BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pondasi Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain – lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang diijinkan. Berdasarkan struktur beton bertulang, pondasi berfungsi untuk : 1. Mendistribusikan dan memindahkan beban – beban yang bekerja pada struktur bangunan di atasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung struktur tersebut; 2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada struktur; 3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat angin, gempa dan lain – lain. Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi (D≤ B) dan dapat digunakan jika lapisan tanah kerasnya terletak dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras berada jauh dari permukaan tanah. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwasanya pondasi dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal dapat dibedakan atas beberapa jenis, 5
yaitu pondasi telapak, pondasi cakar ayam, pondasi sarang laba – laba, pondasi casing, pondasi grid dan pondasi hypaar (pondasi berbentuk parabola – hyperbola). Sedangkan pondasi dalam terdiri dari pondasi sumuran, pondasi tiang dan pondasi kaison. Pada laporan Tugas Akhir ini, Penulis memfokuskan pembahasan terhadap pondasi tiang.
2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan lapisan tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian laboratorium dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman lapisan tanah dan mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan lapangan yang dilakukan sewaktu pembangunan gedung - gedung atau bangunan - bangunan lain yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa dalam tugas akhir ini penulis mendapatkan data penyelidikan tanah dari PT.Geotechnic & Structure Engineering Center,Medan . Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sifat - sifat dan karakteristik tanah untuk keperluan rekayasa (engineering). Adapun tujuan dari penyelidikan tanah ini pada umumnya mencakup maksud - maksud sebagai berikut : 1. Untuk menentukan kondisi alamiah dan lapisan - lapisan tanah di lokasi yang ditinjau dalam Tugas Akhir ini lokasi yang ditinjau adalah Proyek Pembangunan Hotel Torganda,Siantar . 2. Untuk mendapatkan sampel tanah asli (undisturbed) dan tidak asli (disturbed) untuk mengidentifikasi tanah tersebut secara visual dan untuk keperluan pengujian laboratorium; 3. Untuk menentukan kedalaman tanah keras;
6
4. Untuk melakukan uji lapangan (in - situ field test) seperti uji rembesan, uji geser vane dan uji penetrasi baku; 5. Untuk mengamati kondisi pengaliran air tanah kedalam dari lokasi tanah tersebut; 6. Untuk mempelajari kemungkinan timbulnya masalah khusus perilaku bangunan yang sudah ada di sekitar lokasi tersebut. Program penyelidikan tanah pada suatu bangunan secara umum dapat dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu : 1. Memisahkan informasi yang telah ada dari bangunan yang akan didirikan Informasi ini meliputi tipe bangunan dan penggunaannya di masa depan, ketentuan peraturan bangunan lokal dan informasi tentang kolom bangunan berikut dinding - dinding pendukung beban. 2. Mengumpulkan informasi yang telah ada untuk kondisi tanah dasar setempat. Program penyelidikan tanah akan menghasilkan penghematan yang besar bila para geolog yang mengepalai proyek tersebut lebih dahulu melakukan penelitian yang cermat terhadap informasi yang telah ada tentang kondisi tanah di tempat tersebut karena informasi - informasi tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih dalam tentang jenis - jenis dan masalah - masalah tanah yang mungkin akan dijumpai pada saat pengeboran tanah yang sebenarnya. 3. Peninjauan lapangan ke tempat lokasi proyek yang direncanakan. Geolog yang bersangkutan sebaiknya melakukan inspeksi visual terhadap lokasi dan daerah sekitarnya, karena dalam banyak kasus informasi yang diperoleh dari peninjauan lapangan seperti itu akan sangat berguna pada perencanaan selanjutnya. 4. Peninjauan lapangan terperinci Pada tahap ini termasuk pelaksanaan beberapa uji pengeboran di lokasi dan pengumpulan sampel tanah asli dan tidak asli dari berbagai kedalaman untuk diinspeksi langsung atau diuji di laboratorium.
7
Ada beberapa metode untuk melaksanakan pengeboran di lapangan. Salah satu yang paling sederhana adalah dengan menggunakan auger. Ada juga pengeboran dengan sistem putar (rotary drilling). Kemudian ada juga pengeboran sistem cuci (washing boring) dan pengeboran sistem tumbuk (percussion drilling). Untuk pengambilan sampel tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan menggunakan alat split spoon standard, dengan tabung berdinding tipis dan pengambilan sampel tanah dengan alat piston.
2.2.1 Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT) Pengujian Cone Penetrometer Test atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 600 dan dengan luasan ujung 1, 54 in2 (10 cm2). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (q c ) juga terus diukur. Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2, atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm2 atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar. Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pengeboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian Standarsd Penetration Test, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.
8
Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada :
Gambar 2. 1 Tipe ujung konus pada sondir mekanis 1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil; 2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus. Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :
9
1. Hambatan Lekat (HL) HL = ( JP – JK ) x ( A/B)………………………….………………..………….2.1 2. Jumlah Hambatan Lekat ( JHL ) JHL = ∑ HL..........................................................................................2.2 dimana : JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2) PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2) A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm) B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
Gambar 2. 2. Dimensi Alat Sondir Mekanis
10
Gambar 2. 3. Cara Penetrasi Sondir Mekanis
Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (q c ) dengan gesekan selimut (f s ) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang. Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (q c ), gesekan selimut (f s ) dan ratio gesekan (FR) terhadap kedalaman tanah.
11
0
50
CPT-Test
CPT-Test
qc (kg/cm2)
Friction Ratio (%)
100
150
200
0
250
1
2
0,0
0,0 1,0 2,0
qc
1,0
tsf
2,0 3,0
4,0
4,0
5,0
5,0
6,0
6,0
7,0
7,0
Depth (m)
3,0
Depth (m)
8,0 9,0
8,0 9,0
10,0
10,0
11,0
11,0
12,0
12,0
13,0
13,0
14,0
14,0
15,0
15,0
16,0
16,0 0
100
200
300
400
500
tsf (kg/cm)
Gambar 2. 4. Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir (Sardjono, H.S., 1988)
2.2.2 Standard Penetration Test (SPT) Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode Standard Penetration Test merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang
12
berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.
