16
JUPEDASMEN, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
COOPERATIVE LEARNING SUATU KAJIAN DALAM LINGKUP STUDENT CENTERED LEARNING (SCL): Pengertian, Teori dan Karakteristiknya
Oleh: Ana Nuz‟miah SDN Sawojajar 04 Kota Malang
Abstrak. Proses belajar yang dilakukan oleh individu tidak akan terlepas dari suatu proses pembelajaran yang dilakukan. Secara umum pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran SCL (Student Centered Learning) dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode-metode yang dapat dilakukan antara lain Small Group Discusion, Role Playing dan Simulation, Case Study, Discovery Learning, Self Directed Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning, Contextual Teaching Learning (CTL), Project Based Learning, ProblemBased Learning dan Inkuiry. Melalui metode-metode tersebut akan dapat mewujudkan suasana pembelajaran yang baru dengan partisipasi siswa lebih meningkat dalam proses pembelajaran. Cooperative learning atau Pembelajaran Kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan faham konstruktivis. Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok harus saling bekerjasama dan membantu dalam proses pemahaman materi pembelajaran Kata Kunci: Cooperative Learning dan Student Centered Learning (SCL)
Dalam dunia pendidikan kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sesuatu aktivitas yang terpenting. Hal ini karena melalui proses tersebut dapat terwujud sumber daya manusia yang berkualitas. Secara definitif terdapat sejumlah pengertian tentang belajar. Hamalik (200:27) mendefinisikan bahwa “belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defired as the modification or strengthening of behavior through experiencing)”. Selain itu belajar juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Sedangkan menurut pandangan Skiner (dalam Sagala, 2006:14) mendefinisikan bahwa “belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif.
Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saaat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik”. Carl R. Rogers (dalam Sagala, 2006: 33) mendefinisikan pengertian belajar yang menitikberatkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Definisi tentang belajar menurut Rogers adalah “kebebasan dan kemerdekaan mengetahui apa yang baik dan yang buruk, anak dapat melakukan pilihan tentang apa yang dilaksanakannya dengan penuh tanggung jawab”. Sedangkan Bloom (dalam Sagala 2006:34) melihat belajar sebagai satu kesatuan dari keseluruhan tujuan pendidikan yang tertuang dalam domain tingkatan kognitifnya dan disebut dengan taksonomi Bloom. Bloom mendefinisikan bahwa” belajar adalah perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif,
Ana Nuz’miah, Cooperative Learning Suatu Kajian Dalam Lingkup...
dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, sebagai masyarakat, maupun sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa”. Proses belajar yang dilakukan oleh individu tidak akan terlepas dari suatu proses pembelajaran yang dilakukan. Secara umum pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsurunsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Sagala (2006:61) mendefinisikan bahwa “pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid”. Menurut Corey (dalam Sagala, 2006:61) mengemukakan tentang konsep pembelajaran adalah “suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap suatu tertentu, pembelajaran merupakan subset dari pendidikan khusus”. Teknologi pembelajaran melibatkan tiga komponen utama yang saling berinteraksi yaitu guru (pendidik), siswa (peserta didik), dan kurikulum. Komponen tersebut melengkapi struktur dan lingkungan belajar formal. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan dunia pendidikan maka paradigma pembelajaran mulai berkembang. Dalam hal ini adanya reformasi pembelajran yang semula “guru/dosen aktif di kelas,
17
peserta didik menonton “menjadi” peserta didik aktif belajar dan bekerja di kelas, guru/dosen mengarahkan dari dekat”. Isjoni (2007:58) menyatakan bahwa „pada saat ini muncul suatu pendekatan baru yang disebut dengan SCL (Student Centered Learning) yang mencoba mengubah pendekatan pembelajaran konvensional atau LCL (Lecturer Centered Learning)‟. SCL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang lebih berpusat pada aktivitas belajar siswa. Hal ini dilakukan karena selama ini pendekatan pembelajaran yang dilakukan sarat dengan suasana instruksi (perintah) dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan IPTEK yang cepat. Selain itu, hakikat pendidikan mewajibkan pengintegrasian nilai-nilai moral, budi pekerti luhur, kreativitas, kemandirian dan kepemimpinan yang sulit dilakuakn melalui pendekatan konvensional yang kurang fleksibel dalam mengakomodir materi pelajaran. Utnuk memahami tentang pendekatan pembelajaran dengan pendekatan LCL dan SCL dapat dilihat pada Tabel 1. Pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran SCL (Student Centered Learning) dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode-metode yang dapat dilakukan antara lain Small Group Discusion, Role Playing dan Simulation, Case Study, Discovery Learning, Self Directed Learning, Cooperative Learning, Collaborative Learning, Contextual Teaching Learning (CTL), Project Based Learning, Problem-Based Learning dan Inkuiry. Melalui metode-metode tersebut akan dapat mewujudkan suasana pembelajaran yang baru dengan partisipasi siswa lebih meningkat dalam proses pembelajaran.
