BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Student Centered Learning Student
centered
learning
(SCL)
merupakan
pendekatan
dalam
pembelajaran yang memfasilitasi pembelajar untuk terlibat dalam proses pengalaman belajar. Pada sistem pembelajaran SCL mahasiswa dituntut aktif mengerjakan tugas dan mendiskusikannya dengan dosen sebagai fasilitator. Berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri kemudian berupaya keras mencapai kompentensi yang diinginkan (Hadi, 2007). Model pembelajaran SCL memiliki beberapa keunggulan yaitu: (1) mahasiswa atau peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi; (2) mahasiswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran; (3) tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar membelajarkan di antara mahasiswa; (4) dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi dosen atau pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan mahasiswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh dosen (Hadi, 2007) Metode-metode yang merupakan penerapan SCL antara lain adalah: (1) small group discussion; (2) role-play and simulation; (3) case study; (4) discovery learning; (5) self-directed learning; (6) cooperative learning; (7) collaborative
8 Universita Sumatera Utara
9
learning; (8) contextual learning; (9) project based learning; dan (10) problem based learning and inquiry (Kurdi, 2009).
2.2. Problem Based Learning 2.2.1. Pengertian Problem based learning (PBL) adalah sebuah metode instruksional dimana mahasiswa bekerja dalam kelompok kecil untuk mendapatkan pengetahuan dan memperoleh kemampuan pemecahan masalah. Karakteristik utama dari PBL adalah bahwa masalah disajikan pada mahasiswa sebelum materi dipelajari bukan sesudah dipelajari seperti pada pemecahan masalah yang lebih tradisional. Ciri lainnya dari PBL adalah bahwa masalah disajikan dalam konteks dimana
mahasiswa
seperti
menghadapi
masalah
dalam
dunia
nyata.
Konstektualisasi materi yang dilakukan dalam PBL menjadikannya strategi yang menarik untuk pendidikan profesional (Glen & Wikie, 2000). PBL adalah merupakan metode pembelajaran dimana mahasiswa dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi. Dari aspek filosofi, PBL dipusatkan pada mahasiswa yang dihadapkan pada suatu masalah, sementara itu dalam pembelajaran yang berdasarkan pada materi dosen menyampaikan pengetahuannya kepada mahasiswa sebelum menggunakan masalah untuk memberi ilustrasi pengetahuan tadi (Pusat Pengembangan Pendidikan UGM, 2005). PBL adalah lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah belajar, yaitu sebelum belajar peserta didik harus mengidentifikasi suatu masalah,
Universita Sumatera Utara
10
baik yang dialami secara nyata maupun telaah kasus. PBL juga didefenisikan sebagai sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan ataupun mengintegrasikan ilmu baru (Nursalam & Effendi, 2008). 2.2.2. Dampak PBL 1. Peningkatan fungsi klinikal Peningkatan fungsi klinikal meliputi pengambilan keputusan klinis, hubungan kolaborasi, komunikasi dan self directed learning. Menurut hasil penelitian yang bertujuan untuk membandingkan lulusan sarjana muda keperawatan dengan pendidikan kurikulum berbasis masalah dan kurikulum konvensional, tidak ada perbedaan signifikan dalam pengambilan keputusan klinis dan hubungan kolaborasi. Namun ada kecenderungan fungsi yang lebih tinggi pada mahasiswa dengan PBL pada komunikasi dan self directed learning (Rideout et al, 2002). Smith & Coleman (2008) melakukan penelitian kualitatif pada 11 perawat yang secara suka rela berpartisipasi dalam program pembelajaran selama 1 tahun. Pernyataan responden tentang keterlibatan perawat dalam praktek klinik yaitu responden menyatakan membuat perbedaan dalam peran perawat saat ini, merubah persepsi responden dalam praktik, dan responden menggunakan pembelajaran dan sumber dari pendidikan untuk diterapkan dalam praktiknya saat ini. Pernyataan tentang nilai program PBL yaitu responden menyatakan bahwa program PBL melengkapi mereka dalam praktik, responden mengapresiasi dan mengakui nilai PBL dan membandingkannya dengan pembelajaran tradisional,
Universita Sumatera Utara
11
responden mengidentifikasi program PBL mengembangkan kepercayaan diri mereka untuk menjadi lebih asertif dan menantang dalam praktik. 2. Pengetahuan dan keterampilan untuk praktek Pengetahuan dan ketrampilan untuk praktek, terdapat perbedaan signifikan dalam pengetahuan keperawatan, komunikasi, pembelajaran dan sistem pelayanan kesehatan. Dari hasil ini didapatkan bahwa kelompok dengan kurikulum berbasis masalah memiliki nilai yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional (Rideout et al, 2002). Goelen, De Clercq, Huyghens, Kerckhofs (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengukur peningkatan sikap tentang kolaborasi interprofesional mahasiswa sarjana kesehatan meliputi perawat, fisioterapi dan dokter. Pengumpulan data menggunakan Interdiciplinary Education Perception Scale (IEPS) yang memiliki 4 sub skala yaitu kemandirian kompetensi profesi, pemahaman kebutuhan kerjasama antar profesi, persepsi kerjasama dalam tim satu profesi dan profesi lain, dan pemahaman (keinginan memahami) nilai dari profesi lain. Dari hasil penelitian didapatkan perbedaan nilai signifikan antara pre dan post tentang kemandirian kompetensi profesi pada kelompok intervensi untuk keseluruhan kelompok, kelompok gender laki-laki, dan fisioterapi. Didapatkan juga peningkatan nilai yang signifikan pada kelompok intervensi, khususnya pada mahasiswa laki-laki, tentang pemahaman nilai profesi lain dan keseluruhan IEPS. 3. Kepuasan mahasiswa Perbedaan yang signifikan didapat dari kepuasan mahasiswa dalam hal peran pendidik dalam proses pembelajaran, hasil dari program pembelajaran,
Universita Sumatera Utara
12
evaluasi mahasiswa, kemandirian mahasiswa dan kepuasan secara keseluruhan. Dari hasil ini mahasiswa dengan kurikulum berbasis masalah menyatakan kepuasan dalam pengalaman pendidikan mereka lebih dari mahasiswa dengan program konvensional (Rideout et al, 2002). Analisis kualitatif didapatkan mahasiswa dengan pembelajaran berbasis masalah melaporkan berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran, merasa mendapatkan pengalaman yang menyenangkan, menginspirasi, dan self-fulfilling, pandangan mahasiswa tentang hal yang mungkin mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa merasa sangat berhubungan dengan tutorial.
