunjukkan sifat yang lebih resisten terhadap erosi sehingga menghasilkan bentukan morfologi berbukit-bukit. Bentukan morfologi yang relatif landai dan datar umumnya disusun oleh batulempung yang bersifat lebih tidak resisten terhadap erosi.
Foto 3.1 Satuan Perbukitan Homoklin (Foto diambil dari Jalan Desa Karangpucung Menghadap ke Tenggara) 3.1.1.2 Satuan Perbukitan Sinklin Satuan ini menempati bagian selatan daerah penelitian dan mencakup sekitar 25% daerah penelitian. Pada peta geomorfologi ditandai dengan warna coklat tua. Satuan ini memiliki ketinggian sekitar 100-164 m di atas permukaan 15
laut dengan kemiringan lereng miring landai-terjal (7-70%) menurut Klasifikasi Kelas Lereng (van Zuidam, 1985). Kenampakan morfologi yang terlihat berupa perbukitan dengan sumbu lipatan relatif berarah barat-timur. Berdasarkan analisis pada peta topografi, bentukan morfologi perbukitan sinklin ditandai dengan pola kontur relatif rapat pada Daerah Karangkalong Lor, Karangkalong Kidul, Sidamulya, Sidakaya hingga Purbadana. Lembah sungai pada satuan ini berbentuk V yang terdapat pada sungai kecil dan berbentuk U pada sungai-sungai yang merupakan percabangan Kali Kuning, Kali Wotan dan Kali Tambra. Litologi penyusun satuan ini berupa batupasir yang umumnya bersifat lebih resisten terhadap proses erosi.
Foto 3.2 Satuan Perbukitan Sinklin (Foto diambil dari Jalan Desa Purbadana Menghadap ke Arah Utara) 3.1.1.3 Satuan Dataran Aluvial dan Undak Sungai Satuan ini menempati bagian timur daerah penelitian dengan arah penyebaran ke utara dan selatan. Satuan ini mencakup 15% daerah penelitian dan pada peta geomorfologi ditandai dengan warna abu-abu tua. Satuan ini memiliki ketinggian sekitar 100-150 m di atas permukaan laut dan ditandai dengan bentukan dataran landai yang pada peta topografi memiliki pola kontur sangat renggang. Satuan ini berada pada daerah sekitar sungai-sungai besar seperti Kali Tambra. Kemiringan lereng datar-miring (2-15%) menurut Klasifikasi Kelas 16
Lereng (van Zuidam, 1985). Bentukan lembah sungai pada satuan ini berbentuk U yang menunjukkan bahwa proses erosi yang terjadi tidak hanya proses erosi ke arah hulu melainkan juga terjadi proses erosi lateral. Adanya undak sungai atau teras sungai juga termasuk ke dalam satuan ini. Undak sungai merupakan dataran aluvial yang berada pada suatu ketinggian akibat sungai mengalami pengangkatan dan terjadi proses erosi yang terus menerus. Satuan ini tidak ada dalam peta geomorfologi karena satuan ini tidak terpetakan di lapangan. Litologi penyusun satuan ini adalah material lepas-lepas yang berukuran kerikil hingga bongkah terdiri dari batuan beku andesit berwarna abu-abu, batupasir berwarna abu-abu, dan batulempung berwarna abu-abu sampai abu-abu kebiruan. Tingkat kebundaran material penyusun satuan ini sangat baik, hal ini menunjukkan bahwa material lepas-lepas ini telah tertransport sangat jauh dari sumbernya. Sumber material ini diperkirakan berasal dari Formasi Kumbang yang berada di sebelah utara daerah penelitian.