18
JUPEDASMEN, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
Tabel 1 Perbedaan antara Pembelajaran Berbasis LCL dan SCL LCL SCL Pengetahuan ditransfer dari guru ke siswa Siswa secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya Siswa menerima pengetahuan secara aktif Siswa secara aktif terlibat di dalam mengelola pengetahuan Lebih menekankan pada pengetahuan materi Tidak hanya menekankan pada penguasaan materi tetapi juga dalam mengembangkan karakter siswa (life long learning) Biasanya memanfaatkan media tunggal Memanfaatkan banyak media (multi media) Fungsi pengajar sebagai pemberi informasi uatama Fungsi dosen sebagai fasilitator dan evaluasi dilakukan dan evaluator bersama dengan siswa Menekankan pada jawaban yang benar saja Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan berkesinambungan dan terintegrasi, serta menekankan pada proses pengembangan pengetahuan. Kesalahan dinilai dapat menjadi salah satu sumber belajar Sesuai untuk mengembangkan ilmu dalam satu Sesuai untuk pengembangan ilmu dengan cara disiplin saja pendekatan interdisipliner Iklim belajar lebih individualisme dan kompetitif Iklim yang dikembangkan lebih bersifat kolaboratif, suportif dan kooperatif Hanya siswa yang dianggap melakukan prose Siswa dan guru belajar bersama di dalam pembelajaran mengembangkan pengetahuan, konsep dan keterampilan Proses pembelajaran di sekolah merupakan bagian Siswa dapat belajar tidak hanya dari proses pembelajaran terbesar dalam proses pembelajaran di sekoah saja tapi dapat menggunakan berbagai cara dan kegiatan Penekanan pada tuntasnya materi pembelajaran Penekanan pada pencapaian kompetensi peserta didik dan bukan tuntasnya materi Penekanan pada bagaimana cara guru melakukan Penekanan pada bagaimana cara siswa dapat belajar pembelajaran dengan menggunakan berbagai bahan interdisipliner, penekanan pada Problem-Based Learning dan skill competency
Sumber: Adaptasi dari Isjoni (2007:60-61)
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) Pengertian Cooperative Learning Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok satu tim. Definisi sebenarnya juga sangat beragam. Slavin (dalam Isjoni, 2007:15) mengemukakan pengertian Cooperative learning adalah: In Cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher. Dari kutipan tersebut dapat dikemukakan bahwa
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Berdasarkan uraian tersebut mengandung arti bahwa Cooperative Learning mengandung arti bekerja sama dalam mencapai sebuah tujuan. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Dimyati,2006).
Ana Nuz’miah, Cooperative Learning Suatu Kajian Dalam Lingkup...
Cooperative learning atau Pembelajaran Kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan faham konstruktivis. Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok harus saling bekerjasama dan membantu dalam proses pemahaman materi pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Holubec (dalam Nurhadi, dkk, 2004:60) yang menyatakan bahwa pengajaran kooperatif (Cooperative learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Dalam cooperative learning belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran (belum menguasai materi). Selain pengertian di atas, banyak juga yang menyebutkan cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong. Dalam hal ini maksudnya yaitu sistem pembelajaran yang meberi kesempatan kepada
peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Namun, cooperative learning hanya dapat dilakukan jika sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok. Teori-teori Cooperative learning Cooperative learning didasarkan pada teori-teori perkembangan kognitif, perlakuan, dan persandaran sosial. Hal ini karena cooperative learning merupakan model pembelajaran yang sistematis yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif dan mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis. Slavin, 1995 (dalam Isjoni, 2007:29) mengemukakan bahwa teori perkembangan kognitif adalah berasaskan teori Piaget dan Vygotsky. Teori tersebut dikenal dengan “Piaget Konstruktivism Kognitif” dan ‟Vygotsky Konstruktivism Sosial”.