Gambar 2.5. Skema Uji Standart Penetration Test Tujuan dari percobaan Standard Penetration test (SPT) ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya. Percobaan Standard Penetration test (SPT) ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer, dan lain – lain. 2. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor. 3. Berikan tanda pada batang setiap 15 cm dengan total 45 cm.
13
4. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value); Contoh :
N1 = 10 pukulan/15 cm N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm
Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan; 5. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box; 6. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT; Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2 m. Uji Standard Penetration Test ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah. Berdasarkan pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian standard penetration test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
14
Tabel 2.1. Hubungan D𝛾𝛾 , φ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff) Kepadatan Relatif Sudut Geser Dalam 𝑒𝑒𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 − 𝑒𝑒 𝐷𝐷𝐷𝐷 = Menurut Peck Menurut Meyerhof 𝑒𝑒𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 − 𝑒𝑒𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 Sangat 0-4 0,0-0,2 <28,5 <30 Lepas 4-10 Lepas 0,2-0,4 28,5-30 30-35 10-30 Sedang 0,4-0,6 30-36 35-40 30-50 Padat 0,6-0,8 36-41 40-45 >50 Sangat Padat 0,8-1,0 >41 >45 Sumber : Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Sosrodarsono Suyono Ir, 1983
Nilai N
2.3. Pondasi Tiang 2.3.1 Defenisi pondasi tiang Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar dibawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang ini berfungsi untuk menyalurkan beban – beban yang diterimanya dari konstruksi di atasnya kelapisan tanah yang lebih dalam.Teknik pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan tiang – tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang – tiang beton bertulang yang langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan lubang terlebih dahulu .Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam tanah, tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya –gaya horizontal. Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaan
15
2.3.2.Penggolongan pondasi tiang Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah. A. Berdasarkan material yang digunakan Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas 4 jenis,yaitu tiang pancang kayu, tiang pancang beton, tiang pancang baja dan tiang pancang komposit 1.Tiang pancang kayu Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang kayu sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon dan biasanya diberi bahan pengawet. Pada pemakaian tiang pancang kayu tidak diizinkan untuk menahan beban lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang kayu akan tahan lama apabila tiang kayu tersebut dalam keadan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah dan akan lebih cepat busuk jika dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti - ganti. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda - benda agresif dan jamur yang bisa menyebabkan pembusukan. a.Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu : 1) Tiang pancang kayu relatif ringan sehingga mudah dalam pengangkutan; 2) Kekuatan tariknya besar sehingga pada waktu diangkat untuk pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti pada tiang pancang beton precast; 3) Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu sudah tidak dapat masuk lagi ke dalam tanah;
16
4) Tiang pancang kayu lebih sesuai untuk friction pile dari pada end bearing pile karena tekanannya relatif kecil. b.Kerugian pemakaian tiang pancang kayu : 1) Karena tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah agar dapat tahan lama, maka jika letak air tanah terendah tersebut sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk penggalian; 2) Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan tiang pancang baja atau beton, terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik turun. 3) Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ujung tiang pancang kayu ini bisa rusak atau remuk. Tiang pancang beton terbuat dari bahan beton bertulang yang terdiri dari beberapa :
Gambar 2. 6. Tiang Pancang Kayu
2.Jenis-Jenis Tiang Pancang Beton a.Precast reinforced concrete pile Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat atau keras lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat memikul beban lebih besar dari
17
50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung pada dimensinya. Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran, segi empat dan segi delapan. Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile yaitu: 1) Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar tergantung pada mutu beton yang digunakan; 2) Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile ataupun friction pile 3) Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan – bahan korosif asal beton dekingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya; 4) Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan galian tanah yang banyak untuk poernya Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile : 1) Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan mahal, oleh karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan; 2) Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras hal ini berarti memerlukan waktu yang lama untuk menuggu sampai tiang pancang beton ini bisa digunakan; 3) Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama juga; 4) Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus; 5) Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan bekerja sebagai kolom terhadap beban vertical dan dalam hal ini akan ada tekuk sedangkan terhadap beban horizontal akan bekerja sebagai cantilever.
18
Gambar 2. 7. Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile b.Precast Prestressed Concrete Pile Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya. Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile adalah : 1) Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi; 2) Tiang pancang tahan terhadap karat; 3) Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi. Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile adalah : 1) Sukar ditangani; 2) Biaya pembuatannya mahal; 3) Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung. c. Cast in place Tiang pancang cast in place ini adalah pondasi yang dicetak di tempat pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah dengan cara mengebor. Pelaksanaan cast in place ini dapat dilakukan dengan dua cara : 1) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas; 19
2) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi dengan beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah. Keuntungan pemakaian cast in place : 1) Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjaan; 2) Tiang tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko kerusakan dalam pengangkutan; 3) Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan. Kerugian pemakaian cast in place : 1) Kebanyakan dilindungi oleh hak patent; 2) Pelaksanaannya memerlukan peralatan khusus; 3) Beton dari tiang yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol. Tiang franki adalah termasuk salah satu jenis dari cast in place. Adapun prinsip kerjanya adalah sebagai berikut : 1) Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras; 2) Dengan drop hammer sumbat beton tersebut ditumbuk agar sumbat beton dan pipa masuk ke dalam tanah; 3) Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, pipa terus diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik ke atas .
Selain tiang franki ada beberapa jenis tiang pancang cast in place, yaitu solid – point
pipe piles, steel pipe piles, Raymond concrete pile, simplex concrete pile, based driven cased pile, dropped in shell concrete pile, dropped in shell concrete pile with compressed base section dan button dropped in shell concrete pile.
20
Gambar.2.8 Tiang Pancang Cast In Place
3. Tiang pancang baja
Jenis tiang pancang baja ini biasanya berbentuk profil H. karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini adalah sangat besar sehingga dalam transport dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti pada tiang pancang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang ini sangat bermanfaat jika dibutuhkan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar. Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda - beda terhadap texture (susunan butir) dari komposisi tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah (moisture content). Pada tanah dengan susunan butir yang kasar, karat yang terjadi hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka karena adanya sirkulasi air dalam tanah. Pada tanah liat (clay) yang kurang mengandung oksigen akan menghasilkan karat yang mendekati keadaan seperti karat yang terjadi karena terendam air. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak di bawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen, maka lapisan pasir tersebut akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja. 21
Keuntungan pemakaian tiang pancang baja : a. Tiang pancang ini mudah dalam hal penyambungan; b. Tiang pancang baja mempunyai kapasitas daya dukung yang tinggi; c. Dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah. Kerugian pemakaian tiang pancang baja : a. Tiang pancang ini mudah mengalami korosi; b. Tiang pancang H dapat mengalami kerusakan besar saat menembus tanah keras dan yang mengandung batuan, sehingga diperlukan penguatan ujung.