Foto 3.3 Satuan Dataran Aluvial (Foto diambil di Kali Tambra Menghadap ke Arah Utara) 17
Foto 3.4 Undak Sungai (Foto diambil Menghadap ke Arah Barat) 3.1.2 Pola Aliran Sungai dan Tipe Genetik Aliran Sungai Pola aliran sungai pada daerah penelitian adalah pola aliran paralel. Penentuan pola aliran ini dilakukan berdasarkan interpretasi pada peta topografi dan pengamatan langsung di lapangan. Pada umumnya pola aliran paralel ini mencerminkan kemiringan lereng sedang-curam atau dapat juga dikontrol oleh bentangan atau morfologi yang bersifat paralel (van Zuidam, 1985). Pola aliran sungai pada daerah penelitian diperkirakan dikontrol oleh kemiringan lapisan yang ada. Tipe genetik sungai yang terdapat pada daerah penelitian termasuk ke dalam tipe sungai konsekuen dan tipe sungai subsekuen. Sungai konsekuen merupakan sungai yang arah aliran sungainya searah dengan arah kemiringan lapisan batuan sedangkan tipe sungai subsekuen merupakan sungai yang arah aliran sungainya searah dengan arah jurus lapisan batuan (Davis, 1902 op.cit. Thornbury, 1969, Foto 3.5). Sungai yang termasuk ke dalam tipe genetik sungai konsekuen adalah Kali Tambra, Kali Wotan, Kali Kuning, Kali Karangan. Sungai 18
yang termasuk ke dalam tipe genetik sungai subsekuen adalah percabangan Kali Tambra kecil.
Jurus lapisan
Jurus lapisan
Arah aliran sungai
Arah aliran sungai
(a)
(b)
Foto 3.5 (a). Aliran Sungai Konsekuen; (b). Aliran Sungai Subsekuen.
19
Gambar 3.1 Peta Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian
20
3.1.3 Tahapan Geomorfik Daerah Penelitian Secara umum daerah penelitian ini dipengaruhi oleh proses deformasi, erosi dan pelapukan yang berlangsung di daerah tersebut. Proses erosi dan pelapukan pada daerah penelitian masih berlangsung hingga sekarang. Proses erosi yang terjadi adalah erosi vertikal dan lateral. Proses erosi vertikal pada daerah penelitian ditandai oleh lembah sungai berbentuk V dengan arus sungai yang cepat dan batuan dasar yang masih terlihat. Contoh sungai dengan bentuk lembah sungai V adalah Kali Karangan dan percabangan Kali Wotan yang mengalir dari daerah Banjaran, Igir Tembelang dan Jaer Lor (Foto 3.7). Proses erosi lateral dicirikan oleh lembah sungai berbentuk U dengan arus yang lambat, batuan dasar yang mulai tidak terlihat dan gradien sungai yang mulai datar. Contoh sungai dengan bentuk lembah sungai U di daerah penelitian adalah Kali Kuning, Kali Wotan dan Kali Tambra (Foto 3.6). Selain itu, sungai yang terdapat di daerah penelitian berupa sungai teranyam (braided stream system) (Foto 3.8) dengan banyak cabang-cabang.
Arah aliran sungai
Foto 3.6 Lembah Sungai Berbentuk U (Foto Diambil di Kali Tambra Menghadap ke Arah Timur)
21
Arah aliran sungai
Foto 3.7 Lembah Sungai Berbentuk V (Pada Sungai yang Merupakan Percabangan Kali Wotan Yang Mengalir dari Daerah Banjaran)
Arah aliran sungai
Foto 3.8 Sungai Teranyam (Braided Stream System)
22
Morfologi pada daerah penelitian telah mengalami perubahan akibat terjadinya proses deformasi, erosi dan pelapukan. Perubahan morfologi yang terjadi di daerah penelitian berupa pembalikan morfologi yaitu perubahan morfologi lembah berupa sinklin menjadi bukit. Hal ini ditunjukkan oleh bentukan sinklin yang berupa perbukitan sinklin akibat terjadinya proses deformasi. Berdasarkan kondisi morfologi, bentuk lembah sungai dan pembalikan morfologi yang terjadi di daerah penelitian dapat disimpulkan bahwa tahapan geomorfik yang berlangsung pada daerah penelitian berada pada tahapan geomorfik dewasa. 