Saling ketergantungan
Akuntability Individu
Saling ketergantungan
19
Pembelajaran Kooperatif
Interaksi Bersama
Saling ketergantungan
Gambar 1 Elemen-Elemen Dalam Pembelajaran Kooperatif Sumber Isjoni (2007:18)
20
JUPEDASMEN, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
Konstruktivisme adalah cabang daripada kognitivisme. Konstruktivisme adalah satu pandangan bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada. Dalam proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru. Teori Vygotsky berdasarkan kepada premis bahwa pengetahuan terbina daripada interaksi kumpulan dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan untuk teori Piaget berasaskan kepada premis., apabila individu bekerjasama atas persekitarnya, konflik sosio-kognitif akan berlaku dan akan mewujudkan ketidakseimbangan kognitif dan seterusnya mencetuskan perkembangan kognitif. Teori perlakuan menekankan peranan penting ganjaran dalam cooperative learning. Teori perlakuan dalam hal ini melibatkan perspektif, sikap, motivasi, kemampuan berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial serta mampu menyelesaikan masalah. Pemberian reward dapat memberi perangsang kepada siswa untuk bekerjasama dalam kumpulan belajar. Teori kesalingtergantungan (persandaran sosial) berdasarkan pada premis bahwa interaksi antara individu dan hasil ditentukan jenis struktur yang digunakan. Johnson & Johnson, 1998 (dalam Isjoni, 2007:30). Teori-teori terseut akan lebih dijelaskan sebagai berikut: Teori Ausubel yang dikemukakan oleh David Ausubel seorang ahli psikologi pendidikan. Menurutnya bahan yang dipelajari haruslah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif
ialah fakta-fakta, konsep-konep dan generalisasi-generalisai yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pembelajaran bermakna ini juga diungkapkan Suparno (dalam Isjoni, 2007:35) yang mengatakan bahwa pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang dalam proses pembelajaran. Hal ini berarti, pembelajaran bermakna terjadi jika pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Denga demikian, factor intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan teori Piaget, 1996 (dalam Isjoni, 2007:36) mengemukakan bahwa setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual yaitu: Sensoni motor (0-2 tahun); Pra operasional (2-7 tahun); Operasional konkret (7-11 tahun); Operasional formal (11 tahun ke atas). Dalam hubungannya dengan pembelajaran, teori ini mengacu kepada kegiatan pembelajaran yang harus melibatkan partisipasi peserta didik. Sehingga menurut teori ini pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan secara verbal tetapi harus dikonstruksi dan rekonstruksi peserta didik. Dalam realisasi kegiatan pembelajaran peserta didik harus bersifat aktif (Poerwanti,2006). Berbeda dengan teori Vygotsky, 1997 (dalam Isjoni 2007:39) yang mengemukakan pembelajaran merupakan suatu perkembangan pengertian. Ia membedakan adanya dua pengertian yang spontan dan yang ilmiah. Spontan diterjemahkan sebagai pengertian yang didapatkan dan penaglaman anak sehari-hari. Sedangkan pengertian
Ana Nuz’miah, Cooperative Learning Suatu Kajian Dalam Lingkup...
ilmiah adalah pengertian yang didapat dari ruangan kelas, atau yang diperoleh dan pelajaran di sekolah. Sumbangan dari teori Vygotsky adalah penekanan pada bakat sosiokultural dalam pembelajaran. Menurutnya pembelajaran terjadi saat anak bekerja dalam zona proksimal (zone of proximal development). Zona perkembangan proksima adaah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada saat ini. Ide penting lain yang diturnkan oleh Vygotsky ini adalah scaffolding, yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangnya dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut perupa petunjuk, peringatan, dorongan, mernguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh, ataupun hal-hal lain yang memungkinkan pelajar tumbuh mandiri. Dalam teori ini menjelaskan juga adanya hubungan langsung antara dominankognitif dengan sosial budaya.