Gambar 2. 9. Tiang Pancang Baja 4. Tiang pancang komposit Yang dimaksud dengan composite pile ini adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama - sama sehingga merupakan satu tiang. Composite pile ini dapat berupa beton dan kayu maupun beton dan baja. Composite pile ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
22
a. Water proofed steel pipe and wood pile Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian bawah muka air tanah dan bagian atasnya adalah beton. Kelemahan tiang ini adalah tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1) Casing dan core dipancang bersamaan ke dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakkan tiang pancang kayu tersebut dan harus terletak di bawah muka air tanah yang terendah; 2) Kemudian core di tarik ke atas dan tiang pancang kayu dimasukkan ke dalam casing dan terus dipancang hingga mencapai lapisan tanah keras;
3) Setelah mencapai lapisan tanah keras, pemancangan dihentikan dan core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor ke dalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.
Gambar 2. 10. Water proofed steel pipe and wood pile
23
b. Composite dropped in - shell and wood pile Composite dropped in - shell and wood pile hampir sama dengan water proofed steel pipe and wood pile hanya saja tipe tiang ini memakai shell yang terbuat dari logam tipis yang permukaannya diberi alur spiral. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut : 1) Casing dan core dipancang bersamaan sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah; 2) Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus benar – benar diperhatikan agar kepala tiang tidak rusak; 3) Setelah mencapai lapisan tanah keras, core ditarik keluar dari casing; 4) Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan ke dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk bujur sangkar; 5) Beton kemudian dicor ke dalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing ditarik keluar sambil shell yang berisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core di ujung atas shell.
Gambar 2. 11. Composite dropped in - shell and wood pile 24
c. Composite ungased – concrete and wood pile Dasar pemilihan tiang ini adalah : 1) Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile. Sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile akan terlalu panjang sehingga akan sulit dalam pengangkutan dan biayanya juga akan lebih besar; 2) Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga apabila kita menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang sangat besar agar tiang pancang tersebut selalu di bawah muka air tanah terendah.
Cara pelaksanaan tiang ini adalah sebagai berikut : 1) Casing baja dan core dipancang ke dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah; 2) Kemudian core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras; 3) Setelah sampai pada tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton dicor sebagian ke dalam casing, kemudian core dimasukkan lagi ke dalam casing; 4) Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola di atas tiang pancang kayu tersebut; 5) Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa cm di atas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik ke atas sampai keluar dari tanah.
25
Gambar 2. 12. Composite ungased – concrete and wood pile d .Composite dropped – shell and pipe pile Dasar pemilihan tiang ini adalah : 1) Lapisan tanah keras terlalu dalam letaknya bila digunakan cast in place concrete pile; 2) Letak muka air tanah terendah sangat dalam apabila kita menggunakan tiang composite yang bawahnya dari tiang pancang kayu. Cara pelaksanaan tiang ini adalah sebagai berikut : 3) Casing dan core dipancang bersamaan sehingga casing hampir seluruhnya masuk ke dalam tanah. Kemudian core ditarik keluar dari casing; 4) Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah; 5) Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik ke atas kembali; 6) Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak di ujung atas tiang pipa baja. Bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dapat dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat;
26
7) Shell yang terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah.
Gambar 2. 13. Composite dropped – shell and pipe pile e. Franki composite pile Prinsip kerjanya hampir sama dengan tiang Franki biasa, hanya saja pada Franki composite pile ini pada bagian atasnya dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja. Cara pelaksanaan tiang ini adalah : 8) Pipa dengan sumbat beton yang dicor lebih dahulu pada ujung pipa baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras; 9) Setelah pemancangan mencapai kedalaman yang telah direncanakan pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola; 10) Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah; 11) Rongga di sekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau pasir.
27
Gambar 2. 14. Franki composite pile B. Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile) Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah pendukung.
Gambar 2.15. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Ujung (Sardjono, H.S.,1988)
28
2. Tiang pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile) Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang - tiang menjadi padat, sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin padat.
Gambar 2.16. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Gesekan (Sardjono, H.S.,1988)
3. Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile) Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah disekitar dan permukaan tiang.
Gambar 2.17. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Lekatan
29
2.3.3 Perencanaan pondasi tiang Pada perencanaan pondasi tiang pada umumnya diperkirakan pengaturan tiang – tiangnya terlebih dahulu seperti letak/susunan, diameter dan panjang tiang. Dalam pengaturan tiang – tiang tersebut perlu diperhatikan beberapa hal berikut : 1. Tiang yang berbeda kualitas bahannya atau tiang yang memiliki diameter berbeda tidak boleh dipakai untuk pondasi yang sama; 2. Tiang miring dipakai apabila besarnya gaya horizontal yang bekerja pada kelompok tiang terlalu besar untuk ditampung oleh tiang vertikal; 3. Jarak yang dianjurkan antara tiang dalam satu kelompok adalah antara 0, 60 sampai 2, 0 meter. Pada umumnya gaya – gaya luar yang bekerja pada tiang yaitu pada kepala tiang yang meliputi berat sendiri bangunan di atasnya, beban hidup, tekanan tanah dan tekanan air. Sedangkan beban yang bekerja pada tubuh tiang yaitu meliputi berat sendiri tiang, gaya geser negatif pada selimut tiang dan gaya mendatar akibat getaran ketika tiang tersebut melentur.