Pada
mahasiswa
dengan
pembelajaran
ceramah
melaporkan
mendengarkan pasif selama proses pembelajaran, mereka menggambarkan bagaimana mereka duduk, mendengarkan dan mengikuti catatan selama pembelajaran, mahasiswa merasakan pengalaman pembelajaran yang negatif dan diam, dan mahasiswa tidak merasa bahwa kemampuan berpikirnya didorong dalam proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006). Survei kepuasan proses pembelajaran tidak ada perbedaan signifikan. Namun kelompok eksperimen mempunyai perbedaan signifikan dimana kelompok PBL lebih baik dalam hal kepuasan untuk pembelajaran motivasi diri dan berpikir kritis, dan stimulasi intelektual (Lin, et al, 2010). Beberapa penelitian tentang pembelajaran berpusat pada mahasiswa, khususnya dengan penerapan PBL melaporkan perbedaan tingkat kepuasan mahasiswa dengan PBL dan mahasiswa dengan pendekatan tradisional. Persepsi mahasiswa
PBL
terhadap
lingkungan
pembelajaran
meliputi
suasana
Universita Sumatera Utara
13
pembelajaran, hubungan interpersonal (antara mahasiswa dengan mahasiswa, dan mahasiswa dengan dosen) lebih baik (Rideout, 2001). Kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran PBL dievaluasi dari persepsi tentang peran pendidik dalam proses pembelajaran, persepsi tentang hasil akademik dari program pembelajaran (Rideout et al, 2002); persepsi tetang proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006); persepsi tentang suasana pembelajaran, persepsi tentang hubungan interpersonal (lingkungan sosial) (Rideout, 2001).
Kepuasan Mahasiswa Problem based-learning
• • • • •
Kepuasan terhadap pembelajaran Kepuasan terhadap pendidik Kepuasan diri terhadap akademik Kepuasan terhadap suasana belajar Kepuasan diri terhadap lingkungan sosial
Gambar 2.1. Pengaruh PBL terhadap kepuasan mahasiswa 4. Kemampuan berpikir kritis Tiwari et al (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan dampak PBL dengan pembelajaran konvensional dalam perkembangan berpikir kritis mahasiswa. Alat ukur yang digunakan adalah The California Critical Thinking Disposition Inventory (CCTDI) yang menggunakan skala Likert dalam 7 subskala yaitu mencari kebenaran, pemikiran terbuka, kemampuan analisis, sistematis, kepercayaan diri dalam berpikir kritis, rasa ingin tahu dan kematangan kognitif. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dimana mahasiswa dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dalam
Universita Sumatera Utara
14
pengukuran keseluruhan sub skala dalam kemampuan berpikir kritis, mencari kebenaran, kemampuan analisis, dan kepercayaan diri dalam berpikir kritis. Yuan, Kunaviktikul, Klunklin, Williams (2008) melakukan penelitian untuk menguji dampak PBL terhadap kemampuan berpikir kritis dari 46 mahasiswa keperawatan tahun kedua di Republik Rakyat Cina. Instrumen yang digunakan adalah The California Critical Thinking Skills Test For A (CCST-A) meliputi 5 sub skala yaitu kemampuan analisis, evaluasi, kemampuan menyimpulkan, deduksi dan induksi. Hasil penelitian tentang kemampuan berpikir kritis mahasiswa, didapatkan tidak ada perbedaan signifikan ketika pretest, namun ada perbedaan signifikan dari hasil post test, dimana mahasiswa dengan PBL lebih baik peningkatannya dalam keseluruhan kemampuan berpikir kritis, kemampuan analisa, dan induksi. 5. Efektifitas proses PBL Yuan, et al (2008) melakukan analisis kualitatif terhadap respon mahasiswa terhadap PBL adalah 91,30% mahasiswa menganggap bahwa PBL memfasilitasi mereka untuk berbagi pendapat dengan mahasiswa lain, menganalisa situasi dengan cara berbeda dan berpikir lebih banyak kemungkinan untuk menyelesaikan masalah. Manfaat yang disampaikan mahasiswa adalah PBL memotivasi untuk belajar, meningkatkan pemecahan masalah, mengembangkan komunikasi efektif, mengembangkan kolaborasi efektif dalam kelompok, meningkatkan kemampuan belajar mandiri, dan manfaat dalam aspek sosial dan emosional.