3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian berdasarkan peta geologi regional (Djuri, dkk., 1996) terdiri dari satuan batuan yang berumur Tersier hingga Kuarter yaitu Formasi Rambatan; Formasi Halang; Formasi Kumbang; Formasi Tapak; Formasi Kalibiuk; Formasi Ligung; Endapan Volkanik Kuarter; dan satuan yang berumur paling muda adalah Endapan Aluvial. Berdasarkan ciri litologi yang diamati di daerah penelitian, maka stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi menjadi lima satuan batuan. Berdasarkan satuan litostratigrafi tidak resmi dalam urutan umur tua ke muda yaitu Satuan BatupasirBatulempung Formasi Tapak, Satuan Batulempung Formasi Kalibiuk, Satuan Batupasir Formasi Kalibiuk, Satuan Endapan Undak Sungai dan Satuan Endapan Aluvial. 3.2.1 Satuan Batupasir-Batulempung Formasi Tapak 3.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batupasir-Batulempung Formasi Tapak ini menempati bagian utara yang menyebar hingga ke barat dan timur daerah penelitian. Satuan batuan ini menempati sekitar 35% luas daerah penelitian, pada peta geologi ditandai warna coklat. Satuan batuan ini tersingkap sangat baik di daerah Adiarsa, Kali Tambra bagian utara dengan jurus lapisan umumnya berarah barat-timur dan kemiringan
23
lapisan berarah selatan. Ketebalan satuan batuan ini berdasarkan rekonstruksi penampang geologi sekitar 1500 m. 3.2.1.2 Ciri Litologi Satuan Batupasir-Batulempung Formasi Tapak ini terdiri dari perselingan batupasir-batulempung, batupasir, batulempung dan setempat terdapat sisipan breksi (Foto 3.9, Foto 3.11, Foto 3.12, Foto 3.14). Pada umumnya ketebalan batupasir pada perselingan batupasir-batulempung ini berkisar 5-50 cm (Foto 3.9 dan Foto 3.13), tetapi di beberapa tempat ditemukan batupasir dengan ketebalan 40-200 cm (Foto 3.10).
Foto 3.9 Perselingan Batupasir-Batulempung (Lokasi H.7.8)
24
Foto 3.10 Singkapan Batupasir-Batulempung (Lokasi H.9.11)
Foto 3.11 Singkapan Batupasir (Lokasi H.3.10)
25
Foto 3.12 Singkapan Batupasir (Lokasi H.7.3)
Foto 3.13 Singkapan Perselingan Batulempung-Batupasir (Lokasi H.11.11)
26
Foto 3.14 Singkapan Breksi (Lokasi H.5.4) Batupasir berwarna abu-abu sampai abu-abu tua kehijauan, kompak, karbonatan, di beberapa tempat mengandung fosil foraminifera, pemilahan baik, porositas baik, umumnya berbutir pasir sedang-pasir halus, tetapi di beberapa tempat ditemukan singkapan batupasir dengan butir pasir kasar. Struktur sedimen yang banyak ditemukan pada batupasir adalah parallel laminasi, setempat ditemukan graded bedding dan cross laminasi (Foto 3.16). Berdasarkan pengamatan pada analisis petrografi didapatkan jenis batupasir di daerah penelitian umumnya adalah Feldsphatic Wacke (Lampiran A1, A2) dengan komposisi butiran terdiri dari mineral plagioklas, fosil, kuarsa, hornblende, biotit, dan fragmen batuan, dengan komposisi matriks 17-18%. Pada sampel H.5.4 (Lampiran A3) batupasir yang didapat berjenis Lithic Arenite dengan komposisi matriks 9%. Pada sampel H.5.4bx batupasir yang didapat berjenis Lithic Wacke (Lampiran A4, A5), dengan fragmen batuan sebesar 21%. Batulempung pada satuan ini berwarna abu-abu sampai abu-abu tua, dengan ketebalan berkisar antara 10-40 cm, karbonatan, mengandung fosil, kompak (Foto 3.9, Foto 3.10 dan Foto 3.11). Pada beberapa lokasi ditemukan batulempung yang menjadi fragmen (Foto 3.15). 27
Foto 3.15 Fragmen Batulempung (Lokasi H.2.3)
Foto 3.16 Struktur Sedimen Graded Bedding dan Paralel laminasi Pada Singkapan Batupasir (Lokasi H.5.3) Breksi (Foto 3.14), abu-abu kecoklatan sampai coklat, karbonatan, polimik, fragmen berupa batuan beku andesit, batupasir, batulempung, ukuran fragmen 1-15 cm, pemilahan buruk, porositas sedang, kompak, matriks berukuran pasir halus.
28