21
untuk memperoleh penghargaan kelompok. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. Pertanggungjawaban individu. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. Kesempatan yang sama untuk berhasil. Cooperative learning menggunakan metode scoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Karakteristik Cooperative learning
Tujuan Cooperative learning Tujuan utama dalam model pembelajaran cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara kelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara kelompok. Menurut Slaviv, 1995 (dalam Isjoni, 2007:21) mengemukakan konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning yaitu: Penghargaan kelompok. Cooperative learning merupakan tujuan-tujuan kelompok
Menurut Bennet, 1995 (dalam Isjoni, 2007:41) menyatakan karakteristik cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu: (a) Positive Interdependence. Yaitu hubungan timbal balik yang didasari adaya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya.untuk menciptakan suasana tersebut, guru perlu merancang struktur dan tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar, mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami bahan pelajaran. Kondisi ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya
22
JUPEDASMEN, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
ketergantungan secra positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota kelompok untuk bekerjasama. (b) Interaction Face to Face; Yaitu interaksi yang berlangsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. Dalam hal ini tidak ada penonjolan kekuatan individu, melainkan yang ada hanya pola interaksi dan perubahan yang bersifat verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya saling hubungan timbal balik yang bersifat positif sehingga dapat mmpengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran. (c) Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok; Dalam cooperative learning terdapat tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok. Dalam hal ini siswa akan termotivasi untuk mebantu temannya, karena tujuan dalam cooperative learning adalah menjadikan setiap anggota kelompoknya menjadi lebih kuat pribadinya. Berbeda lagi dengan Arif Ismail (dalam Isjoni, 2007:33) menyebutkan bahwa cooperative learning juga memiliki prinsip asas yaitu sebagai berikut.: (1) Saling bergantungan positif (Positive Interdependence), (2) Face to Face Interaction, (3) Akuntabilitas Individu (Individual Accountability), (4) Penglibatan Seksama, (5) Group Processing, (6) (Pemrosesan Kumpulan), (7) kemahiran Serentak, dan (8) Interaksi Serentak. Model-model Cooperative learning Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dan
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, Student Team Achievement Division (STAD) Tipe ini dikembangkan oleh Slavin dan merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Metode ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Tahapan yang ada dalam proses pembelajaran STAD adalah: (1) Tahap penyajian materi, (2) Tahap kegiatan kelompok, (3).Tahap tes individual, (4) Tahap penghitungan skor perkembangan individu. Jigsaw Metode Jigsaw terdiri dari dua metode, yaitu: Metode I, langkah-langkahnya sebagai berikut: (a) Siswa dibagi beberapa kelompok (masing-masing kelompok beranggotakan 5-6 mahasiswa, yaitu mahasiswa yang bervariasi/heterogen), (b) Materi dipilah-pilah menjadi beberapa bagian, setiap kelompok mengkaji bagian yang unik, ( c) Anggota dari kelompok yang berbeda bertemu dengan anggota dari kelompok lain yang memiliki bagian atau bahan kajian yang sama, dan (d) Setelah itu, mereka kembali kepada kelompoknya dan mengambil posisi untuk menyampaikan apa yang telah dikaji dari kelompok sebelunya kepada anggota kelompoknya. Metode II, langkah-langkahnya sebagai berikut: (a) Siswa bekerja dalam suatu kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa, (b) Semua siswa dalam kelompok tersebut membaca suatu narasi, misalnya buku, cerita pendek, atau
Ana Nuz’miah, Cooperative Learning Suatu Kajian Dalam Lingkup...
biografi tokoh pelaku ekonomi yang sukses, (c) Setiap siswa dalam kelompok tersebut memilih topic tertentu dari narasi tersebut dan menjadikannya sebagai “siswa ahli”. (d) Selanjutnya mereka bertemu dalam “kelompok siswa ahli” (e) Setelah selesai dalam kelompok siswa ahli masing-masing kembali kepada kelompoknya seperti pada jigsaw metode I. Group Investigation (GI) Langkah-langkah dalam model ini antara lain: (a) Siswa dibagi ke dalam kelompok yang beranggotakan 4-5- orang (kelompok disusun berdasarkan perkawanan atau berdasarkan pada keterkaitan akan sebuah materi melanggar ciri-ciri cooperative learning), (b) Siswa memilih sub topic yang ingin mereka pelajari dan topic yang baiasanya telah ditentukan guru, (c) Selanjutnya siswa dan guru merencanakan tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topic dan materi yang dipilih, (d) Kemudian siswa mulai belajar dengan berbagai sumber belajar baik di dalam ataupun di laur sekolah, dan (e) Setelah proses pelaksanaan belajar selesai, mereka menganalisis, menyimpulkan, dan membuat kesimpulan untuk mempresentasikan hasil belajar mereka di depan kelas. Team games Turnament (TGT) Langkah-langkah metode TGT yaitu sebagai berikut: (a) Siswa dibagi beberapa kelompok, masing-masing anggota tim/ kelompok memiliki kemampuan tinggi, menengah, rendah, laki-laki, perempuan; berasal dari latar belakang berbeda, (b) Kompetisi dilaksanakan pada suatu meja turnamen yang terdiri dari tigas siswa, masingmasing berfungsi sebagai pembaca, penantang I, atau penantang II, secara berputar dan bergilir, (c) Pembaca melakukan: Me-