Universita Sumatera Utara
15
Siu, Laschinger, Vingilis (2005) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi tentang pemberdayaan mahasiswa keperawatan pada program PBL dan konvensional. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner untuk mengukur variabel pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, pemberdayaan global, pemaparan strategi belajar mengajar, kemampuan pemecahan masalah klinis. Hasil penelitian perbedaan signifikan dalam pemberdayaan psikologis mahasiswa PBL, khususnya keyakinan mereka bahwa lingkungan belajar memungkinkan mereka mempunyai otonomi yang lebih baik dan mereka merasakan efek dari belajar pada sesama mahasiswa. Mahasiswa PBL juga melaporkan lebih signifikan terpapar dengan pembelajaran kelompok kecil, bekerja dengan mandiri, interaksi dengan pengajar sebagai fasilitator bukan hanya sebagai penyedia informasi, dan lebih sedikit untuk kuliah dalam bentuk ceramah dibandingkan dengan program konvensional. Mahasiswa PBL juga memiliki signifikan yang lebih baik dalam kemampuan pemecahan masalah klinis. 6. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan fasilitator Mohamad, Suhaimi, Das, Salam et al (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi ketrampilan fasilitator dalam melakukan PBL. Dari hasil penyebaran kuesioner terbuka pada mahasiswa, didapatkan mahasiswa menilai fasilitator memahami proses PBL dan menyediakan waktu yang cukup untuk pembelajaran. Tiga pernyataan dalam kuesioner yang ditujukan menilai sikap fasilitator terhadap siswa dan belajar mereka, menghadiri sesi seperti yang direncanakan dan memberikan umpan balik kepada siswa pada akhir sesi PBL,
Universita Sumatera Utara
16
fasilitator menunjukkan ketertarikan pada siswa dan pembelajaran mereka. Menjelang akhir sesi PBL, 92,5% dari siswa setuju bahwa fasilitator memberikan umpan balik kepada para siswa, 7,7% dari siswa tidak setuju bahwa fasilitator memberikan umpan balik kepada mereka. Chng, Yew, Schmidt (2011) melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui pengaruh peran tutor dalam PBL tehadap proses pembelajaran dan prestasi mahasiswa. Ada 3 peran tutor yang diukur dalam penelitian ini yaitu kesesuaian sosial, kesesuaian kognitif dan keahlian dalam materi yang dibawakan. Dari ketiga peran, pengaruh signifikan pada prestasi belajar mahsiswa didapat dari kesesuaian sosial. Dampak negatif dari penerapan PBL juga dilaporkan dalam beberapa penelitian. Hasil penelitian Yuan et al (2006) ada sebagian kecil yang melaporkan aspek negatif dari PBL dimana sedikit informasi ilmu yang bisa didapatkan dari text book, menghabiskan banyak waktu, stress dan memberikan beban kerja yang lebih berat kepada mahasiswa. Smith & Coleman (2008) juga melaporkan adanya dampak negatif dari PBL yaitu membutuhkan lebih lama tentang strategi pembelajaran, dan harapan pembelajaran yang tidak sesuai 2.2.3. Persiapan Penerapan PBL Gibbon dalam Glen & Wilkie (2000) menyatakan PBL merupakan salah satu metode belajar mengajar, dan harus memenuhi beberapa persyaratan yang dibutuhkan. Sejumlah persiapan harus dilakukan dalam menerapkan PBL antara lain pengembangan staf, paket pembelajaran, penilaian dan strategi evaluasi.
Universita Sumatera Utara
17
1. Pengembangan staf Pengembangan staf adalah isu yang penting dalam setiap inovasi baru. Strategi untuk pengembangan staf membutuhkan banyak waktu, kontak dengan kolega di universitas lain dan mengadakan kerja sama untuk dibimbing dalam penerapan PBL, mengadakan seminar, mempresentasikan pada staf tentang PBL dan mendiskusikan bagaimana metode ini dapat diterapkan, dan penekanan bahwa penerapan inovasi harus dilakukan bersama-sama. Diskusi dengan kolega dan melakukan kunjungan juga memberikan keuntungan, kesempatan untuk duduk bersama dalam kelompok ketika proses pembelajaran berjalan. Strategi yang spesifik untuk strategi pengembangan staf adalah fokus pada fasilitator dan memberikan informasi dan mempersiapkan staf klinikal, dan pengembangan materi pembelajaran. 2. Paket pembelajaran Paket pembelajaran dipersiapkan di awal proses PBL dan digunakan sebagai fasilitas untuk memungkinkan mahasiswa belajar. Paket didasarkan pada kondisi pasien yang sebenarnya, dengan dukungan dari literatur. Ini hanya memungkinkan jika ada data pribadi yang sebenarnya, dengan catatan klinis yang jelas kejadiannya, sehingga menghindari perbedaan pendapat yang mungkin terjadi. Setiap paket terdiri dari dua bagian yaitu paket untuk mahasiswa dan paket untuk fasilitator. Paket untuk mahasiswa terdiri dari informasi yang berhubungan dengan skenario, konsep, tujuan pembelajaran dari modul dan petunjuk yang mengarahkan mahasiswa dengan benar. Paket fasilitator terdiri dari data tambahan termasuk data relevan yang berhubungan dengan skenario.