Gambar 2. 18. Beban yang Bekerja pada Kepala Tiang
30
Gambar 2. 19. Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang Perencanaan suatu pondasi tiang biasanya dilaksanakan sesuai dengan prosedur sebagai berikut : 1.Menentukan kriteria perencanaan, seperti beban – beban yang bekerja pada dasar tumpuan (poer), parameter tanah, situasi dan kondisi bangunan di sekitar lokasi, besar pergeseran yang diijinkan dan tegangan ijin dari bahan – bahan pondasi; 2. Memperkirakan diameter, jenis, panjang, jumlah dan susunan tiang; 3. Menghitung daya dukung vertikal tiang tunggal (single pile); 4. Menghitung faktor efisiensi dalam kelompok tiang dan daya dukung vertikal yang diijinkan untuk sebuah tiang dalam satu kelompok tiang; 5. Menghitung beban vertikal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok tiang; 6. Memeriksa beban yang bekerja pada setiap tiang apakah masih dalam batasan daya dukung yang diijinkan. Apabila tidak sesuai, maka perkiraan diameter, jumlah atau susunan tiang pada prosedur yang kedua harus dihitung kembali kemudian dilanjutkan dengan prosedur berikutnya; 7. Menghitung daya dukung mendatar setiap tiang dalam kelompok; 8. Menghitung beban horizontal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok; 9. Menghitung penurunan (bila diperlukan); 10. Merencanakan struktur tiang. 31
2.4 Pemasangan Tiang dengan Sistem Penekanan Hidrolis 2.4.1 Pengertian hidrolik sistem Hidrolik sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme Hydraulic Jacking Foundation System, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand. Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan paralel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran. Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston tersebut adalah 16,5 cm2 dengan luas 427,432 cm2. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok – balok beton atau plat – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.
2.4.2 Keunggulan dan Kekurangan Teknologi Hidrolik Sistem Keunggulan teknologi hidrolik system ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah 1. Bebas getaran Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.
32
2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan pancang (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu. hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (Environment Friendly). 3. Daya dukung aktual per tiang diketahui Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Sedangkan jumlah titik soil investigation seperti sondir dan SPT diadakan dalam jumlah yang terbatas. Sehingga pada sistem drop hammer untuk mengetahui daya dukung pertiang masih menggunakan dan mempercayakan cara tidak langsung (indirect means). Sedangkan dengan hydraulic jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometer yang dipasang pada peralatan hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan berlangsung. 4. Harga yang ekonomis Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang pancang seperti pada tiang pancang umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat. 5. Lokasi kerja yang terbatas Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, Alat hydraulic jacking system ini
33
dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja. 7. Loading test secara langsung Mengingat beban penekan yang berupa balok beton plat besi adalah merupakan perangkat terpadu dari alat hydraulic jacking system dengan berat dua kali beban maksimum yang dapat dipikul per tiang dan berfungsi juga sebagai beban uji, maka prosedur, jadwal dan jumlah titik loading test dapat dengan mudah ditentukan pelaksanaannya sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Adapun kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah : 1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan; 2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan); 3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 70 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja; 4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan. 2.4.3 Perbedaan spesifikasi alat pancang mini pile segitiga dengan bujur sangkar, yaitu: 1. Perbedaan pada topi penekanan yang berukuran 28cm x 28cm x 28cm sesuai dengan tiang pancang yang digunakan, 2. Perbedaan kemampuan tekan minimum. Tiang pancang (mini pile) = 2 x daya dukung ijin yang diberikan
34
Tabel 2.2 Kemampuan tekan minimum tiang pancang (mini pile) Tiang Mini Pile
Daya dukung ijin (Ton)
Mesin Kapasitas (Ton)
Segitiga 22,5 cm
25
50
Segitiga 28 cm
35
70
Bujur sangkar 20cm x 20cm
35
70
Bujur sangkar 25cm x 50cm
40
80
D. Spesifikasi Reinforced Concrete (RC) Piles 1. Spesifikasi bahan Ready mix concrete
: JIS 5308, PBI
Prestressing wire
: JIS, PBI
Reinforced Conrete Bars
: PBI
Stell end plate
: PBI
2.Tegangan karakteristik bahan Concrete (Grade 50 or K – 500)
: 500 kg/cm2
Prestressing wire
: 16500 kg/cm2
Stell end plate
: 2400 kg/cm2
3. Beban kerja Formula following ACI 543 Working load 35 ton per pile 4.Dimensi Cross section
: Equitorial triangle
Nominal side length
: 200 mm
Standard length of pile element
: 6.00 m
Crossectional area
: 203 cm2
No. prestressing wire
: 3 Ø 7 mm
Weight per pile element
: 210 kg 35
Gambar 2. 20. Detail Sambungan Ujung Plat (PT. Perintis, 2008) 2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang Tanah harus mampu menopang beban dari setiap konstruksi yang direncanakan yang ditempatkan di atas tanah tersebut. Untuk menghitung daya dukung yang diijinkan untuk suatu tiang dapat dihitung berdasarkan data – data penyelidikan tanah (soil investigation), cara kalender atau dengan tes pembebanan (loading test) pada tiang.
2.5.1 Berdasarkan hasil cone penetration test (CPT) Uji sondir atau Cone Penetration test (CPT) pada dasarnya adalah untuk memperoleh tahanan ujung qc dan tahanan selimut tiang c. Untuk tanah non – kohesif, Vesic (1967) menyarankan tahanan ujung tiang per satuan luas (fb) kurang lebih sama dengan tahanan konus (q c ). Tahanan ujung ultimit tiang dinyatakan dengan persamaan : Q b = A b x q c ……………………………………………………………(2.3) dimana : Q b = Tahanan ujung ultimit tiang (kg) A b = Luas penampang ujung tiang (cm2) q c = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2) Mayerhoff juga menyarankan penggunaan persamaan 2. 3 tersebut, yaitu dengan q c rata – rata dihitung dari 8d di atas dasar tiang sampai 4d di bawah dasar tiang. Bila belum ada data hubungan antara tahanan konus dengan tahanan tanah yang meyakinkan, Tomlinson menyarankan penggunaan faktor ω untuk tahanan ujung sebesar 0, 5.
36
Q b =ωxA b x q c …………………………………………………..(2.4) Untuk tahanan ujung tiang berdasarkan hasil uji sondir ini, Heijnen (1974), DeRuiter dan Beringen (1979) menyarankan nilai faktor ω seperti pada tabel 2. 2 berikut ini. Tabel 2. 3. Faktor ω Heijnen, DeRuiter dan Beringen Faktor ω
Kondisi Tanah Pasir terkonsolidasi normal
1
Pasir banyak mengandung kerikil dasar
0,67
Kerikil halus
0,5
Vesic menyarankan bahwa tahanan gesek per satuan luas (fs) pada dinding tiang beton adalah 2 kali tahanan gesek dinding mata sondir (q f ), atau : f s = 2 x q f (kg/cm) ............................................................................ (2. 5) Tahanan gesek satuan antara dinding tiang dan tanah, secara empiris dapat pula diperoleh dari nilai tahanan konus yang diberikan oleh meyerhoff sebagai berikut :
𝑓𝑓𝑠𝑠 =
𝑞𝑞 𝑐𝑐
200
(kg/cm)…………………………………………………………………(2.6)
Tahanan gesek dirumuskan sebagai berikut : 𝑄𝑄𝑠𝑠 =𝐴𝐴𝑠𝑠 x 𝑓𝑓𝑠𝑠 (kg/𝑐𝑐𝑐𝑐2 )………………………….……………….…………………..(2.7) dimana : Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg) As = Luas penampang selimut tiang (cm2) fs = Tahanan gesek dinding tiang (kg/cm2) Untuk tanah kohesif, umumnya tahanan konus (q c ) dihubungkan dengan nilai kohesi (c u ), yaitu: 𝑐𝑐𝑢𝑢 x 𝑁𝑁𝑐𝑐 = 𝑞𝑞𝑐𝑐 (kg/𝑐𝑐𝑐𝑐2 )…………………………………….………………..(2.8)
37
Nilai Nc berkisar antara 10 sampai 30, tergantung pada sensivitas, kompresibilitas dan adhesi antara tanah dan mata sondir. Dalam hitungan biasanya Nc diambil antara 15 sampai 18, (Bagemann, 1965). Pada penulisan Tugas Akhir ini penulis hanya akan memfokuskan pada penggunaan metode langsung saja karena banyaknya data sondir. Metode langsung ini dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Meyerhoff, Tomlinson dan Bagemann. Pada metode langsung ini, kapasitas daya dukung ultimit (Qult) yaitu beban maksimum yang dapat dipikul pondasi tanpa mengalami keruntuhan, dirumuskan sebagai berikut : Q ult = q c x A p + JHL x K ……………………………………………………(2.9) Keterangan : Q ult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg) q c = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2) A p = Luas penampang ujung tiang (cm2) JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (kg/m) K = Keliling tiang (cm) Q ijin yaitu beban maksimum yang dapat dibebankan terhadap pondasi sehingga persyaratan keamanan terhadap daya dukung dan penurunan dapat terpenuhi. Qijin dirumuskan sebagai berikut: q c x A p JHL x K Q ijin = + .........................................................................(2.10) 3 5
Keterangan : Q ijin
=
Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)
3
=
Faktor keamanan (diambil 3, 0)
5
=
Faktor keamanan (diambil 5, 0)
38
Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik : T ult = JHL x K ………………………………………………………… (2.11) Daya dukung tiang tarik ijin : Q ijin =
𝑇𝑇𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 3
…………………………………………………………... (2.12)
Daya dukung tiang (Ptiang) yaitu kemampuan tiang mendukung beban yang didasarkan pada kekuatan bahan tiang. Daya dukung tiang ini dirumuskan sebagai berikut : P tiang = σ beton x A tiang ………….……………………………………... (2.13) 2.5.2 Berdasarkan hasil standard penetration test (SPT) Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (φ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada tabel 2. 1. SPT yang dilakukan pada tanah tidak kohesif tapi berbutir halus atau lanau, yang permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan yang sama. Hal ini mungkin terjadi bila jumlah tumbukan N > 15, maka sebagai koreksi Terzaghi dan Peck (1948) memberikan harga ekivalen N O yang merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah dikoreksi akibat pengaruh permeabilitas yang dinyatakan dengan N O = 15 + ½ (N – 15). Gibs dan Holtz (1957) juga memberikan harga ekivalen N O yang merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah terkoreksi akibat pengaruh tekanan berlebih yang terjadi untuk jenis tanah dinyatakan dengan :
39
N0 = N
50
1+2𝜎𝜎 +10
……………………………………………………. (2.14)
dimana σ adalah tegangan efektif berlebih, yang tidak lebih dari 2, 82 kg/cm2. Dari pelaksanaan pengujian dengan metode SPT, maka angka N dari suatu lapisan dapat diketahui dan dari angka tersebut dapat ditentukan karakteristik suatu lapisan tanah seperti pada tabel 2. 3 berikut.; Tabel 2.4. Hal - hal yang Perlu Dipertimbangkan untuk Penentuan Harga N Klasifikasi Hal yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dari hasil-hasil survey sebelumnya
Hal-hal yang perlu diperhatikan langsung
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan lapisan yang mengalami konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan lain-lain Berat isi, sudut geser dalam, Tanah pasir ketahanan terhadap penurunan (tidak kohesif) dan daya dukung tanah Tanah lempung Keteguhan, kohesi, daya dukung (kohesif) dan ketahanan terhadap hancur
Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan : τ = c + σ tan φ .................................................................................... (2. 15) dimana ; τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm2) c = Kohesi tanah (kg/cm2) σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2) φ = Sudut geser tanah (°) Untuk mendapatkan harga sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :
40
1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegisegi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar : Ø = √12𝑁𝑁 + 15 ………………………………………………... (2.16)
Ø = √12𝑁𝑁 + 50 ………………………………………………... (2.17)
2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam,maka sudut gesernya adalah : Ø = 0,3N + 27 ……..………………………………………….. (2.18) Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut.: Tabel 2.5. Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir. Angka penetrasi
Kepadatan relatif
Sudut geser dalam Ø
standard, N
Dr (%)
(0)
0-5
0-5
26-30
5-10
5-30
28-35
10-30
30-60
35-42
30-50
60-65
38-46
Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel 2. 5). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air. Tabel 2. 6. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah Tanah tidak
Harga N
kohesif
Berat isi γ kN/m
Tanah kohesif
<10
10-30
30-50
>50
12-16
14-18
16-20
18-23
Harga N
<4
4-15
16-25
>25
Berat isi γ kN/m3
14-18
16-18
16-18
>20
3
41
Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah dibawah muka air mempunyai berat isi efektif yang kira - kira setengah berat isi tanah di atas muka air. Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini : 1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35 2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (q u ) 3 - 4 kg/cm2 atau harga SPT, N > 15 Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir lebih dapat dipercaya dari pada percobaan SPT. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N 1 tidak dihitung karena permukaan tanah dianggap sudah terganggu. 1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif : Q p = 40 x N – SPT av x N- SPT av =
(𝑁𝑁1+𝑁𝑁2) 2
𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐷𝐷
x A p ……………………………….….. (2.19)
(Meyerhoff) ….….…………………………….. (2.20)
Dimana :
Q p = Tahanan Ujung Ultimate (kN) A p = Luas Penampang Tiang Pancang (m2) N 1 = Harga Rata-Rata dari Dasar ke 10D ke Atas N 2 = Harga Rata-Rata dari Dasar ke 4D ke Bawah 2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif : Q s = 2 x N – SPT x p x Li …………………………,,,,,,,…………. (2.21) Dimana : L i = Panjang Lapisan Tanah (m) p = Keliling Tiang (m) 42
3.
Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif Q p = 9 x c u x A p ………………………………………………….( 2.22) Dimana : A p = Luas Penampang Tiang (m2) c u = Kohesi Undrained (kN/m2)
4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif Q s = α x c u x p x Li ……………………………………………... (2.23) Dimana : α = Koeisien Adhesi antara Tanah dan Tiang c u = Kohesi Undrained (kN/m2) p = Keliling Tiang (m) Li = Panjang Lapisan Tanah (m) 2.5.3 Berdasarkan pembacaan manometer Kapasitas daya dukung jack pile dapat diketahui berdasarkan bacaan manometer yang tersedia pada alat pancang. Kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan rumus : Q = P x A …………………………………………………….... (2.24) Keterangan : Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (Ton) P = Bacaan manometer (kg/cm2) A = Total luas efektif penampang piston (cm2) Pada setiap mesin mempunyai dua buah piston. Untuk mesin kapasitas 70 Ton : Diameter piston hydraulic jack = 16,5 cm2 Luas penampang piston
43
= ¼ πd2
= ¼ π (16,5)2 = 213,716 cm2 Total luas efektif penampang piston = 2 x 213,716 = 427,432 cm2
2.5.4 Berdasarkan simulasi di komputer Dalam tugas akhir ini penulis juga mencoba mengaplikasikan software di computer untuk menghitung kapasitas tiang,yang dimana disini penulis mencoba software All pile ,adapun langkah-langkah pelaksanaanya tersaji dibawah ini : 1. Membuka Program All Pile di computer.
44
2. Masukkan Jenis Tiang yang dipakai,dalam tugas akhir ini Driving Concrete Pile,karna jenis tiang yang dipakai adalah precast dan memakai prinsip hydraulic jacking.
3. Langkah ketiga adalah memasukkan panjang tiang,kemiringan tanah pada lokasi proyek dan kemiringan tiang pada saat dipancang.
45
4. Langkah keempat adalah memasukkan gaya-gaya yang bekerja pada tiang yaitu : momen,normal,gaya vertical.
5. Langkah lima adalah memasukkan profil tanah dan data hasil penyelidikan tanah seperti : data SPT,data sondir.
6. Langkah keenam memasukkan factor keamanan yang kita rencanakan dan load factor yang kita rencanakan 46
7. Langkah ketujuh adalah melihat hasil input data yg sudah kita lakukan sebelumnya baik berupa hasil : analisis vertical,hasil gaya lateral tanah tersebut.
47
Dari hasil software All pile ini kita mendapatkan data terkini mengenai q ult dan besarnya kedalaman tiang pancang berdasarkan perencanaan pembebanan yang kita rencanakan,dan data-data yang dapat memperlancar perencanaan gedung tersebut.
2.5.5 Tiang pancang kelompok (pile group) Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.7. Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga : 1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar. 2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.
48
3 Tiang Pancang
4 Tiang Pancang
5 Tiang Pancang
6 Tiang Pancang
8Tiang Pancang 7Tiang Pancang
9Tiang Pancang
11 Tiang Pancang 10Tiang Pancang
a)untuk kaki tunggal
Barisan tunggal untuk sebuah dinding
Barisan rangkap 2 untuk sebuah dinding b)Untuk dinding pondasi
Barisan rangkap 3 untuk sebuah dinding
Gambar 2.21 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus (Bowles, J.E., 1991)
49
2.5.6 Jarak antar tiang dalam kelompok Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. diisyaratkan :
Gambar 2.22 Jarak antar tiang dimana : S = Jarak masing-masing. D = Diameter tiang. Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1. Bila S < 2,5 D a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan. b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu. 2. Bila S > 3,0 D Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing).
50
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal. Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang. Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.
Gambar 2.23. Pengaruh tiang akibat pemancangan
2.5.7 Kapasitas kelompok dan efisiensi tiang pancang (mini pile) Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.
51
Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut keruntuhan blok. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang (mini pile) maupun tiang bor.
Gambar 2.24 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal, (b) Kelompok tiang Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.
52
Gambar 2.25 Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak samping
Gambar 2.26 Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak atas
2.5.8 Penurunan (Settlement) Dalam kelompok tiang (pile group) ujung atas tiang-tiang tersebut dihubungkan satu dengan yang lain dengan poer yang kaku sehingga merupakan suatu kesatuan yang kokoh. Dengan poer ini di harapakan bila kelompok tiang pancang tersebut dibebani secara merata akan terjadi settlement (penurunan) yang merata pula.
53
1. Penurunan kelompok tiang selalu lebih besar dari pada penurunan tiang pancang yang berdiri
sendiri (single pile) terhadap beban yang sama.
2. Dengan beban yang sama penurunan kelompok tiang akan lebih besar bila jumlah tiang bertambah. 3. Dengan memperbesar spacing (jarak) antara tiang yang satu dengan yang lain dalam kelompok tiang pancang, maka penurunan kelompok tiang pancang tersebut akan berkurang. Pada jarak kurang lebih 6 kali diameter. tiang pancang, maka penurunan dari pada kelompok tiang pancang tersebut akan mendekati penurunan tiang pancang tunggal (single pile). Tabel 2.7 Perbandingan hasil perhitungan daya dukung tiang tunggal dan group
No
1
2
3
4
Daya Dukung satu Tiang
Daya Dukung satu Tiang
Tunggal
dalam Group
Perumusan
Dir.Jend.Bina Marga P.U.T.L Methode Feld Uniform Building Code AASHO Los Angeles Group Action Formula
Konus
Kleep
P (Ton)
Konus
3
5
29.33
3
3
5
29.33
3
5
3
5
54
Kleep
P (Ton)
3
16.51
5
10.61
3
5
22.29
29.33
3
5
19.36
29.33
3
5
21.41
Dapat disimpulkan, daya dukung satu tiang pancang dalam kelompok selalu lebih kecil dari pada daya dukung satu tiang tunggal (single pile). Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Q g = E g .n.Q a …………………………………………………(2.25) dimana : Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan. Eg = Efisiensi kelompok tiang. n = Jumlah tiang dalam kelompok. Qa = Beban maksimum tiang tunggal. Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Berikut adalah metode-metode untuk perhitungan efisiensi tiang tersebut adalah:
2.5.8.1 Metode Converse-Labarre Formula (AASHO) Disini disyaratkan : S≤
1,57 .𝐷𝐷.𝑚𝑚 .𝑛𝑛 𝑚𝑚 +𝑛𝑛−2
E g = 1- θ dimana :
………………………………………………(2.26)
�𝑛𝑛 ′ −1�𝑚𝑚 +(𝑚𝑚 −1).𝑛𝑛′ 𝑚𝑚 +𝑛𝑛−2
Eg = Efisiensi kelompok tiang. m = Jumlah baris tiang. n' = Jumlah tiang dalam satu baris. 55
θ = Arc tg d/s, dalam derajat. s = Jarak pusat ke pusat tiang d = Diameter tiang. 2.5.9
Menghitung penyebaran beban aksial pada masing-masing tiang Untuk menghitung penyebaran beban aksial pada masing-masing tiang, pertama kali
kita harus mendapatkan nilai dari beban normal,momen arah sumbu x dan momen arah sumbu y. Adapun rumus untuk menghitung besarnya penyebaran beban aksial pada masingmasing tiang adalah sebagai berikut : Pn=
ΣV n
±
My . Xn n y .ΣX 2
Keterangan :
Mx . Yn ………………………………………(2.27) n x .ΣY 2
±
P n : Beban aksial yang bekerja pada titik n (n: 1,2,3,4 dst) ΣV : Gaya normal yang bekerja pada pile cap
n : Jumlah tiang pada pile cap
X n : Jarak antara titik pusat tiang dengan titik pusat pile cap arah sumbu x Y n : Jarak antara titik pusat tiang dengan titik pusat pile cap arah sumbu y M x : Momen yang bekerja pada pile cap arah sumbu x M y : Momen yang bekerja pada pile cap arah sumbu y ΣX 2 : Jumlah kuadrat absis-absis tiang ke pusat berat kelompok tiang
ΣY 2 : Jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang ke pusat berat kelompok tiang N x : Banyaknya tiang dalam satu baris arah sumbu x R
n y : Banyaknya tiang dalam satu baris arah sumbu y
Adapun hasil perhitungan pada masing-masing tiang harus lebih kecil dengan daya dukung izin tiang atau dengan kata lain : Pn ≤ 35 Ton.
56
2.5.9 Loading test Test load atau uji beban adalah suatu percobaan pembebanan yang dilakukan terhadap suatu sistem pondasi, biasanya dilakukan pada pondasi tiang pancang dan tiang bor ( Bore Pile ) beton. Secara umum tujuannya untuk mengetahui kekuatan sebenarnya dari tiang-tiang pondasi tersebut, sehingga dapat ditentukan kekuatan maximum yang diijinkan dan tiang pondasi tersebut cukup aman untuk menyokong beban bangunan yang ada di atasnya. Tujuan khusus dilakukannya percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) terhadap pondasi tiang (spun pile) adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat beban rencana. 2. Untuk menguji bahwa pondasi tiang yang dilaksanakan mampu mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan tidak terjadi kegagalan. 3. Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (Real Ultimate Bearing Capacity) sebagai kontrol dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis. 4. Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari tanah pondasi, mutu beton, dan mutu besi beton. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan pembebanan vertikal ( Compressive Loading Test ) adalah sebagai berikut : 1. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk dilakukan percobaan, setelah tiang pondasi tersebut dipancang atau dibuat. Untuk mengetahui hal ini belum ada peraturan yang tegas kapan tiang sudah dapat ditest. 2. Untuk tiang-tiang beton “Cast in Place“ tentu saja percobaan dapat dilakukan setelah beton mengeras ( 28 hari ), disamping itu mungkin juga ada persyaratan lainnnya.