23
ngambil kartu bernomor dan mencari pertanyaan terkait pada lembar permainan. Membaca pertanyaan tersebut dengan cukup keras. Penantang I menjawab pertanyaan; penantang I akan memberikan jawaban atau melemparkannya ke penantang II yang menerima pertanyaan tersebut harus menjawab, berikutnya mereka mencocokkan dengan lembar jawaban benar akan mendapat skor, namun bilamana jawaban salah tidak dikenakan pinalti, ( d) Siswa yang berkemampuan tinggi dari kelompok I, berkompetensi dengan siswa yang juga berkemampuan tinggi dari kelompok II dan III, dan (e) Setelah turnamen selesai, perolehan skorskor tim dipampang beserta keterangan kelompok pemeroleh skor tertinggi, dan pemenang dari meja turnamen. Rotating Trio Exchange Prosedur pelaksanaan Rotating Trio Exchange antara lain: (a) Pembentukan kelompok oleh guru yang terdiri dari 3 orang siswa. Masing-masing diberi simbol 0, 1, dan 2, (b) Penyampaian prosedur yang akan dilakukan yaitu Rotating Trio Exchange, dengan cara: Setelah terbentuk kelompok maka guru memberikan bahan diskusi utnuk dipecahkan trio tersebut. Selanjutnya berdasarkan waktu maka siswa yang mempunyai simbol I berpindah searah jarum jam dan simbol 2 sebaliknya, berlawanan jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap di tempat. Guru memberikan pertanyaan baru untuk didiskusikan oleh trio baru tersebut. Rotasikan kembali siswa seusai setiap pertanyaan yang disiapkan, (c) Penyajian hasil diskusi oleh kelompok, dan (d) Memberikan tugas kepada siswa. Group Resume Model ini akan menjadikan interaksi antar siswa lebih baik. Langkah-langkahnya
24
JUPEDASMEN, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2016
antara lain: (a) Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok yang terdiri dari 3-6 orang siswa, (b) Guru memberikan penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang bagus, baik bakat ataupun kemampuannya dikelas, (c) Kelompok-kelompok tersebut membuat kesimpulan yang didalamnya terdapat data-data latar belakang pendidikan, pengetahuan akan isi kelas, pengalaman kerja, kedudukan yang dipegang sekarang, keterampilan, hobby, bakat dan lain-lain, dan (d) Setiap kelompok mempresentasikan kesimpulan kelompok mereka. PENUTUP Kesimpulan Istilah cooperative learning dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar-mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli orang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Selain itu banyak bukti-bukti nyata tentang keberhasilan pendekatan ini dan masyarakat
ataupun para stakeholders pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta menggabungkan kemampuan dan keahlian. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa cooperative learning tersebut mampu memasuki mainstream (kelaziman) praktek pendidikan. Model pembelajaran cooperative learning sebenarnya juga akan berjalan baik jika diterapkan dengan kelas yang kemampuan siswanya bervariasi dan lebih membutuhkan pendekatan ini. Kehadiran model pembelajaran cooperative learning tidak bermaksud menggantikan pendekatan kompetitif (persaingan). Nuansa kompetitif di kelas akan sangat baik jika diterapkan secara sehat dan seimbang. Namun, pendekatan kooperatif ini adalah sebagai alternative pilihan dalam mengisi kelemahan kompetitif. Hal ini karena dalam pendekatan kompetitif hanya sebagian siswa saja yang bertambah pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam ketidaktahuannya. Selain itu, tidak sedikit siswa yang akan malu bila ketidaktahuannya di-expose, dan terkadang motivasi persaingan menjadi kurang sehat bila para murid saling menginginkan agar siswa lainnya tidak mamapu dalam menjawab pertanyaan. Oleh sebab itu sikap mental inilah yang perlu untuk mengalami improvement (perbaikan).
DAFTAR RUJUKAN Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Isjoni. 2007. Cooperative learning. Bandung: Alfabeta
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Isjoni, dkk. 2007. Pembelajaran TerkiniPerpaduan Indonesia Malaysia. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Isjoni, dkk. 2007. Pembelajaran VisionerPerpaduan Indonesia Malaysia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ana Nuz’miah, Cooperative Learning Suatu Kajian Dalam Lingkup...
Nurhadi & Senduk, A.G. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang Nurhadi & Senduk, A.G. 2004. Pembelajaran KOntekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan
25
penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang Poerwanti,Endang. 2005. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Malang: UM Press. Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta