BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Pendidikan Kesehatan
2.1.1 Defenisi Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan dapat memberikan pengaruh dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit. Bagi negara berkembang pendidikan kesehatan penting dilakukan dalam upaya pencegahan dan menjaga kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan tentang kesehatan diberikan dengan harapan berpengaruh terhadap perilaku. Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat. Selain itu, pendidikan kesehatan juga merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang dapat menerima atau menolak informasi, sikap maupun praktek baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Notoatmodjo, 2003). Menurut Nyswander pendidikan kesehatan adalah proses pada perubahan diri manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan perseorangan dan masyarakat. Berdasarkan berbagai defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dinamis dengan tujuan mengubah prilaku manusia yang meliputi pengetahuan, sikap, ataupun
Universitas Sumatera Utara
praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok, maupun masyarakat, serta merupakan komponen dari program kesehatan.
2.1.2 Prinsip-prinsip pendidikan kesehatan Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan itu penting untuk menunjang program-program kesehatan yang lain. Akan tetapi, pengakuan ini tidak didukung oleh kenyataannya. Artinya, dalam program-program pelayanan kesehatan kurang melibatkan pendidikan kesehatan. Meskipun program itu telah melibatkan pendidikan kesehatan, tetapi kurang memberikan bobot. Argumentasi mereka adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan itu tidak segera membawa manfaat bagi masyarakat dan tidak mudah dilihat atau diukur. Hasil investasi pendidikan kesehatan baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian. Dalam waktu yang pendek pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan pengetahuan saja belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan (Notoatmodjo, 2011)
2.1.3 Peranan Pendidikan Kesehatan Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu faktor predisposisi (faktor yang mendukung dan faktor yang memperkuat atau mendorong atau penguat. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai upaya intervensi perilaku harus diarahkan pada ketiga faktor tersebut. Peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-
Universitas Sumatera Utara
nilai kesehatan. Dengan kata lain, pendiidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk memotivasi atau mengoordinasikan sasaran agar mereka berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai-nilai kesehatan (Notoatmodjo, 2011)
2.1.4 Konsep Pendidikan Kesehatann Konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu, dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar (Notoatmodjo, 2011).
2.1.5 Tujuan Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan suatu komunikasi untuk mencapai tujuan kesehatan yang positif dan mencegah atau meminimalkan sakit sehat baik dalam individu maupun kelompok yang dipengaruhi oleh kepercayaan, tingkah laku dan kebiasaan yang dapat dijadikan kekuatan untuk komunitas yang lebih besar (Smith, 1979) Tujuan pendidikan kesehatan yang utama adalah tercapainya perubahan prilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam memelihara perilaku sehat serta berperan
Universitas Sumatera Utara
aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Secara umum dan operasional pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadi kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai (Herawani, 2001). Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pendidikan kesehatan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat (Effendy, 1995). Menurut Azwar (1983) dalam (Machfoedz & Suryani, 2008) bahwa perilaku kesehatan sebagai pendidikan kesehatan menjadi 3 macam, yaitu : 1. Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai yang bernilai di masyarakat. Dengan demikian kader masyarakat mempunyai tanggung jawab di dalam penyuluhannya mengarahkan kepada keadaan bahwa cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari. 2. Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya sendiri maupun menciptakan perilaku sehat di dalam kelompok. Itulah sebabnya dalam hal ini pelayanan kesehatan dasar diarahkan agar dikelola sendiri oleh masyarakat, dalam hal bentuk yang nyata misalnya posyandu. Seterusnya dalam kegiatan ini diharapkan adanya langkah-langkah mencegah timbulnya penyakit. 3. Mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana pelayanan yang ada secara tepat. Ada kalanya masyarakat memanfaatkan sarana kesehatan yang ada secara berlebihan. Sebaliknya sudah sakit belum pula menggunakan sarana kesehatan yang ada sebagaimana mestinya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan Menurut Effendy (1995) yang menjadi ruang lingkup pendidikan kesehatan meliputi tiga aspek yaitu: materi/pesan, dan metode yang digunakan. Menurut (Machfoedz & Suryani, 2008) ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Dari dimensi sasarannya, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni: 1. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu. 2. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok. 3. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2.1.7 Manfaat Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat merupakan suatu upaya meningkatkan kesejahteraan anak di dalam keluarga. Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses dan tanggung jawab secara bersama antara individu, keluarga dan komunitas serta memiliki manfaat untuk meningkatkan kontrol kesehatan dan kesakitan terhadap diri sendiri (Ramsay, 2008) Pendidikan kesehatan memiliki manfaat untuk merubah tingkah laku atau kebiasaan yang ada di dalam masyarakat. Pendidikan kesehatan dapat melalui wawancara secara intensif (face to face). Dengan face to face pendidikan kesehatan dapat disampaikan secara langsung oleh perawat kepada klien yang membutuhkan. Pendidikan kesehatan yang dilakukan secara tatap muka akan mudah diterima klien.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkah laku terhadap kesehatan adalah status sosial, usia tingkat pendidikan dan jenis kelamin (Jo et, 2003)
2.1.8 Sasaran Pendidikan Kesehatan Sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia, berdasarkan kepada program pembangunan Indonesia adalah masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan, masyarakat dengan kelompok tertentu, seperti wanita, pemuda, remaja. Termasuk dalam kelompok khusus ini adalah kelompok lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi, sekolah agama swasta maupun negeri, sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan individual. (Machfoedz & Suryani, 2008).
2.1.9 Media Pendidikan Kesehatan Yang dimaksud dengan media pendidikan kesehatan sebenarnya nama lain dari alat bantu pendidikan AVA. Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran untuk menyampaikan informasi-informasi kesehatan. Alatalat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien. Terminologi media sebenarnya ditunjang dari istilah komunikasi. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan media, media ini dibagi menjadi tiga, yakni: media cetak, media elektronik, media papan. (Notoatmodjo, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.1.10 Pendidikan Kesehatan Tentang TB Paru Menurut Murniasih, 2010 menyatakan bahwa pendidikan kesehatan sangat penting untuk memberikan informasi yang jelas dan lengkap mengenai TBC. Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam program penyuluhan penderita TB yaitu : 1. Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka, ceramah, dan media massa yang tersedia di wilayahnya tentang cara pencegahan TB. 2. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat sebagai upaya mengurangi penyebaran penyakit. 3. Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain. 4. Menganjurkan perubahan sikap masyarakat dan perbaikan lingkungan demi tercapainya masyarakat yang sehat. 5. Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila di antara warganya ada yang mempunyai gejala-gejala penyakit TBC. 6. Berusaha menghilangkan rasa malu penderita karena penyakit TB paru bukan penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti sama halnya penyakit lain. 7. Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya sesuia formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Konsep Pengetahuan
2.2.1
Pengertian Pengetahuan Soekanto dalam Mubarak (2007) menyatakan bahwa pengetahuan adalah
kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). Wahit dalam Mubarak (2007) menyatakan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontrak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2011) Notoatmodjo (2011) menyatakan bahwa pengetahuan memiliki 6 tingkatan yaitu: tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (aplication), analisis (analysis), sintesis (syntesis), evaluasi (evaluation). 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang apa yang
Universitas Sumatera Utara
dipelajari
antara
lain
menyebutkan,
menguraikan,
mendefenisikan,
menyatakan. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3.
Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Contoh: dapat menyesuaikan, merencanakan, meringkaskan.
Universitas Sumatera Utara
6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan kriteria ketentuan sendiri atau menggunakan kriteriakriteria yang ada. Contoh: dapat membandingkan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin dikukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat – tingkat tersebut di atas. ( Notoatmodjo, 2011) Menurut Mubarak (2007) menyatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur
dari
subyek
penelitian
atau
responden.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang: a.
Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikan rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
b.
Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
c.
Umur Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.
d.
Minat Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
e.
Pengalaman Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
f.
Kebudayaan lingkungan sekitar Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan menpunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang. g.
Informasi Kemudahan
untuk
memperoleh
suatu
informasi
dapat
membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
2.3 Konsep TB Paru 2.3.1
Pengertian TB Paru Menurut Arif Mansjoer (2001), tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi, dan menurut Djojodibroto (2003), tuberkulosis adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri itu merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri tersebut lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. ( Murniasih, 2010)
2.3.2
Penyebab Penyakit TB Paru Penyebab penyakit Tuberkulosis adalah bakteri mycobacterium tuberculosis.
Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis,lurus atau agak bengkok, bergranula atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna
Universitas Sumatera Utara
dengan asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis uga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob. Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen M. Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis. (Seomantri, 2008)
2.3.3
Gejala dan Tanda-tanda Penyakit TB Paru Menurut Danusantoso (2012), gejala dan tanda-tanda penyakit tuberkulosis
adalah demam tingkat rendah, batuk berdahak lebih dari 3 minggu, keletihan, anoreksia, hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, sesak nafas dan batuk menetap Tentu tidak semua pasien TB punya semua gejala di atas, kadang-kadang hanya satu atau dua gejala saja. Berat ringannya masing-masing gejala juga amat bervariasi. ( Adiatma, 2006)
Universitas Sumatera Utara
2.3.4
Klasifikasi TB Paru Menurut Danusantoso (2012), klasifikasi TB Paru adalah sebagai berikut: 1. TB primer Pada seseorang yang belum pernah kemasukan basil TB, tes tuberculin akan negative karena system imunitas seluler belum mengenal basil TB. Bila orang ini mengalami infeksi oleh basil TB, walaupun segera difagositosis oleh makrofad, basil TB tidak akan mati, bahkan mikrofagnya dapat mati. Dengan demikian, basil TB ini lalu dapat berkembang biak secara leluasa dalam 2 minggu pertama di alveolus paru, dengan kecepatan 1 basil menjadi 2 basil setiap 20 jam, sehingga pada infeksi oleh 1 basil saja, setelah 2 minggu akan bertambah menjadi 100.000 basil. 2. TB Sekunder Yang dimaksud dengan TB sekunder ialah penyakit TP yang baru timbul setelah lewat 5 tahun sejak terjadinya infeksi primer. Dengan demikian, mulai sekarang apa yang disebut TB post-primer, secara internasional diberi nama baru TB sekunder.
2.3.5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya TB Paru Berhubung daya tahan tubuh terhadap penyakit TB terutama ditentukan oleh
ampuhnya sistem imunitas seluler, setiap faktor yang menggangu akan meningkatkan kerentanan terhadap TB, seperti AIDS, pemakaian kortikosteroid sistemik jangka lama, diabetes melitus, kekurangan gizi, dsb (Danusantoso, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Orang yang mempunyai bekas penyakit TB, walaupun termasuk klasifikasi tenang, bila belum pernah menerima pengobatan spesifik lengkap, kemungkinan akan menderita TB jauh lebih besar dibandingkan dengan normal. Akhir-akhir ini, juga diketahui bahwa mereka yang tinggi dan kurus lebih besar kemungkinannya mendapat TB bila dibandingkan dengan mereka yang tidak kurus. (Danusantoso, 2012)
2.3.6 Cara Penularan TB Paru Crofton dalam Danusantoso (2012) menyatakan bilamana hinggap di saluran yang agak besar, misalnya trakea dan bronkus, droplet nuclei akan segera dikeluarkan oleh gerakan cilia selaput lendir saluran pernapasan ini. Namun, bilamana hasil masuk sampai ke dalam alveolus maupun menempel ke dalam alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkeolus, droplet nuclei akan menetap dan basil-basil TB akan mendapat kesempatan untuk berkembang biak setempat. Oleh karena itu infeksi TB berhasil. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi misi-misi ini. Pertama-tama ialah jumlah basil dan virulensinya. Dapatlah dimengerti bahwa makin banyak basil di dalam dahak seorang penderita, maka makin besarlah bahaya penularan. Dengan demikian, para penderita dengan dahak yang sudah positif pada pemeriksaan langsung dengan mikroskop akan jauh lebih berbahaya dari mereka yang baru positif pada pembenihan, yang jumlah basilnya di dalam dahak jauh lebih sedikit. (Danusantoso, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Cara batuk memegang peranan penting. Kalau batuk ditahan, hanya akan dikeluarkan sedikit basil, apalagi kalau pada saat batuk penderita menutup mulut dengan kertas tissue. Faktor lain ialah cahaya matahari dan ventilasi. Karena basil TB akan tahan cahaya matahari, kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil. (Danusantoso, 2012) Juga mudah dimengerti bahwa ventilasi yang baik, dengan adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar dari luar, dapat juga mengurangi bahaya penularan terbesar terdapat di perumahan-perumahan yang berpenghuni padat dengan ventilasi yang jelek serta cahaya matahari kurang/tidak dapat masuk. (Danusantoso, 2012) Pada waktu berbicara, meludah, bersin, ataupun batuk, penderita TBC akan mnengeluarkan kuman TBC yang ada di paru-parunya ke udara dalam bentuk percikan dahak. Kemudian, tanpa sadar dan tanpa sengaja, orang lain akan menghirup udara yang mengandung kuman TBC itu hingga masuk ke paru-paru dan kemudian menyebar ke bgaian tuuh lainnya. Begitulah penularan penyakit TBC itu terjadi. (Yoannes, 2008)
2.3.7
Komplikasi Penyakit TB Paru Menurut Danusantoso (2012) komplikasi TB adalah pleuritis eksudatif,
hemoptysis (batuk darah), TB laring, empiema, abses paru, cor pulmonale, bronchitis kronis, hipokalemia, anemia, pneumotoraks.
Universitas Sumatera Utara
2.3.8
Penatalaksanaan Penyakit TB Paru Menurut Widoyono (2008), pengobatan Tuberkulosis paru menggunakan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) dengan metode Directly Observed Treatmend Shortcourse (DOTS). a. kategori I (2 HRZES/H3R3) untuk pasien TB baru b. Kategori II (2HRZES/HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan c. Kategori III (2HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA(-), RO(+) d. Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA (+). Obat diminum sekaligus 1 (satu) jam sebelum makan pagi. Menurut Soemantri (2008) penatalaksanaan terhadap pasien TB paru adalah penyuluhan kesehatan, pencegahan, pemberian obat-obatan yaitu dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis), bronkodilator, OBH (Obat Batuk Hitam), vitamin, fisioterapi dan rehabilitasi, konsultasi secara teratur.
2.3.9
Pencegahan TB Pada Orang Dewasa Hendaknya kita selalu ingat bahwa TB pada orang dewasa lebih sering
ditimbulkan oleh reinfeksi endogen (80%) daripada eksogen (20%). Bagi mereka yang tergolong dalam high risk group (seperti penderita diabetes melitus, morbus Hansen, orang yang mendapatkan pengobatan rutin dengan kortikosteroid, penderita AIDS, dsb), pemberian profilaksis dengan INH dapat dipertimbangkan. Pada mereka yang menginap kelainan bekas TB dan belum pernah menerima pengobatan spesifik
Universitas Sumatera Utara
lengkap sebelumnya, pemberian profilaksis perlu demi mencegah kekambuhan di kemudian hari. Untuk tujuan profilaksis ini, dapat dipakai INH dengan dosis 300-400 mg / hari selama 12 bulan. (Danusantoso, 2012) Usaha pencegahan penularan penyakit TBC dapat dilakukan dengan cara memutus rantai penularan yaitu mengobati penderita TBC sampai benar-benar sembuh serta melaksanakan pola hidup bersih dan sehat. Pada anak balita pencegahan diberikan dengan memberikan isoniazin selama 6 bulan. Bila belum mendapat vaksinasi BCG setelah pemberian isoniazid selesai. (Yoannes, 2008)
2.3.10 Pengobatan TB Paru Menurut Taufan (2008), pengobatan bagi penderita penyakit TB Paru akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 8 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TB Paru dapat disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik. Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Pada saat sekarang ini seharusnya pengobatan penyakit TB Paru sudah tidak menjadi masalah lagi, karena : a. Penyebab penyakit sudah diketahui dengan pasti, yaitu infeksi oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis b. Obat-obatannya yang ampuh sudah tersedia diantaranya streptomisin, isoniazid, etambutol, pirazinamid, rifampisin.
Universitas Sumatera Utara
c. Sarana pelayanan kesehatan tersedia mulai dari Puskesmas pembantu, puskesmas, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus TB Paru. Demikian juga sarana pelayanan kesehatan swasta. d. Tenaga medis tersedia di berbagai sarana pelayanan kesehatan mulai dari dokter umum sampai dokter spesialis paru.
2.3.10.1
Pengobatan DOTS di Indonesia Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan World
Health Organization (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHOIndonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi, “perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di Indonesia, yang kemudian disebut sebagai Strategi DOTS. Sejak saat itulah dimulailah era baru pembrantasan TB di Indonesia (Depkes,1999). Lima kunci strategi DOTS yaitu : (1) Komitmen, (2) Diagnosis yang benar dan baik, (3) Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat , (4) Pengawasan penderita minum obat, (5) Pencatatan dan pelaporan penderita dengan system kohort (WHO,2006). Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan angka kesakitan TB menular yaitu pada tahun 2001 sebesar 122 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2005 menjadi 107 per 100.000 penduduk. Hasil yang dicapai Indonesia dalam menanggulangi TB hingga saat ini telah meningkat. Angka penemuan kasus TB menular yang ditemukan pada tahun 2004 sebesar 128.981 orang (54%) meningkat menjadi 156.508 orang (67%)
Universitas Sumatera Utara
pada tahun 2005. Keberhasilan pengobatan TB dari 86,7 % pada kelompok penderita yang ditemukan pada tahun 2003 meningkat menjadi 88,8 % pada tahun 2004 (Depkes 2004). Untuk
menjamin
kepatuhan
pasien
menelan
obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT=Directly Observed Treament) oleh seorang pengawas minum obat (PMO). 2.3.10.2 Kategori Pengobatan TB Paru a. Kategori 1 Obat diberikan setiap hari selama 2 bulan yang terdiri dari H,R,Z,E (2HRZE) pada tahap intensif yang kemudian diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan yang terdiri dari H dan R (4H3R3) pada tahap lanjutan. 2HRZE/4H3R3, Untuk : -
Penderita baru TBC paru BTA positif
-
Penderita TBC paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat dan,
-
Penderita TBC Ekstra paru berat
b. Kategori 2 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 Tahap intensif selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES (2HRZES) dan 1 bulan HRZE (HRZE), kemudian dilanjutkan dengan tahap lanjutan 5 bulan dengan HRE yang diberikan 3 kali dalam seminggu (5H3R3E3).
Universitas Sumatera Utara
Obat ini diberikan untuk : -
Penderita kambuh (relaps)
-
Penderita gagal (failure)
-
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
c. Kategori 3 2HRZ/4H3R3 Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk : -
Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan.
-
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal
d. OAT Sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HR2E) setiap hari selama 1 bulan. (Depkes RI, 2007)
2.3.11 Pemeriksaan TB Paru Menurut (Murniasih, 2010) adalah : 1. Uji tuberkulin
Universitas Sumatera Utara
Uji tuberkulin dilakukan dengan menyuntikkan sejumlah kecil protein TB di bawah permukaan kulit bagian dalam lengan bawah. Hasil dikatakan positif jika timbul benjolan merah dengan ukuran cukup besar (lebih dari 5 -15 mm) dalam dua hari. Uji tuberkulin tidak dapat menentukan apakah infeksi TB masih berlangsung atau sudah tidak aktif. 2. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Pada orang dewasa, bakteri TBC membangun sarangnya pada paru-paru bagian atas sehingga pada hasil foto rontgennya akan terlihat adanya bakteri yang menyusup (infiltrat) pada bagian tersebut. 3. Pemeriksaan Darah Pemeriksaan darah kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadangkadang meragukan, tidak sensitif, dan tidak spesifik. Pada saat TB paru baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju pengendapan darah mulai meningkat. 4. Pemeriksaan sputum (dahak) Pemeriksaan sputum (dahak) sangat penting karena dengan ditemukannya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang termasuk kelompok bakteri tahan asam, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA (Bakteri Tahan Asam) positif adalah jika sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada satu sendian.
Universitas Sumatera Utara