57
3. Untuk tiang-tiang yang dipancang (Pre Cast) ada beberapa pendapat mengenai kapan tiang dapat ditest. Menurut Tarzaghi, tiang-tiang yang diletakkan di atas lapisan yang permeable (misal : pasir), maka percobaan sudah dapat dilakukan 3(tiga) hari setelah pemancangan. 4. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang menonjol di atas tanah. Pada prinsipnya penonjolan ini harus sependek mungkin untuk menghindari kemungkinan terjadinya tekuk. Untuk Loading Test yang dilakukan di darat, maka sebaiknya tinggi bagian yang menonjol ini tidak boleh lebih dari 1 (satu) meter. 5. Sedangkan loading test yang dilakukan di tengah sungai, dimana air cukup dalam, maka tiang pondasi dapat saja menonjol beberapa meter di atas sungai (muka tanah), tetapi dengan catatan harus ada kontrol terhadap kemungkinan terjadinya tekuk. 6. Untuk Loading Test yang dilakukan dengan menggunakan tiang-tiang Anker, maka posisi tiang-tiang Anker ini harus dikontrol dalam interval waktu tertentu untuk menjaga kemungkinan tercabutnya tiang Anker tersebut, terutama tiang-tiang lekat. 7. Percobaan pembebanan (loading test) yang menggunakan hydraulic jack, maka jack harus ditempatkan pada tempat yang terlindungi dari sinar matahari. Karena jika jack ini diletakkan pada tempat yang panas, maka oli (minyak) Jack tersebut akan memuai dan dapat mengakibatkan tidak konstannya penghitungan besar beban yang ada. Terdapat berbagai cara untuk melakukan test kekuatan Pile yang sudah dipancang. Pada umumnya test yang dilakukan meliputi: 1. Test Beban Tekan 2. Test Beban Tarik 3. Test Beban Horizontal
58
Untuk pembangunan “ Torganda ,siantar” kami hanya mengikuti Test beban tekan. Adapun beberapa variasi test tekan yang dapat dilakukan antara lain: 1. Uji Tekan dengan reaksi tarikan tiang Pada Uji tekan jenis ini, pile yang akan diuji diletakkan dibawah jack yang berfungsi menekan pile kedalam. Mengapa disebut tarikan karena disini terdapat pile-pile angker yang berfungsi untuk menahan agar hydraulic-jack dapat menekan pile yang di uji. Variasi alat yang dapat dipakai bermacam-macam, angker dapat terbuat dari pile (tiang pancang) atau cable yang penting sanggup memikul beban tarik yang diberikan hydraulic-jack. Berberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk loading test dengan beban tarik, antara lain:
Gambar 2.27 Anker berupa kabel
59
Gambar 2.28 Alat loading Dalam uji tekan tarik ini digunakan 8 pile angker, masing-masing 4 disisi kiri dan 4 disisi kanan. Angker pile ini akan dihubungkan dengan universal beam melalui tulangan baja sebanyak lebih kurang 8-10 buah yang dilas ke penutup kepala tiang angker. Untuk jacking digunakan 2 buah hydraulic-jack dengan kapasitas masing-masing 160 ton, dan diletakkan sejajar dan tegak lurus terhadap universal beam. Dialing pengukur penurunan ada 4 buah masing-masing 2 disebelah depan dan 2 disebelah belakang. Loading test dilakukan pada pembangunan ini sesuai dengan peraturan ASTM D 1143 ’81 (American Standard Testing Material). Dilakukan dengan 4 circle pembebanan, mulai dari 25% kekuatan pile, 50% kekuatan pile, 100% kekuatan pile dan 200% kekuatan pile. Disini terlihat bahwa pembebanan maximum yang dilakukan adalah 2x kekuatan daya dukung pile (35 ton x 2). Setiap circle terdapat interval kenaikan beban yang disesuaikan dengan peraturan ASTM. Pencatatan penurunan yang terjadi dilakukan setiap interval waktu kenaikan pembebanan. Angker pile tidak dicabut kembali melainkan akan dianggap sebagai daya dukung tambahan bagi bangunan 2. Uji Tekan dengan reaksi beban langsung Sama halnya dengan pengujian tekan dengan tarikan, pada test ini, beban yang diberikan kepada pile uji tidak berasal dari beban tarik angker pile melainkan beban vertikal langsung 60
diberikan di atas pile uji. Beban vertikal dapat berupa blok beton bertulang yang disusun diatas meja perletakkan. Kemudian jack akan diletakkan diantara meja dan pile yang diuji. Masalah pencatatan penurunan dan interval waktu dapat mengikuti peraturan manapun. Beberapa kekurangan dari metode ini adalah: Kesulitan dalam membongkar dan menumpuk blok beton dan luasan daerah yang dibutuhkan cukup luas karena diperlukan meja perletakkan blok beton,
2.6 Faktor Keamanan Untuk memperoleh kapasitas ujung tiang, maka diperlukan suatu angka pembagi kapasitas ultimate yang disebut dengan faktor aman (keamanan) tertentu. Faktor keamanan ini perlu diberikan dengan maksud : 1. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan; 2. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah; 3. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja; 4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas – batas toleransi; 5. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas-batas toleransi. Sehubungan dengan alasan butir (d) dari hasil banyak pengujian - pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2, 5. Reese dan O’Neill (1989) menyarankan pemilihan faktor aman (F) untuk perancangan pondasi tiang (Tabel 2. 6), yang dipertimbangkan faktor - faktor sebagai berikut :
61
1. Tipe dan kepentingan dari struktur; 2. Variabilitas tanah (tanah tidak uniform); 3. Ketelitian penyelidikan tanah ; 4. Tipe dan jumlah uji tanah yang dilakukan; 5. Ketersediaan tanah ditempat (uji beban tiang); 6. Pengawasan/kontrol kualitas di lapangan; 7. Kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layanan struktur. Tabel 2. 8. Faktor Aman Yang Disarankan (Reese & O’Neill, 1989) Faktor keamanan (F)
Klasifikasi struktur Monumental
Kontrol baik
Kontrol normal
Kontrol jelek
Kontrol sangat jelek
2,3
3
3,5
4
Permanen
2
2,5
2,8
3,4
Sementara
1,4
2
2,3
2,8
Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang izin dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimate (Q u ) dibagi dengan faktor aman (F) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang, tergantung pada jenis tiang dan tanah berdasarkan data laboratorium sebagai berikut:
1. Tiang pancang
Qu = Qu ......................................................................................... 2,5
( 2.28)
Beberapa peneliti menyarankan faktor keamanan yang tidak sama untuk tahanan gesek dinding dan tahanan ujung. Kapasitas izin dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
Qa =
Qb Qs + .................................................................................... ( 2.29) 3 1,5 62
Penggunaan faktor keamanan 1, 5 untuk tahanan gesek dinding (Qs) yang harganya lebih kecil dari faktor keamanan tahanan ujung yang besarnya 3, karena nilai puncak tahanan gesek dinding dicapai bila tiang mengalami penurunan 2 sampai 7 mm, sedang tahanan ujung (Q b ) membutuhkan penurunan yang lebih besar agar tahanan ujungnya bekerja secara penuh. Jadi maksud penggunaan faktor keamanan tersebut adalah untuk meyakinkan keamanan tiang terhadap keruntuhan dengan mempertimbangkan penurunan tiang pada beban kerja yang diterapkan.
2. Tiang bor Kapasitas ijin tiang bor, diperoleh dari jumlah tahanan ujung dan tahanan gesek dinding yang dibagi faktor keamanan tertentu. a. Untuk dasar tiang yang dibesarkan dengan diameter d< 2 m
Qs =
Qu ..................................................................................... (2.30) 2,5
b. Untuk tiang tanpa pembesaran di bagian bawah
Qa =
Qu ................................................................................. ( 2.31) 2
Untuk tiang dengan diameter lebih dari 2 m, kapasitas tiang izin perlu dievaluasi dengan pertimbangan terhadap penurunan tiang.
63