Universita Sumatera Utara
18
3. Penilaian Dalam penerapan PBL penilaian adalah kebutuhan yang sangat penting untuk mencerminkan berjalannya proses PBL. Di awal pelaksanaan, penilaian lebih sulit dalam usaha menerapkan dan mencoba metode. Namun setelah evaluasi dari modul pertama, lebih mudah untuk melakukan penilaian. Penilaian dari tugas yang dikerjakan mahasiswa, maka judul dan struktur tugas yang dibuat selanjutnya lebih sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan dalam modul. Proses refleksi dan integrasi penelitian saat ini dan pengembangan praktek saat ini lebih terbuka. Pada awal penilaian, pemeriksaan seluruh tugas mahasiswa adalah tanggung jawab pimpinan modul. Namun hal tersebut menjadi tugas yang mustahil mengingat tanggung jawab itu harus diselesaikan dalam satu waktu, maka tanggung jawab pemeriksaan tugas mahasiswa diserahkan pada fasilitator, untuk kemudian nilai yang didapat diserahkan ke pimpinan modul. Ada dua dampak dari penilaian ini adalah : 1) Fasilitator dapat memahami dengan lebih baik pada proses pembelajaran yang berjalan dan hasil pembelajaran mahasiswa 2) Fasilitator bertanggung jawab untuk memeriksa setiap tugas dari modul yang melibatkan dirinya dalam proses pembelajaran. Ini memungkinkan penilaian kualitas yang lebih baik dan memberikan kesempatan untuk memberikan umpan balik yang berkualitas, serta memberikan gambaran yang lebih baik dari keseluruhan program.
Universita Sumatera Utara
19
Ketrampilan klinik juga dinilai menggunakan struktur yang objektif dari penilaian klinik. Penentuan penilaian harus melibatkan pihak instruktur klinik, dengan melakukan diskusi. Metode penilaian untuk ketrampilan klinik dipandang sebagai langkah positif untuk sejumlah alasan, yaitu : 1) Mahasiswa merasa lebih nyaman dalam suasana klinik. Mereka diuji untuk beberapa ketrampilan dasar, sehingga mahasiswa mampu bekerja dengan mandiri. 2) Instruktur klinik lebih menerima ketrampilan dasar yang dimiliki mahasiswa. Bukan berarti staf melepaskan peran mereka sebagai pengajar ketrampilan, tetapi bekerja dalam situasi yang padat dimana banyak kegiatan sementara tidak banyak yang mengerjakannya. 4. Strategi evaluasi Evaluasi adalah merupakan bagian yang penting. Setiap langkah dievaluasi, sebagai data dasar untuk perencanaan pengembangan kemampuan staf yang berkelanjutan. Paket pembelajaran dan proses PBL dievaluasi oleh mahasiswa. Evaluasi ini juga mencakup tentang fasilitator, dan informasi itu akan dikembalikan kepada fasilitator yang bersangkutan secara rahasia. Fasilitator mengevaluasi kinerja siswa dan paket pembelajaran. Segala kekurangan dicatat dan dilaporkan kembali pada bagian yang memvalidasi paket pembelajaran. Umpan balik positif juga diharapkan dari evaluasi ini. Tidak dapat dipungkiri, sejumlah besar informasi yang didapat adalah umum dan sangat berguna untuk perbaikan paket pembelajaran dan lain-lain. Namun, informasi ini perlu
Universita Sumatera Utara
20
disederhanakan, sehingga perlu dikembangkan startegi evaluasi yang mencegah fasilitator dan mahasiswa dari kebosanan. 2.2.4. Tahap-tahap dalam PBL Menurut Nursalam & Effendi (2008), dalam PBL mahasiswa diberikan masalah, selanjutnya secara berkelompok (disarankan kelompok kecil, 8-10 orang) mencari solusi atas permasalahan tersebut. Untuk dapat memperoleh hasil yang diharapkan, maka terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam metode PBL, yaitu : 1.
Identifikasi masalah Mahasiswa membaca masalah yang diberikan dan mendiskusikannya.
Mereka dapat terstimulus untuk mendiagnosis masalah tersebut dengan segera. Mereka harus didorong untuk berpikir lebih dalam dengan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, kapan dan sebagainya. 2.
Eksplorasi pengetahuan yang dimiliki Klarifikasi istilah yang digunakan dalam masalah beserta maknanya.
Mahasiswa datang dengan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya, termasuk dari pengalaman hidup. Kita tahu bahwa seseorang dapat memahami materi atau pengetahuan baru jika telah pernah tau tentang topik tersebut 3.
Menetapkan hipotesis Pada tahap ini diharapkan mahasiswa dapat membangun hipotesis dari
permasalahan yang diberikan
Universita Sumatera Utara
21
4.
Identifikasi isu-isu yang dipelajari Isu pembelajaran dapat didefenisikan sebagai pertanyaan yang tak dapat
dijawab dengan pengetahuan yang masih dimiliki oleh mahasiswa. Pada tahap ini mahasiswa harus menyadari apa yang menjadi isu pembelajaran (learning issues), baik bagi kelompok maupun bagi tiap individu 5.
Belajar mandiri Pada tahap ini harus jelas isu pembelajaran yang menjadi tujuan bagi tiap
mahasiswa. Pada area tertentu, perlu ditentukan yang merupakan bagian dari belajar mandiri mahasiswa. Hal ini bermanfaat sebelum masuk pertemuan berikutnya. 6.
Re-evaluasi dan penerapan pengetahuan baru terhadap masalah Ini adalah tahap yang paling krusial dalam proses PBL, yaitu saat
mahasiswa berkumpul kembali setelah membahas isu pembelajaran pada tahap sebelumnya. Pada tahap inilah ilmu atau pengetahuan yang baru diterapkan pada permasalahan yang diberikan di awal. Penelitian di bidang pendidikan mengungkapkan
bahwa
jika
bekerja
dengan
informasi
baru
dengan
mempertanyakannya, menerapkannya pada situasi yang berbeda dapat membantu merangsang pembelajaran pada masa mendatang 7.
Pengkajian dan refleksi Sebelum proses pembelajaran selesai, mahasiswa sebaiknya mendapat
kesempatan untuk berefleksi mengenai proses pembelajaran yang terjadi. Hal ini termasuk melakukan review terhadap pembelajaran yang telah diraih, sekaligus
Universita Sumatera Utara
22
kesempatan bagi kelompok untuk memberikan umpan balik mengenai proses yang telah berlangsung. 2.2.5. Penulisan Skenario Dalam PBL PBL bisa berhasil jika skenario yang digunakan berkualitas tinggi. Menurut Dolman dkk (1997) dalam Nursalam & Effendi (2008), ada beberapa langkah yang bisa digunakan dalam membuat skenario yang efektif, yaitu : 1. Tujuan pembelajaran yang dicapai oleh mahasiswa setelah mereka mempelajari skenario seharusnya konsisten dengan tujuan pembelajaran dari fakultas 2. Masalah yang diberikan seharusnya sesuai dengan tahapan kurikulum dan tingkat pemahaman mahasiswa 3. Skenario menarik bagi mahasiswa atau relevan dengan praktik di masa mendatang 4. Ilmu-ilmu dasar harus dimasukkan dalam konteks skenario klinik untuk mendorong integrasi pengetahuan 5. Skenario seharusnya mengandung petunjuk guna memberi stimulus diskusi dan memotivasi mahasiswa untuk mencari penjelasan dari isu-isu yang dipresentasikan 6. Masalah seharusnya benar-benar terbuka sehingga diskusi tidak berhenti di tengah jalan 7. Skenario seharusnya mendorong partisipasi mahasiswa dalam mencari informasi dari berbagai refrensi
Universita Sumatera Utara
23
2.2.6. Peran Partisipan Dalam PBL Tiap-tiap elemen dalam PBL memiliki peran spesifik sebagai berikut 1. Sebagai narasumber Peran narasumber dalam proses pembelajaran PBL adalah menyusun kasus pemicu, sebagai sumber pembelajaran untuk informasi yang tidak ditemukan dalam sumber pembelajaran lain, melakukan evaluasi hasil pembelajaran 2. Sebagai tutor/fasilitator Secara umum peran fasilitator adalah memantau dan memastikan kelancaran serta melakukan evaluasi terhadap efektifitas belajar kelompok. Secara lebih rinci peran fasilitator adalah : 1) Pada pertemuan pertama, mengatur kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman 2) Memastikan bahwa sebelum proses pembelajaran dimulai setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi
dengan
suara
dikeraskan.
Sementara
itu
yang
lain
mendengarkan dan ada seorang anggota yang mencatat informasi yang penting sepanjang perjalanan diskusi 3) Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan kelompok 4) Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self evaluation
Universita Sumatera Utara
24
5) Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan 6) Memantau jalannya diskusi dan membuat catatan tentang berbagai masalah yang muncul dalam proses belajar, serta menjaga agar proses belajar terus berlangsung, sehingga tidak ada proses belajar yang terlewati atau terabaikan dan fase dilakukan dalam urutan yang tepat 7) Menjaga
motivasi
mahasiswa
dengan
mempertahankan
unsur
tantangan dalam penyelesaian tugas 8) Memberikan pengarahan agar dapat membantu mahasiswa keluar dari kesulitannya 9) Membimbing
proses
belajar
mahasiswa
dengan
mengajukan
pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat. Pertanyaan ini hendaknya merupakan pertanyaan terbuka yang mendorong mereka mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai konsep, ide, penjelasan dan sudut pandang 10) Mengevaluasi penerapan PBL yang dilakukan 3. Sebagai ketua kelompok Peran sebagai ketua kelompok adalah memimpin kelompok melalui proses, memotivasi anggota untuk berpartisipasi, mempertahankan kedinamisan kelompok, memastikan sesuai waktu yang telah ditetapkan, memastikan
kelompok
mengerjakan
tugas
yang
ditentukan,
dan
memastikan notulen dapat mengikuti dan membuat catatan yang akurat
Universita Sumatera Utara
25
4. Sebagai anggota kelompok Peran sebagai anggota kelompok adalah mengikuti langkah-langkah yang ditetapkan, berpartisipasi dalam diskusi, mendengarkan dan menghargai pendapat teman, memberikan pertanyaan terbuka, menganalisis semua tujuan pembelajaran, dan berbagi informasi dengan yang lain untuk mencari penyelesaian masalah
2.3. Teacher Centered Learning 2.3.1. Pengertian Metode konvensional atau juga disebut metode tradisional, biasanya diberikan dengan metode ceramah adalah merupakan pembelajaran teacher centered learning (TCL). Kurdi (2009) berpendapat bahwa TCL yaitu sistem pembelajaran yang bersifat satu arah, dimana pemberian materi oleh dosen yang menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan menjadi satusatunya sumber ilmu sehingga mahasiswa tidak berperan aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Usman (2004) dalam Siddik (2012) metode ceramah adalah suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh pengajar di depan kelas. Peran seorang murid adalah sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat keterangan-keterangan yang disampaikan. Metode ini layak digunakan bila pesan yang disampaikan berupa informasi, jumlah siswa terlalu banyak, dan pengajar adalah seorang pembicara yang baik.
Universita Sumatera Utara
26
Menurut Hadi (2007) pada sistem pembelajaran model TCL, dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajardengan bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini berarti memberikan informasi satu arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana dosen bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan 2.3.2. Strategi Pembelajaran Strategi yang digunakan dalam pendekatan pembelajaran TCL terdiri dari 6 strategi, dibawah ini 6 strategi yang digunakan (Santrock, 2007), yaitu : 1. Mengorientasikan Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, dosen haruslah menyusun kerangka pelajaran dan orientasi ke materi baru tersebut, dengan cara review aktivitas sehari sebelumnya, diskusikan sasaran pelajaran, memberikan instruksi yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan, dan memberi ulasan atas pelajaran pada hari tersebut. 2. Pengajaran, penjelasan dan demonstrasi Pengajaran
dengan
paparan/ceramah
(lecturing),
penjelasan
dan
demostrasi, dosen lebih banyak menghabiskan waktu untuk menerangkan dan mendemonstrasikan materi baru.
Universita Sumatera Utara
27
3.
Pertanyaan dan Diskusi Diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan teacher
centered. Dalam menggunakan strategi ini penting untuk merespons setiap kebutuhan pembelajaran mahasiswa sembari menjaga minat dan perhatian kelompok. Juga, penting untuk mendistribusikan partisipasi luas sembari mempertahankan semangat belajar. 4. Mastery Learning Pembelajaran satu konsep atau topik secara menyeluruh sebelum pindah ke topik yang lebih sulit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mastery learning efektif dalam meningkatkan waktu yang dihabiskan mahasiswa untuk mempelajari suatu tugas. Program mastery learning yang rapi untuk remedial reading akan membuat mahasiswa dapat melangkah maju berdasarkan keahlian mereka, motivasi mereka, dan waktu mereka. 5. Seatwork Semua mahasiswa untuk belajar sendiri-sendiri dibangku mereka. Beberapa dosen menggunakan strategi ini setiap hari, namun ada juga yang jarang menggunakan strategi ini. 6. Homework Memberikan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mahasiswa. Penelitian menemukan bahwa pekerjaan rumah memberi efek lebih positif jika didistribusikan selama periode waktu tertentu, ketimbang diberikan sekaligus dalam satu waktu
Universita Sumatera Utara
28
2.3.3. Keunggulan dan Kelemahan Metode Konvensional Metode konvensional dalam pembelajaran sama dengan metode lain yang memiliki keunggulan dan kekurangan. Menurut Usman (2004) dalam Siddik (2012) keunggulan metode ini adalah penggunaan waktu yang efisien dan pesan yang disampaikan dapat sebanyak-banyaknya, pengorganisasian kelas lebih sederhana, dapat memberikan motivasi terhadap siswa dalam belajar, fleksibel dalam penggunaan waktu dan bahan. Kelemahan metode ini adalah pengajar seringkali mengalami kesulitan dalam mengukur pemahaman siswa, siswa cenderung bersifat pasif dan sering keliru dalam menyimpulkan penjelasan guru, menimbulkan rasa pemaksaan pada siswa, cenderung membosankan dan perhatian siswa berkurang.
2.4. Kepuasan Mahasiswa 2.4.1. Pengertian Kepuasan siswa adalah sikap individu siswa yang memperlihatkan rasa senang atas pelayanan proses belajar mengajar karena adanya kesesuaian antara apa yang diharapkan dari pelayanan tersebut dibandingkan dengan kenyataan yang diterimanya, dengan menggunakan indikator mutu pelayanan yaitu keandalan, daya tanggap, kepastian, empati dan berwujud (Sopiatin, 2010). Menurut Zeithaml dalam Palli & Mamilla (2012) kepuasan adalah hasil yang diraihkan oleh institusi pendidikan yang sama baiknya dengan standar kinerja sistem pendidikan. Para siswa akan lebih puas dan termotivasi untuk menyelesaikan studi mereka jika lembaga menyediakan lingkungan yang
Universita Sumatera Utara
29
memfasilitasi pembelajaran yaitu menyediakan infrastruktur yang tepat untuk kepentingan pendidikan yang dibuat sesuai dengan parameter tertentu untuk mempromosikan pengembangan akademik. Menurut Elliot & Shin dalam Gruber et al (2010) kepuasan mahasiswa adalah pernyataan menyenangkan sebagai hasil evaluasi subyektif mahasiswa terhadap hasil dan pengalaman yang berhubungan dengan pendidikan. Kepuasan mahasiswa dibentuk secara terus menerus dari pengalaman berulang dalam kehidupan kampus. Mutu pelayanan dan kepuasan adalah konsep dasar yang berbeda, mutu merupakan sikap umum sedangkan kepuasan berhubungan dengan transaksi tertentu. Namun dalam literatur pendidikan tinggi didapatkan bahwa mutu pelayanan yang dirasakan mahasiswa adalah merupakan pendahuluan untuk kepuasan mahasiswa. 2.4.2. Indikator Kepuasan Menurut Palli & Mamilla (2012) kepuasan mahasiswa terhadap mutu pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor penilaian eksternal (kebijakan pendidikan pemerintah, kesempatan kerja, budaya, sosial ekonomi dan politik), dan faktor penilaian internal (visi universitas, pegawai di kampus, jenis pilihan jurusan, penyelenggara pendidikan yang kompeten, dan kemampuan pembelajaran di fakultas). Kedua faktor tersebut merupakan atribut dimensi mutu pelayanan.
Universita Sumatera Utara
30
Goverment Policies
University Vision
Courses Offered
Eksternal Factors
Faculty
Student Satisfaction
Evaluation
Internal Factors Evaluation
Service Quality Dimensions
Gambar 2.2. Model Konseptual Hubungan Mutu Pelayanan dengan Opini Mahasiswa di Universitas
Lee, Yoon, Kim & Sohn (2007) dalam penelitiannya yang mengukur kepuasan mahasiswa dalam dua aspek, yaitu nilai P dan nilai M. Nilai P adalah nilai personality (kepribadian) yang mengukur tanggung jawab moral, kreativitas, semangat dalam menghadapi tantangan, kepribadian, kemampuan komunikasi, dan kepemimpinan. Nilai M adalah nilai major yang mengukur nilai utama, praktik di lapangan, kemampuan analisa, kemampuan memecahkan masalah, bahasa asing dan pola pikir global dan kemampuan tehnologi informasi. Kepuasan mahasiswa dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kebijakan universitas.
Universita Sumatera Utara
31
Financial Support Policies Scholarship Support Policies
P - Score University Lecture Policies
Education Educational Special
Support Policies
M - Score
Favor Policies for
Goverment Policies
University Policies
Satisfaction Level
Gambar 2.3. Model Konseptual SEM (A Structural Equation Model) Kebijakan pemerintah terdiri dari kebijakan dukungan keuangan dari pemerintah (dukungan universitas, dana penelitian, sistem reward dan insentif), kebijakan beasiswa dari pemerintah (beasiswa universitas, beasiswa luar negeri, dan beasiswa bagi mahasiswi), kebijakan pendidikan (kebijakan penerimaan mahasiswa universitas, mata pelajaran substantif, dukungan universitas terhadap industri lokal), dan kebijakan pemerintah khusus untuk bakat dan kemampuan ilmiah (kebijakan dinas militer, dukungan pengembangan ilmu di SMU, posisi pemerintah). Kebijakan universitas terdiri dari kebijakan pembelajaran universitas (program pembelajaran, pembelajaran elektif, kurikulum beragam), dan kebijakan dukungan pendidikan universitas (pengalaman pembelajaran lapangan, konseling profesional, tutor atau asisten pembelajaran, jumlah profesor, fasilitas komputer, ruang laboratorium, informasi kerja,
Universita Sumatera Utara
32
pembelajaran kelompok kecil, interaksi dengan mahasiswa senior, gambaran ilmu yang diberikan. Gruber et al (2010) dalam penelitiannya tentang penilaian kepuasan mahasiswa tentang pelayanan yang ditawarkan pendidikan tinggi, terdapat 10 dimensi yang signifikan berhubungan dengan kepuasan mahasiswa, yaitu relevansi pengajaran di kelas dan praktek, lokasi sekolah, dosen, bangunan universitas, dukungan dari dosen, penyediaan informasi, pelajaran, reputasi universitas, ruang kelas, dan jumlah semester. Kepuasan mahasiswa bukan hanya dipengaruhi oleh persepsi kualitas pelayanan tapi juga oleh faktor pribadi, faktor situasional dan faktor harga.
Relevance of teaching t ti School Placement
Personal
Lecturers University Building
Sati Support from lecturers The presentation of
sfaction
Price (tution
with the
Courses Reputation of the
Situational
Lecture theatres Number of semesters
Gambar 2.4. Model Konseptual Kepuasan Mahasiswa terhadap Pelayanan Pendidikan Tinggi
Universita Sumatera Utara
33
Sopiatin (2010) menjelaskan lima faktor yang dapat menentukan mutu pelayanan dalam dunia pendidikan, yaitu : 1.
Keandalan Keandalan berhubungan dengan kemampuan pengajar dalam memberikan
pelayanan proses pembelajaran mengajar yang bermutu, konsisten, serta pengembangan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan harapan mahasiswa. Pelayanan proses belajar mengajar yang bermutu ditandai dengan pembuatan perencanaan untuk proses belajar mengajar, pelaksanaan proses belajar mengajar dimulai dan diakhiri tepat waktu, pendidik menguasai materi pelajaran yang disampaikan sehingga siswa mudah untuk memahaminya, pendidik menggunakan variasi metode pengajaran, dapat menggunakan media pembelajaran yang tersedia, dan dapat memotivasi peserta didik untuk belajar. 2.
Daya Tanggap Daya tanggap adalah kesediaan personil pendidikan untuk mendengar dan
mengatasi keluhan peserta didik yang berhubungan dengan masalah proses belajar mengajar dan masalah pribadi yang mengganggu proses pembelajaran. Proses belajar mengajar adalah merupakan inti dari pendidikan yang menghantarkan keberhasilan peserta didik dalam belajar. Dalam kegiatan ini tentunya banyak rintangan serta permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik, baik mengenai metode pembelajaran, media belajar, hasil evaluasi, maupun fasilitas-fasilitas lainnya yang mendukung kegiatan belajar mengajar. Disamping itu juga permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik yang berkenaan dengan masalah
Universita Sumatera Utara
34
kesulitan belajar, hubungan interpersonal antar peserta didik dan hubungan peserta didik dan personil pendidikan. 3.
Kepastian Kepastian pengertiannya adalah keadaan yang pasti. Peserta didik memilih
institusi pendidikan sebagai tempat untuk belajar dan mengembangkan potensi yang dimilikinya berdasarkan pada informasi, baik dari institusi pendidikan maupun dari orang lain, berdasarkan persepsi diri terhadap institusi pendidikan tersebut. Dengan demikian rasa puas peserta didik atas pelayanan yang diberikan dapat ditentukan oleh apakah layanan yang diberikan sesuai dengan informasi yang telah diterima. Dalam upaya memberikan kepastian atas layanan institusi pendidikan kepada peserta didik tidak dapat terlepas dari kemampuan personil sekolah, terutama staf pengajar, untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji institusi pendidikan terhadap peserta didik. 4.
Empati Empati dalam pemahaman psikologi adalah keadaan mental yang
membuat seseorang merasa dirinya berada pada keadaan perasaan orang lain. Empati terjadi dalam hubungan manusia dengan manusia. Menurut Goleman dalam Sopiatin (2010) empati mempersyaratkan beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Kemampuan tersebut adalah membaca emosi orang lain, mengindera sekaligus menanggapi kebutuhan atau perasaan orang lain, serta menghayati masalah-masalah atau kebutuhan yang tersirat dibalik perasaan orang lain. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan empati yang dapat menimbulkan
Universita Sumatera Utara
35
kepuasan peserta didik bila personil pendidikan dapat memahami peserta didik dengan cara mengindera perasaan dan kepentingan peserta didik, berorientasi melayani meliputi mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan belajar peserta didik, kegiatan yang mengembangkan potensi dan kemampuan peserta didik. 5.
Berwujud Berwujud dalam dunia pendidikan berhubungan dengan aspek fisik
institusi pendidikan yang diperlukan untuk menunjang proses belajar mengajar, meliputi : bangunan, kebersihan lingkungan, laboratorium, perpustakaan, dan fasilitas lainnya. Menurut Dennison & El-Masri (2012) ada empat subskala yang digunakan untuk mengukur kepuasan mahasiswa, yaitu kepuasan terhadap pengajaran di kelas, kepuasan terhadap pengajaran klinis, kepuasan terhadap program pembelajaran dan kepuasan terhadap sistem pendukung dan sumber daya manusia. Roff & McAleer (1997) mengembangkan Dundee Ready Educational Environmet Survey (DREEM), untuk mengukur iklim pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan yang berkelanjutan dan inovatif. DREEM memiliki 5 sub skala pengukuran yaitu persepsi tentang proses pembelajaran, persepsi tentang pendidik, persepdi diri tentang akademik, persepsi tentang suasana belajar, dan persepsi tentang lingkungan sosial.
Universita Sumatera Utara
36
2.3. Kerangka Konsep Penelitian Kepuasan mahasiswa adalah pernyataan menyenangkan mahasiswa yang didapat dari hasil dan pengalaman yang berhubungan dengan penyelenggaraan institusi pendidikan yang sama baiknya dengan standar kinerja sistem pendidikan. Menurut Palli & Mamilla (2012) indikator kepuasan mahasiswa meliputi faktor penilaian eksternal yang berkaitan dengan peran pemerintah dalam proses dan hasil lulusan dari pendidikan, dan faktor penilaian internal yang merupakan penyelenggaraan program pendidikan. Sejalan dengan Lee et al (2007) yang menyatakan bahwa kepuasan mahasiswa dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kebijakan universitas. Gruber et al (2010) menyatakan bahwa kepuasan mahasiswa secara garis besar dipengaruhi oleh fasilitas infrastruktur universitas, peran dosen, program pembelajaran, relevansi perkuliahan dengan praktik lapangan, reputasi universitas dan informasi yang disajikan. Dari tinjauan konsep yang tersaji, salah satu yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa adalah kebijakan universitas yang mengatur penyelenggaraan pendidikan salah satunya adalah metode pembelajaran, dan metode pembelajaran yang dibahas dalam penelitian ini yaitu metode PBL dan metode konvensional. Kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran PBL dievaluasi dari persepsi tentang peran pendidik dalam proses pembelajaran, persepsi tentang hasil akademik dari program pembelajaran (Rideout et al, 2002); persepsi tetang proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006); persepsi tentang suasana pembelajaran, persepsi tentang hubungan interpersonal (lingkungan sosial) (Rideout, 2001). Roff & McAleer
(1997) mengukur kepuasan mahasiswa akan lingkungan
Universita Sumatera Utara
37
pembelajaran melalui kepuasan tentang proses pembelajaran, kepuasan tentang pendidik, kepuasan tentang persepsi akademik, kepuasan tentang suasana belajar, dan kepuasan tentang lingkungan sosial.
Populasi dengan
Populasi dengan
PBL
Metode Konvensional
Kepuasan Mahasiswa • • • • •
Kepuasan tentang pembelajaran Kepuasan tentang pendidik Kepuasan tentang persepsi akademik Kepuasan tentang suasana belajar Kepuasan tentang lingkungan sosial
Kepuasan Mahasiswa • • • • •
Kepuasan tentang pembelajaran Kepuasan tentang pendidik Kepuasan tentang persepsi akademik Kepuasan tentang suasana belajar Kepuasan tentang lingkungan sosial
Gambar 2.5. Kerangka Konsep
Universita Sumatera Utara